SOSIALISASI
A. TOPIK
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. SELEKSI KLIEN
6 peserta
1
b. Nama peserta TAK
Ny. T
Ny. S
Ny. S
Ny. D
Ny. S
Ny. S
2
D. JADWAL KEGIATAN
E. METODE
Bola tenis,Handphone,Speaker.
G. PENGORGANISASIAN
c. Fasilitator :
Ulfa.
3
H. SETTING TEMPAT
Keterangan :
: Leader : Fasilitator
: Observer
1. Persiapan
4
2) Tempat yang cukup luas atau longgar
b. Pasien
2. Orientasi
a. Salam
d. Kontrak waktu
3. Kerja
diedarkan berlawanan jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat
ada
b. Hidupkan musik dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jarum jam
5
e. Ulangi nomor b s/d d hingga semua anggota mendapat giliran
bola atau benda lain. Pada saat pemutar musik dimatikan, minta pada
giliran.
4. Terminasi
aktivitas kelompok
6
J. LANDASAN TEORI
Stimulasi Persepsi Sensori : Halusinasi
1. Latar Belakang
Terapi Aktivitas Kelompol (TAK) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah
gangguan sensori persepsi: Halusinasi dan merupakan salah satu masalah
keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi
yang diderita klien diantaranya dapat menyebabkan klien tidak
mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri. Salah satu
penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok yang
bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol halusinasi
yang dialaminya.
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSJP Dr. Soeroyo
Magelang khususnya Ruang Wisma Endang Pregiwa sebagian besar
pasien menderita halusinasi. Oleh karena itu maka kami menganggap
dengan Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) klien dengan gangguan
sensori persepsi dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya namun tentu saja klien yang mengikuti therapy ini adalah klien
yang sudah mampu mengontrol dirinya dari halusinasi sehingga pada saat
TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok
yang lain.
2. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari,
2001).
7
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan
oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
3. Macam-Macam Halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
8
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
4. Penyebab Halusinasi
a. Presdiposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi
adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
9
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
10
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
5. Tanda dan Gejala
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi dan perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Salemba Medika
EGC
12
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
DI WISMA SUBADRA RUMAH SSAKIT JIWA Prof.dr SOEROJO
MAGELANG
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2017
13