Dosen Pembimbing :
Ns. Astuti Ardi Putri,M.Kep
Disusun Oleh :
Kintan Monica(1701011012)
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirobbil‟alamin, segala puji bagi Alloh SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“ENURASIS PADA ANAK”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah masih
jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan.
wasssalamu'alaikum wr.wb
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Enurasis
B. Etiologi
C. Jenis Enurasis
D. Penatalaksanaan
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nocturnal enuresis (bedwetting ) atau dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan
istilah “mengompol” merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada anak – anak.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti peranan orang tua terhadap penerapan
kebiasaan toilet training, konsumsi air minum berlebihan sebelum tidur, serta peranan
riwayat keluarga.
Pengertian dari Nocturnal enuresis ini sendiri merupakan pengeluaran air kemih yang
tidak disadari pada malam hari oleh seseorang yang pengendalian kandung kemihnya
diharapkan sudah tercapai, dan hal ini terjadi pada malam hari (Sekarwana, 1993).
Nocturnal enuresis terjadi pada anak-anak yang tidak bisa menahan buang air kecil dalam
waktu yang lama seperti pada saat tidur.Nocturnal enuresis tanpa pengosongan urin yang
jelas pada siang hari mengenai 20% sampai usia 5 tahun, kemudian berhenti secara
spontan pada kirakira 15 % anak tersebut setiap tahun (Gonzales, 2000). Adapun usia
puncak anakanak mengalami enuresis adalah usia 4-5 tahun dengan komposisi 18% laki-
laki dan 15% perempuan, pada usia 12 tahun menurun menjadi 6% laki-laki dan 4%
perempuan (Gray dan Moore, 2009).
Menurut Tanagho (2008), anak perempuan dengan kandung kemih normal lebih cepat
dapat mengontrol buang air kecilnya daripada anak laki-laki. Pada usia 6 tahun, 10%
masih mengalami nocturnal enuresis, bahkan pada usia 14 tahun sebanyak 5% juga masih
ada yang mengalami nocturnal enuresis. Didapati 50% kasus mengalami keterlambatan
pematangan sistem saraf dan myoneurogenik intrinsik kandung kemih, 30% kasus
dipengaruhi keadaan psikologis, dan 20%
lainnya disebabkan oleh penyakit-penyakit organik. Dan biasanya nocturnal enuresis
fungsional berhenti pada usia kurang lebih 10 tahun.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Enuresis
Enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau involunter di tempat tidur
(biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak,
yang usianya secara normal, telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara
volunter (Wong, 2003). Gangguan yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau
usia perkembangan anak minimal lima tahun, dan pengeluaran urin harus terjadi
minimal dua kali seminggu, dan sekurang-kurangnya terjadi selama tiga bulan. Gejala
utama adalah desakan yang timbul cepat, dan disertai dengan ketidakmampuan akut,
kegelisahaan, dan kadang-kadang sering berkemih.
Enuresis lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Hal
ini terjadi karena perubahan fungsi neuromuskular kandung kemih, dan sering kali
tidak berbahaya dan menghilang dengan sendirinya. Enuresis (mengompol) nokturial,
biasanya berhenti pada usia enam dan delapan tahun, walaupun kadang-kadang
mengompol ini berlanjut sampai masa remaja.
B. Etiologi Enuresis
Volume kandung kemih 300 sampai 500 ml adalah cukup untuk menahan urin
pada malam hari. Kapasitas kandung kemih normal (dalam ons) adalah usia anak
ditambah 2 (misal, kapasitas normal kandung kemih anak berusia enam tahun adalah
8 ons). Pada kasus lain enuresis dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional, walaupun
meragukan bahwa faktor-faktor tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang tua
melaporkan bahwa anak-anak ini, tidur lebih pulas daripada anak-anak lainnya.
Namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis noktural.
Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang
jelas. Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini terjadi
karena produksi urin pada malam hari lebih banyak daripada yang mampu ditahan
oleh kandung kemih anak. Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih ini ternyata
belum mampu membangunkan anak yang sedang terlelap, maka terjadilah
mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada anak akan semakin parah dan
memburuk. Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah yang mungkin
terjadi pada anak, antara lain;
Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul
perilaku ini dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat tidak
nyaman, misalnya awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita suatu
penyakit, mendapatkan perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau anak
mengalami pelecehan.
Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini
menyebabkan produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.
Sembelit (konstipasi).
Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian belakang
kandung kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung memiliki masalah
mengompol juga.
Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar menderita
bedwetting atau mengompol.Suwardi (2010) menyatakan bahwa enuresis pada
seorang anak disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis yang
dianggap sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula etiologi
enuresis tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur malam
(enuresis nokturnal), berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis. Namun
ahli lain menyatakan bahwa faktor lain seperti keturunan atau adanya kelainan pada
kandung kencing bisa juga menjadi penyebab (Adnil, 2011).
Beberapa faktor etiologi yang paling sering ditemukan dalam berbagai penelitian
adalah:
Genetik/familial
Hallgren dalam Suwardi (2010) menemukan sekitar 70% keluarga dengan anak
enuresis , salah satu atau lebih anggota keluarga lainnya juga menderita enuresis, dan
sekitar 40% sekurang-kurangnya satu diantara orang tuanya mempunyai riwayat
enuresis . Penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa anak kembar monozigot
68% akan mengalami enuresis dan kembar dizigot sebesar 36%.
Hambatan perkembangan
Psikologis
Frued dalam Kurniawati (2008) menyatakan bahwa anak yang sulit menahan
kencing sewaktu tidur malam berhubungan erat dengan gangguan psikologis anak.
Enuresis sekunder bisa terjadi akibat faktor psikologis, biasanya terjadi ketika anak
tiba-tiba mengalami stres kejiwaan seperti pelecehan seksual, kematian dalam
keluarga, kepindahan, mendapat adik baru, perceraian orang tua atau masalah psikis
lainnya. Langkah awal yang harus diambil dalam mengatasi enuresis sekunder adalah
mengenali perubahan-perubahan mendadak yang terjadi dalam kehidupan anak. Bila
anak mengalami stres kejiwaan, penanganan secara psikologis lebih dibutuhkan.
Penanganan anak yang mengalami enuresis memang tidak mudah. Tapi setidaknya
kasih sayang, kesabaran serta pengertian orang tua untuk tidak memarahi atau
menghukum ketika anak mengompol akan membantu membangun kepercayaan
dirinya. Pengaruh buruk secara psikologis dan sosial yang menetap akibat ngompol
akan mempengaruhi kualitas hidup anak sebagai seorang manusia dewasa kelak.
Lain-lain, seperti pola tidur, lingkungan termasuk kebiasaan yang kurang baik, dan
lain
Lain.
Pola tidur nyenyak pada anak berperan penting untuk terjadinya enuresis, pola
tidur yang nyenyak, umumnya ditemukan pada anak enuresis primer dan kebanyakan
laki-laki, penelitian menunjukkan bahwa anak dengan enuresis cenderung tidur lebih
nyenyak secara bermakna dibandingkan dengan saudaranya yang tidak enuresis.
Terdapat hubungan antara lingkungan anak dengan enuresis, dilaporkan bahwa
enuresis lebih sering terjadi pada anak-anak dari lingkungan sosial ekonomi rendah.
Saat yang baik untuk memberikan latihan berkemih pada anak yaitu pada umur antara
18 – 30 bulan, saat tingkat pematagan psikologis anak mulai berkembang (Adnil,
2011).
C. Jenis-Jenis Enuresis
Ada dua jenis enuresis yang terjadi pada anak, yaitu enuresis preimer dan
sekunder, yang diuraikan sebagai berikut:
Enuresis Primer
Enuresis primer terjadi pada anak yang sejak lahir hingga berusia lima atau
enam tahun yang masih mengompol. Faktor-faktor penyebabnya yaitu:
o Faktor genetik
Dari hasil penelitian, 77% anak mengalami enuresis, bila kedua
orang tuanya enuresis. 44% anak mengalami enuresis, bila salah
satu orang tuanya enuresis dan 15 %. anak enuresis, bila kedua
orang tua sama sekali tidak enuresis.
o Keterlambatan pematangan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
Pada anak normal, ketika kandung kemih sudah penuh oleh urin,
sistem saraf di kandung kemihnya akan melapor kepada otak.
Kemudian otak akan mengirim pesan balik ke kandung kemih.
Otak akan meminta kandung kemih untuk menahan pengeluaran
urin, sampai si anak sudah siap di toilet. Pada anak dengan
keterlambatan kematangan SSP, proses ini tidak terjadi, sehingga
saat kandung kemihnya penuh, anak tidak dapat menahan
keluarnya urine.
o Kurangnya kadar antidiuretic hormone (ADH) dalam tubuh
Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi
sedikit urin pada malam hari. Pada anak enuresis, tubuhnya tidak
bisa membuat ADH dalam jumlah yang mencukupi, sehingga
ketika sedang tidur, tubuhnya menghasilkan banyak urin. Oleh
karena itulah anak menjadi mengompol.
o Gangguan tidur dalam
Tidur yang sangat dalam (deep sleep) akan menyebabkan anak
tidak terbangun pada saat kandung kemih sudah penuh.
o Keterlambatan perkembangan
Keterlambatan dalam perkembangan, yang menyebabkan anak
menjadi enuresis, bukan disebabkan gangguan pematangan sistem
neurofisiologi, tetapi disebabkan kurangnya latihan pola buang air
kemih yang baik (tolet training). Hal ini sering terjadi pada
golongan masyarakat dengan sosio ekonomi yang buruk, jumlah
keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan.
o Kelainan anatomi, misalnya kandung kemih yang kecil
Enuresis Sekunder
Faktor psikologis
Sebagian besar anak mengalami enuresis jenis nokturnal (malam hari). Anak
mengompol selama tidur. Kadang-kadang, beberapa anak mengompol pada siang
hari saat terjaga (enuresis diurnal). Anak mungkin memiliki kandung kemih yang
tidak stabil, yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan buang air kecil
yang terlalu sering. Anak-anak ini, dapat dirujuk ke dokter anak dan akan diberi
obat selama beberapa waktu yang dapat melemaskan otot kandung kemih.
D. Penatalaksanaan Enuresis
Mengatasi anak ngompol bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini
diperlukan kerja sama antara orang tua, anak, bahkan dokter. Orang tua harus
menyingkapi masalah ini dengan penuh kesabaran dan pengertian kepada anak,
dengan tidak memojokkan atau mengolok-olok anak. Anak juga harus diberi
motivasi dan kasih sayang, agar terbentuk kepercayaan diri, sehingga anak dapat
mengatasi masalah mengompol pada dirinya. Mengompol yang berlarut-larut
akan mengganggu kehidupan sosial dan psikologis anak, yang akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri.
Saat pengobatan dimulai, merupakan hal yang penting dan berbeda dari
penderita lain. Pengobatan biasanya diperlukan apabila enuresis menjadi masalah
bagi penderita maupun keluarga, dan jarang diperlukan bila anak belum mencapai
usia lima atau enam tahun. Pada anak yang lebih muda, pengobatan biasanya
hanya berupa mendidik kelurga mengenai hal-hal yang menyebabkan enuresis
dan menunjukkan latihan yang benar. Pengobatan enuresis yang tidak mengalami
komplikasi biasanya berupa konsultasi mengenai pemberian motivasi,
conditioning therapy (pemasangan alarm), melatih kebiasaan berkemih yang baik,
prikoterapi, diet, hipoterapi, dan medikamentosa.
Non Farmakologik
Memberikan motivasi
Mengubah kebiasaan
Terapi diet
Jenis terapi ini belum banyak dilakukan pada penanganan enuresis primer.
Farmakologik
Ada baiknya orang tua menjelaskan bagaimana terjadinya proses buang air
kecil dan kenapa bisa terjadi mengompol. Sesuaikan bahasa dengan bahasa yang
dipahami anak, diharapkan jika anak mengerti maka bisa semakin berusaha
mengontrol pengeluaran urine pada malam hari.
Pastikan anak tidak takut untuk bangun dan menuju kamar mandi pada
malam hari. Pada beberapa anak, bisa saja mereka mengompol karena enggan
bangun akibat merasa cemas dengan gelap, laba-laba, atau suara-suara di malam
hari. Sehingga mereka lebih nyaman untuk menahan kencingnya.
Mengangkat anak.
Mendatangi medis.
Tidur menginap.
Biasanya anak akan merasa malu jika tiba-tiba mengompol saat tidur di
rumah saudara maupun teman. Hal ini akan membuat anak lebih waspada
terhadap stimulus buang air kecil di malam hari. Terutama bagi anak usia sekolah
(Adnil, 2011).
Alarm mengompol.
`Alarm ini semacam bantalan (pad) yang akan berbunyi begitu anak mulai
mengompol tujuannya agar anak terbangun, dan melanjutkan buang air kecilnya
di kamar mandi. Untuk lebih detailnya bagaimana bentuk dan cara
penggunaannya, orang tua perlu mencari informasi lebih lanjut karena saya sendiri
belum pernah mengetahui alat ini secara langsung.
Konsumsi obat.
Yaitu orang tua memberikan reward pada anaknya jika mampu melakukan
hal-hal kongkrit atas usahanya agar tidak mengompol. Misalnya saat anak berani
bangun pada malam hari, berani ke kamar mandi, dan sebagainya (Adnil, 2011).
BAB III
ASKEP TEORITIS
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Data anak
Pola Berkemih Anak
Awitan
Pola berkemih (siang hari, malam hari)
Jumlah episode dalam sebulan
Pola minum
Riwayat keluarga
Adanya keluarga dengan kelainan saluran kemih
Adanya keluarga dengan riwayat enuresis
Manajemen keluarga
Besarnya masalah enuresis bagi keluarga
Apa yang dilakukan saat anak enuresis (siapa yang bangun untuk
mengganti celana anak)
Bagaimana peran orang tua pada anak jika enuresis dan cara apa yang
sudah dicoba untuk mengatasi enuresis
Toilet training
Apakah anak mengalami kesulitan saat toilet training
Metode toilet training yang digunakan
Waktu memulai toilet training
Apakah anak memiliki riwayat enuresis atau enkopresis
Berapa lama anak biasanya tidak miksi dan kapan waktunya
Stressor
Bagaimana kondisi anak di sekolah, apakah anak memiliki masalah yang
membuatnya tertekan
Stressor yang mungkin dimiliki anak di rumah
Seberapa besar pengaruh masalah terhadap aktivitas anak
Riwayat penyakit dan persyarafan
Faktor risiko
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Urinalisa
Kultur urin
Diagnosa 2
Harga diri rendah situasional b.d enuresis
Tujuan :
Anak akan:
Menilai dirinya secara realistis tanpa penilaian negatif
Intervensi
Dorong interaksi dengan teman sebaya atau orang dewasa yang bisa
mendukung anak
Diagnosa 3
Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol berkemih
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Jumlah jam tidur dalam batas normal 10-11 jam/hari
Pola tidur, kualitas dalam batas normal
Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi
Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau involunter di tempat tidur
(biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak,
yang usianya secara normal, telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara
volunter (Wong, 2003). Gangguan yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau
usia perkembangan anak minimal lima tahun, dan pengeluaran urin harus terjadi
minimal dua kali seminggu, dan sekurang-kurangnya terjadi selama tiga bulan. Gejala
utama adalah desakan yang timbul cepat, dan disertai dengan ketidakmampuan akut,
kegelisahaan, dan kadang-kadang sering berkemih.
b. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca untuk
dapat memeberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Betty J., Ladwig, Gail B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an evidence-based
Carpenito, Juall Lynda. (1997). Nursing Diagnosis: application to clinical practice. (7th Ed).
Philadelphia: Lippincott.
Carpenito, Juall Lynda. (2002). Diagnosis keperawatan:aplikasi pada praktik klinis. (Ed 9).
Jakarta: EGC.
Meadow, Roy & Newell, Simon. (2005). Lecure notes pediatrika. (Ed 7). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Wong, Donna L. (2003). Nursing care of infants and children. (7th Ed). St. Louis: Mosby
Wong, Donna. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Vol 1). Jakarta: EGC