Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT SESSION

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

Disusun Oleh :
Narissa Dewi Nisrina 1301-1215-0565
Oldi Caesario
Surya Dwi Sembada

Preceptor :
Dr.dr. Safendra Siregar, Sp.U

SMF / BAGIAN BEDAH UROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2016

STATUS PASIEN
Keterangan Umum
Nama : Tn. D
Usia : 63
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Kota Bandung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 30/05/2016
Anamnesis
Keluhan Utama : Buang air kecil yang sering dan nyeri
Anamnesis Khusus :

Pasien mengeluhkan buang air kecil lebih sering dari biasanya sejak empat bulan SMRS.
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun pada malam hari (lebih dari tiga kali) karena ingin
buang air kecil serta tidak lampias setelah buang air kecil. Keluhan tidak disertai dengan usaha
untuk mengejan saat harus buang air kecil, pancaran melemah, sulit menahan rasa ingin buang
air kecil.
Pasien mengeluhkan nyeri saat buang air kecil sejak dua minggu SMRS. Keluhan tidak
disertai dengan demam, BAK merah, keruh, batu, gelembung.Tidak ada riwayat nyeri pinggang
yang hilang timbul, BAK merah, keruh, batu, gelembung.
Riwayat kencing manis (+), tekanan darah tinggi (-), operasi sebelumnya (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital :Tekanan darah 130/90 mmHg
Respirasi 20x/menit
Nadi 70x/menit
Suhu 37,1°C
Status Generalis
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Bentuk dan gerak simetris
Paru :VBS kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung S1 S2 murni reguler, murmur (-)
Abdomen :datar, lembut, BU (+) normal, hepar tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Urologis:
 a/r flank
Ballotement (-/-), nyeri tekan (-/-), nyeri ketok CVA -/-
 a/r suprapubis
Kesan kandung kemih tidak penuh, nyeri tekan (-)
 a/r genitalia eksterna
Meatal stenosis (-), indurasi shaft (-), testis dan epididimis dalam batas normal.
 Rectal touche
TSA kuat, ampula tidak kolaps, mukosa licin, prostat +30 mg, simetris, nodul (-), nyeri tekan (-),
konsistensi kenyal, darah (-), lendir (-)

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap
 Urinalysis
 Pemeriksaan PSA
 Trans abdominal Ultra Sound

Diagnosis Kerja
LUTS e.c. suspect benign prostate hyperplasia

Penatalaksanaan :
Umum
 Edukasi
o Kurangi konsumsi kopi
o Jangan minum terlalu banyak di malam hari
o Batasi penggunaan obat flu
o Jangan menahan kencing terlalu lama
Khusus
 R/ Tamsulosin caps 0,4mg No. VII
S 1dd I p.c malam hari
 R/ Dutasteride caps 0,5mg No. VII
S 1dd I p.c malam hari
 R/ Tamsulosin caps 0,4mg No. VII
S 1dd I p.c
 R/ Dutasteride caps 0,5mg No. VII
S 1dd I p.c

Prognosis :
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad functionam : dubia Ad Bonam
Quo ad sanationam : dubia ad Bonam
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH adalah sebuah penyakit pembesaran kelenjar prostat
yang biasanya ditandai dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) dengan karakterisasi
gambaran histologisnya yaitu hyperplasia dari sel stroma dan sel epitel pada bagian periurethral
dan transisional prostat. (AUA)

EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki.Gejala yang sering timbul
pada BPH adalah LUTS yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup dari penderitanya
karena terganggunya aktivitas sehari-hari dari penderita dan pola tidurnya. Insidensi dari BPH
terkait erat dengan pertambahan usia, biasanya perkembangannya dimulai setelah umur 40 tahun
dan pada umur 60 tahun prevalensinya menjadi lebih dari 50% dan pada umur 85 tahun
prevalensinya dapat mencapai 90%.

ETIOLOGI
Etiologi BPH hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Teori umum digunakan adalah
bahwa BPH bersifat multifaktorial dan dipengarui oleh sistem endokrin. Penelitian yang ada
menunjukkan adalanya korelasi positif antara kadar testoteron bebas dan estrogen dengan ukuran
volume BPH. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan peningkatan
kadar estrogen yang menginduksi reseptor androgen sehingga meningkatkan sensitivitas prostat
terhadap testoteron bebas.

FAKTOR RISIKO
Terdapat dua jenis faktor resiko untuk BPH yaitu non-modifiable dan modifiable. Faktor resiko
non-modifiable terdiri atas:
 Umur; semakin tua semakin besar kemungkinan terkena BPH
 Genetik
Faktor resiko modifiable terdiri atas:
 Metabolic syndrome
 Level sex steroid hormone dalam tubuh
 Obesitas
 Diabetes
 Aktifitas fisik

PATOGENESIS

Terdapat beberapa teori yang mengenai perjalanan penyakit dari BPH.Teori yang pertama, DHT
hypothesis, mengatakan bahwa seiring dengan bertambahnya umur terjadi perubahan metabolism
pada androgen prostat yang menyebabkan akumulasi dari dihydrotestoterone pada kelenjar yang
menjadi mediator pada hyperplasia prostat tersebut. Teori lainnya, embryonic reawakening
theory, mengatakan bahwa terdapat perubahan pada interaksi stroma dan epitel pada prostat yang
terjadi karena proses penuaan yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan dari prostat. Teori
lainnya, stem cell theory, mengatakan bahwa terdapat penambahan jumlah prostatic stem cell
yang diakibatkan oleh penuaan yang mengakibatkan terjadinya makroskopik BPH.Ketika prostat
membesar, kapsul di sekitar prostat menahan prostat agar tidak membesar berlebihan ke arah luar
dan hal itu mengakibatkan terjadinya kompresi dari uretra.Kompresi tersebut menyebabkan
timbulnya gejala obstruksi pada pasien BPH.Ketika terdapat hambatan dari uretra, maka
pengosongan kandung kemih tidak dapat dilakukan secara maksimal dan mengakibatkan sensasi
tidak selesai berkemih. Ketika urin tidak dapat dikeluarkan semuanya dari kandung kemih, maka
kandung kemih akan berusaha lebih keras dan terjadi gangguan pada kanduh kemih yang
menyebabkan timbulnya gejala iritasi.

MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, pasien BPH datang dengan gejala-gejala traktus urinarius bawah (LUTS) yang
terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi.
Gejalan obstruksi terdiri dari:
 Miksi terputus
 Hesitancy;saat miksi pasien harus menunggu sebelum urine keluar karena terdapat obstruksi
pada uretranya
 Harus mengedan saat mulai miksi
 Berkurangnya kekuatan dan pancaran urin
 Sensasi tidak selesai berkemih
 Menetes pada akhir miksi
Gejala iritasi terdiri dari :
 Frekuensi miksi meningkat; karena ada perubahan dari dinding kandung kemih dan juga
pengosongan kandung kemih yang tidak total, menyebabkan pasien menjadi sering miksi
 Urgensi; rasa tidak dapat menahan lagi saat ingin miksi diaibatkan oleh hipersensitif dari
kandung kemih
 Nokturia;terbangun saat malam hari untuk miksi
 Inkontinensia; urine keluar di luar kehendak

KLASIFIKASI
Klasifikasi BPH dibagi berdasarkan gejala-gejala yang timbul. Klasifikasinya dibagi berdasarkan
The International Prostate Symptom Score (IPSS).
Klasifikas Skor
i
Mild <7
Moderate 8-19
Severe 20-35

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Flow rate  untuk asesmen awal dan melihat respon pengobatan (Qmax >15mL/s
dikategorikan normal, <7mL/s dikategorikan rendah).
 Urinalisis  untuk melihat adanya darah, leukosit, bakteri, protein, atau glukosa.
 Kultur urin  dilakukan jika ada indikasi infeksi, dari hasil urinalisis.
 Ultrasonography  USG (abdomen, renal dan transrectal) dan intravenous urography
berguna untuk melihat kandung kemih, ukuran prostat, dan melihat derajat hidronefrosis.
 Prostate-Specific Antigen

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita BPH adalah :

 Retensi urin
 Infeksi Saluran Kencing
 Gangguan pada kandung kemih
 Gangguan pada ginjal
 Batu kandung kemih
 Prostatitis
 Diabetes Melitus
 Parkinson’s disease
 Multiple sclerosis

DIAGNOSIS
 Anamnesis
Tanyakan frekuensi buang air kecil, urgensi, hesitancy, pancaran urin, nocturia. Pada
anamnesis, kita dapat menggunakan kuesioner The International Prostate Symptom
Score (IPSS), sekaligus untuk melihat derajat keparahan BPH.
 Pemeriksaan fisik
Palpasi dan perkusi  memeriksa urin yang tersisa pada kandung kemih.
DRE/RT

DIAGNOSIS BANDING
 Infeksi saluran kencing
 Striktur uretra
 Kanker kandung kemih
 Kanker prostat
 Batu kandung kemih (bladder stones)

PENATALAKSANAAN
1. Terapi farmakologi merupakan pengobatan tahap pertama.
 α-blocker  bekerja di reseptor alfa pada otot polos prostat dan mengurangi
tegangannya (tones)
 5α-reductase inhibitor  mencegah konversi testosteron menjadi beberapa bentuk aktif
dihidrosteron, mengecilkan prostat dalam beberapa obat
Obat dapat diberikan sendiri ataupun kombinasi keduanya sebagai terapi BPH.
2. Intervensi bedah (Transurethral resection of the prostate = TURP) menjadi pengobatan tahap
kedua jika terapi farmakologis tidak efektif. TURP efektif dalam meningkatkan aliran dan
mengurangi sisa urin.

Anda mungkin juga menyukai