Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian, terutama anak serta sering menimbulkan wabah. (Suriadi, 206).
Sampai sekarang penyakit demam berdarah dengue masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit dengue hemorrhagic
fever tercatat pertama kali di Asia pada tahun di 1954, sedangkan di
Indonesia penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan pada
tahun 1968 di Surabaya mencatat 58 kasus DHF dengan 24 kematian
(CFR:41,5%) dan sekarang menyebar keseluruh provinsi di Indonesia.
( Soegijanto, 2006)
Faktor kepadatan penduduk memicu tingginya kasus dengue
hemorrhagic fever, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah
buatan manusia mulai dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi.
Karena itu, 10 kota dengan tingkat DBD paling tinggi seluruhnya
merupakan ibukota provinsi yang padat penduduknya.

Kebanyakan orang yang menderita demam berdarah dengue pulih


dalam waktu dua minggu. Namun, untuk orang-orang tertentu dapat
berlanjut selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Kasus kematian
akibat DHF (dengue hemorrhagic fever) sering terjadi pada anak-anak, hal
ini disebabkan selain karena kondisi daya tahan anak-anak tidak sebagus
orang dewasa, juga karena sistem imun anak-anak belum sempurna.
Penyakit DHF (dengue hemorrhagic fever) jika tidak mendapatkan
perawatan yang memadai dan gejala klinis yang semakin berat yang
mengarahkan pada gangguan pembuluh darah dan gangguan hati dapat
mengalami perdarahan hebat, syok dan dapat menyebabkan kematian.
2

Penelitian terbaru menunjukkan 390 juta infeksi dengue pertahun,


dimana 96 juta bermanifestasi klinis dengan berbagai derajat. Penelitian
lain menyatakan, prevalensi DBD diperkirakan mencapai 3,9 Miliyar orang
di 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue (WHO, 2016).

Kementerian kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di


Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang
penderita DBD dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak
yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44%
dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%. Masyarakat diminta untuk tetap
waspada terhadap penyakit DBD mengingat setiap tahun kejadian penyakit
demam berdarah dengue di Indonesia cenderung meningkat pada
pertengahan musim penghujan sekitar Januari, dan cenderung turun pada
Februari hingga ke penghujung tahun.(Kemenkes, 2016)

Provinsi Bengkulu termasuk salah satu provinsi dengan angka


kejadian DBD yang cukup tinggi. Menurut data dari Dinkes kota Bengkulu
sepanjang 2016 terdapat 840 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang
diderita warga di 67 Kelurahan di kota Bengkulu. Dari angka itu, 11
diantaranya meninggal dunia (Dinkes kota Bengkulu, 2016).

B. Batasan masalah
1. Apa itu pengertian DHF?
2. Apa etiologi dari penyakit DHF?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit DHF?
4. Bagaimana WOC penyakit DHF?
5. Apa manifestasi klinis penyakit DHF?
6. Bagaimana cara penularan penyakit DHF?
7. Bagaimana pemeriksaan diaagnostik penyakit DHF?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit DHF?
9. Bagaimana indikasi rawat inap pasien DHF?
10. Bagaimana kriteria pemulangan pasien?
11. Bagaimana pencegahan penyakit DHF?
12. Bagaimana pengobatan penyakit DHF?
3

13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien DHF?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
1) Mengetahui pengertian DHF
2) Mengetahui etiologi dari penyakit DHF
3) Mengetahui patofisiologi dari penyakit DHF
4) Mengetahui WOC penyakit DHF
5) Mengetahui manifestasi klinis penyakit DHF
6) Mengetahui cara penularan penyakit DHF
7) Mengetahui pemeriksaan diaagnostik penyakit DHF
8) Mengetahui penatalaksanaan penyakit DHF
9) Mengetahui indikasi rawat inap pasien DHF
10) Mengetahui kriteria pemulangan pasien DHF
11) Mengetahui pencegahan penyakit DHF
12) Mengetahui pengobatan penyakit DHF
13) Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien DHF
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mengetahui tentang DHF dan mampu menerapkan
asuhan keperawatan yang komprehensif kepada pasien dengan kasus
DHF.

D. Manfaat penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian DHF
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari penyakit DHF
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari penyakit DHF
4. Mahasiswa dapat mengetahui WOC penyakit DHF
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit DHF
6. Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan penyakit DHF
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diaagnostik penyakit DHF
8. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit DHF
9. Mahasiswa dapat mengetahui indikasi rawat inap pasien DHF
4

10. Mahasiswa dapat mengetahui kriteria pemulangan pasien DHF


11. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan penyakit DHF
12. Mahasiswa dapat mengetahui pengobatan penyakit DHF
13. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien DHF
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar Teoritis DHF


1. Pengertian DHF
Dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang di sertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (mansjoer,
2000). Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegpti (suriadi dan yuliani, 2017).
Penyakit demam berdarah dengue (PDF) (bahasa medisnya disebut
dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegyti dan
aedes albopictus, yang mana menyebabkan ganguan pada pembuluh darah
kapiler dan pada system pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
perdarahan-perdarahan (soemarno,2017).
2. Etiologi
a. Virus dengue
Yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
arbovirus (artropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3, dan 4. Keempat virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainya
secara serolis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nanometer, dapat berkembang baik yang berasal dari
sel-sel mamalia misalnya sel BHK (babby homster kidney) maupun
sel-sel artrophoda misalnya sel aedes arbovirus. (soedarto, 2005
dalam susilawati, 2008).
b. Vector
Nyamuk aedes aegepti maupun aedes albopictus merupakan
vector penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainya
melalui gigitan, nyamuk aedes aegepti merupakan vector penting di
6

daerah perkotaan, sedangkan di daerah perdesaan kedua nyamuk


tersebut berperan dalam penularan (soedarto, 2005). Nyamuk aedes
aegepti berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat
bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (aedes aegepti) maupun
yang terdapat di luar rumah dilubang-lubang pohon, di dalam
potongan bamboo, dilipatan daun dan genangan air bersih lainya,
selain itu nyamuk betina lebih menyukai menghinggap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi dan senja hari
(junaidi,2007).
Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti menurut soedarto, (2005) antara lain:
1) Badanya kecil
2) Warnanya hitam dan berbelang-belang
3) Mengigit pada siang hari
4) Badanya mendatar saat hinggap
5) Gemar hidup ditempat-tempat yang gelap
3. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang bisa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestic
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi (price, 2006)
7

4. WOC (Web Of Causation) DHF

VIRUS DENGUE

VIREMIA

PENGAKTIFAN KOMPLEK IMUN ANTIBODI

MERANGSANG AGREGASI MASUK KE HATI PERMEABILITAS


PENGELUARAN ZAT TROMBOSIT KAPILER
(Bradikinin, serotonin,
VIRUS BERKEMBANG
thrombin, histamin) TROMBOSITOPENIA KEBOCORAN
BIAK
PLASMA

MERANGSANG KOAGULOPATI HEPATOMEGALI


PGE2HIPOTALAMUS PERDARAHAN MK: HIPOVOLEMIA

PERUT TERASA
TERMOREGULASI MK: RISIKO PENUH
INSTABIL PERDARAHAN MK: RISIKO SYOK
TIDAK NAFSU
MAKAN
MK: HIPERTERMIA

MK: DEFISIT KONDISI TUBUH


- ANOREKSIA YANG LEMAH/
NUTRISI
- MUNTAH KELEMAHAN FISIK

SUPLAI O2 DAN
KESALAHAN ZAT MAKANAN KE MK: INTOLERANSI
INTERPRESTASI TUBUH AKTIFITAS

PENUMPUKAN ASAM
HOSPITALISA MK: KURANG LAKTAT DI OTAK DAN
PENGETAHUAN SENDI

MK: KECEMASAN MK: NYERI AKUT

Sumber: Suhendro, 2006


8

5. Manifestasi klinis
a. Demam
Demam tinggi mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian
menuju suhu normal atau lebih rendah disertai nyeri kepala, nyeri
punggung, nyeri tulang dan persendian, rasah lemah serta nyeri perut.
(soedarto, 2005)
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dari demam
dan umumnya terjadi pada kulit (petekiae, ekimosis dan purpura),
perdarahan mukosa/salur kemih, perdarahan gusi serta hematuria.
c. Hepatomegaly
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal halus
diperhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
(soederita, 2006)
d. Renjatan
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masah demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto,2004)
6. Klasifikasi DHF
WHO, (2006) mengklasifikasi DHF menurut derajat penyakitnya menjadi
4 golongan yaitu:
a. Derajat 1 : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
b. Derajat II : sama dengan derajat 1, ditambah dengan gejala-gejala
pertambahan spontan seperti petekie,ekimosis, hematemesis, melena,
perdarahan gusi.
9

c. Derajat III: ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt) tekanan nadi sempit (120 mmhg),
tekanan darah menurun, (120/80, 120/100, 120/110, 90/70, 80/0, 0/0)
d. Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teaba/sangat lemah,
tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
7. Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus
dengue di tularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti.nyamuk aedes aegypti albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan pektor yang kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut
mengandung virus dengue pada saat mengigit manusia yang sedang
mengalami viremia, kemudian virus yang berda di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 9-10 hari (extrincis incubation period)
sebelum dapat di tularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat di tularkan kepada
telurnya (transsovarian transmission), namun perannya dalam penularan
virus tidak penting, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan menularkan virus selama
hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memelurkan masa tunas 4-6
hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit,
penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
mengigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (depkes ri 2004).
8. Pemeriksaan diagnostic
Untuk mendiagnosis dengue hemoragik fever (dhf) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejalah seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya juga dapat di tegakkan dengan melakukan beberapa
pemeriksaan menurut who (2007) sebagai berikut:
10

a. Pemeriksaan laboratorium:
Darah lengkap=hemokosentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih) thrombocitopeni (100.000/mm atau kurang)
b. Uji serologi :Uji HI (hemaaglutinaion inhibition test)
c. Rontgen thorac = effuse pleura, pemeriksaan radiologi (foto toraks pa
tegak dan lateral decubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada
tidaknya efusi fleura, terutama pada hemotoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat pula dideteksi dengan
usg.
9. Penatalaksanaan
Menurut mubarak, (2009)penatalaksanaan penderita dengan dhf
adalah sebagai berikut.
a. Tirah baring atau istirahat baring
b. Diet makan lunak
c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, the manis,
sirup, dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan
hal yang paling penting bagi penderita dhf.
d. Pemberian cairan intervena (biasanya ringer laktat, nacl faali)
merupakan cairan yang paling sering di gunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu,nadi,tensi,pernapasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketap tiap jam.
f. Periksa hb, ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipirektip sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotic bila terdapat kehawatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif
dan segera di pasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan
bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander
atau dekstran sebanyak 20-30 ml/kg bb.
11

l. Pemberian cairan intervena baik plasma maupun elektrolit


dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan
telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitude nadi cukup besar.
Tekanan sistolik 20 mmhg, kecepatan plasma biasanya dikurangi
menjadi 10 ml/kg bb/jam.
m. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian tranfusi pada
penderita dhf yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan hb yang mencolok.
n. Pada dhf tanpa ranjatan hanya deberi banyak minum yaitu ½ liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua, infus diberikan pada pasien dhf tanpa ranjatan
apabila :pasien trus menerus muntah, tidak dapat debrikan minum
sehingga mengancam terjadi dehidrasi.
10. Indikasi rawat inap pasien DHF
Indikasi rawat inap pada pasien dhf adalah :
a. Dhf dengan syok dengan atau tanpa perdarahan
b. Dhf dengan perdarahan massif dengan atau tanpa syok
c. Dhf tanpa perdarahan massif dengan :
1) Hb,ht, normal dengan trombosit <100.000/pl
2) Hb, ht yang meningkat dengan trombositpnia < 150.000/pl
11. Kriteria pemulangan pasien
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi :
a. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipirektip.
b. Nafsu makan membaik
c. Tampak perbaikan secara klinis
d. Hematokrit stabil
e. Tiga hari setelah syok teratasi
f. Jumlah trombosit > 150.000/pl
g. Jumlah trombosit >50.000/m, kriteria ini berlaku bila pada
sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya
12.000/ml
12

h. Tidak dijumpai distres pernapasan (mansjoer,2011)


12. Pencegahan penyakit DHF
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktip di siang hari (bukan
malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak
nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita dhf nya
(hidayar 2007). Menurut chritianti effendi, (2007) ada beberapa cara yang
paling efektif dalam mencegah penyakit dhf melalui metode pengontrolan
atau pengendalian faktornya antara lain :
a. Pemberantasan sarang nyamuk (psn), pengelolaan sampah padat,
modipikasi tempat. Perkembangbiakan nyamuk hasil samping
kegiatan manusia, dan di perbaikan desain rumah.
b. Pemeliharaan ikan pemkan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat
air kolam, dan bakteri (bt.h-14).
c. Pengasapan atau melakukan fogging (dengan menggunakan
malathion dan fenthion).
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti. Gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-
lain.
13. Pengobatan
Pada dasarnya pengobatan pasien dhf bersifat simsomatis dan
suportif (junaidi, 2007 ). Focus pengobatan penyakit demam berdarah
adalah pada pengobatan penderita penyakit dhf adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu
dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2
liter air dalam 24 jam (air the dan gula sirup atau susu) (soemarno, 2005).
Penambahan cairan tubuh melalui infus intra vena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokosentrasi yang
berlebihan. Tranfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun
drastic (soemarno,2005) selanjutnya adalah pemberian obat-obatan
menurut soemarno,(2005) terhadap keluhan yang timbul, misalnya :
a. Paracetamol membantu menurunkan demam
13

b. Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare


c. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder

Anda mungkin juga menyukai