Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Negara dengan Agama


Mengenai hubungan negara dengan agama pada intinya mempersoalkan
bagaimana posisi agama dalam negara. Ada yang menyatakan bahwa agama
dan negara menjadi satu. Ada yang berpendapat agama dan negara tidak
dapat bersatu dan harus dipisahkan. Tapi ada yang mengambil jalan tengah
dengan memberikan porsi tertentu dalam negara untuk ditempati aspek-aspek
agama (Wardi, 2007). Dalam perspektif historis, hubungan agama dan negara
pernah begitu erat sehingga agama dan negara adalah satu. Kondisi tersebut
terjadi di Eropa pada masa-masa sebelum abad tengah dan terus berlangsung
hingga sekarang (Mas’udi, 2008). Di bagian benua lain (Iran) merupakan
fenomena menarik karena kembali bersatunya agama dan negara di bawah
kekuatan kaum mullah (ulama) yang sering dinilai sebagai perwujudan
konkret konsep Islam tentang negara.
Menurut Jibran (2000) melihat hubungan agama dan negara melalui
kacamata ideologi. Berpendapat bahwa pada ideologi sosialis/komunis agama
jelas tidak mendapat tempat karena berbeda dalam melihat kebenaran. Pada
ideologi kapitalis/liberalis agama diakui sebagai ranah pribadi dan bukan
ranah publik, sehingga agama harus dipisah dari negara karena negara
menyangkut kehidupan publik. Konsep inilah yang dikenal sebagai
sekularisasi.
Negara Indonesia tidak menyatukan agama dengan negara akan tetapi juga
tidak memisahkan dengan tegas agama dengan Negara. Adanya pernyataan
bahwa Indonesia adalah Negara sekuler adalah contradiction in conception,
bertentangan dengan makna pembukaan UUD 1945. Dalam NKRI hubungan
agama dan negara tidak bersifat dikotomis akan tetapi komprehensif integral
yang didasar budaya religious bangsa Indonesia (Armawi, 2009). Dengan
demikian lebih bersifat substantive, artinya nilai-nilai agama menjadi dasar,
acuan, dan pedoman dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan Negara.

3
4

2.2 Proses Munculnya Praktek Keagamaan di Indonesia


Berawal dari hubungan negara dengan agama yaitu bagaimana posisi
agama dalam negara memunculkan perdebatan di kalangan pemuka agama
khususnya para pemuka agama Islam. Menurut Azra, perdebatan mengenai
agama dan negara dalam Islam disebabkan oleh hubungan yang renggang
antara Islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Berbagai eksperimen
telah dilakukan untuk menyelasaraskan antara din dan dawlah dengan konsep
kultur politik masyarakat muslim. Seperti halnya percobaan demokrasi di
sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan dawlah di banyak negara-
negara muslim telah berkembang secara beragam. Perkembangan wacana
demokrasi di kalangan negara-negara muslim hingga maraknya perdebatan
Islam dan negara.
Perdebatan Islam dan negara berangkat dari pandangan dominan Islam
sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh, yang mengatur semua
kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Dari pandangan Islam
sebagai agama yang komprehensif ini pada dasarnya dalam islam tidak
terdapat konsep pemisahan antara agama dan politik. Argumentasi ini sering
dikaitkan dengan posisi Nabi Muhammad di Madinah. Di kota hijrah ini,
Nabi Muhammad berperan ganda, sebagai seorang pemimpin agama
sekaligus sebagai kepala negara yang memimpin sebuah sistem pemerintahan
awal islam yang oleh kebanyakan pakar, dinilai sangat modern di masanya.
Oleh sebab itu, sebagian pemuka agama memilih jalan pintas sendiri
dengan menciptakan atau membentuk sebuah perkumpulan atau organisasi
maupun keagamaan yang sesuai dengan keinginannya, ada yang bertentangan
dan ada yang tidak. Munculnya perkumpulan atau organisasi keagamaan
melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Periode pengorganisasian, munculnya praktek keagamaan sebagai
jawaban terhadap kebutuhan jemaahnya. Pada tahap ini kebutuhan
akan lembaga mulai muncul. Oleh karena itu, masyarakat mulai
mengorganisasi dirinya dengan memilih pemimpin, membuat aturan,
membagi peran, dan fungsi.
5

2. Periode efisiensi di mana lembaga mulai dikenal dan diterima


masyarakat karena fungsi-fungsi dan karyanya di tengah masyarakat.
3. periode formalisme yang terjadi ketika berbagai aturan dan ideologi
organisasi telah merasuk ke dalam struktur lembaga, dan

2.3 Faktor-Faktor Penyebab


Banyak faktor penyebab munculnya aliran sesat dalam Islam, antara lain:
upaya mengaburkan ajaran Islam, ketidakmampuan memahami agama
dengan benar, adanya kepentingan dan motif tertentu, dan untuk
mengaburkan ajaran Islam secara sengaja sudah terjadi pada awal Islam, yaitu
terpengaruh oleh ajaran kuno (warisan nenek moyang).
1. Upaya Mengaburkan Ajaran Islam
Dalam catatan sejarah, upaya dengan lahirnya hadis-hadis palsu, dan
munculnya kaum zindiq di tengah-tengah masyarakat Islam. Lahirnya
hadis palsu (hadis Maudlu`) yang jumlahnya cukup banyak dibuat oleh
orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan motif-motif tertentu,
sesuai keinginan pembuatnya. Hadirnya kaum zindiq (kaum munafiq)
yang masuk Islam bermaksud merusak ajaran Islam dari dalam. Mereka
berbaur dengan masyarakat Islam dengan aktifitas menyebar fitnah,
menghasut, dan menyebarkan cerita-cerita Israiliyyat, yaitu cerita bohong
atau kabar burung yang tidak ada kebenarannya sama sekali yang
disampaikan kepada orang lain, yang seolah-olah dari ajaran agama,
padahal isinya bertentangan dengan ajaran agama. Upaya mengaburkan
ajaran Islam juga datang belakangan dari para orientalis yang menafsirkan
dan memahami ajaran Islaam dan sumbernya dengan pendekatan agama
yang dianutnya dan dengan logika yang dibangun atas dasar kebebasan
berpikir.
2. Ketidakmampuan Memahami Ajaran Agama dengan Benar
Ada pula praktek keagamaan yang muncul karena kebodohan atau
ketidakmampuan para pendiri/pemimpinnya dalam memahami agama.
Mereka memahami sumber-sumber ajaran agama (al-Qur`an dan Hadis
Nabi saw) menurut logika mereka secara sangat terbatas tanpa mengetahui
6

metodologi dan alat yang diperlukan untuk memahami sumber-sumber


ajaran tersebut misalnya ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu fiqh dan
pengetahuan bahasa Arab.
3. Karena Motif dan Kepentingan Tertentu
Banyak praktek keagamaan yang muncul karena motif atau kepentingan
tertentu, seperti motif politik, ekonomi, atau status sosial. Dewasa ini
banyak pula gerakan kelompok-kelompok misterius yang
mengatasnamakan agama merekrut anggotanya dan mengumpulkan dana
secara intensif dengan target-target tertentu dan untuk kepentingan
tertentu.
4. Karena Gangguan Kejiwaan
Ada beberapa faham atau aliran yang berdiri karena pimpinannya
menyatakan telah menerima wahyu dari tuhan melalui mimpi, bahkan ada
yang berubah-ubah perngakuan dari semula mengalami kegelisahan
(stress) dalam menghadapi problem kehidupan dan kemudian, mengaku
bermimpi menerima wahyu. Bahkan kemudian menjadi mengaku diangkat
sebagai malaikat. Para pendiri aliran ini seperti berkhayal tentang hal-hal
yang luar biasa, bahkan tentang hal-hal yang gaib, yang seolah-olah
sebuah kenyataan, atau memerankan dirinya persis seperti dalam hayalan
mereka.

2.4 Macam-Macam Praktek Keagamaan di Indonesia


1. Majelis Hidup Dibalik Hidup di Kota Semarang
Majelis Hidup Dibalik Hidup adalah institusi pembelajaran (majelis
taklim) yang dibentuk untuk tujuan mengabarkan tentang hakekat
keselamatan di negeri akhirat yang diperoleh secara hakekat. Majelis HDH
di Kota Semarang melaksanakan kegiatan dari pukul 21.00 sampai pukul
04.00. Majelis HDH tidak melakukan baiat tetapi melakukan kegiatan yang
mirip dengan baiat. Tujuan kegiatan majelis adalah membahas persoalan
hidup yang dihadapi masing-masing anggota. Secara umum, persoalan
hidup tersebut bersifat tabu untuk diketahui anggota yang lain. Selain itu,
7

kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah keimanan seseorang


meningkat atau menurun.
Tema pembahasan dalam majelis ini adalah pembahasan tafsir Al-Quran
dengan menggunakan bahasa sehari-hari, dan dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Quran mereka tidak merujuk kepada kitab-kitab yang dikarang oleh para
ahli tafsir terkemuka. Inti ajaran Majelis HDH adalah: Pertama, manusia
akan selamat di akhirat jika rohaninya telah berpakaian dan mengandung
cahaya. Pakaian rohani berbentuk jubah seperti jubah malaikat. Kedua,
Pakaian rohani bisa diperoleh dengan berbakti dan menyembah kepada
Allah, serta bersikap zuhud di dunia, melaksanakan shalat, zikir dan
tafakkur.
Pendiri HDH yaitu Muhammad Kusnandar mengaku pernah berbicara
langsung dengan Allah yang kemudian memberi perintah agar Kusnandar
menyebarkan ilmu pengetahuan tentang yang gaib sesuai dengan apa yang
diterimanya dari Allah. Kusnandar diberi pengetahuan empat dimensi yaitu
kemampuan merubah wujud empat dimensi dengan tugas yang berbeda.
Ada yang bertugas melakukan tafakkur saja, ada yang bertugas mencari
ilmu saja, ada yang bekerja saja, dan ada yang berbicara dengan orang lain.
Hasil kerja keempat dimensi tersebut adalah mendukung pendidikan yang
beriman dan berilmu untuk sampai ke negeri akhirat.
2. Gerakan Syariat Islam (Studi Kasus Gerakan Hizbut Tahrir Di Kota
Makassar)
Runtuhnya sosialisme dan komunisme serta bangkitnya kapitalisme
global menimbulkan persoalan tersendiri khususnya di kalangan umat Islam.
Di kalangan umat Islam muncul berbagai bentuk penyikapan antara lain
seperti sekularisme dan konservatisme. Salah satu gejala yang paling
mencolok akhir-akhir ini adalah timbulnya berbagai gerakan sosial dan
keagamaan yang saling berkelindan dalam menyikapi fenomena di atas,
seperti munculnya gerakan penegakan syariat Islam sebagai lawan dari
kapitalisme dan sekularisme.
Diskusi tentang penerapan ajaran Islam merupakan isu yang akan terus
menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Seakan menjadi sebuah
8

keniscayaan bahwa akan tetap ada sekelompok orang yang bercita-cita


untuk memformalkan ajaran Islam melalui institusi kenegaraan dan
sementara yang lain ada sekelompok orang yang tidak menginginkannya.
Banyak persoalan yang muncul disekitar wacana tersebut, seperti perlukah
formalisasi ajaran Islam diperjuangkan melalui lembaga-lembaga resmi
kenegaraan atau cukup diterapkan secara kultural di tengah-tengah
masyarakat.
Gejala penegakan syariat Islam melalui formalisasi terjadi juga di
Makassar, di mana salah satu penggagasnya adalah Hizbut Tahrir.
Keberadaan Hizbut Tahrir sebagai sebuah ormas yang memperjuangkan
formalisasi syariat Islam sangat menarik untuk ditelaah. Pertimbangannya
adalah: pertama, kecenderungan umum dari lahirnya gerakan-gerakan Islam
khususnya di Kota Makassar sangat berorientasi syariat. Hal ini
mengindikasikan bahwa antusiasme masyarakat terhadap keinginan
pelaksanaan syariat Islam meningkat. Kemungkinan ini dipengaruhi arus
sekularisasi yang tidak mengenal batas-batas doktrin agama atau
mencerminkan kegagalan dan ketidakmampuan masyarakat (umat Islam)
dalam menghadapinya. Kedua, munculnya gerakan Islam lain yang juga
berkeinginan untuk menerapkan syariat Islam seperti Komite Penegakan
Syariat Islam (KPSI), tetapi memiliki perbedaan yang tajam mengenai
pengertian syariat Islam dan cara-cara atau model penerapannya. Ketiga,
Hizbut Tahrir sama sekali menolak konsep demokrasi dan menganggap
bahwa demokrasi adalah sistem sekular yang ditolaknya, padahal salah satu
model penyaluran aspirasi dan keinginan dalam negara modern yang
diyakini adalah penyaluran aspirasi melalui sistem demokratis.
3. Al-Qiyadah al-Islamiyah
Sebuah aliran kepercayaan di Indonesia yang melakukan sinkretisme
ajaran dari Al-Qur'an, Al-Kitab Injil dan Yahudi, juga wahyu yang diakui
turun kepada pemimpinnya. Aliran ini didirikan dan dipimpin oleh Ahmad
Moshaddeq/Musaddeq/Musadek alias Abdussalam yang juga menyatakan
diri sebagai nabi atau mesias. Dikatakan wahyu yang diterima Moshaddeq
bukan berupa kitab tetapi pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai
9

ayat-ayat Al-Quran yang menurut pendapat Mushaddeq telah disimpangkan


sepanjang sejarah. Gerakan ini sempat disorot secara besar-besaran pada
akhir tahun 2006 yang kemudian mengakibatkan keluarnya stempel sesat
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 4 Oktober 2007, setelah
menjalani penelitian secara subyektif selama 3 bulan karena menyimpang
dari ajaran Islam dan melakukan sinkretisme agama. Pada 2008, Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan memvonis Musaddeq 4 tahun penjara dipotong masa
tahanan atas pasal penodaan agama. Meski pernah menyatakan diri bertobat,
Ahmad Musaddeq hingga saat ini dianggap masih menyebarkan ajarannya
dengan menggunakan nama lain diantaranya Milah Abraham dan Gerakan
Fajar Nusantara (Gafatar) yang masih aktif di beberapa wilayah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai