Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

TENTANG GANGGUAN ELIMINASI ANAK (ENURASIS)

Dosen Pembimbing :
Ns. Astuti Ardi Putri,M.Kep
Disusun Oleh :
Kintan Monica(1701011012)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil‟alamin, segala puji bagi Alloh SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“ENURASIS PADA ANAK”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah masih
jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan.

wasssalamu'alaikum wr.wb
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Enurasis
B. Etiologi
C. Jenis Enurasis
D. Penatalaksanaan

BAB III ASKEP TEORITIS

BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan
b. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Nocturnal enuresis (bedwetting ) atau dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan
istilah “mengompol” merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada anak – anak.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti peranan orang tua terhadap penerapan
kebiasaan toilet training, konsumsi air minum berlebihan sebelum tidur, serta peranan
riwayat keluarga.
Pengertian dari Nocturnal enuresis ini sendiri merupakan pengeluaran air kemih yang
tidak disadari pada malam hari oleh seseorang yang pengendalian kandung kemihnya
diharapkan sudah tercapai, dan hal ini terjadi pada malam hari (Sekarwana, 1993).
Nocturnal enuresis terjadi pada anak-anak yang tidak bisa menahan buang air kecil dalam
waktu yang lama seperti pada saat tidur.Nocturnal enuresis tanpa pengosongan urin yang
jelas pada siang hari mengenai 20% sampai usia 5 tahun, kemudian berhenti secara
spontan pada kirakira 15 % anak tersebut setiap tahun (Gonzales, 2000). Adapun usia
puncak anakanak mengalami enuresis adalah usia 4-5 tahun dengan komposisi 18% laki-
laki dan 15% perempuan, pada usia 12 tahun menurun menjadi 6% laki-laki dan 4%
perempuan (Gray dan Moore, 2009).

Menurut Tanagho (2008), anak perempuan dengan kandung kemih normal lebih cepat
dapat mengontrol buang air kecilnya daripada anak laki-laki. Pada usia 6 tahun, 10%
masih mengalami nocturnal enuresis, bahkan pada usia 14 tahun sebanyak 5% juga masih
ada yang mengalami nocturnal enuresis. Didapati 50% kasus mengalami keterlambatan
pematangan sistem saraf dan myoneurogenik intrinsik kandung kemih, 30% kasus
dipengaruhi keadaan psikologis, dan 20%
lainnya disebabkan oleh penyakit-penyakit organik. Dan biasanya nocturnal enuresis
fungsional berhenti pada usia kurang lebih 10 tahun.

Di kalangan masyarakat nocturnal enuresis dianggap sebagai hal yang memalukan


dan sering kali memberi hukuman bila anak mengalami hal tersebut pada usia sekolah.
Hal ini akan mempengaruhi keadaan psikologis anak, selain itu juga akan berdampak
pada kebersihan anak tersebut dan akan menjadi komplikasi berupa infeksi pada saluran
kemih. Oleh karena itu, harus ada penjelasan kepada masyarakat dalam hal ini orang tua,
mengenai perkiraan usia anak berhenti mengalami nocturnal enuresis serta bagaimana
menanganinya. Akan tetapi, karena masih banyak ditemukan perbedaan dari beberapa
sumber dan masih terbatasnya informasi mengenai hal ini maka penulis tertarik untuk
mengetahui gambaran perkiraan usia berhenti mengompol (nocturnal enuresis) pada anak
sekolah dasar sebagai tambahan informasi mengenai keadaan tersebut
Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah “mengompol”, sudah
tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki
anak. Enuresis telah menjadi salah satu “momok” yang sering dihadapi dalam hal ini para
ibu yang telah mempunyai anak, terutama yang anak yang berusia antara 4-6 tahun.
Dalam kasus ini tidak jarang pula usia di atas 6 tahun masih mengalami enuresis ini.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Definisi Enurasis ?


2. Apa Etiologi Enurasis ?
3. Apa Jenis Enurasis?
4. Apa Penatalaksanaan Enurasis ?
5. Asuhan Keperawatan pada Pasien Enurasis

C. Tujuan pembuatan makalah

Di dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan, diantaranya adalah:


1. Memberi pemahaman tentang apa itu Enuresis
2. Memberi pemahaman tentang berbagai tipe-tipe enuresis
3. Memberikan beberapa cara untuk mengurangi dan menyembuhkan enuresis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Enuresis
Enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau involunter di tempat tidur
(biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak,
yang usianya secara normal, telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara
volunter (Wong, 2003). Gangguan yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau
usia perkembangan anak minimal lima tahun, dan pengeluaran urin harus terjadi
minimal dua kali seminggu, dan sekurang-kurangnya terjadi selama tiga bulan. Gejala
utama adalah desakan yang timbul cepat, dan disertai dengan ketidakmampuan akut,
kegelisahaan, dan kadang-kadang sering berkemih.
Enuresis lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Hal
ini terjadi karena perubahan fungsi neuromuskular kandung kemih, dan sering kali
tidak berbahaya dan menghilang dengan sendirinya. Enuresis (mengompol) nokturial,
biasanya berhenti pada usia enam dan delapan tahun, walaupun kadang-kadang
mengompol ini berlanjut sampai masa remaja.

B. Etiologi Enuresis

Penyebab organik yang mungkin berhubungan dengan enuresis, harus


disingkirkan sebelum mempertimbangkan faktor-faktor psikogenik. Penyebab organik
tersebut, termasuk gangguan struktural saluran kemih, infeksi saluran kemih, defisit
neurologis, gangguan yang meningkatkan haluaran normal urin (seperti diabetes dan
gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal kronis atau penyakit sel sabit).

Volume kandung kemih 300 sampai 500 ml adalah cukup untuk menahan urin
pada malam hari. Kapasitas kandung kemih normal (dalam ons) adalah usia anak
ditambah 2 (misal, kapasitas normal kandung kemih anak berusia enam tahun adalah
8 ons). Pada kasus lain enuresis dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional, walaupun
meragukan bahwa faktor-faktor tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang tua
melaporkan bahwa anak-anak ini, tidur lebih pulas daripada anak-anak lainnya.
Namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis noktural.

Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang
jelas. Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini terjadi
karena produksi urin pada malam hari lebih banyak daripada yang mampu ditahan
oleh kandung kemih anak. Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih ini ternyata
belum mampu membangunkan anak yang sedang terlelap, maka terjadilah
mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada anak akan semakin parah dan
memburuk. Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah yang mungkin
terjadi pada anak, antara lain;

Stress yang berulang-ulang.

Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul
perilaku ini dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat tidak
nyaman, misalnya awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita suatu
penyakit, mendapatkan perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau anak
mengalami pelecehan.

Makanan maupun minuman yang mengandung kafein.

Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini
menyebabkan produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.

Sembelit (konstipasi).

Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian belakang
kandung kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung memiliki masalah
mengompol juga.

Anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar menderita
bedwetting atau mengompol.Suwardi (2010) menyatakan bahwa enuresis pada
seorang anak disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis yang
dianggap sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula etiologi
enuresis tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur malam
(enuresis nokturnal), berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis. Namun
ahli lain menyatakan bahwa faktor lain seperti keturunan atau adanya kelainan pada
kandung kencing bisa juga menjadi penyebab (Adnil, 2011).

Beberapa faktor etiologi yang paling sering ditemukan dalam berbagai penelitian
adalah:
 Genetik/familial

Hallgren dalam Suwardi (2010) menemukan sekitar 70% keluarga dengan anak
enuresis , salah satu atau lebih anggota keluarga lainnya juga menderita enuresis, dan
sekitar 40% sekurang-kurangnya satu diantara orang tuanya mempunyai riwayat
enuresis . Penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa anak kembar monozigot
68% akan mengalami enuresis dan kembar dizigot sebesar 36%.

 Hambatan perkembangan

Dasar keadaan ini adalah kesulitan mekanisme hambatan yang mengatur


pengosongan kandung kemih. Pengendalian kandung kemih merupakan keterampilan
yang dipelajari sendiri, anak akan belajar mengkoordinasi penggunaan otot-otot
levator ani, diafragma dan otot-otot abdomen yang menghasilkan voluntary
mechanism berkemih. Melalui mekanisme ini anak dapat menggandakan kapasitas
kandung kemihnya 4,5 tahun dibandingkan dengan kapasitas kandung kemihnya pada
umur 2 tahun. Anak yang gagal menggandakan kapasitas kadung kemihnya akan
menjadi anak enuretik (Suwardi, 2010).

 Psikologis

Frued dalam Kurniawati (2008) menyatakan bahwa anak yang sulit menahan
kencing sewaktu tidur malam berhubungan erat dengan gangguan psikologis anak.
Enuresis sekunder bisa terjadi akibat faktor psikologis, biasanya terjadi ketika anak
tiba-tiba mengalami stres kejiwaan seperti pelecehan seksual, kematian dalam
keluarga, kepindahan, mendapat adik baru, perceraian orang tua atau masalah psikis
lainnya. Langkah awal yang harus diambil dalam mengatasi enuresis sekunder adalah
mengenali perubahan-perubahan mendadak yang terjadi dalam kehidupan anak. Bila
anak mengalami stres kejiwaan, penanganan secara psikologis lebih dibutuhkan.
Penanganan anak yang mengalami enuresis memang tidak mudah. Tapi setidaknya
kasih sayang, kesabaran serta pengertian orang tua untuk tidak memarahi atau
menghukum ketika anak mengompol akan membantu membangun kepercayaan
dirinya. Pengaruh buruk secara psikologis dan sosial yang menetap akibat ngompol
akan mempengaruhi kualitas hidup anak sebagai seorang manusia dewasa kelak.
Lain-lain, seperti pola tidur, lingkungan termasuk kebiasaan yang kurang baik, dan
lain

Lain.

Pola tidur nyenyak pada anak berperan penting untuk terjadinya enuresis, pola
tidur yang nyenyak, umumnya ditemukan pada anak enuresis primer dan kebanyakan
laki-laki, penelitian menunjukkan bahwa anak dengan enuresis cenderung tidur lebih
nyenyak secara bermakna dibandingkan dengan saudaranya yang tidak enuresis.
Terdapat hubungan antara lingkungan anak dengan enuresis, dilaporkan bahwa
enuresis lebih sering terjadi pada anak-anak dari lingkungan sosial ekonomi rendah.
Saat yang baik untuk memberikan latihan berkemih pada anak yaitu pada umur antara
18 – 30 bulan, saat tingkat pematagan psikologis anak mulai berkembang (Adnil,
2011).

C. Jenis-Jenis Enuresis

Ada dua jenis enuresis yang terjadi pada anak, yaitu enuresis preimer dan
sekunder, yang diuraikan sebagai berikut:

 Enuresis Primer

Enuresis primer terjadi pada anak yang sejak lahir hingga berusia lima atau
enam tahun yang masih mengompol. Faktor-faktor penyebabnya yaitu:

o Faktor genetik
 Dari hasil penelitian, 77% anak mengalami enuresis, bila kedua
orang tuanya enuresis. 44% anak mengalami enuresis, bila salah
satu orang tuanya enuresis dan 15 %. anak enuresis, bila kedua
orang tua sama sekali tidak enuresis.
o Keterlambatan pematangan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
Pada anak normal, ketika kandung kemih sudah penuh oleh urin,
sistem saraf di kandung kemihnya akan melapor kepada otak.
Kemudian otak akan mengirim pesan balik ke kandung kemih.
Otak akan meminta kandung kemih untuk menahan pengeluaran
urin, sampai si anak sudah siap di toilet. Pada anak dengan
keterlambatan kematangan SSP, proses ini tidak terjadi, sehingga
saat kandung kemihnya penuh, anak tidak dapat menahan
keluarnya urine.
o Kurangnya kadar antidiuretic hormone (ADH) dalam tubuh
Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi
sedikit urin pada malam hari. Pada anak enuresis, tubuhnya tidak
bisa membuat ADH dalam jumlah yang mencukupi, sehingga
ketika sedang tidur, tubuhnya menghasilkan banyak urin. Oleh
karena itulah anak menjadi mengompol.
o Gangguan tidur dalam
Tidur yang sangat dalam (deep sleep) akan menyebabkan anak
tidak terbangun pada saat kandung kemih sudah penuh.
o Keterlambatan perkembangan
Keterlambatan dalam perkembangan, yang menyebabkan anak
menjadi enuresis, bukan disebabkan gangguan pematangan sistem
neurofisiologi, tetapi disebabkan kurangnya latihan pola buang air
kemih yang baik (tolet training). Hal ini sering terjadi pada
golongan masyarakat dengan sosio ekonomi yang buruk, jumlah
keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan.
o Kelainan anatomi, misalnya kandung kemih yang kecil

 Enuresis Sekunder

Enuresis sekunder terjadi pada anak yang sebelumnya sudah tidak


mengompol selama tiga sampai enam bulan, lalu kembali mengompol. Penyebab
enuresis sekunder yaitu:

 Faktor psikologis

Biasanya berupa pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran


saudara kandung (adik), pindah rumah, dan pertengkaran. Enuresis karena
stress, bersifat kambuhan dan sementara.
 Kondisi fisik terganggu

Contohnya adalah neurogenic bladder dan kelainan medula spinalis lain


yang terkait,infeksi saluran kemih, diabetes, sembelit bahkan alergi.

Sebagian besar anak mengalami enuresis jenis nokturnal (malam hari). Anak
mengompol selama tidur. Kadang-kadang, beberapa anak mengompol pada siang
hari saat terjaga (enuresis diurnal). Anak mungkin memiliki kandung kemih yang
tidak stabil, yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan buang air kecil
yang terlalu sering. Anak-anak ini, dapat dirujuk ke dokter anak dan akan diberi
obat selama beberapa waktu yang dapat melemaskan otot kandung kemih.

Sembelit (konstipasi) juga dapat berhubungan dengan enuresis. Umumnya,


hanya dengan merubah menu makan sehari-hari, sudah dapat menyambuhkan
konstipasi ringan. Namun, pada beberapa kasus berat, konstipasi memerlukan
perawatan khusus sebelum masalah enuresisnya dapat diatasi.

D. Penatalaksanaan Enuresis

Pengobatan enuresis pada anak harus dilihat secara individual, dengan


melihat beberapa hal, yaitu: sikap anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi dan
lingkungan rumah. Anggota keluarga juga harus dapat memberikan motivasi yang
sesuai dan pihak orang tua tidak mempertimbangakan pengobatan dengan obat-
obatan sebagai pilihan pertama dalam program pengobatan enuresis anak.

Mengatasi anak ngompol bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini
diperlukan kerja sama antara orang tua, anak, bahkan dokter. Orang tua harus
menyingkapi masalah ini dengan penuh kesabaran dan pengertian kepada anak,
dengan tidak memojokkan atau mengolok-olok anak. Anak juga harus diberi
motivasi dan kasih sayang, agar terbentuk kepercayaan diri, sehingga anak dapat
mengatasi masalah mengompol pada dirinya. Mengompol yang berlarut-larut
akan mengganggu kehidupan sosial dan psikologis anak, yang akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri.

Saat pengobatan dimulai, merupakan hal yang penting dan berbeda dari
penderita lain. Pengobatan biasanya diperlukan apabila enuresis menjadi masalah
bagi penderita maupun keluarga, dan jarang diperlukan bila anak belum mencapai
usia lima atau enam tahun. Pada anak yang lebih muda, pengobatan biasanya
hanya berupa mendidik kelurga mengenai hal-hal yang menyebabkan enuresis
dan menunjukkan latihan yang benar. Pengobatan enuresis yang tidak mengalami
komplikasi biasanya berupa konsultasi mengenai pemberian motivasi,
conditioning therapy (pemasangan alarm), melatih kebiasaan berkemih yang baik,
prikoterapi, diet, hipoterapi, dan medikamentosa.

Non Farmakologik

 Latihan menahan miksi

Tujuan latihan ini adalah untuk memperbesar kapasitas kandung


kemih, agar waktu antara miksi menjadi lebih lama sehingga dapat
mengurangi enuresis. Berdasarkan penelitian, anak yang jarang miksi
mempunyai kandung kemih lebih besar dari pada anak yang sering miksi.
Dengan menahan miksi secara sadar, akan menghambat kontraksi kandung
kemih dan memperbesar kapasitas kandung kemih. Latihan ini
memerlukan waktu yang lama. Dengan meningkatkan kapasitas kandung
kemih ini, angka kesembuhan lebih tinggi dan kejadian kambuhnya sangat
kecil, dibandingkan dengan pengobatan yang menggunakan alat atau obat-
obatan.

 Memberikan motivasi

Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis, serta


menerangkan bahwa keadaan ini bukanlah kesalahan dan dorongan
emosional dari orang tua, akan menentramkan hati anak, sehingga
hubungan dengan orang tua lebih erat. Dengan hubungan yang baik antara
orang tua dan anak, diharapkan timbul tanggung jawab anak terhadap
usaha yang diberikan oleh dokter dan orang tuanya. Setelah itu, orang tua
dan anak akan mengerti tentang penanganan enuresis, seperti mengurangi
minum pada malam hari, membangunkan anak pada malam hari untuk
miksi di kamar mandi, dan memberikan pujian atau penghargaan kalau
anaknya tidak mengompol

 Mengubah kebiasaan

Beberapa kebiasaan telah diciptakan, baik berbentuk bel maupun


berupa syok elektrik ringan untuk mengobati enuresis nokturnal. Alat yang
paling populer dan tidak begitu mahal adalah bell dan pad, dengan cara
kerja beberapa tetes pertama air kemih akan menyebabkan alarm berbunyi
dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya di kamar
mandi. Percobaan klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin
lebih efektif bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang
kembali alarmnya sendiri. Dengan bangun tidur berulang-ulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu, anak dilatih untuk bangun tidur
sebelum ngompol. Selanjutnya alarm di atur untuk waktu yang lebih lama
dan akhirnya rangsangan alarm dihentikan.

 Terapi diet

Terapi diet yaitu membatasi makanan yang memiliki efek terhadap


episode enuresis seperti yang mengandung coklat, soda, dan kafein.

 Terapi hipnotis (hypnotherapy)

Jenis terapi ini belum banyak dilakukan pada penanganan enuresis primer.

Farmakologik

Obat-obat yang dipakai yaitu, dessmopressin, merupakan sintetik


analog arginin vasopresin, bekerja mengurangi produksi air kencing di
malam hari dan mengurangi tekanan dalam kandung kemih
(intravesikular). Efek samping yang sering ditimbulkan adalah iritasi
hidung bila obat diberikan melalui semprotan hidung dan sakit kepala
bahkan menjadi agresif dan mimpi buruk, tapi hilang dengan
pemberhentian obat. Dessmopresin diberikan sebelum tidur.

Obat lain yang dapat yaitu imipramin yang bersifat antikolinergik,


tapi mekanismenya belum dimengerti. Ada teori yang mengatakan obat
ini menurunkan kontraktilitas kandung kencing sehingga kemampuan
pengisian kandung kencing dan kapasitanya diperbesar. Imipramin
mempunyai efek yang buruk terhadap jantung.

Cara Mengatasi Enuresis

Beberapa tips yang perlu dicoba, antara lain:

 Penggunaan nappi atau diaper.

Jika anak terbiasa menggunakan nappi di malam hari, cobalah untuk


memulai melepasnya, dengan harapan memberi motivasi anak agar mau bangun di
malam hari jika tidak ingin merasa basah di malam harinya. Resiko tentu saja
tetap terjadi, namun dengn motivasi diharapkan anak kembali berusaha agar tetap
kering di malam hari tanpa nappi. Pada anak yang lebih kecil usianya jika usaha
tersebut dirasa kurang berhasil, maka orang tua bisa kembali memakaikan nappi
padanya untuk sementara, dan kembali dicoba lagi setelah beberapa waktu.

 Kesabaran, kenyamanan, dan kasih sayang.


Teruslah berusaha jika si anak tetap mengompol, namun bagi anak di
bawah usia 3 tahun, orang tua bisa kembali menghentikan proses pembiasaan, dan
diulangi lagi beberapa bulan kemudian. Motivasi dari orang tua sangat dibutuhkan
anak dalam proses ini, meski kadang masih terjadi sesekali mengompol tertutama
bagi anak di atas usia 3 tahun dan usia sekolah. Orang tua hendaklah tidak
menyalahkan atau memberi hukuman pada anak, fokuskan pada pemberian hadiah
jika anak tidak mengompol, sehingga anak tidak merasa stress.
 Memberikan penjelasan sederhana pada anak.

Ada baiknya orang tua menjelaskan bagaimana terjadinya proses buang air
kecil dan kenapa bisa terjadi mengompol. Sesuaikan bahasa dengan bahasa yang
dipahami anak, diharapkan jika anak mengerti maka bisa semakin berusaha
mengontrol pengeluaran urine pada malam hari.

 Beri tanggung jawab pada anak.

Jika suatu malam anak mengompol, bangunkan anak, dan ajaklah


merapikan bekas ompolnya sendiri, misalnya ajaklah anak mengganti sprei yang
basah, menjemur kasur esok harinya, atau mencuci bersama bajunya yang basah.
Hal ini memberi motivasi dan tanggung pada anak agar besok-besoknya tidak lagi
mengompol agar tidak mendapat tugas ekstra ini. Pemberian tanggung jawab ini
bisa diterapkan pada anak yang sudah memasuki usia sekolah, yaitu usia 5 atau 6
tahun ke atas.

 Membiasakan bangun pada malam hari.

Pastikan anak tidak takut untuk bangun dan menuju kamar mandi pada
malam hari. Pada beberapa anak, bisa saja mereka mengompol karena enggan
bangun akibat merasa cemas dengan gelap, laba-laba, atau suara-suara di malam
hari. Sehingga mereka lebih nyaman untuk menahan kencingnya.

 Menghindarkan minuman tertentu.

Beberapa jam sebelum tidur hendaknya orang tua menghindari


memberikan minuman yang mengandung kopi, teh, atau cola.

 Mengangkat anak.

Mengangkat anak pada malam hari untuk mengeluarkan urin di kamar


mandi, namun cara ini dirasa kurang efektif, karena tidak mengajarkan tanggung
jawab pada diri anak. Lebih baik bangunkan sehingga anak secara sadar berjalan
ke kamar mandi dan buang air kecil.

 Mendatangi medis.

Jika mengompol dikarenakan anak mengalami sembelit, maka orang tua


perlu meminta bantuan dokter untuk mengatasi masalah sembelitnya terlebih
dahulu.

 Tidur menginap.

Biasanya anak akan merasa malu jika tiba-tiba mengompol saat tidur di
rumah saudara maupun teman. Hal ini akan membuat anak lebih waspada
terhadap stimulus buang air kecil di malam hari. Terutama bagi anak usia sekolah
(Adnil, 2011).

Alternatif lain yang mungkin bisa dilakukan antara lain:

 Alarm mengompol.
`Alarm ini semacam bantalan (pad) yang akan berbunyi begitu anak mulai
mengompol tujuannya agar anak terbangun, dan melanjutkan buang air kecilnya
di kamar mandi. Untuk lebih detailnya bagaimana bentuk dan cara
penggunaannya, orang tua perlu mencari informasi lebih lanjut karena saya sendiri
belum pernah mengetahui alat ini secara langsung.

 Konsumsi obat.

Obat ini bekerja untuk mengurangi produksi urin di malam hari.

 Bedwetting reward system.

Yaitu orang tua memberikan reward pada anaknya jika mampu melakukan
hal-hal kongkrit atas usahanya agar tidak mengompol. Misalnya saat anak berani
bangun pada malam hari, berani ke kamar mandi, dan sebagainya (Adnil, 2011).
BAB III
ASKEP TEORITIS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENURESIS

Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
 Data anak
 Pola Berkemih Anak
 Awitan
 Pola berkemih (siang hari, malam hari)
 Jumlah episode dalam sebulan
 Pola minum
 Riwayat keluarga
 Adanya keluarga dengan kelainan saluran kemih
 Adanya keluarga dengan riwayat enuresis

Manajemen keluarga
Besarnya masalah enuresis bagi keluarga
Apa yang dilakukan saat anak enuresis (siapa yang bangun untuk
mengganti celana anak)
Bagaimana peran orang tua pada anak jika enuresis dan cara apa yang
sudah dicoba untuk mengatasi enuresis
Toilet training
Apakah anak mengalami kesulitan saat toilet training
Metode toilet training yang digunakan
Waktu memulai toilet training
Apakah anak memiliki riwayat enuresis atau enkopresis
Berapa lama anak biasanya tidak miksi dan kapan waktunya
Stressor
Bagaimana kondisi anak di sekolah, apakah anak memiliki masalah yang
membuatnya tertekan
Stressor yang mungkin dimiliki anak di rumah
Seberapa besar pengaruh masalah terhadap aktivitas anak
Riwayat penyakit dan persyarafan

Cytitis current chronic recurrent

Terdapat infeksi saluran kemih atau tidak

Riwayat penyakit lainnya

Faktor risiko

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Urinalisa

Pemeriksaan urinalisa dapat menyingkirkan infeksi saluran kemih


sebagai penyebab enuresis. Selain itu, peningkatan osmolaritas urin
serta glukosuria dapat menjadi petunjuk adanya diabetes sebagai
penyebab terjadinya enuresis.

Kultur urin

Pemeriksaan kultur urin juga dapat digunakan untuk


menyingkirkan infeksi saluran kemih sebagai penyebab enuresis.

Ultrasonografi saluran kemih dan uroflowmetri

Indikasi dilakukannya pemeriksaan ini apabila terjadi enuresis dan


adanya gangguan pengosongan urin.

Diagnosa dan Intervensi


Diagnosa 1
Gangguan Pola eliminasi enuresis b.d stress
Tujuan : Anak dapat mengontrol pola berkemihnya
Kriteria hasil:
Anak tidak mengompol lagi
Keluarga mengetahui hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah enuresis pada
anak
Intervensi:
Mengkaji riwayat gangguan eliminasi di keluarga
Rasional: Mendapatkan informasi apakah ada keluarga yang mengalami
masalah ginjal atau pun riwayat enuresis
Mengkaji bagaimana manajemen dan pengaruh mengompol anak pada keluarga
Rasional: Melihat seserius apa masalah tersebut bagi keluarga, apa yang
dilakukan ketika anak mengompol, apa saja pengobatan yang sudah
dipakai.
Mengkaji faktor-faktor pencetus enuresis
Rasional: Mendapatkan informasi terkait stressor pencetus enuresis yang
dapat digunakan untuk perencanaan intervensi
Mengurangi intake cairan di malam hari dan sebelum tidur
Rasional: Untuk menghindari enuresis di malam hari
Mengajak anak untuk buang air kecil sebelum tidur
Rasional: Pengosongan kandung kemih sebelum tidur dapat menghindari
enuresis di malam hari
Melatih bladder exercise pada anak
Rasional: Anak diberikan minum dalam jumlah banyak kemudian
menahan berkemih selama yang dapat dan berlatih menghentikan
aliran urinnya, hal ini dilakukan untuk melatih menahan berkemihnya
Menjadwalkan berkemih anak dengan diberikan alarm yang menandakan waktu
berkemih (toilet training)
Rasional: Ketika sudah saatnya berkemih anak akan menuju kamar mandi
dan berkemih sehingga enuresis dapat dihindari
Memberikan hadiah jika anak tidak mengompol di malam hari
Rasional: Pemberian reinforcement positif dapat meningkatkan motivasi
anak dalam mengatur pola berkemihnya
Mengatur pola diet anak
Rasional: Beberapa makanan dapat mengganggu bladder dan
meningkatkan masalah mengompol anak
Kolaborasi: pemberian obat ditropan (antikolinergik), desmopressin, tofranil
(antidepresan)
Rasional: Antikolinergik: menghambat pengosongan bladder. Antidepresan:
mengurangi kedalaman tidur di malam hari. Desmopressin: meningkatkan
retensi air

Diagnosa 2
Harga diri rendah situasional b.d enuresis
Tujuan :
Anak akan:
Menilai dirinya secara realistis tanpa penilaian negatif

Mengungkapkan secara verbal dan mendemonstrasikan perasaan positif

Menunjukkan adaptasi yang sehat dan kemampuan koping

Intervensi

Hindari perkataan “baik” atau “tidak baik” untuk menggambarkan perilaku

Sampaikan optimisme dengan penilaian diri positif

Bantu anak untuk membuat perencanaan bermain dengan pilihan. Dorong


melakukan permainan yang menghasilkan sesuatu, misalnya kerajinan
tangan

Dorong interaksi dengan teman sebaya atau orang dewasa yang bisa
mendukung anak

Diagnosa 3
Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol berkemih
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Jumlah jam tidur dalam batas normal 10-11 jam/hari
Pola tidur, kualitas dalam batas normal
Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi
Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau involunter di tempat tidur
(biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak,
yang usianya secara normal, telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara
volunter (Wong, 2003). Gangguan yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau
usia perkembangan anak minimal lima tahun, dan pengeluaran urin harus terjadi
minimal dua kali seminggu, dan sekurang-kurangnya terjadi selama tiga bulan. Gejala
utama adalah desakan yang timbul cepat, dan disertai dengan ketidakmampuan akut,
kegelisahaan, dan kadang-kadang sering berkemih.

b. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca untuk
dapat memeberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Betty J., Ladwig, Gail B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an evidence-based

guide to planning care. (9th Ed). St Louis, Missouri: Mosby Elsevier

Carpenito, Juall Lynda. (1997). Nursing Diagnosis: application to clinical practice. (7th Ed).
Philadelphia: Lippincott.

Carpenito, Juall Lynda. (2002). Diagnosis keperawatan:aplikasi pada praktik klinis. (Ed 9).
Jakarta: EGC.

Carpenito, Juall Lynda. (2008). Nursing Diagnosis: application to clinical practice.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Meadow, Roy & Newell, Simon. (2005). Lecure notes pediatrika. (Ed 7). Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Wong, Donna L. (2003). Nursing care of infants and children. (7th Ed). St. Louis: Mosby

Wong, Donna. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Vol 1). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai