Anda di halaman 1dari 14

Page |1

TUGAS

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT

(POLIO)

Disusun Oleh :

ALMANDA NURHIKMA A. RAUF C011191058

0525A

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN


PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

APRIL 2020
Page |2

DAFTAR ISI

PEMBAHASAN_______________________________________________3
1.1 Sejarah Polio______________________________________________3
1.2 Etiologi Polio______________________________________________3
1.3 Epidemiologi______________________________________________4
1.3.1 Perkembangan dan Penyebaran Polio Di Dunia_______________4
1.3.2 Perkembangan dan Penyebaran Polio Di Indonesia______5
1.4 Faktor Penyebaran Polio__________________________________5
1.5
1.6 Program Penanganan Polio Di Indonesia
1.7
DAFTAR PUSTAKA
Page |3

PEMBAHASAN

1.1 SEJARAH POLIO

Kata poliomyelitis atau polio berasal dari istilah medis untuk


menggambarkan dampak virus polio pada medula spinalis. Dalam Bahasa
yunani polio mengandung arti abu abu dan saraf tulang belakang
(myelon).pada 6000 tahun yang lalu polio pertama kali dikenal. Di mesir
pada tahun 1580-1350 sebelum masehi ditemukan kelainan pada kaki
mumi yang digambarkan oleh seorang pendeta muda dengan sebelah
kaki mengalami atrofi dan telapak kaki pada posisi equinus.Michael
Underwood membuat deskripsi klinis pertama tentang poliomyelitis, beliau
adalah seorang dokter dari inggris yang melaporkan bahwa penyakit polio
menyerang terutama pada anak-anak sehingga menyebabkan
kelumpuhan yang menetap pada extremitas bawah penderita. Pada awal
abad-19 telah dilaporkan kejadian yang disebabkan oleh polio di eropa
dan pertama kali dilaporkan pada tahun 1843 di Amerika Serikat. Di awal
abad ke-20 Polio meningkat menjadi penyakit pandemic.(Satari, Ibbibah
and Utoro, 2017)

1.2 ETIOLOGI POLIO

Pada tahun 1909 dua orang dokter dari Australia yakni Karl
Landsteiner dan Erwin Popper menemukan virus polio pertama kali. Virus
Polio (VP) merupakan penyakit menular akut yang sangat berbahaya
yang disebabkan oleh virus polio dari genus enterovirus dan family
Picorna virida. Selain itu juga disebabkan oleh virus polio dengan
menempati pada sel anterior bagian kelabu sumsum tulang belakang dan
inti motorik truncus cerebri (batang otak) dan akibat kerusakan bagian
susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot. Terdapat
3 jenis virus polio yakni strain 1 (Mahoney) strain 2 (Lansing) dan strain 3
Page |4

(Leon). Perbedaan ketiga jenis virus terdapat pada masing-masing


nukleotida. Strain 1 adalah jenis virus yang sering mengalami Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas.
Sementara strain 2 kadang menyebabkan kasus dan starin 3
menimbulkan epidemi yang ringan. Di negara tropis dan subtropis jenis
virus strain 2 dan starin 3 tidak menimbulkan imunitas silang.(Learning
and Neuron)

1.3 EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1979 di Amerika Serikat penularan virus polio tidak


terjadi lagi. Program untuk memberantas yang dilakukan Pan American
Health Organization menyebabkan terjadi pengurangan suspect polio di
bagian Belahan Barat pada tahun 1991. Program tersebut secara konkret
telah mengurangi penularan virus polio di seluruh dunia. Pada tahun
2012, hanya 223 kasus polio yang dikonfirmasi dilaporkan secara global
dan polio hanya endemis di tiga negara. Manusia merupakan reservoir
bagi virus polio sehingga dapat menularkan ke orang lain, sehingga orang
dengan defisiensi imun mudah tertular.(Doctors, Heymann and Aylward,
2004)

1.3.1 Perkembangan dan Penyebaran Polio di Dunia

Pada tahun 2007 kasus Poliomyelitis secara global mengalami


penurunan dari 350.000 kasus di 125 negara menjadi 1315 kasus di 11
negara. Pada tahun 2008 di 4 negara yakni India, Afghanistan, Pakistan,
dan Nigeria masih terdapat adanya kasus polio, sehingga negara-negara
sebelumnya yang sudah dinyatakan bebas polio tetap mengalami
penularan karena aktivitas import antarnegara. Dengan demikian, polio
masih menjadi masalah di beberapa negara di seluruh dunia. Tahun 2011
India dinyatakan telah berhasil menghentikan transmisi virus polio,
Page |5

sementara untuk Nigeria yang sebelumnya juga termasuk negara


endemis polio, sudah tidak melaporkan lagi adanya kasus polio di
negaranya sejak 24 juli tahun 2004. Namun saat ini dua negara yakni
Afghanistan dan Pakistan masih menjadi negara endemis polio.(Public
Health England, 2004)

1.3.2 Perkembangan dan Penyebaran Polio di Indonesia

Pada tahun 1988, beberapa negara membuat program


Pemberatasan Polio Global untuk menghilangkan kasus polio dengan
dilaksanakan kampanye imunisasi masal dan diadakannya PIN (Pekan
Imunisasi Nasional). Sebab sekitar 350 ribu kasus polio masih mewabah
baik di seluruh dunia termasuk Indonesia. Rata-rata cakupan imunisasi
rutin di Indonesia hanya sekitar 70% yang mengakibatkan sebagian besar
anak-anak tidak mendapatkan imunisasi untuk terlindungi dari Virus Polio
(VP). Indonesia pernah tidak terdapat kasus polio selama 10 tahun
sebelum kembali terinfeksi lagi dengan virus yang di sebabkan aktivitas
social antarnegara.(United Nations Children’s Fund & World Health
Organisation, 2001)

1.4 Faktor Penyebaran Polio

Penyebaran polio akan ditularkan melalui infeksi droplet dari


orofaring/saliva atau dari tinja penderita polio. Penularan utama yang
terjadi baik antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya melalui
fekal-oral (dari tinja ke mulut) adapun dari oral-oral ( mulut ke mulut).
Fekal-oral yang dimaksud yakni minum dan makan makanan
yang sudah tercemar oleh tinja penderita polio sehingga secara langsung
manusia yang sehat telah terinfeksi Virus Polio. Sementara untuk oral-oral
yakni penderita polio menularkannya melalui air liur kepada manusia yang
terinfeksi. Adapun daerah yang biasanya di infeksi virus polio yaitu :
Page |6

1. Medulla spinalis terutama kornu anterior


2. Batang otak pada nucleus vestibularis, inti-inti saraf kranial
dan formation retikularis yang mengandung pusat vital
3. Cerebellum terutama inti-inti pada vermis
4. Midbrain pada masa kelabu, substansia nigra dan kadang-
kadang nucleus rubra
5. Thalamus dan Hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks cerebri daerah motoris
8. Medulla spinalis yang sering kena yakni segmen cervicalis
dan lumbalis

Virus polio akan tetap bertahan lama terhadap alcohol dan lisol,
namun akan musnah terhadap larutan klor dan formaldehid. Suhu yang
tinggi dapat dengan cepat mematikan virus polio, namun pada suhu yang
dingin dan membeku virus akan mati dalam jangka waktu hingga
bertahun-tahun. Untuk ketahanan virus di Indonesia bergantung pada
kelembapan suhu dan adanya mikroba lainnya. Selain bertahan lama
terhadap alcohol dan lisol, virus juga akan bertahan lama di dalam air
limbah dan air yang tergenang. Masa inkubasi ketika terpapar oleh virus
polio berkisar antara 3-6 hari dan kelumpuhan yang terjadi dalam kurun
waktu 7-21 hari.. adapun manifestasi klinis ketika terpapar virus polio
pada manusia terbagi dalam 4 bentuk yaitu :
1. Innapparent Infection , bentuk ini ditandai tanpa gejala klinik
yang banyak terjadi sekitar 72%
2. Minor illness (abortif poliomyelitis), ditandai dengan gejala
panas yang terlalu tinggi, perasaan lemas, tidak ada nafsu
makan, sakit pada tenggorokan, gangguan gastrointestinal,
serta nyeri kepala ringan
3. Non paralitik poliomyelitis (Meningitis Aseptik), gejalanya
demam tinggi hingga mencapai 39,5 °C, sakit kepala, nyeri
Page |7

pada otot, , nafsu makan turun, mual disertai muntah,


konstipasi atau diare.
4. Paralitik poliomyelitis, diawali dengan gejala seperti non
paralitik poliomyelitis namun gejala terdapat gejala yang
parah seperti mengalami kelumpuhan pada salah satu
extremitas dan hilangnya reflex superfisial atau reflex
tendon dalam (tipe spinal)(Robertson, 2017)

1.5 Program Penanganan Polio Di Dunia

Definisi dan makna “Eradikasi” akan terus mengalami


perkembangan dan perubahan maka saat ini “eradikasi” mengandung arti
bahwa hilangnya suatu penyebab penyakit dari alam pada suatu area
geografis tertentu sebagai akibat dari upaya-upaya yang disengaja.
Usaha-usaha pengendalian dapat dihentikan apabila risiko importasi
penyakit tidak mewabah lagi ada. Penggunaan vaksin polio merupakan
salah satu upaya eradikasi yang dilakukan. Melalui upaya ini, angka kasus
polio secara perlahan-lahan mengalami penurunan. Dalam program
eradikasi polio dan melindungi balita maka diperlukan upaya tambahan
untuk menjangkau bayi dan anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi
rutin polio, maka diberlakukan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
dan mop-up hal ini merupakan kegiatan imunisasi tambahan untuk
memutus penyebaran virus polio.(Definition, Organism and Features,
2006)
Ada 192 negara terdaftar sebagai anggota WHO termasuk
Indonesia. Pada tahun 1988 WHO mencanangkan eradikasi dalam
memberantas polio, sekitar 67 negara telah berhasil memutus transmisi
virus polio di daerahnya baik dengan melakukan IPV (Inactivated Polio
Vaccine) dan OPV (Oral Polio Vaccine). (Questions, 2018)
1. OPV disebut juga sebagai vaksin polio sabin yang sesuai dengan
nama penemunya. Bentuk trivalent atau tOPV digunakan untuk
Page |8

mencegah tiga jenis virus polio. OPV lebih efektif dalam


penanganan poliomyelitis karena virus yang dilemahkan akan
langsung mengadakan replikasi di tractus gastrointestinal bagian
bawah. Dengan demikian dapat menutupi replikasi virus sehingga
virus lain tidak dapat mengalami mutase sebelum dapat bereplikasi
dalam usus dan diekresi keluar.(Durrheim and Adams, 2014).
Adapun keuntungan dan kerugian yang di timbulkan oleh
penggunaan OPV sebagai berikut :
a. Keuntungan
 Lebih efektif dari IPV
 Memberikan imunitas local dan humoral pada dinding
mukosa usus
 Pemberiannya mudah dan harga terjangkau
 Timbul zat anti sangat cepat
 Dapat dipakai di lapangan dan tidak memerlukan
persyaratan suhu beku
 Waktu pandemic pembentukan zat anti tidak hanya
cepat akan tetapi juga dapat merangsang penyebaran
virus
 Dapat dibuat dalam sel manusia dan tidak tergantung
dari binatang
b. Kerugian
 Karena virus hidup suatu saat dapat melakukan
mutase dan rekombinasi sehingga akan berubah
menjadi ganas
 Virus vaksin dapat mencapai semua penghuni rumah
 Daerah panas vaksin memerlukan rantai dingin yang
baik
 Adanya kontradiksi bagi penderita dengan defisiensi
imun dan penderita yang sedang diberi
kortikosteroid/imunosupresif
Page |9

2. Inactivated Polio Vaccine (IPV) merupakan vaksin yang lebih awal


ditemukan daripada OPV , disebut juga vaksin polio Salk, sesuai
dengan nama penemunya Jonas Salk di tahun 1955 (Goodrick,
2014). Didalam Vaksin IPV berisi virus inaktif dengan3 tipe virus
polio liar. Vaksin yang disuntikkan akan memunculkan imunitas
yang di mediasi oleh IgG dan mencegah terjadinya viremia serta
melindungi motor neuron. Vaksin IPV mampu mencegah
kelumpuhan karena menghasilkan antibodi netralisasi yang tinggi.
Pemberian IPV dilaporkan dapat berpengaruh terhadap ketiga tipe
virus polio sebesar 94% setelah pemberian dua dosis dan 99-100%
setelah pemberian injeksi 3 dosis (Bandyopadhyay et al., 2015).
Keunggulan lain pemberian IPV adalah dapat diberikan pada kasus
dengan status immunocompromised. Namun apabila dibandingkan
dengan OPV, vaksin inaktif ini kurang kuat dalam memberikan
perlindungan mukosa dan kurang efektif untuk menimbulkan herd
immunity. Harga vaksin IPV ini juga relatif mahal. Di negara maju,
pemberian IPV lebih di rekomendasikan karena dapat mengurangi
angka kejadian VAPP dan VDPV. Sama halnya dengan OPV, IPV
juga memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
a. Keuntungan
 Dengan dosis yang cukup, dapat memberikan
imunitas humoral yang baik
 Karena tidak ada virus yang hidup, kemungkinan
virus ganas tidak ada
 Dapat diberikan pada anak-anak
 Yang sedang mendapatkan kortikosteroid dan
kelainan imunitas
 Sangat bermanfaat di daerah tropis, dimana vaksin
yang mengandung virus hidup/lemah mudah rusak
b. Kerugian
 Pembentukan zat anti kurang baik
P a g e | 10

 Memerlukan beberapa kali suntikan


 Tida menimbulkan imunitas local di usus
 Harga expensif
 Pembuatan sulit
 Dapat terjadi kecelakaan terkontaminasi dengan virus
hidup yang masih ganas (Zulkifli, 2007)

Negara pertama dengan pencapaian yang sukses untuk


membasmi virus polio yaitu Finlandia pada tahun 1961 ketika 51%
populasi telah menerima 3 dosis vaksin sehingga transmisi virul dapat
dihentikan. Pada tahun 1972 Amerika Serikat mencapai hasil serupa
dimana telah diadakannya kampanye massal penggunaan IPV yang
berlanjut pada pemakaian OPV.(Bahl et al., 2018)
Penggunaan OPV secara ekslusif dilakukan dalam program
imunisasi pada anak-anak. DI jepang penggunaan OPV hanya 2 dosis hal
ini mampu melenyapkan transmisi Virus Polio. Di eropa, pemberatasan
Virus Polio tidak semudah dengan negara negara sebelumnya.
Contohnya di Jerman dan Perancis, untuk memberantas virus upaya yang
dilakukan yaitu terus menerus memberikan imunisasi secara teratur dan
berkesinambungan dengan penggunaan jumlah dosis baku.(Cassimos et
al., 2020)

1.6 Program Penanganan Polio Di Indonesia

Pada tahun 1982 Imunisasi Poilo masuk dalam program Imunisasi


di Indonesia. Indonesia mencenangkan eradikasi poliomyelitis pada tahun
2000. Kasus polio masih ditemukan meskipun telah melalukan imunisasi
rutin dengan 3 dosis Vaksin Poliovirus Oral (OPV3) pada tahun 1991.
Untuk memutuskan transmisi virus Polio maka di tetapkan Pekan
Imunisasi Nasional atau PIN pada tanggal 13-17 September tahun 1995
dan 18-22 oktober 1995. Selain itu Pekan Imunisasi Nasional juga
P a g e | 11

diadakan pada tahun 1996-1997. Program ini berhasil mencakup


pemenuhan vaksin terhadap lebih dari 22 juta anak di bawah umut 5
tahun hal ini telah mewakili sekitar 100% populasi sasaran imunisasi)
Tahun 199 Indonesia juga membuat program Surveilan Acute
Flaccid Paralysis (AFP). Pengujian Genetic Sequencing dilakukan oleh
Center for Disease Control Sejak dilakukannya Expanded Program on
mmunization (EPI), jumlah kasus-kasus polio yang terlapor menurun
secara meyakinkan. Untuk mengatasi penyebaran virus Polio berlanjut,
telah dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Daerah yang telah terinfeksi dilakukan Outbreak Response
Immunation) yakni suatu upaya yang diberikan dengan segara
untuk melakukan perlindungan terhadap anak yang berada
disekitar penderita agar tidak mengalami kelumpuhan.
2. Melakukan suatu upaya untuk menghentikan penyebaran virus
polio dengan jangkauan daerah yang lebih luas (Daerah
penyangga) upaya ini dinamakan Mopping Up. Walaupun
adanya upaya OKI dan Mopping Up, namun masih ada di
temukan beberapa kasus polio tersebar di beberapa provinsi
yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Riau, NAD,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Timur, DKI Jakarta.
Dengan demikian tingginya mobilitas manusia maka di adakan
Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
3. PIN (Pekan Imunisasi Nasional) merupakan upaya yang
dilakukan secara nasional dengan memberikan imunisasi
kepada seluruh Balita di Indonesia. Setiap PIN dilakukan
sebanyak 2 putaran, berselang minimal satu bulan. Pada tahun
2005 telah dilakukan PIN sebanyak 3 kali yaitu pada bulan
Agustus, September dan November dengan cakupan 95%, 97%
dan 98,1%.

Dengan adanya program-program yang telah di lakukan Indonesia


telah berhasil menerima sertifikasi bebas polio bersama dengan negara
P a g e | 12

anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) pada bulan Maret 2014.
(States et al., 2016)

1.7 Hambatan dalam Penanganan Polio

Adapun beberapa hambatan dalam penanganan polio di Indonesia


di antaranya yaitu perang serta hubungan politik yang menegang
sehingga hal ini menjadi suatu hambatan dalam pelaksanaan Program
Imunisasi. Selain itu surveillance system juga tidak bias terlaksanakan di
daerah perang atau terdapat konflik. Dengan demikian status kasus polio
di daerah tersebut masih sulit untuk diketahui dan dapat disimpulkan
bahwa keberadaan masalah polio belum terpecahkan.
Masalah lainnya yakni terjadi mutase dan rekombinasi
(penyilangan gen) pada vaksin polio yang diberikan, kususnya Oral
Poliovirus Vaksin (OPV). Hal ini disebabkan OPV memiliki virus hidup
yang bisa melakukan mutase dan rekombinasi. Dengan demikian, virus
hidup dapat berubah menjadi ganas dan liar. Sementara OPV masih
diberikan dalam penanganan Polio secara global.

KESIMPULAN

Polio (VP) merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh


virus polio dari genus enterovirus dan family Picorna virida. Penyebaran
polio akan ditularkan melalui infeksi droplet dari orofaring/saliva atau dari
tinja penderita polio. Penularan utama yang terjadi baik antara manusia
yang satu dan manusia yang lainnya melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut)
adapun dari oral-oral ( mulut ke mulut).
Adapun penanganan yang dilakukan beberapa negara yakni
membuat program Pemberatasan Polio Global untuk menghilangkan
P a g e | 13

kasus polio ini dengan dilaksanakan kampanye imunisasi masal dan


diadakannya PIN (Pekan Imunisasi Nasional) yaitu dengan pengunaan
vaksin polio.vaksin polio terbagi menjadi dua yaitu IPV (Inactivated Polio
Vaccine) dan OPV (Oral Polio Vaccine) yang mana vaksin ini memiliki
keuntungan dan kerugian masing-masing. Program ini berhasil mencakup
pemenuhan vaksin terhadap lebih dari 22 juta anak di bawah umut 5
tahun yang hal ini telah mewakili sekitar 100% populasi sasaran
imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1 Bahl, S. et al. (2018) ‘Global Polio Eradication – Way Ahead’, Indian


Journal of Pediatrics. The Indian Journal of Pediatrics, 85(2), pp. 124–
131. doi: 10.1007/s12098-017-2586-8.
2 Bandyopadhyay, A. S. et al. (2015) ‘Polio vaccination: Past, present
and future’, Future Microbiology, 10(5), pp. 791–808. doi:
10.2217/fmb.15.19.
3 Cassimos, D. C. et al. (2020) ‘Vaccination programs for adults in
Europe, 2019’, Vaccines, 8, pp. 1–15. doi: 10.3390/vaccines8010034.
4 Definition, S. C., Organism, C. and Features, C. (2006)
‘Epidemiological Unit’, (011), pp. 14–15.
5 Doctors, A., Heymann, D. L. and Aylward, R. B. (2004) ‘Poliomyelitis’,
(August), pp. 1–3.
6 Durrheim, D. N. and Adams, A. (2014) ‘Polio anywhere is a risk
everywhere’, Communicable diseases intelligence quarterly report,
38(2), pp. E105–E106.
7 Goodrick, S. (2014) ‘Preventing polio’, The Lancet Neurology. Elsevier
Ltd, 13(7), p. 653. doi: 10.1016/S1474-4422(14)70133-4.
8 Learning, C. and Neuron, L. M. (no date) ‘Ortopedi dalam Pendidikan
Anak Tunadaksa’, Modul Pembelajaran, p. 1313.
9 Public Health England (2004) ‘The Green Book: 26 Poliomylitis’, PHE
P a g e | 14

Website, pp. 313–328. Available at:


https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_d
ata/file/148141/Green-Book-Chapter-26-Polio-updated-18-January-
2013.pdf.
10 Questions, F. A. (2018) ‘Polio eradication and Vaccine-derived polio
virus ( VDPV ) Frequently Asked Questions’, pp. 2–3.
11 Robertson, S. (2017) ‘The Immunological Basis for Immunization -
Module 6: Poliomyelitis’, Global Programme for Vaccines and
Immunization: Expanded Programme on Immunization, pp. 1–235.
12 Satari, H. I., Ibbibah, L. F. and Utoro, S. (2017) ‘Eradikasi Polio’, Sari
Pediatri, 18(3), p. 245. doi: 10.14238/sp18.3.2016.245-50.
13 States, M. et al. (2016) ‘Polio vaccines: WHO position paper – March,
2016’, Relevé épidémiologique hebdomadaire / Section d’hygiène du
Secrétariat de la Société des Nations = Weekly epidemiological record
/ Health Section of the Secretariat of the League of Nations, 91(12),
pp. 145–168.
14 United Nations Children’s Fund & World Health Organisation (2001)
‘Communication Handbook forPolio Eradication and Routine EPI’, pp.
1–156.
15 Zulkifli, A. (2007) ‘Epidemiologi Penyakit Polio’, Jurnal Makalah Ilmiah,
p. 27.

Anda mungkin juga menyukai