Kelompok VI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Epidemiologi............................................................................................. 1
B. Anatomi dan fisiologi gaster..................................................................... 2
BAB II ISI
A. Defenisi................................................................................................... 6
B. Etiologi.................................................................................................... 6
C. Manifestasi Klinis.................................................................................... 6
D. Patofisiologi............................................................................................ 7
E. Penatalaksanaan ..................................................................................... 11
1. Farmakologi........................................................................................ 11
2. Medis.................................................................................................. 12
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang........................................................ 13
G. Pertimbangan Pembedahan..................................................................... 14
H. Pertimbangan Pemulangan...................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian............................................................................................... 15
II. Diagnosa Keperawatan........................................................................... 19
III. Tujuan...................................................................................................... 21
IV. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 25
B. Saran........................................................................................................ 25
BAB I
PENDAHULUAN
B. Etiologi
1. Meningkatnya produksi asam lambung.
2. Stres.
3. Golongan darah.
4. Asap rokok.
5. Daya tahan lambung yang rendah.
C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi.Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau
hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila
kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung
saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang
mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila
lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul.Nyeri tekan lokal yang
tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di
sebelah kanan garis tengah.Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
Pirosis(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum
terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala
ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan
akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut.Muntah dapat
terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi
kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
D. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus
yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan
yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya,
makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung.
Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan
ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai
efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal
berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai
respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin)
yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang
disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan
melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi
meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung
dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa
tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak
lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian
menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa
lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh
sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah,
keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang
mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini :
1) Hipersekresi asam pepsin
2) Kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa lambung
adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi
masuk dalam kategori ini.
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang
mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus
pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini dapat
mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan
tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah
istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi
setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat,
dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam
24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung
multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.
Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi
mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah
besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk
menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu
dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak.
Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan
lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka
bakar luas.
Klasifikasi
Klasifikasi ulkus berdasarkan lokasi:
Ulkus duodenal Ulkus Lambung
Insiden Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih
Pria: wanita3:1 Pria:wanita 2:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus
lambung
E. Penatalaksanaan
- Farmakoterapi:
▪ Antagonis reseptor histamin seperti simetidin (Tagamet), ranitidin (Zantac), famotidin (Pepcid),
Nizatidin (Axid).
▪ Antasida seperti antasida magnesium hidroksida (Maalox atau Mylanta), atau antasida aluminium
hidroksida (Amphojel atau Alternangel).
▪ Sukralfat (Carafate).
▪ Antikolinergik seperti propantelin bromida (Pro-Banthinne).
- Penurunan atau penghilangan faktor ulserogenik, seperti merokok penghentian obat ulserogenik
sementara ulkus masih aktif.
- Modifikasi diet.
- Penatalaksanaan stres.
- Pembedahan bila komplikasi terjadi:
▪ Gastrektomi subtotal (pengangkatan bagian lambung).
▪ Vagotomi (memotong saraf vagus untuk mengurangi sekresi asamhidroklorik) dengan piroloplasti
(pembesaran bedah terhadap sphincter pilorik untuk memungkinkan peningkatan pengosongan
lambung pada adanya penurunan motilitas gastrik, yang terjadi setelah vagotomi).
*MEDIS
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan
dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1. Memberikan asi.
2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan
yang bersih.
c. Obat-obatan.
Keterangan :
a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan
umum.
1. cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan
garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk
pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
2. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya
dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
2.1.Dehidrasi ringan.
2.1.1. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari
2.1.2. Kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2.2. Dehidrasi sedang.
2.2.1. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral
2.2.2. kemudian 125 ml / kg BB / hari.
2.3. Dehidrasi berat.
2.3.1. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13
tetes / kg BB / menit.
• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra
vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.2. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau
10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan
dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
2.4. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan
meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
2.4.1. Memberikan Asi.
2.4.2. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan
vitamin,makanan harus bersih.
2.5. Obat-obatan.
2.5.1. Obat anti sekresi.
2.5.2. Obat anti spasmolitik.
2.5.3. Obat antibiotik.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal.
2. Bising usus mungkin tidak ada.
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun
endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
4. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui
endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau
lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison.
Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini
merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
G. H.Pertimbangan Pembedahan
1. Perfurasi.
2. Obstruksi organis
3. Perdarahan masif.
4. Ulkus yang besar sekali.
H. Pertimbangan Pemulangan
1. Perawatan lanjutan.
2. Tanda dan gejala yang dapat dilaporkan.
3. Obat-obatan untuk dilanjutkan di rumah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan Terakhir : SMU
Pekerjaan : Purnawirawan ABRI
Alamat : Jl. Bunaken No. 40 A Makassar
Tanggal masuk RS : 12 Maret 2004
Golongan darah :O
Ruangan : Mawar IA
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn .S
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : S1 (Ekomomi)
Hubungan dengan klien: anak kandung
Alamat : Jl. Bunaken No. 40 A Makassar
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan utama
Pasien merasa sakit/nyeri pada ulu hati, merasa tidak enak dan kurang berselera terhadap makanan,
perasaan selalu kenyang dan kadang disertai dengan muntah.
b. Alasan masuk rumah sakit
Sejak tadi sore pasien merasa tidak enak, merasa mual dan nyeri yang dirasakan semakin lama
semakin tidak dapat ditahan dan semakin sering timbul sehingga pasien dan keluarganya
memutuskan untuk masuk rumah sakit.
c. Riwayat penyakit
Pasien sudah mengalami nyeri pada ulu hati sejak 2 tahun yang lalu dan pernah dirawat di rumah
sakit Labuang Baji pada tahun 2003.Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri
pada ulu hati. Hal ini dapat timbul secara terputus-putus, biasanya 2 sampai dengan 3 jam setelah
makan atau pada waktu lambung kosong dan meredah setelah menelan obat atau makanan. Pasien
juga mengatakan bahwa nyeri dapat berkurang pada saat pasien beristirahat yang cukup atau rileks
dan kontrol ke rumah sakit kira-kira satu bulan terakhir pasien tidak lagi kontrol ke rumah sakit
sebab tidak ada lagi gejala yang timbul.Biasanya obat yang dikonsumsi adalah antasida dan
beberapa obat lainnya.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sejak kecil klien tidak pernah mengalami penyakit akut maupun kronis, namun kadang-kadang
pasien tersebut kadang-kadang flu, demam dan batuk-batuk ringan.Klien tersebut pernah dirawat
dengan penyakit gastritis sebanyak 1 kali dan pernah juga dirawat dengan Ulkus peptikum
sebanyak dua kali di rumah sakit Labuang Baji.Selama menderita penyakit tersebut, Tn.A rajin
kontrol setiap bulannya ke rumah sakit.Riwayat penyakit gastritis sudah dialami sejak berumur 45
tahun, namun masih dapat ditahan sampai umur 50 tahun.Dan pada akhirnya klien tersebut
mengalami Ulkus peptikum.Klien tidak pernah dioperasi dan tidak mengalami alergi terhadap
makanan atau obat tertentu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit tersebut (Ulkus
peptikum).
5. Riwayat Psikososial Keluarga
• Pola koping
Klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di usia tua.
• Harapan klien tentang penyakitnya:
Klien berharap penyakitnya sembuh dan tidak dapat kambuh lagi dan jangan sampai dirawat lagi
di rumah sakit.
• Faktor stressor
Merasa bosan dan diam terus di rumah
• Konsep diri
Klien tidak merasa rendah diri karena penyakitnya dianggap wajar terjadi pada usia tua.
• Pengetahuan klien
Tentang penyakitnya: klien mengatakan bahwa penyakitnya merupakan hal yang biasa terjadi pada
usia tua.
• Hubungan dengan anggota keluarganya
Baik, anak-anak klien sering berkunjung ke rumah klien.
• Hubungan dengan masyarakat
Klien di lingkungannya bergabung dengan masyarakat lainnya.
• Aktivitas sosial
Klien mau mengikuti kegiatan sosial di masyarakat sesuai dengan kemampuannya
• Kegiatan keagamaan
Klien rajin shalat dan mengikuti pengajian
• Keyakinan tentang kesehatan
Klien mengatakan bahwa menjaga kesehatan itu merupakan hal yang paling penting.
6. Kebutuhan Dasar
• Pola makan
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan porsi tiap kali makan 1 piring berupa nasi, sayur,
kadang-kadang ada buah.Makanan yang spesifik tidak ada dan selera makan biasa.Setelah masuk
RS klien diberi makan 3 x/hari, selera makan terganggu.
• Pola minum
Sebelum masuk RS pasien dapat minum 8 – 9 gelas/hari dibarengi dengan minuman kesukaan
klien (kopi) setiap pagi.
• Pola eliminasi BAK
Klien buang air kecil lancar dengan frekuensi 4 – 5 x/hari, tidak ada kelainan saat klien miksi dan
tidak ada keluhan lain.
• Pola eliminasi BAB
Klien buang air besar 1 x/hari dengan konsistensi lunak, kadang-kadang encer dan berwarna
kuning.
• Pola tidur
Sebelum masuk RS klien tidur malam sekitar jam 6 – 8 jam, klien juga mengatakan tidur siang
pada pukul 13.00 – 14.00. Setelah masuk RS istirahat sedikit terganggu karena adanya nyeri dan
suasana RS tetapi tidak terlalu mengganggu terhadap penyakitnya.
• Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan bahwa ia tidak bekerja/sudah pension, tetapi kadang-kadang melakukan
aktivitas sehari-hari di rumah dengan membersihkan halaman rumah.
7. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum
Kelemahan diakibatkan oleh adanya nyeri ulu hati sebelum masuk RS BB klien 56 kg dan setelah
di rawat BB 54 kg. Klien tidak merasa tidak betah di RS bila tidak ada aktivitas dan vital sign TD:
130/90 mmHg, HR 100 x/menit, RR 24 x/menit, temperaturnya/suhu: 37 ºC.
• Kulit
Kulit sudah mulai keriput, kering, tidak ada lagi atau benjolan, sianosis (-) dan edema (-).
• Kepala
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, rambut beruban.
• Mata
Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)
• Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (-) tidak ditemukan darah/cairan keluar dari hidung.
• Mulut dan tenggorokan
Bibir agak kering, sianosis (-), fungsi pengecapan baik, tonsil tidak infeksi, jumlah gigi sudah tidak
lengkap.
• Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, leher dapat digerakkan dengan bebas.
• Dada
Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris.
• Sistem pernafasan
Tidak ada sesak, pernafasan teratur dengan frekuensi 26 x/menit, suara pernafasan normal pada
auskultasi.
• Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah selama ini teratur, frekuensi jantung normal tidak ad tanda-tanda kelainan.
• Sistem gastrointestinal
- Inspeksi: bentuk abdomen datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada benjolan.
- Auskultasi: peristaltic usus meningkat, bunyi peristaltic bising usus.
- Palpasi: tidak dijumpai adanya massa, nyeri area epigastik, hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi; suara timpani.
• Sistem musculoskeletal
Nyeri sendi kadang-kadang dialami klien bila cuaca terlalu dingin, kelemahan otot (+), kekakuan
otot dan sendi (-), tonus otot sedang, atropi otot (-), edema (-).
• Sistem neurologi
Kesadaran komfos mentis, kehilangan memori (-), komunikasi lancar dan jelas, orientasi terhadap
orang baik.
• Sistem endokrin
Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan sistem endokrin.
8. Pemeriksaan Penunjang
Penonjolan besar berbentuk nodular pada kurvatura minor lambung melalui pemeriksaan
radiogram dengan barium.
III. TUJUAN
1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas mukosa lambung.
Tujuan yang diharapkan:
Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria:
- Merasa rileks
- Mampu tidur/istirahat dengan tenang
- Nadi 80 x/menit
- RR 20 x/menit
EVALUASI.
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali noprmal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ulkus peptikum mengacu pada rusaknya lapisan mukosa dibagian mana saja di saluran gastro
intestinal, tetapi biasanya di lambung atau duodenum.
2. Gejala yang sering muncul pada ulkus peptikum yaitu nyeri, muntah, konstipasi dan perdarahan.
B. SARAN
1. Untuk mencapai asuhan keparawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses
keperawatan harus dilaksanakan sedacara sistematis.
2. Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap
memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3. Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik/ kolaborasi baik kepada teman
sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan maupun
dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA