Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Laporan Pendahuluan : T r auma


uma M edulla Spinalis
Spinali s

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Ana Mulyana (071182011)


2. Devi Anis Ramonda (071182013)
3. Wiwik Wulandari (071182014)
4. Kiki Devianti (071182018)
5. Ulfi Rizki Eristiyani (071182019)
6.  Nina Ardiyanti (071182022)
7. Tri Yoga Astianta (071182038)
8. Ika Pramulya Sutarto (071182039)
9. Rizky Agus Mustakim (071182041)
10. Julio Armando Petrus Djara (071182057)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2018
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
 belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada
tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum
tulang belakang atau spinal kord. .Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada
lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2008).
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang
vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf
yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang
 belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis
 posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta
arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut t erputus.

B. Etiologi
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.
2.  Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis,
osteoporosis, tumor.
Menurut Muttaqin (2008) penyebab
penyebab dari cedera medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai,
yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan
saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis
dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi
osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra,
singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.

10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik


11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda
motor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis

1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

C. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung
 bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek.  Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi
 berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi
 pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara
mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air yang
dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap
tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio
medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang
ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar
 pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan
daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang
secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan
ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis
tergantung pada segmen yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran
transversa). hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk
lonjong dan bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh
dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau
fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip
diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
 bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula (baik
salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang membuat
 pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu
tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis,
tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera
medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan
iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan
keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis
 pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera.
Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti
inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
 perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap.
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang
 belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang
sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat
 berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis
 pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi
kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya mengenai C1 dan
C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
 bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
(anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa.
 NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
 b. Injeksi Kortikosteroid
Injeksi kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid
adalah kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari
kelasini dapat mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk
mengurangi peradangan yang disebabkan oleh berbagai penyakit".

c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
 penanganan secara manual maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises
yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena
untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang
saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari sekian
banyak modalitas/alat  fisioterapi yang di gunakan untuk mengurangi
nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan
merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek
 samping yang berarti.
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan
efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada
satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.
Terapifisik 

g. Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari
lebih parah kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi
 peradangan, beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah
 peradangan awal telah berkurang, program exercise dan penguatan akan
dimulai untuk mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot yang
terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan stabilitas pada tulang
 belakang.
h. Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis
 pada titik tertentu pada kulit untuk menghilangkan rasa sakit.
i. Stimulator KWD
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada pangkal jarum
akupunktur sehingga menghasilkan berbagai jenis getaran rangsangan
yang bertujuan untuk menstimulasi titik akupunktur/ acupoint.
 j. Chiropractic
Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk nyeri kronis dan
dapat membantu untuk mengobati sakit punggung, terapis chiropractic
menggunakan penyesuaian tulang belakang dengan tujuan
meningkatkan mobilitas antara tulang belakang. Penyesuaian tersebut
untuk membantu mengembalikan tulang ke posisi yang lebih normal,
membantu gerak juga menghilangkan atau mengurangi rasa sakit.
4. Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
a) Segera dilakukan imobilisasi.
 b) Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
 pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
c) Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan
 pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
d) Terapi Pengobatan :
1) Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
2) Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah
akibat autonomic hiperrefleksia akut.
3) Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan
aktifitas bladder.
4) Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk
meningkatkan tonus leher bradder.
5) Antihistamin untuk menstimulus beta  –   reseptor dari bladder dan
uretra.
6) Agen antiulcer seperti ranitidine
7) Pelunak fases seperti docusate sodium.
e) Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya
fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
f) Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi
cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula spinalis
adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan posisi
dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah cedera yang terjadi.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula
spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena
kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin
komplit dan dapat menyebabkan kematian

B. Saran
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bisa terjadi pada siapa saja
dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan
setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera
ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat men jaga
kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis
dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat melakukan perawatan
seperti yang telah tertulis dalam makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Edisi 8, volume
2. Jakarta : EGC.
Muttaqim, Arif. 2008.  Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem saraf .
Jakarta : Salemba Medika.
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit . Edisi 6, volume
2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
 pasien, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai