DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRAK
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Modifikasi pori Hidroksiapatit dari Tulang Ikan Alu-alu (Sphyraena
barracuda)
Nama : Muhammad Wahyu Hidayat
NIM : G44080047
Menyetujui
Mengetahui
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2012 yang bertempat di
Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB) serta
Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN-BATAN) Serpong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr dr Irma
Herawati Suparto, MS selaku pembimbing satu, Ibu Dra Saryati selaku
pembimbing kedua dan Bapak Sulistioso Giat Sukaryo, MT atas petunjuk dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Syawal, Bapak Caca, Bapak Mul,
dan Mba Nurul yang telah membantu penulis dalam pemakaian alat dan bahan di
Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA IPB.
Ungkapan terima kasih kepada Ibu, Bapak, dan adikku dan seluruh keluarga
atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Vanny, Siti
Hapsah, dan teman-teman seperjuangan kimia angkatan 45 serta teman-teman
kontrakan yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan dalam
menyusun karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1990 dari ayah Slamet
Effendi dan ibu Wahyuni Latifah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 1996, penulis menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Pagi
Jakarta Timur yang selanjutnya pada tahun 1998 berpindah tempat ke SDN
Peneket Kebumen Jawa Tengah. Pendidikan SD selesai pada tahun 2002 dan pada
tahun 2005 menyelesaikan sekolahnya di MTsN 20 Jakarta Timur. Tahun 2008,
penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 89 Jakarta Timur dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Rajawali
Hyoto Bandung yang bergerak dalam bidang industri cat pada bulan Juli sampai
Agustus 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
referensi dipanaskan dalam satu dapur yang gelas karena kurva yang terbentuk hanya
berisi lingkungan gas yang telah merupakan garis yang bergerak linear
distandarisasi. Perbedaan temperatur yang terhadap suhu pemanasan.
terjadi direkam selama proses pemanasan dan Hasil difraksi sinar-x terhadap tulang ikan
pendinginan. Lalu ditampilkan dalam bentuk sebelum pemanasan ditunjukan pada Gambar
kurva entalpi. Kurva DTA dapat menangkap 3.
transformasi saat penyerapan ataupun
pelepasan panas. Kurva DTA merupakan
kurva perbedaan temperatur antara sampel
dengan referensi terhadap waktu (Klančnik
2010).
Hasil tersebut menggambarkan bahwa
pada proses pemanasan tulang ikan alu-alu
dari suhu 0 – 800 ºC, tulang ikan kehilangan
bobot secara perlahan dari suhu 0 – 200 ºC
yang menggambarkan hilangnya air. Pada
suhu 200 – 300 ºC, kehilangan sedikit berat
yang mungkin disebabkan karena hilangnya
komponen gabungan antara air dan organik.
Kehilangan bobot secara drastis pada suhu
300 – 500 ºC, selanjutnya terus turun secara Gambar 3 Pola difraksi sinar-X tulang ikan
periodik sampai suhu 800 ºC. Hal ini alu-alu awal.
mengambarkan bahwa banyaknya komponen Terdapat empat fase yang terkandung pada
organik pada tulang ikan seperti kolagen, tulang ikan awal, yaitu apatit karbonat tipe A
jaringan lemak dan protein yang berasosiasi (AKA) dengan rumus molekul
dengan tulang yang menghilang pada suhu (Ca10(PO4)6(CO3)2), apatit karbonat tipe B
pemanasan 300 – 500 ºC. Hilangnya sedikit (AKB) dengan rumus molekul
berat pada suhu 600 – 800 ºC menggambarkan (Ca10(PO4)3(CO3)3 (OH)2), dan okta kalsium
proses dekomposisi fase karbonat pada tulang fosfat (OKF) dengan rumus moleul
yang berubah menjadi karbonat apatit (Al- (Ca8H2(PO4)6.5H2O). Fase tersebut muncul
Sokanee et al. 2009). Kurva DTA yang karena kandungan tulang ikan awal sudah
dihasilkan ini tidak bisa menggambarkan suhu merupakan mineral apatit dengan kristalinitas
titik leleh, suhu titik uap, dan suhu transisi yang rendah (Ozawa & Suzuki 2002).
5
3.1 µm
Gambar 5 Pola difraksi sinar-X HAp tulang
ikan alu-alu dengan HAp komersil.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola
difraksi sinar-X HAp hasil pemanasan tulang
ikan mendekati HAp komersil 1 (TAIHE) dan (b)
memiliki kristalinitas yang lebih baik daripada
HAp komersil 2 (MERCK). Hal ini juga
membuktikan bahwa HAp dengan
kristaliniatas yang baik bisa dihasilkan dari Tulang ikan 1250ºC
bahan dasar tulang ikan dengan sifat HAp 1.3 µm
yang tidak kalah jika dibandingkan dengan
HAP komersil yang sudah beredar di pasaran
Pemanasan terhadap tulang ikan pada suhu
750 ºC juga dilakukan selama 6 jam untuk 2.9 µm
membuktikan pengaruh lamanya waktu (c)
pemanasan terhadap pembentukan fase HAp.
Pola difraksi yang dihasilkan dibandingkan
1.5 µm
dengan pola difraksi sinar-X pada suhu 750 ºC
selama 3 jam. Perbandingan pola difraksi
sinar-X pada pemanasan suhu 750 ºC selama
3 jam dan 6 jam disampaikan pada Gambar 6.
2.9 µm
(d) 1.7 µm
(e)
Gambar 6 Pola difraksi sinar-X tulang ikan
suhu 750 ºC 3 jam dan 6 jam.
Hasil perbandingan pola difraksi sinar-X 2.1 µm 2.6 µm
pemanasan tulang ikan pada suhu 750ºC
selama 3 dan 6 jam menunjukkan hasil yang
tidak terlampau berbeda. Hasil pola difraksi
sinar-X pemanasan tulang ikan pada suhu
750ºC selama 6 jam (Lampiran 3)
menunjukkan fase HAp dengan intensitas Gambar 7 Foto SEM HAp tulang ikan alu-alu
yang tidak terlalu tinggi seperti pola difraksi pada (a) pemanasan suhu 750 ºC,
pada waktu pemanasan 3 jam. Oleh karena itu, (b) 1000 ºC, (c) 1250 ºC, (d) 1300
dapat disimpulkan bahwa pembentukan fase ºC, dan (e) 1350 ºC.
7
Terdapat pori pada semua foto SEM HAp. dalam memodifikasi pori dari bahan tulang
Pori dengan ukuran besar 3.1 µm terdapat ikan awal dengan harapan pori yang terdapat
pada hasil SEM suhu 750 ºC, namun pori pada tulang ikan awal masih bersifat elastis
yang dihasilkan belum homogen. Suhu 1000 sehingga pemberian pati akan lebih baik
ºC menghasilkan pori yang homogen, namun dalam memodifikasi pori HAp dan hasilnya
ukurannya relatif kecil kurang lebih 1.3 µm. dibandingkan dengan modifikasi pori
Pori dengan ukuran 1.5 – 2.9 µm dihasilkan menggunakan material yang sudah menjadi
dari pemanasan suhu 1250 ºC. Pori seragam HAp. Tabel 2 menunjukkan hasil modifikasi
dihasilkan dari pemanasan suhu 1300 ºC pori menggunakan pati pada serbuk HAp yang
dengan ukuran 1.7 – 2.9 µm. Terdapat pori diperoleh dari suhu 750 ºC dan modifikasi
dengan ukuran 2.1 – 2.6 µm pada pemanasan pori dari tulang ikan menggunakan pati.
suhu 1350 ºC. Hasil ini menunjukkan bahwa
pemanasan tulang ikan dalam membentuk Tabel 2 Ukuran pori yang dihasilkan setelah
HAp menghasilkan material berpori seperti modifikasi menggunakan pati.
yang dilakukan Ozawa & Suzuki (2002)
menghasilkan HAp berpori dari limbah tulang Ukuran pori (µm)
Pati
ikan dengan ukuran diameter pori lebih besar HAp 750 Tulang ikan
(%)
yaitu 30 – 100 µm. Tahap selanjutnya HAp + pati + pati
yang didapat pada suhu 750 ºC dimodifikasi 5 < 0.5 2.38 – 3.20
porinya menggunakan porogen pati. HAp 10 < 0.5 2.38 – 3.28
dengan suhu 750 ºC dipilih untuk dimodifikasi 20 < 0.5 <1 – 5.00
porinya karena pori yang dihasilkan belum 40 0.50 – 0.63 <1 – 3.20
homogen serta suhu pembentukan HAp yang 60 1.20 – 1.38 <1 – 3.69
rendah sehingga diharapkan bisa diterapkan
pada dunia industri. Ukuran pori yang terbentuk setelah
dimodifikasi menggunakan pati menunjukkan
Modifikasi Pori bahwa pori yang lebih besar dihasilkan dari
HAp dimodifikasi menggunakan porogen modifikasi menggunakan komposisi antara
pati. Menurut Kumar (2009) campuran antara tulang ikan awal dengan pati yang
HAp dengan pati merupakan suatu metode menghasilkan pori paling besar 5 µm.
yang digunakan untuk membentuk material Besarnya ukuran pori yang dihasilkan dari
keramik berpori. Pati telah berhasil digunakan modifikasi menggunakan tulang ikan ini akan
sebagai porogen pembentuk pori pada scaffold menyebabkan semakin luasnya luas
HAp dengan metode kering (Al-Sokanee et al permukaan HAp, sehingga interaksi antara
2009), dan metode basah (Lei 2005). Pati HAp dengan tulang akan semakin baik
yang digunakan pada penelitian ini adalah pati (Prihantoko 2011). Pori yang dihasilkan ini
singkong. Pati singkong memiliki ukuran masih lebih kecil dari pori HAp yang
granul sekitar 5 µm – 35 µm dengan rata-rata dihasilkan dari penelitian Lyckfeldt and
ukuran di atas 17 µm. Pati singkong memiliki Ferreira (1998) yang menghasilkan pori
suhu gelatinasi yang lebih rendah dari pati sebesar 10 – 80 µm pada material keramik
jenis lain, yaitu berkisar antara 68 – 92 ºC menggunakan metode konsolidasi dengan pati
(Samsuri 2008). Granul pati singkong akan kentang, namun pori pada penelitian ini masih
pecah bila dipanaskan pada suhu lebih besar dari penelitian Romawarni (2011)
gelatinasinya. Granul yang kecil ini yang menghasilkan HAp berpori dengan
diharapkan mampu masuk ke dalam pori HAp ukuran ±1 µm.
dan memodifikasi pori yang terbentuk setelah Foto SEM (Lampiran 5) menunjukkan
pati dihilangkan dengan pemanasan di atas bahwa pori dengan jumlah dan keseragaman
suhu gelatinasinya. yang baik dihasilkan pada konsentrasi 10%
Modifikasi pori dilakukan terhadap tulang pati dengan tulang ikan. Perbandingan foto
ikan yang telah berubah fase menjadi HAp SEM HAp komersil (perbesaran 2500×) dan
pada pemanasan 750 ºC dan tulang ikan awal HAp hasil modifikasi pori menggunakan HAp
(sebelum pemanasan). Menurut Ozawa & (perbesaran 10000×) dan menggunakan tulang
Suzuki (2002), tulang ikan awal sudah ikan (perbesaran 2500×) dengan konsentrasi
memiliki beberapa pori makro pada pati 10% dapat dilihat pada Gambar 8.
strukturnya sehingga beberapa organ bisa
tumbuh melalui koneksi antara pori mikro dan
pori makronya. Hal ini menjadi pertimbangan
(a) tulang ikan ini selanjutnya dikarakterisasi lagi
fasenya menggunakan XRD untuk
membuktikan HAp yang telah termodifikasi
masih merupakan HAp. Pola difraksi hasil
modifikasi pori menggunakan pati 10% pada
material tulang ikan bisa dilihat pada Gambar
9.
(b)
(c)
Gambar 9 Pola difraksi sinar-X HAp hasil
modifikasi pori menggunakan
tulang ikan dengan pati 10%.
Kadar Ca & P
Dipanaskan pada
500 ºC, 750 ºC, XRD & SEM
1000 ºC ,1250 ºC
1300 ºC, 1350 ºC
Hidroksiapatit
750 ºC
SEM
Pori terbaik
XRD
13
Lanjutan Lampiran 2
Lanjutan Lampiran 2
Lanjutan Lampiran 3
b. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 500ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
c. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 750ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
d. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1000ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
e. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1250ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
f. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1300ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
g. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 1350ºC 3 jam
Lanjutan Lampiran 3
h. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu 750ºC 6 jam
Lanjutan Lampiran 3
i. Data analisis hasil XRD serbuk tulang ikan alu-alu modifikasi pati 10 %
Perhitungan :
Kadar Ca
Kadar P
26
(a) (f)
2.38
3.20
(b) (g)
2.38
3.28
3.28
(c) (h)
<1 µm
5
(d) (i)
0.5 µm 3.20 µm
0.63µm
(e) (j)
1.38µm 3.69 µm
< 0.1 µm
1.02µm 1.04µm
2.95 µm
27
3.28 µm
B
A
C
D
Perhitungan:
1.22 B = 0.40 × 10
1.22 B = 4
B = 4/1.22 = 3.278 µm
28