Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KONSEP DASAR
A.    Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah kehitaman/seperti kopi, tidak
berbusa, bercampur makanan dan PH asam lambung yang berasal dari saluran cerna bagian atas
(SCBA). Melena adalah buang air besar darah berwarna hitam, encer yang berasal dari saluran
cerna bagian atas (SCBA) (Suyono, 2001).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atautinja yang
berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas.
Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan ataukontak antara drah dengan asam
lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehinggadapat berwarna seperti kopi atau kemerah-
merahan dan bergumpal-gumpal (sylvia,2005).
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang
disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena
merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan
keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus
peptikum (Bruner and Suddart, 2011).
B.     Etiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :
1.      Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2.      Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
3.      Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4.      Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5.      Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-
lain.
6.      Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas,
karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan
bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran
makan bagian atas (Hilmy 2010)
C.    Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:
1.      Gelisah
2.      Suhu badan mungkin meningkat
3.      Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4.      Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih
5.      Rasa sakit di perut
6.      Rasa kembung
7.      Tonus dan turgor  kulit berkurang
8.      Selaput lendir dan bibir kering
D.    Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu aspirin, OAINS, stres,
kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat mengakibatkan erosi pada mukosa
lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa
untuk mensekresi mukus sebagai pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel
yang akan menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi
gastrointestinal.
       Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan hipertensi portal berat
dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran kolateral bypass : melalui vena koronaria
lambung ke dalam vena esofagus subepitelial dan submukosal dan akan menjadi varises pada
vena esofagus. Vena-vena yang melebar dan berkeluk-keluk terutama terlatak di submukosa
esofagus distal dan lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke
dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan radang, beku darah yang
melekat dan kemungkinan ruptur, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
       Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab hematemesis
melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral pada dinding abdominal anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena
ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang
berdilatasi ini disebut varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
       Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena. Hematemesis
biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi denojejunal). Dari hematemesis akan
timbul muntah darah. Muntah dapat berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari
jumlah kandungan lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan dengan
sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang menjadi hematin coklat
dan menerangkan tentang warna seperti kopi drainase yang dikeluarkan. Cairan lambung yang
berwarna merah marun atau merah terang diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak
dengan asam lambung. Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi dalam lambung dan
akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila
sedikitnya 60 ml darah telah memasuki traktus intestinal.
E.     Pathway
F.     Pemeriksaan Penunjang
1.        Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula, biakan kuman
untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare
persisten).
2.    Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin,
hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya
kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan
fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya
infeksi Helicobacter pylori.
3.    Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat memastikan diagnosis
pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan
duodenum.
4.    Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas dasar urgensinya
dan keadaan kegawatan.
5.    Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang tersembunyi dari visual
endoskopik.
G.    Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya
diraat di rumah sakit  untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih
baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1.         Pengawasan dan pengobatan umum
a.    Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih
berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
b.    Infus cairan langsung dipasang dan diberikan larutan garam fisiologis  selama belum tersedia
darah.
c.    Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP
monitor.
d.   Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
perdarahan.
e.    Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar
hemoglobin 50-70 % harga normal.
f.     Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC),
antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
g.    Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2.         Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah
lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air  pada kumbah lambung akan
menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa
lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila
perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan
setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3.         Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan
demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-
hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena
itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit
jantung koroner/iskemik.
4.         Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises.
Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga
penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya
dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa
peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak
pernah dijumpai.
5.         Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan
bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan
balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.
Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises
esofagus.
6.         Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap
berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan
adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik
H.    Pengkajian Fokus
1.       Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat mengidap :Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
b.      Kanker saluran pencernaan bagian atas
c.       Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
d.      Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
e.       Kebiasaan/gaya hidup :Alkoholisme, kebiasaan makan
2.      Pengkajian Umum
a.    Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
b.    Eliminasi : BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat,
jumlahnya),BAK :warna gelap, konsistensi pekat
c.    Neurosensori :adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
d.   Respirasi :sesak, dyspnoe, hypoxia
e.    Aktifitas :lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
3.      Pengkajian Fisik
a.    Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
b.    Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
c.    Auskultasi :
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
d.   Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
4.      Studi diagnostic
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum, amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
I.       Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.    Gangguan kebutuhan nutrisi b/d intake yang kurang, anoreksia.
2.    Gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit b/d pendarahan.
3.    Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
J.      Intervensi
1.      Gangguan kebutuhan nutrisi b/d intake yang kurang, anoreksia

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
keperawatan selama ……….a.    Kaji adanya alergi makanan
status nutrisi  klien adekuatb.    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan kriteria menentukan jumlah kalori dan nutrisi
a.    Adanya peningkatan berat yang dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan tujuan c.    Yakinkan diet yang dimakan
b.    Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk mencegah
malnutrisi konstipasi
c.    Menunjukkan peningkatand.   Berikan makanan yang terpilih ( sudah
fungsi pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli gizi)
menelan Nutrition Monitoring
d.   Tidak terjadi penurunan berata.    BB pasien dalam batas normal
badan yang berarti b.    Monitor adanya penurunan berat badan
e.    Pemasukan yang adekuatNilaic.    Monitor kulit kering dan perubahan
Lab.: pigmentasi
Protein total: 6-8 gr% d.   Monitor mual dan muntah
Albumin: 3.5-5,3 gr % e.    Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
Globulin 1,8-3,6 gr % dan kadar Ht
HB tidak kurang dari 10 gr % f.     Monitor kalori dan intake nuntrisi

2.      Gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit b/d pendarahan.

Tujuan Intervensi
Pasien menunjukkan statusa.    Kaji status hidrasi.
hidrasi yang baik selamab.    Pertahankan cairan parenteral dengan
perawatan elektrolit dan vitamin
Kriteria Hasil c.    Ukur masukan dan haluaran setiap 8
a.    Tanda vital yang stabil jam
b.    Hidrasi adekuat seperti yangd.   Pantau elektrolit
ditunjukkan dengan turgore.    Timbang klien setiap hari karena pada
kulit yang normal dan waktu yang sama dengan pakaian dan
membran mukosa lembab. alat penimbang sama
c.    Masukan dan haluaran
seimbang

3.      Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation Management
keperawatan selama ……… (Manajemen sensasi perifer)
jam perfusi jaringan klien        Monitor adanya daerah tertentu yang
adekuat dengan kriteria : hanya peka terhadap
a.    Membran mukosa merah panas/dingin/tajam/tumpul
b.    Konjungtiva tidak anemis b.         Monitor adanya paretese
c.    Akral hangat         Instruksikan keluarga untuk
d.   Tanda-tanda vital dalam mengobservasi kulit jika ada lesi atau
rentang normal laserasi
d.        Gunakan sarun tangan untuk proteksi
        Batasi gerakan pada kepala, leher dan

punggung
        Monitor kemampuan BAB

g.         Kolaborasi pemberian analgetik


h.         Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan
         menganai penyebab
perubahan sensasi

DAFTAR PUSTAKA

Bruner and Suddart, 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Dawney.2012. At A Glance Medicine, Jakarta, EMS
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC)  Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Suyono, 2001. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Sylvia,2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta : EGC

Hilmy.2010. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai