Anda di halaman 1dari 36

MODIFIKASI PORI HIDROKSIAPATIT DARI TULANG

IKAN ALU-ALU (Sphyraena barracuda)

MUHAMMAD WAHYU HIDAYAT

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRAK

MUHAMMAD WAHYU HIDAYAT. Modifikasi Pori Hidroksiapatit dari Tulang


Ikan Alu-alu (Sphyraena barracuda). Dibimbing oleh IRMA HERAWATI
SUPARTO dan SARYATI.

Hidroksiapatit (HAp) ialah biomaterial penting yang digunakan dalam


implantasi biomedis. Penelitian HAp berpori saat ini banyak dikembangkan
terutama membuat luas permukaan pori yang besar agar sifat osteokonduktivitas
dan kekuatan adsorbsinya menjadi sangat baik. Sumber HAp dapat berasal dari
tulang ikan karena mempunyai kadar kalsium dan fosforus yang cukup tinggi
dalam bentuk mineral apatit. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini ialah
memodifikasi HAp berpori dari tulang ikan alu-alu (Sphyraena barracuda)
dengan menambahkan porogen pati. HAp dibentuk dengan pemanasan pada suhu
500, 750, 1000, 1250, 1300, dan 1350 ºC. Konsentrasi pati yang digunakan
sebagai porogen ialah 5, 10, 20, 40, dan 60% b/b. Hasil pola difraksi sinar-X
menunjukkan sudah terdapat fase HAp pada tepung tulang ikan, namun
kristalinitasnya masih rendah dan masih terdapat fase-fase lain selain HAp. Fase
HAp dengan kristalinitas yang baik terbentuk pada suhu 750–1250 ºC.
Berdasarkan analisis fotoelektron mikroskop, pori dengan keseragaman yang baik
(2.38–3.28 µm) dihasilkan dari modifikasi menggunakan material tulang ikan
dengan konsentrasi pati 10%.

Kata kunci : hidroksiapatit (HAp), tulang ikan, modifikasi pori, pati

ABSTRACT

MUHAMMAD WAHYU HIDAYAT. Modification of Hidroxyapatite Pores by


Using Alu-alu (Sphyraena barracuda) Fish Bone. Supervised by IRMA
HERAWATI SUPARTO and SARYATI.

Hydroxyapatite (HAp) is an important material used in biomedical


implants. Currently, porous HAp is widely explored. Large pores surface improve
osteoconductivity and adsorption strength. Fish bone can be used as source of
HAp since it has high level of calcium and phosphorus in the form of mineral
apatite. Therefore, the objective of this study was to modify porous Hap from alu-
alu (Sphyraena barracuda) fish bone with starch as the porogen. HAp was formed
at temperature of 500, 750, 1000, 1250, 1300, and 1350 ºC. cConcentrations of
starch used for porogen were 5, 10, 20, 40, and 60% w/w. X-ray diffraction
pattern indicated that HAp was formed in the initial powder fish bone but it had
low crystalinity and some impurities. HAp phases with good crystallinity were
formed at temperatures of 750–1250 ºC. Electron microscope photographs
showed pores with good uniformity was exhibited in the modification using fish
bone material with starch concentration of 10%; the sizes were 2.38-3.28 μm.

Keyword: hydroxyapatite (HAp), fishbone, pore modification, starch


MODIFIKASI PORI HIDROKSIAPATIT DARI TULANG
IKAN ALU-ALU (Sphyraena barracuda)

MUHAMMAD WAHYU HIDAYAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Modifikasi pori Hidroksiapatit dari Tulang Ikan Alu-alu (Sphyraena
barracuda)
Nama : Muhammad Wahyu Hidayat
NIM : G44080047

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr dr Irma Herawati Suparto, M S Dra Saryati


NIP 19581123 198603 2 002 NIP 19480715 197511 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, M S


NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2012 yang bertempat di
Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB) serta
Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN-BATAN) Serpong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr dr Irma
Herawati Suparto, MS selaku pembimbing satu, Ibu Dra Saryati selaku
pembimbing kedua dan Bapak Sulistioso Giat Sukaryo, MT atas petunjuk dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Syawal, Bapak Caca, Bapak Mul,
dan Mba Nurul yang telah membantu penulis dalam pemakaian alat dan bahan di
Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA IPB.
Ungkapan terima kasih kepada Ibu, Bapak, dan adikku dan seluruh keluarga
atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Vanny, Siti
Hapsah, dan teman-teman seperjuangan kimia angkatan 45 serta teman-teman
kontrakan yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan dalam
menyusun karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Juni 2012

Muhammad Wahyu Hidayat


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1990 dari ayah Slamet
Effendi dan ibu Wahyuni Latifah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 1996, penulis menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Pagi
Jakarta Timur yang selanjutnya pada tahun 1998 berpindah tempat ke SDN
Peneket Kebumen Jawa Tengah. Pendidikan SD selesai pada tahun 2002 dan pada
tahun 2005 menyelesaikan sekolahnya di MTsN 20 Jakarta Timur. Tahun 2008,
penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 89 Jakarta Timur dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Rajawali
Hyoto Bandung yang bergerak dalam bidang industri cat pada bulan Juli sampai
Agustus 2011.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
METODE ....................................................................................................................................... 3
Bahan dan Alat .....................................................................................................3
Lingkup Kerja.......................................................................................................3
Preparasi dan Pemanasan Tulang Ikan .................................................................3
Uji Kadar Kalsium dan Fosfor .............................................................................3
Modifikasi Pori HAp Menggunakan Pati sebagai Porogen ..................................3
Analisis Perubahan Fase dengan Differential Thermal Analysis ........................3

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 3


Tulang Ikan ...........................................................................................................3
Pembentukan Hidroksiapatit ................................................................................5
Modifikasi Pori .....................................................................................................7

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 5


Simpulan ...............................................................................................................5
Saran .....................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9


LAMPIRAN ................................................................................................................................ 11
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rendemen tulang ikan setelah pemanasan pada berbagai suhu. ......................... 5


2 Ukuran pori yang dihasilkan setelah modifikasi menggunakan pati................... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). ........................................ 3


2 Kurva differential thermal analysis tulang ikan alu-alu. .................................... 4
3 Pola difraksi sinar-X tulang ikan alu-alu awal. ................................................... 4
4 Pola difraksi sinar-X tulang ikan pada berbagai suhu. ........................................ 5
5 Pola difraksi sinar-X HAp tulang ikan alu-alu dengan HAp komersil. .............. 6
6 Pola difraksi sinar-X tulang ikan suhu 750ºC 3 jam dan 6 jam. ......................... 6
7 Foto SEM HAp tulang ikan alu-alu.. .................................................................. 6
8 Perbandingan foto SEM HAp komersil dan HAp hasil modifikasi pori .. ........ 8
9 Pola difraksi sinar-X HAp hasil modifikasi pori menggunakan tulang ikan
dengan pati 10%. ................................................................................................ 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ......................................................................................... 13


2 Data JCPDS....................................................................................................... 14
3 Data analisis hasil XRD .....................................................................................16
4 Perhitungan kadar kalsium dan fosfor............................................................... 25
5 Foto SEM HAp hasil modifikasi pori ............................................................... 26
6 Contoh perhitungan ukuran pori ....................................................................... 27
7 Gambar tulang ikan alu-alu ............................................................................... 28
PENDAHULUAN penghilangan porogen volatil ini terjadi secara
fisik seperti vaporasi dan sublimasi. Pori yang
Hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia terbentuk biasanya mendekati makropori
Ca10(PO4)6(OH)2 adalah salah satu komponen dengan variasi ukuran pori 0,1 – 5000 µm
anorganik yang merupakan jaringan keras (Aoki et al. 2004). Lyckfeldt & Ferreira
pada jaringan hidup seperti tulang dan gigi (1998) menyebutkan bahwa pori yang
(Afshar et al. 2003). HAp ialah material terbentuk dari pati kentang sebagai porogen
penting yang banyak digunakan dalam HAp sekitar 10 – 80 µm. Beberapa penelitian
implantasi biomedis untuk jaringan tulang menyebutkan bahwa pada pori 200 – 250 µm,
karena memiliki sifat biokompatibilitas yang osteoblas berkolonisasi pada pori,
tinggi. HAp ini dapat berikatan kuat dengan fibrovaskular mulai tumbuh dan akhirnya
tulang, membentuk lapisan pada permukaan membentuk tulang yang baru (Schuth et al.
jaringan tulang, dan mempercepat 2002).
pembentukan tulang pada permukaan yang Penelitian sebelumnya mengenai HAp
diimplantasi (Pang & Zhitomirsky 2005, berpori telah dilakukan oleh Romawarni
Maachou et al. 2008). (2011) menggunakan bahan dasar cangkang
Saat ini telah banyak dilakukan penelitian telur. Akan tetapi, pori yang dihasilkan masih
sintesis HAp berpori yang digunakan dalam terlalu kecil, yaitu sekitar 1 µm. Sintesis HAp
aplikasi biomedis, yaitu untuk regenerasi juga bisa dilakukan menggunakan bahan dasar
jaringan tulang, proliferasi sel, dan penyalut lain, yaitu tulang sapi (Bahrololoom et al.
obat. HAp berpori digunakan dalam rekayasa 2009), cangkang kerang (Zhang &Vecchio
jaringan tulang sebagai bahan pengisi untuk 2005), dan tulang ikan (Prabakaran &
cacat tulang dan augmentasi, materi graft Rajeswari 2006). Sumber HAp yang akan
tulang buatan, dan operasi revisi prostesis. dilakukan dalam penelitian ini berasal dari
Luas permukaan yang besar pada HAp berpori tulang ikan. Tulang ikan merupakan bahan
menyebabkan sifat osteokonduktivitas dan dasar keramik murah yang potensial di masa
kekuatan adsorbsinya menjadi sangat baik depan karena bersumber dari sampah
sehingga pertumbuhan jaringan tulang baru pengolahan ikan (Suzuki & Ozawa 2002),
menjadi semakin cepat (Sopyan et al. 2007). mengingat makin maraknya restoran-restoran
Banyak sekali manfaat dari HAp berpori, Jepang di Indonesia. Menurut Kartono dan
yaitu diantaranya dapat digunakan untuk Soekatri (2004), ikan dan makanan sumber
melapisi logam pen. Material ini memiliki laut mengandung kalsium lebih banyak
sifat biokompatibilitas yang tinggi pada dibanding daging sapi maupun ayam.
jaringan manusia karena komposisinya mirip Beberapa literatur menyebutkan tulang ikan
dengan material tulang (Sopyan et al. 2007). sejenis lele mengandung 36.17% kalsium dan
Jaringan tulang akan tumbuh dalam pori HAp 18.30% fosfor, sedangkan tulang ayam
secara perlahan setelah proses implantasi mengandung 35.6% kalsium dan tulang sapi
(Khosino et al. 2001). Pori minimum yang mengandung 35.38% (Orban & Roland 1992).
dibutuhkan untuk pertumbuhan pada jaringan Tulang ikan juga sudah merupakan mineral
tulang sekitar 100 – 150 µm pada makropori apatit dan kandungan fosfor di dalamnya
(Sopyan et al. 2007). Osteokonduksi masih diharapkan menghasilkan HAp lebih murni.
bisa terjadi pada pori kecil, yaitu 50 µm Hal ini menguntungkan karena tidak
(Chang et al. 2000). Faktor suhu juga sangat diperlukan penambahan fosfor dari luar
berpengaruh terhadap kemurnian HAp dan sehingga menjadi lebih ekonomis. Tulang
pori yang dihasilkan (Juraida et al. 2001). ikan yang digunakan dalam penelitian ini,
Porogen yang akan digunakan untuk yaitu tulang ikan alu-alu (Sphyraena
memodifikasi pori Hap adalah pati. Al- barracuda) yang merupakan jenis ikan laut.
Sokanee et al (2009) telah berhasil Proses pembuatan HAp dari tulang ikan
menggunakan pati sebagai porogen. HAp sejenis lele pada pemanasan suhu tinggi, yaitu
berpori dengan pati berhasil dilakukan pada 1100 ºC menghasilkan HAp dengan sifat yang
HAp yang berasal dari tulang sapi untuk baik dan sedikit pengotor (Juraida et al. 2001).
pembuatan pori scaffold pada aplikasi Pemanasan yang dilakukan pada penelitian ini
biomedis. Penggunaan pati sebagai porogen dilakukan pada berbagai suhu berkisar antara
diharapkan dapat memodifikasi pori HAp 500 – 1350 ºC. Pemanasan ini dilakukan
menjadi ukuran yang diharapkan. untuk mencari suhu optimum untuk
Pembentukan struktur pori dengan porogen memperoleh HAp dengan kristalinitas yang
partikel volatil yang akan hilang dengan baik. Pemanasan juga dilanjutkan hingga suhu
pemanasan pada proses sintering. Proses 1350 ºC untuk membuktikan munculnya
trikalsium fosfat (TCP) yang merupakan fase menggunakan XRD dan SEM untuk analisis
lain dari HAp pada pemanasan tulang ikan HAp yang terbentuk dan kristalinitas. Hasil
pada suhu 1300 ºC (Ozawa & Suzuki 2002). yang diperoleh dibandingkan dengan HAp
Penelitian ini bertujuan untuk komersil dan data standar HAp pada Joint
memodifikasi pori HAp dari ikan alu-alu Committee on Powder Diffraction Standards
(Sphyraena barracuda) dengan menggunakan (JCPDS).
variasi suhu dan variasi konsentrasi porogen
pati. Hasil penggunaan tulang ikan sebagai Uji Kadar Kalsium dan Fosfor (BPT 2005)
bahan dasar biomaterial HAp diharapkan
Sebanyak 0.2500 g contoh yang telah
memberi manfaat tambahan untuk bidang
dihaluskan ke dalam labu takar volume 100
biomedis dan dapat meningkatkan nilai
mL, kemudian ditambahkan 10 mL HCl 25 %
ekonominya.
dengan pipet volume 10 mL. Sampel
dipanaskan pada plat penangas sampai larut
METODE sempurna dan dididihkan selama 15 menit.
Larutan tersebut diencerkan dengan air bebas
Bahan dan Alat ion dan setelah dingin volume ditepatkan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan sampai tanda tera 100 mL, kemudian dikocok
kaca, mortar, kikir, sonikator, tanur, alat bolak balik dengan tangan sampai homogen
kompaksi, plat penangas, vorteks, dan disaring untuk mendapatkan ekstrak
spektroftometer UV-Vis, x-ray diffraction jernih.
(XRD), scanning electron microscope (SEM), Kadar Ca diukur menggunakan metode
mikroskop optik, differential thermal analyzer SSA, yaitu sebanyak 1 mL ekstrak total
(DTA), dan spektroskopi serapan atom (SSA). dipipet ke dalam tabung dan ditambahkan 9
Bahan-bahan yang digunakan adalah ml air bebas ion. Sebanyak 1 mL larutan
tulang ikan alu-alu (Sphyraena barracuda), LaCl3 25000 ppm ditambahkan masing-
HAp komersial dari MERCK dan Taihe, pati masing ke dalam 10 mL ekstrak encer dan
singkong, aseton, HCl 25%, LaCl3, amonium deret standar Ca (0, 2.5, 5, 10, 15, 20, dan 25
molibdat 0.1%, dan amonium vanadat 0.5%, ppm), dikocok sampai homogen dengan
dan air bebas ion. vorteks. Selanjutnya diukur dengan SSA.
Kadar fosfor ditentukan sebagai fosfat
Lingkup Kerja diukur secara spektrometri dari senyawa
kompleks (berwarna kuning) yang terbentuk
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. hasil reaksi dari ortofosfat dengan amonium
Tahap pertama preparasi dan pemanasan molibdat dan vanadat. Sebanyak 1 mL ekstrak
tulang ikan, serta uji kadar kalsium dan fosfor. jernih atau filtrat diambil dan dibuat deret
Tahap kedua adalah modifikasi pori HAp standar P ( 0, 50, 100, 200, 300, 400, dan 500
menggunakan pati sebagai porogen. Tahap ppm) masing-masing ke dalam tabung reaksi.
ketiga adalah analisis perubahan fase dengan Selanjutnya ditambahkan masing-masing 9
differential thermal analysis (DTA). Diagram ml pereaksi campuran (amonium molibdat
alir penelitian pada Lampiran 1. 0.1% dan amonium vanadat 0.5%), kocok
hingga homogen dengan vorteks. Pengukuran
Preparasi dan Pemanasan Tulang Ikan spektrofotometer pada panjang gelombang
466 nm dengan deret standar P sebagai
Tulang ikan alu alu diperoleh dari Jalan pembanding.
Pasar Ikan 14440 Jakarta Utara. Tulang ikan
dibersihkan dan direbus sampai bersih dari
Modifikasi Pori HAp dengan Porogen Pati
daging yang masih tersisa, kemudian tulang
(modifikasi Al-Sokanee et al. 2009)
ikan dipotong per ruas. Tulang ikan yang telah
bersih direndam menggunakan aseton dengan Serbuk pati digunakan sebagai porogen
disonikasi selama 1 jam dan dikeringkan pada dengan mencampurkan HAp yang telah
suhu ruang. Tulang ikan yang telah kering dibentuk pada suhu terendah. Pati
diberi perlakuan terhadap suhu yang berbeda, ditambahkan dengan perbandingan jumlah
yaitu suhu ruang (tanpa pemanasan) dan pati 5%, 10%, 20%, 40%, dan 60% b/b
dipanaskan pada suhu 500 °C, 750 °C, 1000 terhadap 1.5 g HAp. Campuran serbuk
°C, 1250 °C, 1300 °C, dan 1350 °C selama 3 tersebut selanjutnya dibuat pelet
jam sehingga diperoleh serbuk tulang ikan menggunakan mesin kompaksi dengan
yang berwarna putih. Serbuk tulang ikan tekanan 4000 psi, dan dipanaskan pada suhu
selanjutnya dilakukan analisis pencirian 600 ºC selama 2 jam untuk menghilangkan
pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada tinggi agar menghasilkan kristal yang semakin
suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori baik.
yang telah termodifikasi. Struktur pori Penelitian ini menggunakan tulang ikan
selanjutnya diamati menggunakan SEM. laut alu-alu untuk menghasilkan HAp.
Perlakuan di atas dilakukan juga pada Klasifikasi ikan alu-alu adalah filum Pisces,
sampel yang masih berbentuk tulang ikan kelas Actinopterygii, ordo Perciformes,
(belum dipanaskan). Setelah dipanaskan subordo Scombroidei, family Sphyraenidae,
selama 2 jam pada suhu 600 ºC, maka genus Sphyraena, spesies Sphyraena
pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC barracuda (Luna & Susan 2010). Gambar 1
untuk meningkatkan matriks pori yang telah menunjukkan bentuk ikan alu alu.
termodifikasi. Struktur pori selanjutnya
diamati menggunakan SEM. Komposisi
dengan hasil pori terbaik diuji fasenya
menggunakan XRD.

Analisis Perubahan Fase dengan


Differential Thermal Analysis Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena
barracuda) (www.fda.gov).
Serbuk tulang ikan sebelum perlakuan
pemanasan ditimbang sebanyak 2 g dan Ikan ini memiliki nama umum great
dimasukkan ke dalam sample holder. barracuda, sedangkan nama lokalnya di
Kemudian alat dijalankan dengan laju Indonesia adalah alu-alu (Jawa). Ikan alu-alu
kenaikan suhu pemanas DTA pada 10 ºC per termasuk dalam ikan pelagis besar yang
menit. Suhu pada saat awal mulai dari 0 ºC memiliki dimensi panjang total 90 – 120 cm
dan suhu akhir pada 800 ºC. Perbedaan suhu dan panjang maksimum hingga 180 – 200 cm
yang terjadi direkam selama proses (Mojeta 1992) dengan berat maksimum 48 kg
pemanasan dan pendinginan. Lalu ditampilkan (106 lbs) (Bailey et al. 2001). Kadar Ca pada
dalam bentuk kurva entalpi. Kurva DTA dapat tulang ikan ini ditentukan menggunakan SSA
menangkap transformasi saat penyerapan dan diperoleh dalam bentuk CaO, yaitu
ataupun pelepasan panas. DTA membantu 59.11%. Kadar P ditentukan menggunakan
memahami hasil XRD, analisis kimia, dan spektometri dari senyawa komplek dan
mikroskopis. terukur sebagai P2O5 sebesar 44.20%,
sehingga kadar yang terukur pada tulang ikan
alu-alu setelah konversi, yaitu Ca sebesar
HASIL DAN PEMBAHASAN 42.22% dan kadar P sebesar 9.63% (Lampiran
4). Kadar Ca dan P yang didapatkan dari
Tulang Ikan tulang ikan alu-alu ini lebih tinggi dari yang
diperoleh Boutinguiza et al. (2012)
Tulang ikan merupakan bahan mineral menggunakan ikan tuna dengan kandungan
alami yang bisa digunakan sebagai material Ca, yaitu 41.75 % dan kadar P sebesar 17.45
pembentuk HAp. Hidroksiapatit dibentuk dari %, sedangkan tulang ikan sejenis lele
proses pemanasan pada material tulang ikan mengandung 36.17% Ca dan 18.30% P
(Prabakan et al. 2006), hal ini merupakan (Orband & Roland 1992), dan 37.60% Ca,
suatu metode sederhana dan murah yang bisa 18.70% P pada beberapa spesies ikan yang
dilakukan sehingga diharapkan meningkatkan dikoleksi dari limbah seafood di Jepang
nilai ekonomi dari tulang ikan. Selain unsur (Ozawa & Suzuki 2002).
Ca dan P, tulang ikan juga mengandung unsur Gambar 2 menunjukkan hasil dari DTA
Na, Mg, K, Sr (Boutinguiza et al 2012, Ozawa serbuk tulang ikan. DTA merupakan analisis
& Suzuki 2002). Berdasarkan kandungan termal yang mengukur perbedaan temperatur
yang dimiliki tulang ikan maka HAp bisa antara sampel yang akan diukur dan material
terbentuk oleh proses pemanasan pada suhu inert sebagai referensi. Sampel dan material
4

Gambar 2 Kurva differential thermal analysis tulang ikan alu-alu.

referensi dipanaskan dalam satu dapur yang gelas karena kurva yang terbentuk hanya
berisi lingkungan gas yang telah merupakan garis yang bergerak linear
distandarisasi. Perbedaan temperatur yang terhadap suhu pemanasan.
terjadi direkam selama proses pemanasan dan Hasil difraksi sinar-x terhadap tulang ikan
pendinginan. Lalu ditampilkan dalam bentuk sebelum pemanasan ditunjukan pada Gambar
kurva entalpi. Kurva DTA dapat menangkap 3.
transformasi saat penyerapan ataupun
pelepasan panas. Kurva DTA merupakan
kurva perbedaan temperatur antara sampel
dengan referensi terhadap waktu (Klančnik
2010).
Hasil tersebut menggambarkan bahwa
pada proses pemanasan tulang ikan alu-alu
dari suhu 0 – 800 ºC, tulang ikan kehilangan
bobot secara perlahan dari suhu 0 – 200 ºC
yang menggambarkan hilangnya air. Pada
suhu 200 – 300 ºC, kehilangan sedikit berat
yang mungkin disebabkan karena hilangnya
komponen gabungan antara air dan organik.
Kehilangan bobot secara drastis pada suhu
300 – 500 ºC, selanjutnya terus turun secara Gambar 3 Pola difraksi sinar-X tulang ikan
periodik sampai suhu 800 ºC. Hal ini alu-alu awal.
mengambarkan bahwa banyaknya komponen Terdapat empat fase yang terkandung pada
organik pada tulang ikan seperti kolagen, tulang ikan awal, yaitu apatit karbonat tipe A
jaringan lemak dan protein yang berasosiasi (AKA) dengan rumus molekul
dengan tulang yang menghilang pada suhu (Ca10(PO4)6(CO3)2), apatit karbonat tipe B
pemanasan 300 – 500 ºC. Hilangnya sedikit (AKB) dengan rumus molekul
berat pada suhu 600 – 800 ºC menggambarkan (Ca10(PO4)3(CO3)3 (OH)2), dan okta kalsium
proses dekomposisi fase karbonat pada tulang fosfat (OKF) dengan rumus moleul
yang berubah menjadi karbonat apatit (Al- (Ca8H2(PO4)6.5H2O). Fase tersebut muncul
Sokanee et al. 2009). Kurva DTA yang karena kandungan tulang ikan awal sudah
dihasilkan ini tidak bisa menggambarkan suhu merupakan mineral apatit dengan kristalinitas
titik leleh, suhu titik uap, dan suhu transisi yang rendah (Ozawa & Suzuki 2002).
5

Pembentukan Hidroksiapatit menimbulkan fase trikalsium fosfat (TCP)


yang muncul pada sudut 2θ 27.825º; 31.022º,
Hidroksiapatit (HAp) dalam penelitian ini dan 34.381º, serta muncul fase AKB pada
dibentuk dengan memanaskan tulang ikan sudut 49.552º (Lampiran 3f). Suhu 1350 ºC
pada variasi suhu 500, 750, 1000, 1250, 1300, juga muncul fase TCP pada sudut 2θ 21.865º
dan 1350 ºC selama 3 jam. Variasi suhu ini dan 31.184º, fase AKB juga masih terlihat
dilakukan untuk mengkarakterisasi suhu pada sudut 2θ 49.606º (Lampiran 3g). Hal ini
pembentukan HAp murni dan sedikit sesuai dengan pernyataan Ozawa & Suzuki
pengotor. Hasil rendemen tulang ikan setelah (2002) yang mengungkapkan bahwa fase TCP
proses pemanasan pada berbagai suhu dapat akan muncul pada pemanasan suhu 1300 ºC.
dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis XRD dari tulang ikan
dengan berbagai suhu dapat dilihat pada
Tabel 1 Rendemen tulang ikan setelah Gambar 4.
pemanasan pada berbagai suhu.

Suhu (ºC) Rendemen (%)


500 46.83
750 46.24
1000 48.54
1250 36.71
1300 48.68
1350 49.27

Tabel 1 menunjukkan rendemen tulang


ikan pada berbagai suhu. Rendemen tulang ini
menunjukkan bobot relatif tulang ikan setelah
dipanaskan terhadap bobot tulang ikan
sebelum pemanasan. Nilai rendemen ini
cukup tinggi sehingga tulang ikan bisa
digunakan untuk memproduksi HAp dalam
jumlah banyak dengan jumlah tulang ikan
yang tersedia. Gambar 4 Pola difraksi sinar-X tulang ikan
Pemanasan suhu 500 ºC menghasilkan pada berbagai suhu.
serbuk tulang ikan yang masih berwarna abu- HAp yang terbentuk melalui variasi suhu
abu, warna tersebut menunjukkan bahwa dikarakterisasi dan didapatkan suhu
masih terdapat komponen-komponen organik pembentukan optimum yang menghasilkan
yang belum hilang selama proses pemanasan HAp dengan kristalinitas yang tinggi, yaitu
pada suhu 500 ºC. Pola difraksi sinar-X pada pada 1250 ºC. Suhu 750 ºC dan 1000 ºC juga
suhu 500 ºC menunjukkan puncak tertinggi sudah merupakan fase HAp namun
HAp dengan masih terdapat fase lainya, yaitu kristalinitasnya lebih rendah dari HAp yang
OKF dan AKA (Lampiran 3b). HAp murni terbentuk pada suhu 1250 ºC. Industri
mulai terbentuk pada suhu 750 ºC terlihat dari menginginkan suhu yang serendah mungkin
serbuk yang sudah berwarna putih dan dari dalam membentuk HAp, sehingga diharapkan
pola difraksi sinar-X yang dihasilkan hanya suhu 750 ºC bisa diterapkan dalam industri
terdapat satu puncak yang menandakan AKA untuk menghasilkan HAp yang baik. HAp
pada sudut 2θ 25.983º (Lampiran 3c). yang terbentuk pada suhu 1300 ºC dan 1350
Pemanasan pada suhu 1000 ºC menghasilkan ºC tidak semurni HAp yang dihasilkan pada
pola difraksi sinar-X yang menunjukkan fase suhu 750 – 1250 ºC karena muncul fase TCP
HAp pada tiga puncak tertinggi dan fase OKF yang tidak diharapkan.
(Ca8H2(PO4)6.5H2O) pada sudut 2θ 31.293º HAp yang terbentuk pada suhu 1250 ºC
(Lampiran 3d). Hasil HAp dengan sifat dibandingkan dengan dua jenis HAp komersil
kristalinitas yang tinggi dibentuk pada suhu yang ada di pasaran yaitu HAp Taihe Jepang
1250 ºC dilihat dari intensitas puncak yang (HAp komersil 1) dan HAp MERCK (HAp
tertinggi, yaitu 154. Namun, HAp yang komersil 2). Perbandingan pola difraksi sinar-
terbentuk ini juga masih terdapat fase AKB X HAp tulang ikan dan HAp komersil
pada sudut 2θ 49.610 (Lampiran 3e). disampaikan pada Gambar 5.
Pemanasan suhu tinggi hingga 1300 ºC
6

HAp dari tulang ikan ini ditentukan oleh suhu


pemanasan, bukan terhadap lamanya waktu
pemanasan.
Hasil analisis SEM HAp yang terbentuk
dari tulang ikan alu-alu pada pemanasan 750,
1000, 1250, 1300, dan 1350 ºC ditunjukkan
pada Gambar 7.
(a)

3.1 µm
Gambar 5 Pola difraksi sinar-X HAp tulang
ikan alu-alu dengan HAp komersil.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola
difraksi sinar-X HAp hasil pemanasan tulang
ikan mendekati HAp komersil 1 (TAIHE) dan (b)
memiliki kristalinitas yang lebih baik daripada
HAp komersil 2 (MERCK). Hal ini juga
membuktikan bahwa HAp dengan
kristaliniatas yang baik bisa dihasilkan dari Tulang ikan 1250ºC
bahan dasar tulang ikan dengan sifat HAp 1.3 µm
yang tidak kalah jika dibandingkan dengan
HAP komersil yang sudah beredar di pasaran
Pemanasan terhadap tulang ikan pada suhu
750 ºC juga dilakukan selama 6 jam untuk 2.9 µm
membuktikan pengaruh lamanya waktu (c)
pemanasan terhadap pembentukan fase HAp.
Pola difraksi yang dihasilkan dibandingkan
1.5 µm
dengan pola difraksi sinar-X pada suhu 750 ºC
selama 3 jam. Perbandingan pola difraksi
sinar-X pada pemanasan suhu 750 ºC selama
3 jam dan 6 jam disampaikan pada Gambar 6.

2.9 µm
(d) 1.7 µm

(e)
Gambar 6 Pola difraksi sinar-X tulang ikan
suhu 750 ºC 3 jam dan 6 jam.
Hasil perbandingan pola difraksi sinar-X 2.1 µm 2.6 µm
pemanasan tulang ikan pada suhu 750ºC
selama 3 dan 6 jam menunjukkan hasil yang
tidak terlampau berbeda. Hasil pola difraksi
sinar-X pemanasan tulang ikan pada suhu
750ºC selama 6 jam (Lampiran 3)
menunjukkan fase HAp dengan intensitas Gambar 7 Foto SEM HAp tulang ikan alu-alu
yang tidak terlalu tinggi seperti pola difraksi pada (a) pemanasan suhu 750 ºC,
pada waktu pemanasan 3 jam. Oleh karena itu, (b) 1000 ºC, (c) 1250 ºC, (d) 1300
dapat disimpulkan bahwa pembentukan fase ºC, dan (e) 1350 ºC.
7

Terdapat pori pada semua foto SEM HAp. dalam memodifikasi pori dari bahan tulang
Pori dengan ukuran besar 3.1 µm terdapat ikan awal dengan harapan pori yang terdapat
pada hasil SEM suhu 750 ºC, namun pori pada tulang ikan awal masih bersifat elastis
yang dihasilkan belum homogen. Suhu 1000 sehingga pemberian pati akan lebih baik
ºC menghasilkan pori yang homogen, namun dalam memodifikasi pori HAp dan hasilnya
ukurannya relatif kecil kurang lebih 1.3 µm. dibandingkan dengan modifikasi pori
Pori dengan ukuran 1.5 – 2.9 µm dihasilkan menggunakan material yang sudah menjadi
dari pemanasan suhu 1250 ºC. Pori seragam HAp. Tabel 2 menunjukkan hasil modifikasi
dihasilkan dari pemanasan suhu 1300 ºC pori menggunakan pati pada serbuk HAp yang
dengan ukuran 1.7 – 2.9 µm. Terdapat pori diperoleh dari suhu 750 ºC dan modifikasi
dengan ukuran 2.1 – 2.6 µm pada pemanasan pori dari tulang ikan menggunakan pati.
suhu 1350 ºC. Hasil ini menunjukkan bahwa
pemanasan tulang ikan dalam membentuk Tabel 2 Ukuran pori yang dihasilkan setelah
HAp menghasilkan material berpori seperti modifikasi menggunakan pati.
yang dilakukan Ozawa & Suzuki (2002)
menghasilkan HAp berpori dari limbah tulang Ukuran pori (µm)
Pati
ikan dengan ukuran diameter pori lebih besar HAp 750 Tulang ikan
(%)
yaitu 30 – 100 µm. Tahap selanjutnya HAp + pati + pati
yang didapat pada suhu 750 ºC dimodifikasi 5 < 0.5 2.38 – 3.20
porinya menggunakan porogen pati. HAp 10 < 0.5 2.38 – 3.28
dengan suhu 750 ºC dipilih untuk dimodifikasi 20 < 0.5 <1 – 5.00
porinya karena pori yang dihasilkan belum 40 0.50 – 0.63 <1 – 3.20
homogen serta suhu pembentukan HAp yang 60 1.20 – 1.38 <1 – 3.69
rendah sehingga diharapkan bisa diterapkan
pada dunia industri. Ukuran pori yang terbentuk setelah
dimodifikasi menggunakan pati menunjukkan
Modifikasi Pori bahwa pori yang lebih besar dihasilkan dari
HAp dimodifikasi menggunakan porogen modifikasi menggunakan komposisi antara
pati. Menurut Kumar (2009) campuran antara tulang ikan awal dengan pati yang
HAp dengan pati merupakan suatu metode menghasilkan pori paling besar 5 µm.
yang digunakan untuk membentuk material Besarnya ukuran pori yang dihasilkan dari
keramik berpori. Pati telah berhasil digunakan modifikasi menggunakan tulang ikan ini akan
sebagai porogen pembentuk pori pada scaffold menyebabkan semakin luasnya luas
HAp dengan metode kering (Al-Sokanee et al permukaan HAp, sehingga interaksi antara
2009), dan metode basah (Lei 2005). Pati HAp dengan tulang akan semakin baik
yang digunakan pada penelitian ini adalah pati (Prihantoko 2011). Pori yang dihasilkan ini
singkong. Pati singkong memiliki ukuran masih lebih kecil dari pori HAp yang
granul sekitar 5 µm – 35 µm dengan rata-rata dihasilkan dari penelitian Lyckfeldt and
ukuran di atas 17 µm. Pati singkong memiliki Ferreira (1998) yang menghasilkan pori
suhu gelatinasi yang lebih rendah dari pati sebesar 10 – 80 µm pada material keramik
jenis lain, yaitu berkisar antara 68 – 92 ºC menggunakan metode konsolidasi dengan pati
(Samsuri 2008). Granul pati singkong akan kentang, namun pori pada penelitian ini masih
pecah bila dipanaskan pada suhu lebih besar dari penelitian Romawarni (2011)
gelatinasinya. Granul yang kecil ini yang menghasilkan HAp berpori dengan
diharapkan mampu masuk ke dalam pori HAp ukuran ±1 µm.
dan memodifikasi pori yang terbentuk setelah Foto SEM (Lampiran 5) menunjukkan
pati dihilangkan dengan pemanasan di atas bahwa pori dengan jumlah dan keseragaman
suhu gelatinasinya. yang baik dihasilkan pada konsentrasi 10%
Modifikasi pori dilakukan terhadap tulang pati dengan tulang ikan. Perbandingan foto
ikan yang telah berubah fase menjadi HAp SEM HAp komersil (perbesaran 2500×) dan
pada pemanasan 750 ºC dan tulang ikan awal HAp hasil modifikasi pori menggunakan HAp
(sebelum pemanasan). Menurut Ozawa & (perbesaran 10000×) dan menggunakan tulang
Suzuki (2002), tulang ikan awal sudah ikan (perbesaran 2500×) dengan konsentrasi
memiliki beberapa pori makro pada pati 10% dapat dilihat pada Gambar 8.
strukturnya sehingga beberapa organ bisa
tumbuh melalui koneksi antara pori mikro dan
pori makronya. Hal ini menjadi pertimbangan
(a) tulang ikan ini selanjutnya dikarakterisasi lagi
fasenya menggunakan XRD untuk
membuktikan HAp yang telah termodifikasi
masih merupakan HAp. Pola difraksi hasil
modifikasi pori menggunakan pati 10% pada
material tulang ikan bisa dilihat pada Gambar
9.

(b)

(c)
Gambar 9 Pola difraksi sinar-X HAp hasil
modifikasi pori menggunakan
tulang ikan dengan pati 10%.

Hasil pola difraksi ini menunjukkan bahwa


fase setelah modifikasi masih merupakan
HAp, namun terdapat dua puncak fase OKF
pada sudut 2θ 31,239 dan 34,544.

Gambar 8 Perbandingan foto SEM (a) HAp SIMPULAN DAN SARAN


komersil dan HAp hasil modifikasi
pori menggunakan pati 10% (b) Simpulan
HAp + pati, (c) Tulang ikan + pati.
Hidroksiapatit dengan kristalinitas yang
baik dihasilkan dari pemanasan tulang ikan
Hidroksiapatit komersil pada foto SEM alu-alu pada pemanasan 750 – 1250 ºC.
perbesaran 2500× menunjukan granul bulat Pemanasan yang lebih tinggi, yaitu 1300ºC
namun tidak berpori (Gambar 8a). HAp yang dan 1350ºC akan membentuk fase lain yang
dihasilkan dari tulang ikan sebelum dilakukan muncul, yaitu trikalsium fosfat. Modifikasi
modifikasi pori (Gambar 7a) menunjukkan pori yang terbaik dihasilkan pada komposisi
HAp yang sudah merupakan material berpori, tulang ikan yang ditambahkan dengan pati
namun pori yang dihasilkan belum sesuai 10%, yaitu menghasilkan ukuran pori sekitar
yang diharapkan. Pori terbaik yang dihasilkan 2.38 – 3.28 µm.
dari pati 10% dan tulang ikan (Gambar 8c)
Saran
menghasilkan ukuran pori pada kisaran 2.38 –
3.28, jauh lebih besar dari modifikasi Perlu dilakukan analisis pelapisan HAp
menggunakan pati 10% dengan HAp (Gambar berpori hasil modifikasi pada logam dan laju
8b) yang hanya menghasilkan pori <5 µm. korosinya. Analisis ukuran pori diteliti lebih
Pori terbentuk karena pati yang telah lanjut menggunakan particle size analysis
dihomogenkan pada bentuk kompaksi HAp- (PSA) agar hasil yang didapat lebih akurat.
pati akan hilang selama proses pemanasan Perlu dilakukan uji in-vitro pada HAp yang
dalam membentuk HAp sehingga akan telah berpori untuk menentukan sifat
meninggalkan pori (Lyckfeldt & Ferreira toksisitasnya.
1998).
Hasil modifikasi pori terbaik, yaitu
dengan pati 10% menggunakan material
DAFTAR PUSTAKA 2004. Jakarta:Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Afshar A, Ghorbani M, Ehsani N, Saeri MR, Klančnik G. 2010. Differential thermal
Sorrel CC. 2003. Some important factors analysis (DTA) and differential scanning
in the wet precipitation process of calorimetry (DSC) as a method of material
hydroxyapatite. Material and Design 24: investigation. Materials and
197-202. Geoenvironment 57(1): 127–142.
Al-Sokanee ZN, Toabi AAH, Al-Assadi MJ, Koshino T, Murase T, Takagi T, Saito T.
Al-Assadi EA. 2009. The drug release 2001. New bone formation around porous
study of ceftriaxone from porous hydroxyapatite wedge implanted In
hydroxyapatite scaffolds. AAPS Pharmacy opening wedge high tibialosteotomy in
Science Technology 10(5): 772-779. patients with osteoarthritis. Biomaterials
Bahrololoom ME, Javidi M, Javadpour S, Ma (22) : 1579 – 1582.
J. 2009. Characterisation of natural Kumar SS. 2009. Processing of porous
hydroxyapatite extracted from bovine hidroxyapatite scaffold [thesis].
cortical bone ash. Journal of ceramic Department of Ceramic Engineering
Processing Research 10 (2): 129-138. National Institute of Technology Rourkela.
Bailey J, Gathercole P, Housby T, Moss D, Lei Y, Xiao-san N, Ke-xin C, Qun-fang X,
Vaughan B, Williams P. 2001. The New He-ping Z. 2005. Preparation of porous
Encyclopedia of Fishing. The Complete hydroxyapatite ceramics with strach
Guide to the Fish, Tackle, Techniques of additives. Journal Transactions
Fresh and Saltwater Angling. London: Nonferrous Metal Society of China (5): 2.
Design Revolution, Ltd. Hlm: 162 – 163.
Luna, Susan M. 2010. Sphyraena barracuda
Boutinguiza M et al. 2012. Biological [terhubung berkala]. http:http://
hydroxyapatite obtained from fish bones. www.fishbase.org/Summary/SpeciesSum
Journal Materials Science and mary.php?ID=1235&AT=barracuda. [17
Engineering C 32: 478 – 486. Februari 2012].
[BPT] Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Lyckfeldt O, Ferreira JMF. 1998. Processing
Teknis, Analisis Kimia Tanah, Tanaman, of porous ceramics by starch
Air, dan Pupuk. Bogor: Badan Penelitian consolidation. Journal European Ceramics
dan Pengembangan Pertanian Departemen Society 18: 131 – 140.
Pertanian.
Maachou H et al. 2008. Characterization and
Chang BS, Lee CK, Hong KS, Youn HJ, Ryu in vitro bioactivity of chitosan/
HS, Chung SS, Park KW. 2000. hydroxyapatite composite membrane
Osteoconduction at porous hydroxyapatite prepared by freeze-gelation method.
with various pore configurations. Trends in Biomaterials and Artificial
Biomaterials 21: 1291. Organs 22(1): 16 - 27.
Schuth F, Sing KSW, Weitkamp J. (Eds.) Mojeta A. 1992. Simon and Schluster’s Guide
2002. Handbook of Porous Solids, to Saltwater Fish and Fishing by Angelo
Weinheim: Wiley-VCH. Mojeta. New York: Fireside. Hlm 255.
Juraida J, Sontang M, Ghapur EA, Isa MIN. Orban JL, Roland DA. 1992. The effect of
2001. Preparation and characterization of varying bone meal sources on phosphorus
hydroxyapatite from fishbone [skripsi]. utilization by 3-week old broiler. Journal
Department of Physical Sciences, Faculty Applied Poultry Research 1: 75-73.
of Science & Technology, University
Malaysia Terengganu. Ozawa M, Suzuki S. 2002. Microstructural
development of natural hydroxyapatite
Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka originated from fish-bone waste through
kecukupan mineral : besi, iodium, seng, heat treatment. Journal of American
mangan, selenium. Di dalam: Ketahanan Ceramic Society 85 (5): 1315 - 1317.
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah
dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pang X, Zhitomirsky I. 2005.
Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17 - 19 Mei Electrodeposition of composite
10

hydroxyapatite–chitosan films. Elsevier dalam sediaan tablet mengapung verafamil


94: 245 – 251. HCl. [skripsi]. Depok: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Prabakaran K, Rajeswari S. 2006.
Universitas Indonesia.
Development of hydroxyapatite from
natural fish bone through heat treatment. Sopyan I, Mel M, Ramesh S, Khalid KA.
Trend Biomaterial Artificial Organ 20(1): 2007. Porous hydroxyapatite for artificial
20 - 23. bone applications. Science and Technology
of Advanced Materials 8: 116 – 123.
Prihantoko DA. Karakterisasi paduan
CoCrMo dengan pelapisan titanium nitrida US Food and Drug Administration. 2011.
dan hidrosi-apatit kitosan [skripsi]. Bogor: Sphyraena barracuda [terhubung
Fakultas Matematika dan Ilmu berkala].http://www.fda.gov/Food/FoodSa
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian fety/ProductSpecificInformation/Seafood/
Bogor. RegulatoryFishEncyclopediaRFE/ucm082
373.htm.[17 Februari 2012].
Romawarni A. 2011. Sintesis dan uji in vitro
hidroksiapatit berporogen kitosan dengan Zhang X, Vecchio KS. 2005. Creation of
metode sol gel [skripsi]. Bogor: Fakultas dense hydroxyapatite (synthetic bone) by
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, hydrothermal conversion of seashells.
Institut Pertanian Bogor. Materials Science and Engineering C 26 :
1445 – 1450.
Samsuri B. 2008. Penggunaan pragelatinasi
pati singkong suksinat sebagai matriks
LAMPIRAN
12

Lampiran 1 Bagan alir penelititan

Tulang ikan Analisis


bersih perubahan fase
dengan DTA

Kadar Ca & P

Dipanaskan pada
500 ºC, 750 ºC, XRD & SEM
1000 ºC ,1250 ºC
1300 ºC, 1350 ºC

Hidroksiapatit

750 ºC

Modifikasi pori menggunakan Pati


5, 10,20,40, dan 60 %

SEM

Pori terbaik

XRD
13

Lampiran 2 Data JCPDS


a. Data JCPDS Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2

b. Data JCPDS Trikalsium Fosfat Ca3(PO4)2


14

Lanjutan Lampiran 2

c. JCPDS Apatit Karbonat Tipe A Ca10(PO4)6(CO3)2

d. JCPDS Apatit Karbonat Tipe B Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2


15

Lanjutan Lampiran 2

e. JCPDS Oktakalsium Fosfat Ca8H2(PO4)65H2O


16

Lampiran 3 Data analisis hasil XRD


a. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu tanpa pemanasan

2θ d(A) Intensitas Fase


10.921 8.091 23 HAp
15.851 5.584 35 Ca8H2(PO4)6.5H2O
25.766 3.453 45 Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2
31.618 2.826 66 Ca10(PO4)6(CO3)2
32.268 2.771 56 Ca10(PO4)6(CO3)2
32.701 2.735 53 Ca10(PO4)6(CO3)2
33.623 2.662 38 Ca8H2(PO4)6.5H2O
39.582 2.274 28 Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2
40.558 2.222 28 HAp
46.680 1.943 30 HAp
49.389 1.843 28 HAp
60.604 1.526 24 HAp
17

Lanjutan Lampiran 3

b. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 500ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


10.596 8.339 25 Ca10(PO4)6(CO3)2
16.177 5.472 22 Ca8H2(PO4)6.5H2O
17.260 5.131 19 Ca8H2(PO4)6.5H2O
25.983 3.425 30 Ca10(PO4)6(CO3)2
32.051 2.789 78 HAp
39.745 2.265 19 Ca10(PO4)6(CO3)2
46.734 1.941 24 HAp
49.714 1.832 22 HAp
63.422 1.465 20 HAp
64.722 1.438 22 HAp
18

Lanjutan Lampiran 3

c. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 750ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


10.921 8.091 23 HAp
25.983 3.425 33 Ca10(PO4)6(CO3)2
28.150 3.166 24 HAp
29.071 3.068 28 HAp
31.835 2.808 107 HAp
32.322 2.766 56 HAp
32.972 2.713 88 HAp
34.056 2.629 24 HAp
39.907 2.256 40 HAp
46.788 1.939 38 HAp
49.660 1.834 35 HAp
50.527 1.804 29 HAp
51.448 1.774 26 HAp
53.290 1.717 21 HAp
19

Lanjutan Lampiran 3

d. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1000ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


10.975 8.052 24 HAp
16.935 5.229 20 HAp
22.949 3.870 20 HAp
25.875 3.439 41 HAp
28.042 3.178 28 HAp
29.017 3.073 38 HAp
31.293 2.855 35 Ca8H2(PO4)6.5H2O
31.780 2.812 139 HAp
32.972 2.713 140 HAp
34.056 2.629 33 HAp
39.853 2.259 50 HAp
42.075 2.145 19 HAp
46.788 1.939 38 HAp
48.143 1.888 28 HAp
49.497 1.839 51 HAp
50.689 1.799 27 HAp
51.339 1.778 34 HAp
52.152 1.752 21 HAp
53.344 1.715 25 HAp
60.008 1.540 25 HAp
20

Lanjutan Lampiran 3

e. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1250ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


10.948 8.071 27 HAp
16.827 5.262 18 HAp
21.840 4.064 25 HAp
25.985 3.425 58 HAp
28.966 3.079 34 HAp
31.892 2.803 154 HAp
32.244 2.773 66 HAp
33.030 2.709 115 HAp
34.194 2.619 40 HAp
39.938 2.255 65 HAp
46.738 1.941 48 HAp
48.255 1.884 25 HAp
49.610 1.835 42 Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2
50.612 1.801 26 HAp
51.398 1.776 29 HAp
52.211 1.750 24 HAp
53.240 1.718 31 HAp
21

Lanjutan Lampiran 3

f. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1300ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


16.827 5.262 30 HAp
25.821 3.446 51 HAp
27.825 3.202 43 Ca3(PO4)2
28.855 3.090 42 HAp
31.022 2.879 62 Ca3(PO4)2
31.780 2.812 105 HAp
32.160 2.780 73 HAp
32.918 2.718 100 HAp
34.381 2.605 36 Ca3(PO4)2
39.853 2.259 49 HAp
46.680 1.943 41 HAp
48.089 1.890 31 HAp
49.552 1.837 37 Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2
50.527 1.804 26 HAp
51.502 1.772 25 HAp
52.098 1.753 23 HAp
53.073 1.723 35 HAp
61.634 1.503 21 HAp
22

Lanjutan Lampiran 3

g. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1350ºC 3 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


21.865 4.060 31 Ca3(PO4)2
25.875 3.439 59 HAp
29.017 3.073 44 HAp
31.184 2.865 45 Ca3(PO4)2
31.889 2.803 108 HAp
32.972 2.713 109 HAp
34.110 2.625 40 HAp
39.962 2.253 48 HAp
46.788 1.939 43 HAp
49.606 1.835 28 Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)
50.527 1.804 27 HAp
51.394 1.776 30 HAp
53.127 1.722 30 HAp
23

Lanjutan Lampiran 3

h. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 750ºC 6 jam

2θ d(A) Intensitas Fase


10.975 8.052 21 HAp
16.610 5.331 21 HAp
25.983 3.425 30 HAp
29.017 3.073 23 HAp
31.780 2.812 95 HAp
32.268 2.771 53 HAp
32.864 2.722 86 HAp
34.056 2.629 31 HAp
34.706 2.582 23 Ca3(PO4)2
35.356 2.536 18 HAp
39.853 2.259 40 HAp
42.075 2.145 16 HAp
45.380 1.996 16 HAp
46.842 1.937 34 HAp
48.251 1.884 19 HAp
49.552 1.837 34 HAp
50.581 1.802 22 HAp
51.339 1.778 21 HAp
52.152 1.752 15 HAp
53.182 1.720 21 HAp
56.053 1.639 18 HAp
64.234 1.448 21 HAp
24

Lanjutan Lampiran 3

i. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu modifikasi pati 10 %

2θ d(A) Intensitas Fase


10.867 8.131 24 HAp
21.757 4.080 21 HAp
25.875 3.439 36 HAp
28.042 3.178 31 HAp
28.963 3.079 34 HAp
31.239 2.860 61 Ca8H2(PO4)6.5H2O
31.780 2.812 157 HAp
32.268 2.771 45 HAp
32.972 2.713 132 HAp
34.110 2.625 46 HAp
34.544 2.593 36 Ca8H2(PO4)6.5H2O
39.203 2.295 19 HAp
39.853 2.259 66 HAp
42.020 2.148 21 HAp
46.734 1.941 48 HAp
48.251 1.884 27 HAp
48.739 1.866 23 HAp
49.552 1.837 36 HAp
50.527 1.804 45 HAp
51.285 1.779 34 HAp
52.152 1.752 21 HAp
53.290 1.717 23 HAp
56.053 1.639 17 HAp
59.954 1.541 17 HAp
61.850 1.498 17 HAp
63.042 1.473 19 HAp
64.993 1.433 24 HAp
25

Lampiran 4 Penghitungan kadar kalsium dan fosfor

Perhitungan :

Kadar Ca

Kadar P
26

Lampiran 5 Foto SEM hasil modifikasi pori


HAp 750 ºC menggunakan pati (a) 5%, (b) 10%, (c) 20%, (d) 40%, dan (e) 60% dengan
perbesaran 10000 ×, serta modifikasi pori dari tulang ikan menggunakan pati (f) 5%, (g) 10%, (h)
20%, (i) 40%, dan (j) 60% dengan perbesaran 2500 ×.

(a) (f)
2.38
3.20

(b) (g)
2.38

3.28
3.28

(c) (h)
<1 µm
5

(d) (i)

0.5 µm 3.20 µm
0.63µm

(e) (j)
1.38µm 3.69 µm

< 0.1 µm
1.02µm 1.04µm
2.95 µm
27

Lampiran 6 Contoh perhitungan ukuran pori

3.28 µm
B
A

C
D

Keterangan : A = diameter pori dalam cm

B = diameter pori sesungguhnya (µm)

C = diameter skala dalam cm

D = diameter skala sesungguhnya (µm)

Perhitungan:

1.22 B = 0.40 × 10

1.22 B = 4

B = 4/1.22 = 3.278 µm
28

Lampiran 7 Gambar tulang ikan alu-alu

Anda mungkin juga menyukai