Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thypus abdominalis merupakan penyakit sistemik akut akibat infeksi
salmonella typhi yang masih merupakan masalah kesehatan penting di
Indonesia yang disebarkan melalui tinja, muntah dan urin orang yang
terinfeksi, kuman terbawa pasif oleh lalat dan mengontaminasi makanan.
Diagnosis penyait demam tifoid ditegakkan pemeriksaan laboratorium melalui
uji serologis seperti tes widal, kultur gal,tubek RTF, metode enzyme-linked
immunosorbent Assay (ELISA) dan tes IgM salmonella typhi. Pemeriksaan
hematologi demam tifoid menunjukkan adanya penurunan sel darah putih dan
peningkatan titer widal yang melebihi dari 1/60 (Handojo E.Al,2014)
Thypus abdominalis masih merupakan masalah kesehatan yang serius
di dunia. World health organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus
tifoid diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500.000-600.000kematian
tifoid setiap harinya. Angka kejadian tifoid diketahui lebih tinggi dan endemis
di Negara berkembang seperti dikawasan asia tenggara, asia timur, afrika dan
amerika selatan. Kasus tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95
% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah
15-25 kali lebih besar dari laporan rumah sakit (WHO,2009).
Thypus abdominalis adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi
salmonella thypi yang masih merupakan masalah kesehatan penting di
Indonesia yang disebarkan melalui tinj
Thypus abdominalis termasuk masalah kesehatan di Negara
berkembang termasuk Indonesia karena membawa dampak peningkatan angka
Morbiditas maupun angka mortilitas, penyakit ini menyerang 22 juta orang
pertahun dengan angka kematian mencapai 200.000 jiwa pertahun. Thypus
abdominalis ini menyerang semuah umur tetapi kebanyakan pada anak-anak
umur 5-9 tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1kasus demam

1
thypoid di Indonesia tersebar secara merata diseluruh provinsi dengan
insidensi di daerah perdesaan 358/100.000 penduduk pertahun dan di daerah
perkotaan 760/100.000 penduduk pertahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta
kasus pertahun (WHO,2009)
Thypus abdominalis merupakan penyakit yang biasa ditemukan pada
masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah yang cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Angka kejadian biasanya tinggi pada
daerah tropis dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan
penyakit demam thypoid adalah penderita yang aktif (anise, 2008). Insidens
thyfus abdominalis di Indonesia merupakan salah satu emerging infectious
hygine, sanitasi lingkungan, makanan dan minuman sangat berpengaruh besar
dalam penyakit ini (nasrudin, 2010).
Berdasarkan pada data tahun 2014 diketahui 7121 orang menderita
thyfus abdominalis di kota Bengkulu, dengan angka kejadian tertinggi pada
usia 5-9 tahun sebanyak 1029 anak (dinkes, 2014)
Efek dari thyfus abdominalis tersebut bagi individu berdampak pada
kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dimana dalam
keadaan sakit pasien tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Pada
masnyarakat thyfus abdominalis membawa dampak peningkatan angka
morbiditas maupun angka mortabilitas dikalangan anak-anak dan orang
dewasa serta menurunkan produktivitas kerja masnyarakat. Adapun
pencegahan thyfus abdominalis yaitu peningkatan higine dan sanitasi karena
perbaikan hygiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi thyfus
abdominalis. Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengolaan sampah,
menjaga kebersihan pribadi dan menjaga makanan dan minuman agar tidak
tercemar salmonella typhi.

2
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi pada penyakit thypus abdominalis ?
2. Apa pengertian thypus abdominalis ?
3. Apa penyebab/etiologi penyakit thypus abdominalis ?
4. Bagaimana patofisiologi thypus abdominalis ?
5. Bagaimana WOC thypus abdominalis ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit thypus abdominalis ?
7. Apa komplikasi dari penyakit thypus abdominalis ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien yang
mengalami thypus abdominalis ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien thypus abdominalis ?

C. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi pada penyakit thypus abdominalis
2. Mengetahui pengertian thypus abdominalis
3. Mengetahui penyebab/etiologi penyakit thypus abdominalis
4. Mengetahui Bagaimana patofisiologi thypus abdominalis
5. Mengetahui Apa saja manifestasi klinis dari penyakit thypus abdominalis
6. Mengetahui komplikasi dari penyakit thypus abdominalis
7. Mengetahui Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada
pasien yang mengalami thypus abdominalis ?
8. Mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien thypus
abdominalis

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatami fisiologi
1. Mulut
Di dalam rongga mulut inilah makanan mulai dicerna, baik secara
mekanis maupun secara kimiawi. Di dalam rongga mulut terdapat alat-alat
yang membantu berlangsungnya proses pencernaan seperti gigi, lidah, dan
kelenjar air lur. Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan dan kelenjar air
liur mengandung enzim amilase (ptialin) yang berfungsi untuk mencerna
polisakarida (amilum) menjadi disakarida.

Gambar 2.1

2. Kerongkongan (Esofagus)
Organ ini berfungsi untuk menghubungkan mulut dengan lambung.
Panjang kerongkongan ± 20 cm dan lebar ± 2 cm. Kerongkongan dapat
melakukan gerak peristaltik, yaitu gerakan melebar, menyempit,
bergelombang, dan meremas-remas agar makanan terdorong ke lambung.
Di kerongkongan, zat makanan tidak mengalami pencernaan.
3. Lambung (Ventrikulus)
Lambung berupa kantung yang terletak di dalam rongga perut di
sebelah kiri. bagian-bagian lambung dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:

4
a) Kardiak adalah bagian lambung yang paling pertama untuk tempat
masuknya makanan dari kerongkongan (esofagus) 

b) Fundus adalah bagian lambung tengah yang berfungsi sebagai


penampung makanan serta proese pencernaan secara kimiawi dengan
bantuan enzim.

c) Pilorus adalah bagian lambung terakhir yang berfungsi sebagai jalan


keluar makanan menuju usus halus.

Gambar 2.2
Di dalam lambung terjadi pencernaan secara kimiawi yang disekresikan
dalam bentuh getah lambung. Sekresi getah dipacu oleh hormon gastrin.
Getah ini tersusun dari:

a)  HCl ; membunuh mikroorganisme dan mengaktifkan pepsinogen


menjadi pepsin.

b) Pepsin : merubah protein menjadi molekul yang lebih kecil  (pepton).

c) Renin : merubah kaseinogen pada susu menjadi kasein. Selanjutnya


kasein digumpalkan oleh in Ca2+.

d) Lipase : merubah lemak menjadi asam lemak dam gliserol.

e) Musin : protein yang berfungsi untuk melicinkan makanan.

Setelah makanan dicerna di dalam lambung, makanan ini berubah


menjadi bentuk seperti bubur atau disebut kim (chyme).

5
4. Usus Halus (Intestinum)
Usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari tiga bagian,
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).

Gambar 2.3

Sementara pankreas menghasilkan getah pankreas yang tersusun dari:

a.  Amilase/amylopsin : memecah amilum menjadi disakarida

b. Tripsinogen : akan diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin yang


berfungsi merubah protein menjadi asam amino.

c. Lipase : memecah emulsi lemak menjadi asam lemak dan gliserol

d. NaHCO3 : memberi suasana pH menjadi basa

Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan


otot melingkar, lapisan oto memanjang dan lapisan serosa. Usus halus
terdiri dari tiga bagian, yaitu usus duabelas jari ( duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa
otot (>6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan.

a) Duodenum (setiadi 2007)


Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkanya ke usus kosong (jejunum). Bagian

6
usus ini merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo, duodenale dan berakhir di ligamentum treits.
Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. Ph usus duabelas jari
yang normal berkisar pada derajat Sembilan. Pada usus duabelas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantong empedu.
Lambung melepaskan makanan kedalam duodenum, yang merupakan
bagian utama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum
melalui spinkter pylorus dalam jumlah yang biasa dicerna oleh usus
halus. Jika penuh duodenum akan mengirimkan sinyal pada gaster
untuk berhenti mengalirkan makanan.
b) Jejunum
Jejunum adalah bagian dari usus halus, diantara usus duabelas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa
panjang seluruh usus halus antara 2-8 m, 1-2 m adalah bagian dari
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesentrium permukaan dalam usus kosong berupa
membrane mucus dan terdapat jonjot usus (villi) yang memperluas
permukaan dari usus.
c) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada system pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar
2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki Ph antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

5. Usus Besar (Colon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi bagian usus antara usus buntu
dan rectum. Fungsi utama dari organ ini adalah menyerap air feses. Usus
besar terdiri dari kolon asenden (kanan), kolon transversum, kolon

7
desenden (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya
bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna makanan
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalm
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting seperti vitamin K.
bakteri ini penting untuk fungsi normal usus. Beberapa penyakit serta
antibiotic bias menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalm usus
besar. Akibat nya terjadi iritasi yang bias menyebabkan dikeluarkanya
lender dari air dan terjadilah diare.

Gambar 2.4

6. Sekum
Sekum atau usus buntu dalam istilah anatomi adalah suatu kantumg
yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung dan beberapa jenis
reftil.
7. Appendix
Apendik adalah organ tambahan pada usus buntu atau sekum. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radaang umbai cacing, apendisitas
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah
didalam rongga abdomen peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam
anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
taham embrio. Dalam orang dewasa,umbai cacing berukuran sekitar 10 cm

8
tetapi bisa bervariasi dari 2-20 cm. walaupun likasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda dipingang (pelvis) yang jelas
tetap terletak diperitoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan). Sebagian yang lain percaya bahwa
apendik mempunyai pungsi dalam system limfatik. Operasi membuang
umbai cacing dikenal sebagai apendiktomi.

8. Rectum dan Anus


Rectum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar ( setelah
kolon sigmoid0 dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rectum ini kosong karena tinja
disimpan ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desenden. Jika
kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rectum maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Menggembangkan dinding
rectum karena penumpukan manerial didalam rectum akan memicu system
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama konstipase dan pengerasan
feses terjadi. Orang dewasa dan anak bisa menahan keinginan ini tetapi
bayi dan anak yang lebih mudah mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lobang diujung saluran pencernaan dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan
tubuh ( kulit) dan sebagian lainya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot spinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (BAB) yang merupakan fungsi utama anus.

9
B. Definisi
Penyakit thyfus abdominalis yang biasanya disebut demam thypoid
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella.demam thypoid
adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejalah demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan atau tanpa gangguan kesadaran (brunner dan suddarth, 2003).
Penularan salmonella typhi sebagian besar melalui minuman atau makanan
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman
dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (Harrison, 2004). Typoid
adalah penyakit infeksi usus halus menimbulkan gejala-gejala klinis yang
disebabkan oleh kuman salmonella parathypi A,B dan C (purnawan, 2006).
Demam thypoid juga dikenal dengan nama lain yaitu thypus abdominalis,
thypoid fever atau enteric fever. Demam thypoid adalah penyakit sistemik
akut yang mempunyaki karakteristik demam, sakit kepala dan berlansung
lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala pada perut meliputi
pembesaran limpa dan erupsi (anise, 2008)
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa demam thypoid
merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan terutama
usus halus yang disebabkan oleh bakteri salmonella thypi yang disertai
dengan gejala demam, mual, muntah dan sakit kepala yang berlansung satu
minggu atau lebih.

C. Etiologi
Penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman salmonella thyhosa,
salmonella thypiA, B dan C. Kuman ini terdapat dikotoran, tinja manusia dan
makanan atau minuman yang terkena kuman yang dibawah lalat sebenarnya
sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan kumuh, makanan dan
minuman yang tidak hygiene (ester, 2006).

10
D. Patofisiologi
Masuknya kuman salmonella thypi dan salmonella parathypi kedalam
tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dans
selanjutnya berkembang biak, bila respon imunitas humoral mukosa (igA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M)
dan selanjutnya kelamina propia. Dilamina propia kuman berkembang biak
dan difagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plague payeri ileum distal
dan kemudian kekelenjar getah bening masentrika. Selanjuynya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini akan amsuk ke
kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bacteremia pertama yg asimtomatik)
dan menyebar keseluruh organ retikuloendotilial tubuh terutama hati dan
limfa. Diorgan-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bacteremia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” kedalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk
lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat
fagisitosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan
koagulasi.
Didalam plague payeri makrofag hiperakif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (s. thypi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ), plagea
payeri yangs edang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-

11
sel mononuclear didinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus yang pernafasan, dan
gangguan organ lainya (sudoyo,2009
Bagan patologis thypus abdominalis

Berkembang biak
Sirkulasi darah diekstraseluler organ atau Sel fagosit
(bacteremia II) sigmoid

Tanda gejala sistemik hati Kandung empedu

Makrofag sudah Menembus usus lagi Berkembang biak


Hiperaktif teraktivasi

Reaksi sepertis semula


Lumen usus
Melepas sitoksin
Reaksi inflamasi Rx. Hipersensitivitas
Sistemik tipe lambat
Feses

Akumulasi
Gejala –gejala Mononuclear
Diradang usus

Reaksi hyperplasia plek payeri Hiperplasi


nekrosis
Eros pembbuluh
darah Perdarahan saluran cerna

Menembus lap
Proses berjalan terus mukosa dan otot Perforasi

(sumber : Sudoyo 2009 )


Bagan : 2.1 patofisiologi thypus abdominali

12
E. WOC

Bakteri salmonella thypi

Masuk kedalam saluran cerna melalui maknan dan minuman

Masuk kelambung

Dimusnahkan oleh
Lolos dari lambung
MK: RESIKO asam lambung
Masuk usus KEKURANGAN
halus halus VOLUME CAIRAN
Peningkatan
Peradangan pada usus produksi asam
Hiperperistaltik &
hipoperstaltik usus lambung (HCL)
Pembuluh limfe

Peredaran Diare & konstipasi


Anoreksia,mual,
dan muntah
Masuk retikula MK : GG GG POLA
endhotelial (RES) POLA ELIMINASI
terutama hati dan limfa ELIMINASI BAB:KONSTIPASI Penurunan nafsu
BAB:DIARE makan

Berkembang Masuk aliran


biak darah
Penurunan BB

Pembesaran endoktoksin
ha&limfa(hepat MK: NUTRISI
osplenomegali Terjadi KURANG DARI
kerusakan sel KEBUTUHAN
Kelemahan
Nyeri tekan fisik,lesu,pucat TUBUH

Merangsang pelepasan
zat epirogen oleh
MK:NYERI
leukosit MK;INTOLERANSI
AKTIVITAS

MK:HIPERTERMI
Bagan 2.2

13
F. Manifestasi klinis
a. Gejala timbul secarah bertahap dalam waktu 8-14 hari setelah terinfeksi:
1. Gejalah bisa berupa demam, seringkalii (39/40°c)
2. Sakit kepala, lemah dan lelah
3. Sakit tengorokan, nyeri otot
4. Anoreksia, mual muntah
5. Batuk dan epitaksis
6. Nyeri perut, diare (terutama anak-anak) atau konstipasi/sembelit
(terutama orang dewasa)
7. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor.
8. Hati, limfa membesar yang nyeri pada perabaan (ester,2006)

b. Memasuki minggu kedua, pada penderita bisa timbul bercak kemerahan


dibagian bawah dada atau bagian atas perut, yang biasanya hilang dalam
3-4 hari. Penderita demam typhoid mulai demam rendah pada malam hari,
hilang esoknya, terulang lagi malamnya, terjadi makin hari makin tinggi.
Mulanya malam saja kemudian siang juga. Pola demam semakin hari
semakin naik seperti anak tangga. Gejala-gejala menjadi lebih jelaas
berupa demam, bradikardi relative, lidah typhoid (kotor tengah, tepi, dan
ujung merah), hepatomegaly, plenomegali, gangguan kesadaran berupa
samnollen sampai koma, penderita yang tidak menerima pengobatan,
penderita akan menjadi semakin sakit, demam tinggi yang konstan, diare
dan konstipasi (masjoer, 2003)
c. Pada minggu ketiga penderita akan lemah. Kompliikasi yang
membahayakan jiwa biasanya terjadi pada masa ini.
d. Perbaikan akan terjadi akan terjadi pada minggu keempat. Demam
menurun secara bertahap dan penderita kembali normal pada 10oC.

14
G. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada thypoid yaitu ( ester, 2006 )

1. Komplikasi intestinal terdiri dari :


Perdarahan usus, nyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis) dapat berbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan
memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Perforasi usus
biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas abdomen. Tanda-
tanda perforasi yaitu nyeri perut yang hebat terutama didaerah kuadran
kanan bawah yang kemudian menyebar keselurahan perut dan disertai
tanda-tanda nadi cepat, tekanan darah turun, dan dapat syok

2. Komplikasi ekstra intestinal terdiri dari :


Komplikasi kardiovaskuler yaitu dimana kegagalan sirkulasi perifer,
miokarditis, trombofebilitas. Komplikasi darah yaitu anemis hemoloitik,
trombositopenia dan sindroma uremia himolitik. Komplikasi paru yaitu
terdiri dari glemeulonepritis, pielnepritis. Komplikasi hepar dan kandung
empedu terdiri dari osteomilitis periostitis, spondilitis, arthiritis dan
komplikasi neurofsikatrik yaitu terdiri delirium meningismus, meningitis,
polineritis perifer, sindrom gulillan bare.

H. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan darah rutin ( nursalam, 2005)
1) Kadar hemoglobin, leukosit dan trombosit pada penyakit thypoid bisa
dalam nilai normal atau sedikit menurun. Untuk nilai normal HB pada
anak-anak adalah 10-16 gr/dL, nilai normal untuk leukosit pada anak

15
adalah 9000-12.000/mm3 dan untuk nilai normal trombosit 200.000-
4000.000/mel darah
2) Tes fungsi hati ( SPOT ) sering kali meningkat, tetapi akan kembali
menjadi normal setelah sembuh. Nilai normal untuk SPOT 5-40 u/l
kenaikkan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penangan khusus

b. Uji widal
Dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella thypi.
Uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
penderita demam thypoid yaitu agglutinin U dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam thypoid. Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32,
1/64, 1/60, 1/320, 1/640. Peningkatan titer uji widal 4x dinyatakan (+).
Titer 1/60 masih dilihat dulu dalam satu minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada maka dinyatakan (+). Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
c. Pemeriksaan darah tepi : leokopenia, limfositosis, aneosinopelia, anemia,
trombositopenia
d. Pemeriksaan sumsum tulang : Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum
tulang
e. Biakkan empedu terdapat hasil salmonella thypi pada urin dan tinja
( Herson, 2004)

I. Penatalaksaan
a) Pemberian antibiotic untuk memberhentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman ( Arief, 2003). Antibiotic yang dapat digunakan
1) Kloramfenikol, dosis hari pertama 4x250 mg,hari kedua 4x500 mg
diberikan selama demam dilanjutkan sampai dua hari bebas demam
kemudian dosis diturunkan menjadi 2x25 mg selama 5 bhari kemudian
2) Amficilin/amoxilin dosis 50-150 mg/kgbb, diberikan selama dua
minggu

16
3) Ontrimoksazol 2x2 tablet ( 1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimotofrin ) diberikan selama dua minggu
4) Sefalosporin generasi II dan III regimen yang dipakai adalah :
seftiakson 4gr/hari selama tiga hari, norfloxasin 2x400 mg/hari selama
14 hari, ifroploxacin 2x500 mg/hari selama 6 hari, oflokacin 600
mg/hari selama 7 hari, peflokacin 400 mg/hari selama 7 hari

b) Diet dan terapi penunjang ( sistematis dan supportis )


Pertama pasien diberikan diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien, juga diperlukan
pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung kesadaran
umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostatis,
system imun akan tetap berfungsi dengan optimal. Pada kasus perforasi dan
ranjatan septic diperlukan perawatan intens dan parenteral total. Spectrum
antibiotic maupun kombinasi beberapa obat yang bekrja secara sinergis
dapat dipertimbangkan (ester, 2006)

c) Istirahat dan perawatan professional


bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal tujuh hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Perawatan perlu dijaga hygiene
perorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan posisi mencegah
dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi atau buang air kecil perlu
diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstivasi dan retensia urin.

17

Anda mungkin juga menyukai