Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

OLEH:
Ni Kadek Widiastuti, S.Kep
NIM. C1219016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Mansjoer, 2013).
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur
tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi
ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan,
gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena kontraksi otot yang
ekstrem (Brunner & Suddarth, 2016)
Dapat disimpulkan fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas pada
tulang yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya,

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat
(Price dan Wilson, 2016). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia:
Gambar. Gambar Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang
adalahjaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang
membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah
fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2016).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat
tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2016).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain:
tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan
falang (Price dan Wilson, 2016).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis
dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur (tulang paha) merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendiyang disebut kaput femoris, disebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua
buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua
kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian
lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut
OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil
dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os
tibia dan fibula.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah
oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya
5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteumkuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar
yang disebut tulang bijian (osteumsesarnoid).

2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa,
dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan
Wilson, 2016). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga
jenis sel antara lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks
tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase
alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker
ketulang.
Ostesit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di
absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel
ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriksdan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan
Wilson (2016) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel-
sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang
tertentu.

C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Menurut (Mansjoer, 2010) penyebab fraktur yaitu sebagai berikut:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA


Menurut (Brunner & Suddarth, 2016) manifestasi klinis fraktur adalah:
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal
E. KLASIFIKASI
Jenis-jenis fraktur menurut Brunner & Suddarth, 2016:
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
a. Derajat I
1) Luka kurang dari 1 cm
2) kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3) fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
4) Kontaminasi ringan
b. Derajat II
1) Leserasi lebih dari 1cm
2) Kerusakan
3) jaringan lunak, tidak luas,avulse.
4) Fraktur komuniti sedang.
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
bergeser dari posisi normal.
4. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
5. Jenis khusus fraktur
a. Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis patah obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulasi
b. Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
3) Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang
berlainan.
c. Bergeser tidak bergeser
1) Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
2) Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

Gambar. Jenis-Jenis Fraktur

F. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada
tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas
tuang atau pemisahan ulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang
menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit
akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini
memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan
kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena
dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada
vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama
dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada
pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika
perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan
deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.
Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan
seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan
gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul masalah
keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri
memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme
otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen
tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan
tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan
histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga
muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam beberapa waktu akan
menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena
penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau penekanan pada
pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut mengalami
penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah
keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.
Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan
fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan
fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan
kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress.
Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah
sehingga asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk
emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.
Trauma tidak langsung
G. PATHWAY

 Jatuh  Osteoporosis
 Hantaman Trauma langsung Tekanan pada tulang  Osteomyelitis
 Kecelakaan  Keganasan
 dll  dll
Tidak mampu merendam
energi yang terlalu Kondisi patologis
besar

Tidak mampu menahan Tulang rapuh


FRAKTUR berat badan

Pegeseran fragmen
tulang
Merusak jaringan sekitar Prosedur pembedahan

Menembus kulit Pelepasan Mediator Pelepasan Trauma Deformitas Kurang Tindakan Pemasangan
(Fraktur terbuka) nyeri (Histamin, mediator arteri/vena terpapar infasih plat diatermi
prostagladinin, inflamasi Gangguan informasi
Luka bradikinin, fungsi
Perdarahan mengenai Perdarahan RISIKO CEDERA
serotonin, dll) Vasodilatasi prosedur
KERUSAKAN Tidak TERMAL
Tidak HAMBATAN pembedaha
INTEGRITAS JARINGAN Ditangkap reseptor Peningkatan terkontrol
terkontrol MOBILITAS n
Nyeri perifer aliran darah FISIK Ancaman
Kerusakan Peningkatan Kehilangan Kehilangan
kematian
pertahanan primer
Impuls ke otak permeabilitas volume cairan cairan
kapiler berlebihan Krisis
Port de entry kuman situasional RISIKO
Persepsi Nyeri RISIKO SYOK
Kebocoran SYOK
cairan ke HIPOVOLEMIK ANSIETAS
RISIKO INFEKSI NYERI AKUT K
intertisial
Prosedur anastesi
Kamar
Operasi General
SAB
anastesi
Oedema Suhu ruangan Penurunan
rendah Deeppresed
motorik
SSP
Menekan
pembuluh Linen
Kelemahan
darah perifer pasien tipis Gangguan Penurunan
anggota
gerak sensorik/persepsi kesadaran
GANGGUAN
INFEKTIF PERFUSI RASA Prosedur Apnea
Disorientasi
JARINGAN PERIFER NYAMAN pemindahan/
transport Pemasangan
RISIKO CEDERA
Endotracheal
AKIBAT POSISI
RISIKO PERIOPERATIF
CEDERA GANGGUAN
VENTILASI
SPONTAN

(Sumber: Brunner & Suddarth. 2016)


H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
1. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya
fraktur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur.
Pemeriksaan penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah
trauma.
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera
hati

J. PENATALAKSANAAN
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas:
a. Reduksi Tertutup; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain. Alat
imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstermitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
b. Traksi alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk
meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang
terjadi.
1) Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menepelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
2) Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,
memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
3) Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan
dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
c. Reduksi Terbuka: dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau
batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisnya sampa penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat
diletakkan disisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
1) OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di
bawahnya fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan
distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil
untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang
dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
2) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan
patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal
dimana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditemukan sepanjang bidang anatomic tempat yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan harus
segera dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. Primary Survey (ABCDE)
a. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, sumbatan total
atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya aliran udara dan adanya
gangguan pada jalan nafas misalnya edema tipe torniket pada daerah leher
yang dapat menyumbat pernafasan (Karika, 2011).
1) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat
dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan
napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol
servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai
terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala
sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah
dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS
(Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika
saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
2) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
3) Feel (raba).
b. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya pernafasan,
frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada (naik turunnya dinding dada),
suara pernafasan melalui hidung atau mulut, merasakan udara yang
dikeluarkan dari jalan nafas (Kartika, 2011:44).
1) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau
flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored
breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap
oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut
meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap
kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi
untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
2) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks
merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju
pernapasan yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan
oksigen.
3) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan
adanya ventilasi yang adekuat
c. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan
adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan keteraturan, warna
kulit dan kelembaban, tanda-tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas
atau trauma.
1) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
2) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
3) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
4) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut
tekan pada daerah tersebut
5) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan
cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi
TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
6) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
d. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan status
kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
1) GCS setelah resusitasi (tingkat kesadaran)
Kualitatif dengan:
a) Compos Mentis
Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling ,
orientasi baik terhadap orang tempat dan waktu.
b) Apatis
Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh
terhadap lingkungannya.
c) Confuse
Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
d) Samnolen
Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan
hilang, klien tidur lagi.
e) Soporous Coma
Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih
ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik
sempurna.
f) Koma
Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan.
Kuantitas dengan GCS:
a) Mata (eye)
(1). Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
(2). Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
(3). Membuka mata dengan perintah 3
(4). Membuka mata spontan 4
b) Motorik (M)
(1) Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
(2) Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2
(3) Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3         
(4) Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
(5) Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
(6) Bergerak sesuai perintah 6
c) Verbal (V)
(1)Tidak ada suara 1
(2) Merintih 2
(3) Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
(4) Dapat diajak bicara tapi kacau 4
(5) Dapat berbicara, orientasi baik 5
2) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
3) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
e. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol lingkungan
tentang kondisi pasien secara umum (Kartika, 2011:73).
2. Secondary Survey
Pada secondary survey dilakukan anamnesa yaitu dengan AMPLE (Alergi,
Medication, Past History, Last meal, Event) atau KOMPAK (Keluhan, Obat,
Makan terakhir, Penyakit penyerta, Alergi, Kejadian).
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB,
alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
d. Riwayat kesehatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien, riwayat
penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani,
riwayat keluarga dan sosial, serta review sistem (Kartika, 2011:44).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang menimbulkan
nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik), Q
(kualitas, keluhan klien), R (arah perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala
nyeri 1-10), T (lamanya nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul)
(Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah meliputi
systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-100 kali/ menit
atau lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24
kali/menit (Kartika, 2011: 44).
e. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada fraktur yaitu:
1). Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan penilaian Eye (4
untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara, nilai 2 dengan nyeri dan 1
tanpa respon), penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus, 4 jika pasien
bingung, 3 apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam
dan 1 jika tidak ada respon) serta motorik (6 bila pasien dapat mengikuti
perintah dengan baik, 5 bila pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila
pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi abnormal, 2 bila ekstensi abnormal
dan 1 bila tanpa respon) (Kartika, 2011: 58).
2). Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya tanda-tanda
distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori, keteraturan retraksi
dada, keteraturan pola nafas, dan suara nafas abnormal (Kartika, 2011:
61).
3). Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas tanda-tanda vital,
dan denyut jantung yang cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika, 2011).
4). Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka. Auskultasi
keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus. Palpasi adanya
nyeri, hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk mngetahui ukuran organ
dan memeriksa daerah cairan atau rongga intra abdominal (Kartika,
2011).
5). Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat berhubungan dengan
trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya edema, eritema, jejas, dan nyeri.
Periksa pergerakan dan status neurovaskular pasien untuk mendeteksi
masalah. Lepaskan semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka
(Kartika, 2011: 62).
6). Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas, atau bau aneh
dan status nyeri pada sistem urinaria.
7). Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu, kepucatan, sianosis
dan kekuningan (Kartika, 2011: 62).
8). Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah,
lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan polifagi (Kartika,
2011:64).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b/d intoleransi aktivitas
3. Risiko infeksi b/d prosedur invasif
4. Ansietas b/d ancaman status terkini
C. INTERVENSI DAN RASIONAL

NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


DX
KRITERIA HASIL

1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri a. Mengurangi nyeri


keperawatan selama …..x….. jam a. Pertahankan imobilasasi dan mencegah
diharapkan nyeri yang dirasakan bagian yang sakit dengan tirah malformasi.
pasien berkurang bahkan hilang baring, gips, atau traksi b. Meningkatkan aliran
dengan kriteria hasil: b. Tinggikan posisi ekstremitas balik vena,
NOC label: yang terkena. mengurangi
1. Kontrol Nyeri c. Lakukan dan awasi latihan edema/nyeri.
a. Mengenali kapan nyeri terjadi gerak pasif/aktif. c. Mempertahankan
dari skala 3 (kadang-kadang d. Lakukan tindakan untuk kekuatan otot dan
menunjukkan) ke skala 5 meningkatkan kenyamanan meningkatkan
(secara konsisten (masase, perubahan posisi) sirkulasi vaskuler.
menunjukkan) Terapi relaksasi d. Meningkatkan
b. Menggunakan tindakan e. Ajarkan penggunaan teknik sirkulasi umum,
pengurangan nyeri tanpa manajemen nyeri (latihan menurunakan area
analgesic dari skala 2 (jarang napas dalam, imajinasi visual, tekanan local dan
menunjukkan) ke skala 4 aktivitas dipersional) kelelahan otot.
(sering menunjukkan) f. Lakukan kompres dingin e. Mengalihkan
c. Melaporkan nyeri yang selama fase akut (24-48 jam perhatian terhadap
terkontrol dari skala 2 (jarang pertama) sesuai keperluan. nyeri, meningkatkan
menunjukkan) ke skala 4 g. Pemberian analgesik control terhadap nyeri
(sering menunjukkan) Kolaborasi pemberian yang mungkin
2. Tingkat nyeri analgetik sesuai indikasi. berlangsung lama.
a. Nyeri yang dilaporkan dari f. Menurunkan edema
skala 3 dan mengurangi rasa
(nyeri sedang) ke skala 5 (tidak nyeri.
ada nyeri) dengan tanda nyeri g. Menurunkan nyeri
sedang skala 4 (kisaran melalui mekanisme
normal) ke skala 0 (tidak ada penghambatan
nyeri) rangsang nyeri baik
secara sentral
maupun perifer.
2. Setelah dilakukan asuhan Peningkatan latihan a. Memfokuskan
keperawatan selama …..x….. jam a. Pertahankan pelaksanaan perhatian,
diharapkan hambatan mobilitas fisik aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa
pasien teratasi dengan kriteria hasil: (radio, koran, kunjungan kontrol diri/harga diri,
Noc label: teman/keluarga) sesuai membantu
1. Pergerakan keadaan klien menurunkan isolasi
a. Gerakan sendi dipertahankan b. Bantu latihan rentang gerak sosial.
pada 4 (sedikit terganggu) di pasif aktif pada ekstremitas b. Meningkatkan
tingkatkan ke 5 (tidak yang sakit maupun yang sehat sirkulasi darah
terganggu) sesuai keadaan klien. muskuloskeletal,
b. Gerakan otot dipertahankan c. Berikan papan penyangga mempertahankan
pada 4 (sedikit terganggu) di kaki, gulungan tonus otot,
tingkatkan ke 5 (tidak trokanter/tangan sesuai mempertahakan gerak
terganggu) indikasi. sendi, mencegah
c. Keseimbangan dipertahankan d. Bantu dan dorong perawatan kontraktur/atrofi dan
pada 4 (sedikit terganggu) diri (kebersihan/eliminasi) mencegah reabsorbsi
ditingkatkan ke 5 (tidak sesuai keadaan klien. kalsium karena
terganggu) e. Ubah posisi secara periodik imobilisasi.
2. Kemampuan berpindah sesuai keadaan klien. c. Mempertahankan
d. Berpindah dari satu f. Dorong/pertahankan asupan posis fungsional
permukaan ke permukaan cairan 2000-3000 ml/hari. ekstremitas.
yang lain sambil berbaring g. Berikan diet TKTP. d. Meningkatkan
dipertahankan pada 3 (cukup kemandirian klien
terganggu) ditingkatkan ke 5 dalam perawatan diri
(tidak terganggu) sesuai kondisi
keterbatasan klien.
e. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
f. Mempertahankan
hidrasi adekuat, men-
cegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi.
g. Kalori dan protein
yang cukup
diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis
tubuh.

3. Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi a. Untuk mencegah


keperawatan selama …..x….. jam a. Monitor kerentanan terhadap infeksi
diharapkan pasien tidak mengalami infeksi b. Agar terhinfdar dari
infeksi dengan kriteria hasil: b. Anjurkan pasien mengenai infeksi
Noc label: tehnik mencuci tangan dengan c. Mencegah terjadinya
1. Deteksi Risiko tepat infeksi
a. Monitor perubahan status Perlindungan infeksi d. Untuk mencegah
kesehatan dipertahankan pada c. Monitor kerentanan terhadap penularan infeksi
2 (jarang menunjukkan) infeksi e. Mengetahui keadaan
ditingkatkan ke 4 (sering d. Ajarkan pasien dan keluarga umum pasien
menunjukkan) bagaimana cara menghindari
b. Mengenali tanda dan gejala infeksi
yang mengindikasikan resiko Monitor tanda-tanda vital
dipertahankan pada 2 (jarang e. Monitor ttv
menunjukkan) ke 4 (sering
menunjukkan)

4. Setelah dilakukan asuhan Tanda-tanda vital a. Mengetahui keadaan


keperawatan selama …..x….. jam a. Monitor tanda-tanda vital umum pasien
diharapkan cemas pasien teratasi Tehnik menenangkan b. Membantu
dengan kriteria hasil: b. Identifikasi orang-orang mengurangi
Noc label: terdekat klien yang bisa kecemasan pada klien
1. Tingkat kecemasan membantu klien c. Mengurangi
a. Perasaan gelisah dari skala 3 c. Anjurkan orang tua atau kecemasan pada
(sedang) ditingkatkan ke skala keluarga pasien untuk berada pasien
5 (tidak ada) di sisi klien d. Dengan memberikan
b. Rasa takut yang disampaikan d. Anjurkan keluarga dan orang pelukan kasih sayang
secara lisan dari skala 4 tua memberikan kenyamanan pasien akan merasa
(ringan) ditingkatkan ke skala pada klien (pelukan) lebih tenang
5 (tidak ada) Terapi relaksasi e. Menberikan
2. Tingkat rasa takut e. Minta klien untuk rileks dan kenyamanan pada
c. Ketakutan dari skala 4 (ringan) merasakan sensasi yang terjadi pasien
ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada)
D. EVALUASI
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang
sistematis pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format
evaluasi SOAP meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan data
perencanaan (Nursalam, 2010). Evaluasi berdasarkan NOC 2016:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik evaluasinya yaitu: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama …..x….. jam diharapkan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil:
a. Kontrol Nyeri
1) Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 3 (kadang-kadang menunjukkan)
ke skala 5 (secara konsisten menunjukkan)
2) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke skala 4 (sering menunjukkan)
3) Melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 2 (jarang menunjukkan) ke
skala 4 (sering menunjukkan)
b. Tingkat nyeri
1) Nyeri yang dilaporkan dari skala 3 (nyeri sedang) ke skala 5 (tidak ada
nyeri) dengan tanda nyeri sedang skala 4 (kisaran normal) ke skala 0
(tidak ada nyeri)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas evaluasinya
yaitu: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x….. jam diharapkan
hambatan mobilitas fisik pasien teratasi dengan kriteria hasil:
a. Pergerakan
1) Gerakan sendi dipertahankan pada 4 (sedikit terganggu) ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
2) Gerakan otot dipertahankan pada 4 (sedikit terganggu) ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
3) Keseimbangan dipertahankan pada 4 (sedikit terganggu) ditingkatkan ke
5 (tidak terganggu)
b. Kemampuan berpindah
1) Berpindah dari satu permukaan ke permukaan yang lain sambil berbaring
dipertahankan pada 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 5 (tidak
terganggu)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive evaluasinya yaitu:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x….. jam diharapkan pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a. Deteksi Risiko
1) Monitor perubahan status kesehatan dipertahankan pada 2 (jarang
menunjukkan) ditingkatkan ke 4 (sering menunjukkan)
2) Mengenali tanda dan gejala yang mengindikasikan resiko dipertahankan
pada 2 (jarang menunjukkan) ke 4 (sering menunjukkan)
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini evaluasinya yaitu: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama …..x….. jam diharapkan cemas pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
a. Tingkat kecemasan
1) Perasaan gelisah dari skala 3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
2) Rasa takut yang disampaikan secara lisan dari skala 4 (ringan)
ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
b. Tingkat rasa takut
1) Ketakutan dari skala 4 (ringan) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.

Bulechek, G.M., et all. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi


Keenam. CV Moco Media.

Kartika, 2011, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Nursalam. 2010. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba


Medika.

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2016, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2010, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV. Makasar:
Bintang Lamumpatue.

Anda mungkin juga menyukai