Mengenai hubungan negara dengan agama pada intinya mempersoalkan bagaimana posisi agama dalam negara. Ada yang menyatakan bahwa agama dan negara menjadi satu. Ada yang berpendapat agama dan negara tidak dapat bersatu dan harus dipisahkan. Tapi ada yang mengambil jalan tengah dengan memberikan porsi tertentu dalam negara untuk ditempati aspek-aspek agama (Wardi, 2007). Dalam perspektif historis, hubungan agama dan negara pernah begitu erat sehingga agama dan negara adalah satu. Kondisi tersebut terjadi di Eropa pada masa-masa sebelum abad tengah dan terus berlangsung hingga sekarang (Mas’udi, 2008). Di bagian benua lain (Iran) merupakan fenomena menarik karena kembali bersatunya agama dan negara di bawah kekuatan kaum mullah (ulama) yang sering dinilai sebagai perwujudan konkret konsep Islam tentang negara. Menurut Jibran (2000) melihat hubungan agama dan negara melalui kacamata ideologi. Berpendapat bahwa pada ideologi sosialis/komunis agama jelas tidak mendapat tempat karena berbeda dalam melihat kebenaran. Pada ideologi kapitalis/liberalis agama diakui sebagai ranah pribadi dan bukan ranah publik, sehingga agama harus dipisah dari negara karena negara menyangkut kehidupan publik. Konsep inilah yang dikenal sebagai sekularisasi. Negara Indonesia tidak menyatukan agama dengan negara akan tetapi juga tidak memisahkan dengan tegas agama dengan Negara. Adanya pernyataan bahwa Indonesia adalah Negara sekuler adalah contradiction in conception, bertentangan dengan makna pembukaan UUD 1945. Dalam NKRI hubungan agama dan negara tidak bersifat dikotomis akan tetapi komprehensif integral yang didasar budaya religious bangsa Indonesia (Armawi, 2009). Dengan demikian lebih bersifat substantive, artinya nilai-nilai agama menjadi dasar, acuan, dan pedoman dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan Negara.
3 4
2.2 Proses Munculnya Praktek Keagamaan di Indonesia
Berawal dari hubungan negara dengan agama yaitu bagaimana posisi agama dalam negara memunculkan perdebatan di kalangan pemuka agama khususnya para pemuka agama Islam. Menurut Azra, perdebatan mengenai agama dan negara dalam Islam disebabkan oleh hubungan yang renggang antara Islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Berbagai eksperimen telah dilakukan untuk menyelasaraskan antara din dan dawlah dengan konsep kultur politik masyarakat muslim. Seperti halnya percobaan demokrasi di sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan dawlah di banyak negara- negara muslim telah berkembang secara beragam. Perkembangan wacana demokrasi di kalangan negara-negara muslim hingga maraknya perdebatan Islam dan negara. Perdebatan Islam dan negara berangkat dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh, yang mengatur semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Dari pandangan Islam sebagai agama yang komprehensif ini pada dasarnya dalam islam tidak terdapat konsep pemisahan antara agama dan politik. Argumentasi ini sering dikaitkan dengan posisi Nabi Muhammad di Madinah. Di kota hijrah ini, Nabi Muhammad berperan ganda, sebagai seorang pemimpin agama sekaligus sebagai kepala negara yang memimpin sebuah sistem pemerintahan awal islam yang oleh kebanyakan pakar, dinilai sangat modern di masanya. Oleh sebab itu, sebagian pemuka agama memilih jalan pintas sendiri dengan menciptakan atau membentuk sebuah perkumpulan atau organisasi maupun keagamaan yang sesuai dengan keinginannya, ada yang bertentangan dan ada yang tidak. Munculnya perkumpulan atau organisasi keagamaan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Periode pengorganisasian, munculnya praktek keagamaan sebagai jawaban terhadap kebutuhan jemaahnya. Pada tahap ini kebutuhan akan lembaga mulai muncul. Oleh karena itu, masyarakat mulai mengorganisasi dirinya dengan memilih pemimpin, membuat aturan, membagi peran, dan fungsi. 5
2. Periode efisiensi di mana lembaga mulai dikenal dan diterima
masyarakat karena fungsi-fungsi dan karyanya di tengah masyarakat. 3. periode formalisme yang terjadi ketika berbagai aturan dan ideologi organisasi telah merasuk ke dalam struktur lembaga, dan
2.3 Faktor-Faktor Penyebab
Banyak faktor penyebab munculnya aliran sesat dalam Islam, antara lain: upaya mengaburkan ajaran Islam, ketidakmampuan memahami agama dengan benar, adanya kepentingan dan motif tertentu, dan untuk mengaburkan ajaran Islam secara sengaja sudah terjadi pada awal Islam, yaitu terpengaruh oleh ajaran kuno (warisan nenek moyang). 1. Upaya Mengaburkan Ajaran Islam Dalam catatan sejarah, upaya dengan lahirnya hadis-hadis palsu, dan munculnya kaum zindiq di tengah-tengah masyarakat Islam. Lahirnya hadis palsu (hadis Maudlu`) yang jumlahnya cukup banyak dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan motif-motif tertentu, sesuai keinginan pembuatnya. Hadirnya kaum zindiq (kaum munafiq) yang masuk Islam bermaksud merusak ajaran Islam dari dalam. Mereka berbaur dengan masyarakat Islam dengan aktifitas menyebar fitnah, menghasut, dan menyebarkan cerita-cerita Israiliyyat, yaitu cerita bohong atau kabar burung yang tidak ada kebenarannya sama sekali yang disampaikan kepada orang lain, yang seolah-olah dari ajaran agama, padahal isinya bertentangan dengan ajaran agama. Upaya mengaburkan ajaran Islam juga datang belakangan dari para orientalis yang menafsirkan dan memahami ajaran Islaam dan sumbernya dengan pendekatan agama yang dianutnya dan dengan logika yang dibangun atas dasar kebebasan berpikir. 2. Ketidakmampuan Memahami Ajaran Agama dengan Benar Ada pula praktek keagamaan yang muncul karena kebodohan atau ketidakmampuan para pendiri/pemimpinnya dalam memahami agama. Mereka memahami sumber-sumber ajaran agama (al-Qur`an dan Hadis Nabi saw) menurut logika mereka secara sangat terbatas tanpa mengetahui 6
metodologi dan alat yang diperlukan untuk memahami sumber-sumber
ajaran tersebut misalnya ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu fiqh dan pengetahuan bahasa Arab. 3. Karena Motif dan Kepentingan Tertentu Banyak praktek keagamaan yang muncul karena motif atau kepentingan tertentu, seperti motif politik, ekonomi, atau status sosial. Dewasa ini banyak pula gerakan kelompok-kelompok misterius yang mengatasnamakan agama merekrut anggotanya dan mengumpulkan dana secara intensif dengan target-target tertentu dan untuk kepentingan tertentu. 4. Karena Gangguan Kejiwaan Ada beberapa faham atau aliran yang berdiri karena pimpinannya menyatakan telah menerima wahyu dari tuhan melalui mimpi, bahkan ada yang berubah-ubah perngakuan dari semula mengalami kegelisahan (stress) dalam menghadapi problem kehidupan dan kemudian, mengaku bermimpi menerima wahyu. Bahkan kemudian menjadi mengaku diangkat sebagai malaikat. Para pendiri aliran ini seperti berkhayal tentang hal-hal yang luar biasa, bahkan tentang hal-hal yang gaib, yang seolah-olah sebuah kenyataan, atau memerankan dirinya persis seperti dalam hayalan mereka.
2.4 Macam-Macam Praktek Keagamaan di Indonesia
1. Majelis Hidup Dibalik Hidup di Kota Semarang Majelis Hidup Dibalik Hidup adalah institusi pembelajaran (majelis taklim) yang dibentuk untuk tujuan mengabarkan tentang hakekat keselamatan di negeri akhirat yang diperoleh secara hakekat. Majelis HDH di Kota Semarang melaksanakan kegiatan dari pukul 21.00 sampai pukul 04.00. Majelis HDH tidak melakukan baiat tetapi melakukan kegiatan yang mirip dengan baiat. Tujuan kegiatan majelis adalah membahas persoalan hidup yang dihadapi masing-masing anggota. Secara umum, persoalan hidup tersebut bersifat tabu untuk diketahui anggota yang lain. Selain itu, 7
kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah keimanan seseorang
meningkat atau menurun. Tema pembahasan dalam majelis ini adalah pembahasan tafsir Al-Quran dengan menggunakan bahasa sehari-hari, dan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran mereka tidak merujuk kepada kitab-kitab yang dikarang oleh para ahli tafsir terkemuka. Inti ajaran Majelis HDH adalah: Pertama, manusia akan selamat di akhirat jika rohaninya telah berpakaian dan mengandung cahaya. Pakaian rohani berbentuk jubah seperti jubah malaikat. Kedua, Pakaian rohani bisa diperoleh dengan berbakti dan menyembah kepada Allah, serta bersikap zuhud di dunia, melaksanakan shalat, zikir dan tafakkur. Pendiri HDH yaitu Muhammad Kusnandar mengaku pernah berbicara langsung dengan Allah yang kemudian memberi perintah agar Kusnandar menyebarkan ilmu pengetahuan tentang yang gaib sesuai dengan apa yang diterimanya dari Allah. Kusnandar diberi pengetahuan empat dimensi yaitu kemampuan merubah wujud empat dimensi dengan tugas yang berbeda. Ada yang bertugas melakukan tafakkur saja, ada yang bertugas mencari ilmu saja, ada yang bekerja saja, dan ada yang berbicara dengan orang lain. Hasil kerja keempat dimensi tersebut adalah mendukung pendidikan yang beriman dan berilmu untuk sampai ke negeri akhirat. 2. Gerakan Syariat Islam (Studi Kasus Gerakan Hizbut Tahrir Di Kota Makassar) Runtuhnya sosialisme dan komunisme serta bangkitnya kapitalisme global menimbulkan persoalan tersendiri khususnya di kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam muncul berbagai bentuk penyikapan antara lain seperti sekularisme dan konservatisme. Salah satu gejala yang paling mencolok akhir-akhir ini adalah timbulnya berbagai gerakan sosial dan keagamaan yang saling berkelindan dalam menyikapi fenomena di atas, seperti munculnya gerakan penegakan syariat Islam sebagai lawan dari kapitalisme dan sekularisme. Diskusi tentang penerapan ajaran Islam merupakan isu yang akan terus menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Seakan menjadi sebuah 8
keniscayaan bahwa akan tetap ada sekelompok orang yang bercita-cita
untuk memformalkan ajaran Islam melalui institusi kenegaraan dan sementara yang lain ada sekelompok orang yang tidak menginginkannya. Banyak persoalan yang muncul disekitar wacana tersebut, seperti perlukah formalisasi ajaran Islam diperjuangkan melalui lembaga-lembaga resmi kenegaraan atau cukup diterapkan secara kultural di tengah-tengah masyarakat. Gejala penegakan syariat Islam melalui formalisasi terjadi juga di Makassar, di mana salah satu penggagasnya adalah Hizbut Tahrir. Keberadaan Hizbut Tahrir sebagai sebuah ormas yang memperjuangkan formalisasi syariat Islam sangat menarik untuk ditelaah. Pertimbangannya adalah: pertama, kecenderungan umum dari lahirnya gerakan-gerakan Islam khususnya di Kota Makassar sangat berorientasi syariat. Hal ini mengindikasikan bahwa antusiasme masyarakat terhadap keinginan pelaksanaan syariat Islam meningkat. Kemungkinan ini dipengaruhi arus sekularisasi yang tidak mengenal batas-batas doktrin agama atau mencerminkan kegagalan dan ketidakmampuan masyarakat (umat Islam) dalam menghadapinya. Kedua, munculnya gerakan Islam lain yang juga berkeinginan untuk menerapkan syariat Islam seperti Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI), tetapi memiliki perbedaan yang tajam mengenai pengertian syariat Islam dan cara-cara atau model penerapannya. Ketiga, Hizbut Tahrir sama sekali menolak konsep demokrasi dan menganggap bahwa demokrasi adalah sistem sekular yang ditolaknya, padahal salah satu model penyaluran aspirasi dan keinginan dalam negara modern yang diyakini adalah penyaluran aspirasi melalui sistem demokratis. 3. Al-Qiyadah al-Islamiyah Sebuah aliran kepercayaan di Indonesia yang melakukan sinkretisme ajaran dari Al-Qur'an, Al-Kitab Injil dan Yahudi, juga wahyu yang diakui turun kepada pemimpinnya. Aliran ini didirikan dan dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq/Musaddeq/Musadek alias Abdussalam yang juga menyatakan diri sebagai nabi atau mesias. Dikatakan wahyu yang diterima Moshaddeq bukan berupa kitab tetapi pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai 9
ayat-ayat Al-Quran yang menurut pendapat Mushaddeq telah disimpangkan
sepanjang sejarah. Gerakan ini sempat disorot secara besar-besaran pada akhir tahun 2006 yang kemudian mengakibatkan keluarnya stempel sesat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 4 Oktober 2007, setelah menjalani penelitian secara subyektif selama 3 bulan karena menyimpang dari ajaran Islam dan melakukan sinkretisme agama. Pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Musaddeq 4 tahun penjara dipotong masa tahanan atas pasal penodaan agama. Meski pernah menyatakan diri bertobat, Ahmad Musaddeq hingga saat ini dianggap masih menyebarkan ajarannya dengan menggunakan nama lain diantaranya Milah Abraham dan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang masih aktif di beberapa wilayah Indonesia.