Anda di halaman 1dari 25

GANGGUAN KELENJAR

TIROID

Gangguan kelenjar tiroid bukan saja diakibatkan oleh kelainan kelenjar hipofisa
bagian Anterior dalam menghasilkan hormon Thyroid Stimulating Horon (TSH),
tetapi juga adalah hypothyroid yang diakibatkan rendahnya asupan yodium dalam
makana, mineral yodium sebagai penyusun hormon tiroid. Hormon tiroid secara
spesifik dibutuhkan oleh hampir semua proses proses metabolisme, sehingga
hipotiroid berpengaruh atas berbagai peristiwa. Seseorang bisa dikatakan
mengalami hipo ataupun hipertiroid salah satunya dengan melihat hasil tes
laboraturium kadar TSH dan kadar FT4. Ada 6 jenis-jenis obat dan pemilihan obat
Hypothyroid dan
antara lain: tiroid hormone replacement therapy, thioureas (thionamides), iodides,
Hyperthyroid
adrenergic β-blockers, radiactive iodine.Hormon tiroid yang berlebihan
(hyperthyroid) dalam plasma akan berpengaruh terhadap system metabolisme
lipid, meski tugasnya mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid kolesterol total dalam tubuh cenderung rendah. Sebaliknya pada
hipotiroid maka kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid cenderung
meningkat.Siklus produksi hormon thyroid secara umum dikendalikan oleh tiga
kelenjar, yaitu kelenjar hipotalamus, kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid.
Kelenjar hipotalamus terletak di dalam otak, tepat diatas kelanjar hipofisis.
Kelenjar ini menghasilkan thyrotrophin-releasing hormone (TRH). Hormon TRH
ini merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi thyroid-stimulating
hormone (TSH). Setelah itu TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk
mengeluarkan T3 dan T4. Seseorang bisa dikatakan hipotiroid apabila hasil tes
laboraturium menunjukkan dimana kadar TSH tinggi, kadar FT4 rendah
sedangkan kadar kolesterolnya tinggi. Pada orang yang mengalami hipotiroid
aktivitas sel menjadi lambat yang dapat mengakibatkan berat badan akan
cenderung naik, pembakaran berkurang sehingga kalori yang berlebihan di dalam
tubuh akan menjadi timbunan lemak ditubuh yang berdampak pada kadar
kolesterol dalam darah cenderung tinggi. Sebaliknya, pada orang yang mengalami
hipertiroid mengalami kebalikannya.
GANGGUAN KELENJAR TIROID

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN KHAZANAH
BANDUNG
2020
GANGGUAN KELENJAR TIROID1

Abstrak

Gangguan kelenjar tiroid bukan saja diakibatkan oleh kelainan kelenjar hipofisa
bagian Anterior dalam menghasilkan hormon Thyroid Stimulating Horon (TSH), tapi yang
terutama di Indonesia saat ini adalah hypothyroid yang diakibatkan rendahnya asupan
yodium dalam makanan. Mineral yodium diperlukan untuk membuat hormon tiroid, yaitu
hormon yang spesifik dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses
metabolisme, sehingga hipotiroid berpengaruh atas berbagai peristiwa. Seseorang bisa
dikatakan mengalami hipo ataupun hipertiroid salah satunya dengan melihat hasil tes
laboraturium kadar TSH dan kadar FT4. Ada 6 jenis-jenis obat dan pemilihan obat antara
lain: tiroid hormone replacement therapy, thioureas (thionamides), iodides, adrenergic β-
blockers, radiactive iodine.
Hormon tiroid yang berlebihan (hyperthyroid) dalam plasma akan berpengaruh
terhadap system metabolisme lipid, meski tugasnya mempercepat sintesis kolesterol, tetapi
proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga
pada hiperfungsi tiroid kolesterol total dalam tubuh cenderung rendah. Sebaliknya pada
hipotiroid maka kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid cenderung meningkat.
Siklus produksi hormon thyroid secara umum dikendalikan oleh tiga kelenjar, yaitu
kelenjar hipotalamus, kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Kelenjar hipotalamus terletak di
dalam otak, tepat diatas kelanjar hipofisis. Kelenjar ini menghasilkan thyrotrophin-releasing
hormone (TRH). Hormon TRH ini merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi
thyroid-stimulating hormone (TSH). Setelah itu TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk
mengeluarkan T3 dan T4.
Seseorang bisa dikatakan hipotiroid apabila hasil tes laboraturium menunjukkan
dimana kadar TSH tinggi, kadar FT4 rendah sedangkan kadar kolesterolnya tinggi. Pada
orang yang mengalami hipotiroid aktivitas sel menjadi lambat yang dapat mengakibatkan
berat badan akan cenderung naik, pembakaran berkurang sehingga kalori yang berlebihan
di dalam tubuh akan menjadi timbunan lemak ditubuh yang berdampak pada kadar
kolesterol dalam darah cenderung tinggi. Sebaliknya, pada orang yang mengalami hipertiroid
mengalami kebalikannya.

1
D. Saeful Hidayat Yusuf
BAB I
GANGGUAN KELENJAR THYROID 2

1.1 Latar Belakang


Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam.
Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada umumnya masih didominasi
oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA)
Gangguan akibat kekurangan yodium adalah suatu keadaaan yang sebetulnya
mudah sekali dicegah, tetapi masih menjadi masalah kesehatan paling tidak di 118
negara. Kurang lebih 1,6 miliar orang tinggal di daerah yang tanahnya tidak menyimpan
yodium, akibatnya sekitar 650 juta orang menderita gondok. Hampir separuh dari
penderita gangguan kelenjar tiroid ini menumpuk di daerah Asia, dan sekitar 20 juta
penderita tersebar di sebagian wilayah Indonesia termasuk diantaranya 240.000
penderita kretin. Menurut catatan American Association of Clinical Endocrinologist,
satu dari delapan wanita dengan usia antara 35-65 tahun mempunyai kelainan pada
tiroidnya. Semakin bertambah usia, kemungkinan terkena penyakit tiroid bertambah
besar. Jika dilihat dari jenis kelamin, wanita lebih cenderung terkena penyakit tiroid
dibandingkan dengan pria. Perbandingan wanita dengan pria bisa lebih dari delapan kali
lipat. Sehingga perlu perhatian khusus bagi para wanita khususnya yang masih berusia
produktif agar tidak sampai mengalami kekurangan yodium
Mineral yodium diperlukan untuk membuat hormon tiroid di kelenjar tiroid.
Yodium bersumber dari makanan dan air yang dikonsumsi setiap hari, jika makanan
yang dikonsumsi kekurangan atau kelebihan yodium maka akan menjadi masalah.
Hormon tiroid yang berlebihan dinamakan hipertiroid sedangkan kekurangan hormon
tiroid disebut hipotiroid.
1.2 Hormon Tiroid
2
D. Saeful Hidayat Yusuf dan Cindy Wan Yik Sin
1.3 Hormon T3 dan T4 , fungsi dan perannya
1.4 Mekanisme kerja Hormon T3 dan T4
1.5 Keluhan Gejala Hipertiroid
1.6 Keluhan Gejala Hipotiroid
BAB II
KELENJAR TIROID 3

2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh
manusia dengan ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm.
Kelenjar ini dapat ditemukan di bagian depan leher, sedikit di bawah laring, dan
menempel pada trakea di bawah laring.
Kelenjar Tiroid terdiri dari 2 lobus, sebelah kanan dan kiri. Keduanya
dihubungkan oleh suatu struktur yaitu ismus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pir.
Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan
parafolikuler.
Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon
disintesa. Kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri
tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri karotis eksternal
dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan
kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.
Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.saraf adrenergik berasal dari ganglia
servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretacheal fascia.
Lobus terletak disebelah kanan dari trakea diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang
melintasi trakea di sebelah depan. Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar
vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epitelium silinder, disatukan oleh jaringan ikat. Sel-
selnya mengeluarkan sera, cairan yang bersifat lekat yaitu; Koloidae tiroid yang
mengandung zat senyawa yodium dan dinamakan hormon tiroksin. Sekret ini mengisi

3
D. Saeful Hidayat Yusuf dan Cindy Wan Yik Sin
vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah baik langsung maupun melalui saluran
limfe.
Kelenjar tiroid (Glandula thyreoidea) pada orang dewasa beratnya kurang lebih
30 g, dengan dua lobus tepi dan lobus tengah yang sempit menangkup pada saluran
pernapasan (trakea) dekat sebelah bawah tulang rawan tiroid. Umumnya lobus tepi
kanan terbentuk lebih baik dari pada lobus tepi kiri. Disamping itu, dalam kira-kira 15%
kasus, didepan tulang rawan tiroid ditemukan suatu lobus ketiga disebut lobus piaramid.
Kelenjar tiroid terbagi dalam daerah lobus besar yang berbeda oleh septum
jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah. Jaringan kelenjar terdiri atas folikel,
yang dindingnya dibentuk oleh epitel satu lapis yang tertutup. Dibagian dalam terdapat
massa yang homogeny, koloid, yang mengandung hormon kelenjar tiroid.

2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid memfasilitasi pertumbuhan dan marturasi normal dengan 2 jenis
hormon utama yaitu tiroksin (thyroxine : T4 : L-3,5,30,50 - tetraiodothyronine) dan
triiodothyronine (T3IL-3,5,30 triiodothyronine). Keduanya tersusun oleh 2 residu tirosil
(tyrosyl) yang terikat melalui ikatan eter dan digantikan oleh 4 atau 3 residu yodium
(iodine). Kuantitatif terbanyak adalah T4 sebagai hormon utama dan sedikit T3. Tetapi
T3 merupakan hormon yang aktif biologis (potensi metabolik 3x daripada T4), dan T4
dianggap sebagai precursor atau prohormon, yang bila diperlukan dipecah di jaringan
untuk membentuk T3.
Folikel-folikel kelenjar tiroid berperan penting dalam pengaturan
(compartmentalizing) unsur-unsur yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid.
Tiroglobulin mengisi folikel-folikel, dan memicu sintesis hormon tiroid. Sel epitel
kelenjar tiroid mempunyai simporter yodium natrium (sodium-iodide symporter) di
membrane dasar yang memekatkan yodium sirkulasi dari darah. Di dalam sel yodium
segera diangkut ke lumen folikel.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui
2 cara, yaitu:
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu
elemen yang terdapat di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian
atas dan lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar
tiroid, sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian
menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah, yaitu :
1. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid,
hanya memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif,
yaitu triiodotironin (T3).
Fungsi utama T3 adalah mengatur metabolisme karbohidrat dan protein di dalam
semua sel. Karena itu perubahan T3 dapat mempengaruhi semua sistem organ tubuh
terutama kardiovaskular, saraf, imun, dan reproduksi. Tiroid mengatur pertumbuhan,
metabolisme, respirasi selular, penggunaan energi total, serta berperan penting pada
perkembangan dan diferensiasi jaringan. T3 juga dapat berinteraksi dengan dan
memodulasi kerja sistem hormon lain misalnya hormon-hormon pertumbuhan dan
steroid, substrat dan Vitamin.
Fungsi umum kelenjar tiroid adalah:
1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2. Mengatur penggunaan oksidasi
3. Mengatur pengeluaran karbondioksida
4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental

2.3 Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid


Di dalam kelenjar tiroid, hormon T3 dan T4 terikat kepada tiroglobulin
(thyroglobulin). Oleh bimbingan hormon pemicu tiroid (thyroid-stimulating hormone :
TSH) terjadi pengeluaran hormon T4 dengan sedikit T3 dan tiroglobulin. Pada keadaan
normal, ada varias diurnal TSH dengan meningkat 2-3x dari nilai dasar (baseline value)
pada pk lO-ll malam dan menurun pada pk lO-ll pagi. Sekresi TSH diatur oleh kadar
hormon tiroid yang beredar melalui mekanisme umpan balik negatif (negative-feedback
loop) dan hormon pelepas tirotropin yang dikeluarkan oleh hipotalamus (hypothalamic
thyrotropin-releasing hormone : TRH).
T4 diproduksi lebih banyak dan didapatkan di plasma dengan kadar lebih tinggi
daripada T3. Masa paruh T4 4-6 hari, sedangkan T3 hanya 1 hari. Sebagian besar (85%)
T4 terikat pada protein globulin pengikat tiroid (thyroid-binding globulin : TBG) dan
10-15% dengan pra albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding prealbumin : TBPA)
serta 5% dengan albumin. Sebagian kecil, kurang dari 1% dalam bentuk bebas tidak
terikat, freeT3 (fT 3 atau FT3) dan freeT4 (fT 4 atau FT4), yang merupakan fraksi aktif
biologis, umumnya tidak terpengaruh oleh kelainan protein pengikat tiroid. Hormon T4
terikat kuat dengan TBG, sedangkan T3 terikat kurang kuat kepada TBG tetapi lebih
kuat kepada TBPA dan albumin. Sebagian besar kadar T3 serum (> 75%) dihasilkan dari
konversi T4 di perifer. Pada penyakit nontiroid (nonthyroidal illness : NTI), konversi T4
menjadi T3 berkurang dan konversi menjadi reverse T3 (rT3) meningkat.
Ada 7 tahap pembentukan dan sekresi hormon tiroid, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan
dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.Pompa iodida ini bersifat
energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida
oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa
Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh
TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodide tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan
terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini
dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar
iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya
makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga
pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling)
sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen
tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui
iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam
tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung
T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin
serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian
iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh
TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease
yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinase MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membrane basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi
darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin
(TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam
keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan
TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon
bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah.
Pada seorang lansia yangmendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita penyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

2.4 Mekanisme Regulasi Hormon Tiroid


Kelenjar tiroid memproduksi hormone tiroid, yang akan disimpan sebagai residu
asam amino tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein yang menempati
sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.
Secara garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan konversi hormon
tiroid terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Ambilan (uptake) ion yodida (I-) oleh kelenjar.
Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida. Pada
keadaan normal kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2-0,4 μg/dL), tetapi
kelenjar tiroid mampu menyerap yodida cukup kuat. Hingga yodida dalam
kelenjar mencapai 2050 kali, bahkan bila kelenjar teransang mencapai 100 kali
dari kadar plasma. Mekanisme transport yodida ke kelanjar dihambat beberapa
ion, misalnya tiosianat dan perkolat. System transport yodida ini dipicu oleh
hormon tirotropin dari adenohipofisis (thyroid-stimulating hormone, TSH), yang
diatur oleh mekanisme autoregulasi. Karenanya bila simpanan yodium dikelenjar
rendah ambilan yodida akan dipicu dan sebaliknya pemberian yodida akan
menekan mekanisme diatas.
b. Oksidasi yodida dan yodinasi gugus tirosil pada tiroglobulin
Oksidasi yodida jadi bentuk aktifnya diperantarai tiroid peroksidase,
enzim yang mengandung heme, dan menggunakan H2O2 sebagai oksidan.Enzim
ini berada dimembran sel dan terkosentrasi dipermukaan paling atas dari
kelenjar.Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT) dan diyodotirosil
(DIT) dalam tiroglobulin, tepat sebelum penympanan ekstraselularnya di lumen
folikel kelenjar.Reaksi tersebut dirangsang TSH.
c. Penggabungan residu yoditirosin, a.I. menghasilkan yodotironin
Pembentukan tiroksin dan triyodotironin dari yodotirosin. Tahap
berikutnya, pembentukan triyodotironin dari residu monoyodotirosil dan
diyodotirosil.Reaksi oksidasi ini juga dikatalisis oleh enzim tiroid peroksidase.
Kecepatan pembentukan tiroksin dipengaruhi kadar TSH dan tersedianya yodida.
Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara jumlah tiroksin dan
triyodotironin yang terbentuk dalam kelenjar dan tersedianya jumlah yodida atau
kedua yodotirosin.
d. Resorbsi koloid tiroglobulin dari lumen kedalam sel
e. Proteolisis tiroglobulin dan pengeluaran dan sekresi tirosin (T4) dan
tiroyoditironin (T3) ke aliran darah
f. Recycling yodium diantara sel-sel tiroid melalui deyodinasi dari mono- dan
diyodotirosin dan penggunaan kembali ion yodida (I-)
Karena T3dan T4 disintesis dan disimpan sebagai bagian tiroglobulin,
maka untuk sekresinya diperlukan proses proteolysis. Proses ini dimulai dari
endositosis koloid dari lumen folikel pada permukaan sel, dengan bantuan
reseptor tiroglobulin, yakni megalin. Tiroglobulin harus dipecah dahulu menjadi
beberapa asam amino, agar hormone tiroid dapat dilepaskan proses ini dibantu
oleh TSH. Pada saat tiroglobulin terhidrolisis, monoyodotirosin dan
diyodotirosin juga dilepaskan tetapi berada dalam kelenjar. Sedangkan yodium
yang dilepaskan sebagai yodida akan bergabung lagi denga protein. Molekul
tiroglobulin dibentuk oleh 300 residu karbohidrat dan 5500 residu asam amino
dan hanya 2-5 diantaranya adalah T4, dengan demikian untuk melepaskan
hormone tiroid, molekul tiroglobulin harus dipecah menjadi gugus-gugus asam
amino. Mekanisme ini dipicu oleh hormone tirotropin.
g. Konversi T4 menjadi T3 dijaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid.
Pada keadaan normal produksi tirosin (T4) sehari antara 70-90 μg,
sedangkan triyodotironin (T3) 15-30 μg. meski T3 diproduksi kelenjar tiroid,
sekitar 80% T3 disirkulasi adalah hasil metabolism T4 yang terjadi memalui
sekuensial monodeyodinasi dijaringan perifer. Sebagian besar konversi T4
manjadi T3 diluar kelanjar, yakni terjadi dihati,. Karenanya bila tiroksin
diberikan pada pasien hipetiroid dengan dosis yang dapat menormalkan tiroksin
plasma, kadar T3 plasma juga akan mencapai normal.
Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan
dibuat di hipotalamus.TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-
kadang juga Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH).
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal
sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis
sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat
hipofisis.T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan
TRH. Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar
hormon tiroid. Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing
Hormone, yang menyebabkan kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH
merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dalam
darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH
dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah
berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.
Pada bagian ujung membran plasma sel epitel tiroid terdapat thyroid peroxidase
(TPO), yang mengkatalisis reaksi pembentukan hormon-hormon tiroid. Pertama, yodida
dioksidasi menjadi yodium, lalu yodinasi tirosin pada tiroglobulin menjadi
monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). Akhirnya TPO menggandengkan 2
molekul tirosin membentuk T3 dan atau T4. Peptida pengikat antar hormon tiroid dan
tiroglobulin kemudian dipecah secara enzimatik. Koloid mengandung hormon tiroid
diinternalisasi pada permukaan ujung sel-sel epitel tiroid. Lisosom, yang mengandung
enzim hidrolitik, menyatu dengan endosom dan melepaskan hormon tiroid bebas
berdilhsi ke dalam darah, bergabung dengan protein pengikat yang dihasilkan oleh hati
untuk diangkut ke jaringan lain. Reaksi ini bersifat mampu balik (reversible).
TSH, yang disekresi oleh hipofisis bagian depan (anterior pituitary gland),
mengatur sintesis dan sekresi hormon tiroid. Sebaliknya sekresi TSH diatur oleh TRH
dari hipotalamus. Pengendalian kadar hormon yang beredar diatur oleh lengkung umpan
balik negatif pada sumbu hipotalamus-hipof1sis-tiroid (H-P-T axis). Secara umum,
kadar hormon tiroid darah di atas kadar normal akan menghambat penglepasan TRH dan
TSH. Sebaliknya kadar yang rendah merangsang penglepasan TRH dan TSH. Kadar
TSH yang meningkat berkaitan dengan peningkatan proliferasi sel tiroid dan
perangsangan produksi T3 dan T4.
Enzim Tiroperoksidase (Thyroperoxidase :TPO) adalah salah satu enzim utama
yang disintesis di dalam retikulum endoplasmic tirosit dan mengoksidasi yodium
memfasilitasi pembentukan T3 dan T4. Yodium merupakan unsur penting hormon
tiroid, menyusun 65% dari berat T4 dan 58% dari berat T3. Di jaringan perifer misalnya
hati terjadi deyodinasi T4 yang menghasilkan T3 (2 yodium pada cincin dalam dan 1
yodium di cincin luar molekulnya) dan reverse T3 (rT3) (1 yodium pada cincin dalam
dan 2 yodium pada cincin luar molekulnya). rT3 ini tidak mempunyai keaktifan biologis.
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga
untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna.Baik T3 maupun T4
dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.

2.5 Gangguan Kelenjar Tiroid


2.5.1 Hipofungsi Tiroid
Hipotirodisme, bila hebat disebut miksedema, merupakan penyakit
gangguan tiroid yang paling umum. Hampir diseluruh dunia, hal ini disebabkan
karena defisiensi yodium; pada daerah non-endemik dimana yodium cukup
tersedia, umumnya disebabkan karena tiroiditis autoimumn yang kronik
(tiroiditis hashimoto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibody terhadap
peroksidase tiroid disirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar tiroglobulin yang
tinggi meski ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibody
terhadap reseptor TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme.
Hipotirodisme non-goiter umumnya berhubungan dengan degenerasi dan
atrofi kelenjar atau terjadi setelah operasi tiroid atau destruksi akibat yodium
radioaktif.Karena jenis hipotirodisme ini dapat terjadi sesudah penggunaan obat
antitiroid pada pasien pada penyakit Grave, ada pendapat bahwa keadaan ini
dapat merupakan fase akhir (end state) dari penyakit Grave (burnt-out Grave’s
disease).
Hipotirodisme dengan goiter terjadi pada tiroditis Hashimoto, atau bila
ada gangguan sintesis hormon tiroid yang hebat. Bila penyakit ini bersifat ringan,
gejala tidak nyata, sementara progresivitas penyakit dapat berjalan terus
akibatnya gejala yang timbul berlebihan.
Hipotiroid dapat dibedakan antara yang klinis jelas (overt) dan klinis
tidak jelas (subklinis). Hipotiroid subklinis didefinisikan sebagai keadaan dengan
kadar TSH meningkat ringan dan kadar fT 3 dan T4 normal disertai dengan
sedikit/ tanpa gejala klinis. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia
baik pada laki-laki maupun perempuan. Ada banyak variasinya tetapi sebagian
besar pasien dengan antibodi TPO positif dan akan berkembang menjadi
hipotiroid klinis.
Hipotiroid klinis (overt) atau tiroid kurang aktif merupakan kelainan
klinis yang paling umum, terbaik didefinisikan sebagai kadar TSH tinggi dan fT4
rendah dalam serum. Penyebab utamanya kadar yodium yang tidak cukup atau
asupan yodium rendah. Di daerah dengan asupan yodium cukup, penyebab
utama adalah tiroiditis Hashimoto, yaitu suatu penyakit otoimun disebabkan oleh
autoantibodi terhadap TPO. Penyebab lainnya penyakit otoimun lain dan radiasi.
Perempuan lebih banyak yang terkena.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibeda-kan hipotiroid primer dan
sekunder. Yang primer misalnya penyakit Hashimoto atau tiroiditis otoimun
kronis, pengang-katan kelenjar tiroid karena pembedahan, pengobatan tiroid
dengan yodium radio-aktif, radiasi eksternal, gangguan meta-bolisme yodium,
kelebihan atau keku-rangan yodium, limfoma kelenjar tiroid, tiroiditis pasca
partus, pengobatan (obat antitiroid, litium, interferon, atau bahan kimia penyebab
goiter (goitrogenic). Hipo-tiroid sekunder disebabkan penyakit hipofisis dan
hipotalamus.
Diperkirakan 1 dari 100 perempuan usia reproduktif mengalami
hipotiroid. Tanda dan gejala hipotiroid bervariasi berdasar-kan perseorangan,
penyebab dan lamanya. Hipotiroid klinis yang tidak diobati selama kehamilan
dapat meningkatkan kejadian anemia, hipertensi, preeklampsia, dan disfungsi
jantung pada ibu, serta abortus spontan, berat badan lahir rendah, kematian janin
atau lahir mati, dan mungkin gangguan perkembangan otak janin. Hipotiroid
berat maternal pada trimester kedua dapat menyebabkan gangguan neurologik
yang tidak dapat pulih (irreversible), sedangkan pada trimester ketiga gangguan
lebih ringan dan mungkin dapat dipulihkan sebagian.
Di Amerika Serikat penyebab terbanyak hipotiroid subklinis adalah
penyakit Hashimoto. Prevalensinya 1-10 % pada populasi dewasa, berjumlah
kira-kira 10 juta orang, terutama perempuan (prevalensi 20 % pada usia > 60
tahun). Pada 95 % kasus dengan tiroid otoimun dijumpai otoantibodi tiroid
TPOAb dan/atau antitiroglobulin. Pada 3-20 % tiroid otoimun berubah dari
subklinis menjadi overt, terutama bila dapat dideteksi TPOAb dan/atau
pembesaran tiroid (goiter).
2.5.2 Hiperfungsi
Tirotoksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meninggkatnya
hormone tiroid bebas dalam darah.Sindroma ini dapat disebabkan oleh berbagai
hal.Hipotirodisme adalah keadaan dimana produksi dan sekrsi hormone tiroid
meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid.Pada keadaan ini uptake yodium
oleh kelanjar meningkat, ini dibuktikan denga tes uptake yodium radioaktif
RAIU (radioactive iodine uptake) selama 24 jam. Sebaliknya pada radang atau
rentruksi kelenjar tiroid, RAIU 24 jam rendah. Yang disebut sebagai sublinical
hyperthyroidism adalah apabila adanya beberapa gejala hipotirodisme dengan
kadar TSH plasma yang rendah dengan kadar T3 dan T4 yang normal.
Pada destruksi kelenjar tiroid dsn tirotoksitosis akibat penggunaan
hormone tiroid eksogen akan didapat kadar RAIU yang rendah. Tirotoksitosis
dengan RAIU rendah akibat tiroiditis sub akut disertai rasa sakit dan tiroiditis
tanpa rasa sakit (silent) terjadi sekitar 5% sampai 20% dari seluruh kasus.
2.5.3 Kelainan hormon tiroid tanpa disertai gangguan klinis (eutiroid)
Kelainan kadar hormon tiroid dapat dijumpai pada keadaan klinis normal
(eutiroid). Penyebabnya adalah keadaan fisiologis normal atau terganggu atau
oleh pengaruh obat-obatan. Keadaan sindrom eutiroid sakit (“sick euthyroid
syndrome“) tersering diamati pada pasien rawat inap dengan penyakit bukan
tiroid (NTI). Sebanyak 13% dari pasien rawat inap dengan penyakit akut
mungkin menunjukkan nilai hormon tiroid tidak normal.
Pada kebanyakan pasien kelainan bersifat sementara dan akan kembali
normal setelah pulih dari penyakit akut. Sebagai respons akut terjadi penurunan
hormon tiroid terutama T3 karena hambatan proses deyodinasi T4 menjadi T3.
Hal ini merupakan respons fisiologik menurunkan penggunaan kalori dan
katabolisme protein, yang menguntungkan terutama pada pasien dengan status
gizi kurang baik, Contoh pada pasien dengan luka bakar atau trauma berat,
pembedahan, kanker lanjut, sirosis, gagal ginjal, infark miokard akut, demam
berkelanjutan, dan kekurangan kalori (malnutrisi, puasa, anorexia nervosa).
Selain itu juga mungkin terjadi hambatan sumbu hipofisis—tiroid yang
menurunkan kadar TSH, berkurangnya sekresi T4, konversi T4 menjadi T3 di
jaringan perifer, TBG, atau adanya hambatan pengikatan di sirkulasi. Sebaliknya
dilaporkan pula beberapa pasien mungkin memperlihatkan peningkatan kadar
TSH.14 Pada kedua keadaan tersebut kadar iT 4 normal. J adi perbedaan
(disparitas) kadar TSH dan iT 4 mungkin menunjukkan keadaan eutiroid. Hal
serupa dijumpai pula pada pasien dengan sakit psikiatrik akut seperti
schizophrenia, gangguan afektif utama, gangguan paranoid, dan psikosis atipis.
Secara khas kadar TSH meningkat disertai iT 4 normal atau meningkat. Yang
menarik, pengobatan kelenjar tiroid yang ditujukan untuk mengembalikan kadar
TSH dan iT 4 ke kadar normal, memperbaiki pula gejala psikiatriknya.

2.6 Jenis-jenis Obat dan Pemilihan Obat


2.6.1 Thyroid hormone replacement therapy
Tiroksin (Na-levotiroksin; L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk
replacement therapy pada hipotirodisme atau kretinisme, karena potensinya
konsisten dan lama kerjanya panjang.Absorbsinya di usus halus berfariasi dan
tidak lengkap. Beberapa obat dapat menghambat absorbs levotiroksin,
a.l.sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, Al(OH)3. Eskresi bilier dapat
meningkat bila diberikan bersama obat yang menginduksi sitokrom (CYP)),
seperti fenitoin, karbamazepin, dan rifampin.Pada keadaan ini perlu dipikirkan
penembahan dosis levotiroksin oral.Triyodotironin (Na-liotironin) dapat
digunaka bila diperlukan obat dengan mula kerja lebih cepat, missal pada koma
miksedema (meski jarang) atau untuk persiapan yodium radioaktif pada kanker
tiroid.
Dosis levotiroksin untuk replacement therapy 112 μg sebagai dosis
tunggal, untuk liotironin 50-75 μg dibagi dalam beberapa kali pemberian. Karena
massa paruh tiroksin panjang (7 hari), keadaan kadar mantap tercapai setelah
sekitar 5 minggu, karenanya reevaluasi terapi dengan mengukur kadar TSH
plasma sebaliknya dilakukan pada minggu –minggu ke 6-8 pengobatan. Tujuan
terapi ini untuk mencapai kisaran kadar TSH normal (0,5-5,0 μlU/mL), bila
terapi berlebihan akan terjadi supresi TSH sampai subnormal, dan dapat
menyebabkan asteoporosis dan disfungsi jantung. Pada pasien muda yang kurang
patuh minum obat, levotiroksin diberikan 1 kali seminggu, dosis harus yang
cukup aman dan efektif. Pasien usia lanjut diberikan dosis 25-50 μg sehari untuk
mencegah eksaserbasi penyakit jantung yang tidak terdiagnosi.
Ada 4 golongan penghambat sintesis hormone tiroid yaitu :
1. Antitiroid, yang menghambat sintesis hormone secara langsung.
2. Penghambat ion, yang memblok mekanisme transport yodida.
3. Yodium dengan kosentrasi tinggi, yang dapat mengurangi sintesis dan
pengeluaran hormon dan kelenjarnya
4. Yodium radioaktif, yang merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi.
2.6.2 Thioureas (Thionamides)
PTU dan methimazole memblokir sintesis hormon tiroid dengan
menghambat sistem enzim peroksidase tiroid, mencegah oksidasi iodida yang
terperangkap dan penggabungan selanjutnya menjadi iodotyrosin dan pada
akhirnya iodothyronin ("organifikasi"); dan dengan menghambat kopling MIT
dan DIT untuk membentuk T4 dan T3. PTU (tapi tidak methimazole) juga
menghambat konversi perifer T4 ke T3.
Dosis awal yang biasa termasuk PTU 300 sampai 600 mg setiap hari
(biasanya dalam tiga atau empat dosis terbagi) atau metimazol 30 sampai 60 mg
setiap hari diberikan dalam tiga dosis terbagi. Bukti ada bahwa kedua obat
tersebut bisa diberikan sebagai satu dosis harian.
Perbaikan gejala dan kelainan laboratorium harus terjadi dalam waktu 4
sampai 8 minggu, pada saat mana rejimen peregangan terhadap dosis
pemeliharaan dapat dimulai. Buat perubahan dosis setiap bulan karena T4 yang
diproduksi secara endogen akan mencapai konsentrasi steady-state baru dalam
interval ini. Dosis pemeliharaan rutin tipikal adalah PTU 50 sampai 300 mg dan
metimazol 5 sampai 30 mg. Lanjutkan terapi selama 12 sampai 24 bulan untuk
menginduksi remisi jangka panjang.
Pantau pasien setiap 6 sampai 12 bulan setelah pengampunan. Jika
kambuh terjadi, terapi alternatif dengan RAI lebih disukai daripada obat
antitiroid kedua, karena pengobatan selanjutnya cenderung menyebabkan remisi.
Reaksi merugikan ringan meliputi ruam maculopapular pruritus, artralgia,
demam, dan leukopenia sementara yang jinak (jumlah sel darah putih. <4000
/mm3). Thiourea alternatif dapat dicoba dalam situasi ini, namun kepekaan
silang terjadi pada ~ 50% pasien
Efek samping utama meliputi agranulocytosis (dengan demam, malaise,
radang gusi, infeksi orofaring, dan jumlah granulosit <250 / mm3), anemia
aplastik, sindroma mirip lupus, polymyositis, intoleransi intravena,
hepatotoksisitas, dan hipoprothrombinemia. Jika terjadi, agranulositosis biasanya
berkembang dalam 3 bulan pertama terapi; Pemantauan rutin tidak dianjurkan
karena onsetnya yang tiba-tiba. Karena risiko hepatotoksisitas serius, PTU tidak
boleh dianggap sebagai terapi lini pertama kecuali selama trimester pertama
kehamilan (bila risiko embrio yang diinduksi methimazole dapat melebihi
hepatotoksisitas yang diinduksi oleh PTU), intoleransi terhadap metimazol, dan
badai tiroid.
2.6.3 Iodides
Iodida secara akut menghambat pelepasan hormon tiroid, menghambat
biosintesis hormon tiroid dengan mengganggu penggunaan iodida intratiroid, dan
menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.
Perbaikan gejala terjadi dalam waktu 2 sampai 7 hari setelah memulai
terapi, dan konsentrasi serum T4 dan T3 dapat dikurangi selama beberapa
minggu.
Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk mempersiapkan
pasien dengan penyakit Graves untuk operasi, untuk secara akut menghambat
pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan eutiroid pada
pasien tirotoksik dengan dekompensasi jantung, atau untuk menghambat
pelepasan hormon tiroid setelah terapi RAI.
Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38 mg iodida per
tetes) atau sebagai larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes.
Khas dosis awal SSKI adalah 3 sampai 10 tetes setiap hari (120-400 mg)
dalam air atau jus. Saat digunakan untuk mempersiapkan pasien untuk operasi,
harus diberikan 7 sampai 14 hari sebelum operasi.
Sebagai tambahan untuk RAI, SSKI tidak boleh digunakan sebelumnya
namun lebih 3 sampai 7 hari setelah pengobatan RAI sehingga RAI dapat
berkonsentrasi dalam tiroid.
Efek samping meliputi reaksi hipersensitivitas (ruam kulit, demam obat,
rinitis, konjungtivitis), pembengkakan kelenjar ludah, "iodisme" (rasa logam,
mulut terbakar dan tenggorokan, sakit gigi dan gusi, gejala kepala dingin, dan
kadang sakit perut dan diare. ), dan ginekomastia.
2.6.4 Adrenergic β-Blocker
β-Bloker digunakan untuk memperbaiki gejala tirotoksik seperti palpitasi,
kegelisahan, tremor, dan intoleransi panas. Mereka tidak berpengaruh pada
tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak mengurangi TSAb atau
mencegah thyroid storm. Propranolol dan nadolol secara parsial memblokir
konversi T4 ke T3, namun kontribusi ini terhadap keseluruhan efeknya kecil.
β-Bloker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat
antitiroid, RAI, atau iodida saat merawat penyakit Graves atau nodul beracun;
dalam persiapan untuk operasi; atau badai tiroid. Satu-satunya kondisi dimana
βblocker adalah terapi utama untuk tirotoksikosis adalah yang terkait dengan
tiroiditis.
Dosis propranolol yang dibutuhkan untuk menghilangkan gejala
adrenergik bervariasi, namun dosis awal 20 sampai 40 mg secara oral empat kali
sehari efektif untuk kebanyakan pasien (denyut jantung <90 denyut / menit).
Pasien yang lebih muda atau lebih beracun mungkin memerlukan 240 sampai
480 mg / hari.
β-Bloker dikontraindikasikan pada gagal jantung dekompensasi kecuali
jika disebabkan hanya oleh takikardia (keluaran tinggi). Kontraindikasi lainnya
adalah sinus bradikardia, terapi bersamaan dengan inhibitor monoamine oxidase
atau antidepresan trisiklik, dan pasien dengan hipoglikemia spontan. Efek
sampingnya meliputi mual, muntah, kegelisahan, insomnia, sakit kepala ringan,
bradikardia, dan gangguan hematologi. Simpatolitik sentralisasi aksi (misalnya,
klonidin) dan antagonis saluran kalsium (misalnya diltiazem) mungkin berguna
untuk pengendalian gejala saat kontraindikasi terhadap β-blokade ada.
2.7.5 Radioactive Iodine
Sodium iodide-131 adalah cairan oral yang berkonsentrasi pada tiroid dan
pada awalnya mengganggu sintesis hormon dengan memasukkan hormon tiroid
dan tiroglobulin. Selama beberapa minggu, folikel yang telah naik RAI dan
folikel sekitarnya mengembangkan bukti nekrosis seluler dan fibrosis jaringan
interstisial.
RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Graves, nodul otonom beracun,
dan penghisap multinodular beracun. Kehamilan merupakan kontraindikasi
mutlak penggunaan RAI. β-Blocker adalah terapi tambahan utama untuk RAI
karena dapat diberikan kapan saja tanpa mengurangi terapi RAI. Pasien dengan
penyakit jantung dan pasien lansia sering diobati dengan thionamides sebelum
ablasi RAI karena kadar hormon tiroid meningkat sementara setelah pengobatan
RAI karena pelepasan hormon tiroid.
Obat antitiroid tidak rutin digunakan setelah RAI karena penggunaannya
dikaitkan dengan kejadian kambuhan posttreatment yang lebih tinggi atau
hipertiroidisme persisten. Jika iodida diberikan, mereka harus diberi 3 sampai 7
hari setelah RAI untuk mencegah gangguan pada serapan RAI pada kelenjar
tiroid.
Tujuan terapi adalah untuk menghancurkan sel tiroid yang terlalu aktif,
dan dosis tunggal 4000 sampai 8000 rad menghasilkan keadaan eutiroid pada
60% pasien pada usia 6 bulan atau lebih cepat. Dosis kedua RAI harus diberikan
6 bulan setelah pengobatan RAI pertama jika pasien tetap hipertiroid.
Hipotiroidisme biasanya terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun
setelah RAI. Efek samping akut dan jangka pendek meliputi nyeri tekan tiroid
ringan dan disfagia. Tindak lanjut jangka panjang belum menunjukkan
peningkatan risiko pengembangan karsinoma tiroid, leukemia, atau cacat
bawaan.
DAFTAR PUSTAKA

Glinoer D. 1990. Regulation of mater nal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol
Metab; 71: 276.
Guyton, Arthur C. 2008. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Magner JA. 1990. Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and
bioactivity. Endocr Rev; 11:354.
Mutschler, Ernst. 2010. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi Kelima.
Penerbit ITB; Bandung.327, 328, 329, 335.
Mycek, Marry J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widia Medika, Jakarta; 329-
331.
Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009. Biologi Kelas XI untuk SMA
dan MA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 386.
Rochmah, S. N., Sri Widayati, M. Miah. 2009. Biologi: SMA dan MA Kelas XI. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 346.
Roezan A, Munir M, Soepardi E, Soewito. Kurikulum Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala
Leher.Perhati. 1997. hal. 99.
Sulistia Gan Gunawan. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 5. Departemen
Farmakologi dan terapeutik. Fakultas Kedoktera – Universitas Indonesia. Jakarta.
2007. 433 – 443.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC,2001.
Wall JR. 1987. Autoimmune Thyroid Disease. Endocrinol Metab Clin North Am; 229:1.
Dipiro. JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
Dipiro, Cecily V., Barbara G. Wells, Joseph T DiPiro, and Terry L. Schwinghammer.
2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Ed. United States: McGraw-Hill
Education.
Kemenkes RI. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI 2442-7659.

Anda mungkin juga menyukai