BAB I
PENDAHULUAN
1
2
tergantung pada tingkat bising, komponen impulsif dan lamanya pajanan, serta juga
pada kepekaan individual yang sifat-sifatnya tetap tidak diketahui. (3)
Salah satu bising industri yang dianggap perlu untuk diteliti adalah bising
pesawat terbang. Penelitian mengenai pengaruh bising pesawat terbang terhadap
kemampuan pendengaran pekerja telah banyak dilakukan. Diantarannya yaitu
penelitian yang dilakukan di London Inggris dimana peneliti membandingkan antara
subjek dengan tingkat kebisingan pesawat terbang yang tinggi dengan tingkat
kebisingan pesawat terbang yang rendah. Hasilnya adalah didapat kejadian
gangguan pendengaran lebih tinggi pada subjek dengan tingkat kebisingan pesawat
terbang yang tinggi. (4)
Penelitian lainnya juga menunjukkan hal yang sama, dimana pada pekerja
bandara laki-laki di Korea menunjukkan perbedaan yang significant pada kejadian
hilangnya pendengaran (lebih dari 25 dB) antara subjek yang terpapar bising dengan
yang tidak terpapar bising pesawat terbang (p< 0.5). Hampir 60,8 % dari pekerja
yang terpapar bising tersebut tercatat sebagai pengguna HPDs (Hearing Protective
Devices). (5)
Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera
pendengaran sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu
sumber daya manusia, maka diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap
masalah kesehatan indera pendengaran khususnya tuli akibat pemajanan bising
(TAB/NIHL).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan yaitu tuba eustachius, batas bawah yaitu vena jugularis (bulbus
jugularis), batas belakang yaituaditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
Batas atas yaitu tegmen timpani (meningen/otak), dan batas dalam berturut-turut dari
atas kebawah yaitu kanalis semisirkularis horizontal,kanalis facialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) danpromomtorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam
telinga saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada
pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad
5
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
(10)
Tuba eustahius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah. (11)
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada
bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis
6
2.3. Bising
2.3.1. Definisi
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan
rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.(18)
Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan(19) atau semua suara yang tidak
9
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.(20)
2.4.2. Epidemiologi
Gangguan pendengaran pada tenaga kerja akibat pajanan bising lingkungan
kerja, mempunyai kekerapan yang cukup tinggi di berbagai negara. Pajanan bising
secara kontinyu dan berlebihan menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran
yang semestinya bisa dihindari. Di negara maju, bising merupakan masalah karena
merupakan penyebab utama, kompensasi penyakit akibat kerja. Didukung dengan
fakta bahwa gangguan pendengaran pada daerah industri menempati urutan pertama
dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa (11,12).
Kebisingan menjadi masalah lingkungan utama yang diprioritaskan di Eropa
sejak 1970 berbagai arahan dan usaha untuk membatasi kebisingan, namun hingga
saat ini kebisingan mengalami sedikit peningkatan di seluruh Eropa (11).
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) telah diketahui sejak revolusi
industri. Kebisingan yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran telah
terdaftar sebagai salah satu masalah yang paling umum pada kesehatan kerja di
Amerika Serikat selama lebih dari 25 tahun. Lebih dari 28 juta warga Amerika
dengan beberapa tingkat gangguan pendengaran, 10 juta diantaranya disebabkan
karena terpapar bising berlebihan di tempat kerja. Biaya yang telah dikeluarkan
akibat gangguan pendengaran ini diperkirakan mencapai milyaran dolar Amerika
13
Serikat. Di Eropa, 20% populasinya terpapar bising. Ribuan pekerja setiap tahun
menderita kehilangan pendengaran tidak dapat dicegah karena tingkat kebisingan di
tempat kerja yang tinggi (7,8)
GPAB merupakan tuli sensorineural terbanyak setelah presbiakusis. Kerugian
ekonomi akibat ketulian ini diperkirakan mencapai triliunan dolar Amerika Serikat.
GPAB banyak dijumpai setelah revolusi industri (11).
Di Amerika lebih dari 30 juta pekerja yang terpajan kebisingan. Di Jerman
sekitar 4-5 juta orang terpajan dalam tingkat kebisingan yang Membahayakan.
Berdasarkan OSHA (Occupational Health and Safety Administration) setiap tahun,
sekitar 30 juta orang di Amerika Serikat yang bekerja terkena kebisingan yang
berbahaya. (9,11).
Sejak tahun 2004, Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat melaporkan
bahwa hampir 125.000 pekerja telah menderita secara signifikan dan kehilangan
pendengaran permanen. Pada tahun 2009 saja, BLS (Bureau of Labor Statistics)
Amerika Serikat melaporkan kasus gangguan mendengar lebih dari 21.000 kasus
(10,11).
Dilaporkan bahwa laki-laki lebih banyak terpapar tuli akibat bising dari pada
perempuan. Tidak ada perbedaan yang jelas antara usia muda dan usia tua dalam
kerentanan mengalami kebisingan yang disebabkan gangguan pendengaran (11.).
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah
banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun
yang sama pada manufacturing plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta
mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan
disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang
telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl. M.H.
Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk. Sundari pada penelitiannya di
pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31.55% pekerja menderita tuli
akibat bising dengan intensitas bising antara 85–105 dB dengan masa kerja rata-rata
8.99 tahun. Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja (31.8%) di perusahaan kayu
lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising dengan intensitas bising lingkungan
antara 84.9-108.2 dB (Soetjipto, 2007). Markian melakukan skrining pendengaran
14
Prajurit Batalion 100 Rider Kodam I Bukit Barisan dan mendapati sekitar 22%
prajurit menderita tuli sensorineural ringan pada telinga kanan dan 11% pada telinga
kiri (11,16).
2.5.3. Klasifikasi
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2
kategori yaitu : (5,14,15)
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara,
yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising
biasanya pendengaran dapat kembali normal. (15)
2.5.4. Patogenesis
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan
adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan.
Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi
17
respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan
dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia.
Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya
stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi
intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak.
Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi
pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. (13)
2.5.5. Gambaran Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara
(speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala
yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran
dan konsentrasi.(8, 13)
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced
hearing loss ) adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang
menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ). (13, 22)
Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan
reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold
shift) dan peningkatan ambang dengar menetap ( permanent threshold shift).
Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi
dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena
fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. Peningkatan ambang dengar
sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat
pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam
beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. Peningkatan
ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang
dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi (explosif)
atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea,
antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dan lainnya.
(10,11)
18
2.5.6. Diagnosis
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea
dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula
pekerja mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara
biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara
menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak
jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-
lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk
itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain
atau pada pihak keluarga. (5, 8, 13)
Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar
sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu
dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan
organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma
telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi.
Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.(6)
2.5.7. Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapt dipergunakan
19
alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup
telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).
Oleh karena itu akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat
menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemsangan alat
bantu dengar/ ABD (hearing aid). Apabila pendengaran sudah sedemikian
buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi denga
adekuat perlu dilakukan psikoterapiagar dapat menerima keadaannya. Latihan
pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengara dengan
ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan
gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di
samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah,
rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi
rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral
dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant).(10)
2.5.8. Prognosis
Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.(9)
Penggunaan alat bantu dengar hanya sedikit manfaatnya bagi pasien, bahkan
alat tersebut hanya memberikan rangsangan vibrotaktil dan bukannya perbaikan
diskriminasi bicara pada pasien tersebut. Untuk sebagian pasien dianjurkan
pemakaian implan koklearis. Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien dengan
tuli sensorineural.(10)
21
DAFTAR PUSTAKA
22
23
26. Priyo. Dwi. Dkk. 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Bagian THT
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS. Dr. Kariadi, Semarang.