Anda di halaman 1dari 6

Endri teguh pratama

Achenar

1901110677

Beberapa kasus penelantaran pasien yang terangkat di media membuat kita khawatir. Dari
malpraktik, penyampaian informasi yang tidak lengkap, sampai diskriminasi fasilitas
merupakan beberapa kasus yang kerap terdengar merugikan pasien.

Kasus penelantaran pasien ini semakin kerap terdengar dilakukan kepada pasien di rumah
sakit. Terakhir kita mendengar kasus penelantaran pasien luka bakar dan lumpuh yang
dilakukan di suatu Rumah Sakit.

Pasien terpaksa tidur di lantai ruang pendaftaran beralaskan tikar plastik yang sangat tipis,
karena diberi harapan oleh sang dokter rumah sakit itu untuk menunggu konfirmasi operasi
amputasi. Pasien mengalami luka bakar parah dan kelumpuhan organ tubuh imbas dari
peristiwa kebakaran yang dialaminya lebih dari 10 tahun lalu. Pasien terbaring di lantai
ruangan pendaftaran tanpa pengobatan berarti.

Ketahui hak pasien

Masalah kesehatan tentulah bukan hal yang dapat dipandang sebelah mata. Apalagi hal ini
juga menyangkut nyawa manusia. Itu sebabnya, kasus-kasus penelantaran, apalagi yang
dilakukan fasilitas kesehatan yang seharusnya melayani masyarakat umum, selalu mendapat
sorotan tajam dari berbagai pihak.

Sebenarnya, pasien dapat menghindari kasus penelantaran seperti ini jika saja ia menyadari
apa yang menjadi haknya dan hal ini ditetapkan oleh undang-undang.

Adapun hak pasien saat menjalani perawatan di rumah sakit dijamin undang-undang (UU),
yakni melalui Pasal 32 UU No 44/2009 tentang rumah sakit. Pasal ini menyebutkan ada 18
hal yang menjadi hak pasien, yaitu:
1. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
2. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
5. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
6. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
8. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
9. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
10. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
11. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
12. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya;
14. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
15. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
16. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
17. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
18. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan Undang-
Undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur
dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:

1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana


dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
2. meminta pendapat dokter atau dokter lain;
3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. menolak tindakan medis;
5. mendapatkan isi rekam medis.

Rumah Sakit juga memiliki kewajiban

Selain mengatur hak pasien, peraturan UU No 44/2009 tentang rumah sakit ini juga mengatur
kewajiban rumah sakit, yang dijelaskan di pasal 29, yakni sebagai berikut:

1. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada


masyarakat;
2. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah
Sakit;
3. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;
4. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
5. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
6. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan;
7. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
8. menyelenggarakan rekam medis;
9. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut
usia;
10. melaksanakan sistem rujukan;
11. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
peraturan perundang-undangan;
12. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien;
13. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
14. melaksanakan etika Rumah Sakit;
15. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
16. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
17. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
18. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)
19. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
20. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok

 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Akreditasi

“pasal 32 “
Hak pasien
n.memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama perawatan di Rumah Sakit;
“pasal 2”
Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
a.meningkatkan mutu pelayanan RS dan melindungi keselamatan pasien di RS;
b.meningkatkan perlindungan bagi masyarakat,sumber daya manusia di Rumah Sakit dan
Rumah Sakit sebagai institusi;
c.mendukung program Pemerintah dibidang kesehatan;dan
d.meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional.
 Kode etik kedokteran Indonesia

Kewajiban dokter terhadap diri sendiri


“pasal 20”
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,supaya dapat bekerja dengan baik.
“pasal 36”
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis
yang baik.
 Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 4
pilar yaitu:
 Manajerial
o Manajemen risiko:
1.Risiko pasien
2.Risiko staf klinis
3.Risiko pengunjung
4.Risiko staf RS
o Pedoman penanggulangan bencana
o Pelatihan

-Akreditasi
 Mutu
 Keselamatan

-Upaya keselamatan
 Keselamatan pasien
 Keselamatan kerja/staf

Terkait pandemi Covid-19


 Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 4
pilar yaitu:
 Manajerial
 Pengendalian Administratif
-Triase (ARK 1.1)
-Triase infeksi (standar 3.3 EP 3)
-Skrining (ARK1)
 Pengendalian Lingkungan
 Pengendalian dengan Alat Perlindungan diri

Pengendalian dengan perlindungan diri


- Antisipasi
 Perlu kesadaran dan pemahaman adanya risiko pajanan infeksi
 Perlu dilakukan triase infeksi
 Pada saat melakukan triase infeksi menggunakan APD
 Pertimbangkan menetapkan protokol pemeriksaan penunjang untuk skrining
Pengendalian Administratif
*Triase adalah proses skrining secara tepat
 Triase pasien gawat darurat
 Triase infeksi airbone

PPI 5 -Upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan infeksi


menular/airbone kepada petugas kesehatan,pasien,pengunjung dan lingkungan.
PPI 5=Program kesehatan dan keselamatan staf
1)identifikasi risiko staf terpapar atau tertular berdasarkan epidemiologi penyakit pasien
di rumah sakit
2)penggunaan alat pelindung diri(APD)
3)skrining awal pada waktu rekruitmen dan pemeriksaan kesehatan secara berkala
4)Imunisasi/vaksinasi
5)pencegahan dan pelaporan cedera jarum suntik dan pajanan bahan infeksius
6)pengobatan dan konseling
Perlu diperhatikan:
 RS adalah tempat sumber infeksi penularan
 Ada risiko untuk staf RS pada saat kontak pertama dengan pasien sakit atau
carrier penyakit infeksi airbone
 Ada risiko ibu hamil terpapar infeksi

Diharapkan muncul inovasi dalam temedicine


 Pemantau denyut jantung bayi menggunakan holter
 USG jarak jauh
 Resep elektronik untuk ibu hamil

Anda mungkin juga menyukai