OLEH:
Ni Kadek Widiastuti, S.Kep
NIM. C1219016
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Mansjoer, 2013).
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas struktur
tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi
ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan,
gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena kontraksi otot yang
ekstrem (Brunner & Suddarth, 2016)
Dapat disimpulkan fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas pada
tulang yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat
(Price dan Wilson, 2016). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia:
Gambar. Gambar Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang
adalahjaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang
membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah
fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2016).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat
tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Pricedan Wilson, 2016).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain:
tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan
falang (Price dan Wilson, 2016).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis
dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur (tulang paha) merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendiyang disebut kaput femoris, disebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua
buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua
kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian
lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut
OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil
dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os
tibia dan fibula.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah
oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya
5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteumkuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar
yang disebut tulang bijian (osteumsesarnoid).
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa,
dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan
Wilson, 2016). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga
jenis sel antara lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks
tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase
alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker
ketulang.
Ostesit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di
absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel
ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriksdan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan
Wilson (2016) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel-
sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang
tertentu.
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Menurut (Mansjoer, 2010) penyebab fraktur yaitu sebagai berikut:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
F. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada
tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas
tuang atau pemisahan ulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang
menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit
akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini
memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan
kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena
dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada
vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama
dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada
pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika
perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan
deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.
Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan
seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan
gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul masalah
keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri
memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme
otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen
tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan
tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan
histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga
muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam beberapa waktu akan
menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena
penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau penekanan pada
pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut mengalami
penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah
keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.
Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan
fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan
fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan
kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress.
Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah
sehingga asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk
emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.
Trauma tidak langsung
G. PATHWAY
Jatuh Osteoporosis
Hantaman Trauma langsung Tekanan pada tulang Osteomyelitis
Kecelakaan Keganasan
dll dll
Tidak mampu merendam
energi yang terlalu Kondisi patologis
besar
Pegeseran fragmen
tulang
Merusak jaringan sekitar Prosedur pembedahan
Menembus kulit Pelepasan Mediator Pelepasan Trauma Deformitas Kurang Tindakan Pemasangan
(Fraktur terbuka) nyeri (Histamin, mediator arteri/vena terpapar infasih plat diatermi
prostagladinin, inflamasi Gangguan informasi
Luka bradikinin, fungsi
Perdarahan mengenai Perdarahan RISIKO CEDERA
serotonin, dll) Vasodilatasi prosedur
KERUSAKAN Tidak TERMAL
Tidak HAMBATAN pembedaha
INTEGRITAS JARINGAN Ditangkap reseptor Peningkatan terkontrol
terkontrol MOBILITAS n
Nyeri perifer aliran darah FISIK Ancaman
Kerusakan Peningkatan Kehilangan Kehilangan
kematian
pertahanan primer
Impuls ke otak permeabilitas volume cairan cairan
kapiler berlebihan Krisis
Port de entry kuman situasional RISIKO
Persepsi Nyeri RISIKO SYOK
Kebocoran SYOK
cairan ke HIPOVOLEMIK ANSIETAS
RISIKO INFEKSI NYERI AKUT K
intertisial
Prosedur anastesi
Kamar
Operasi General
SAB
anastesi
Oedema Suhu ruangan Penurunan
rendah Deeppresed
motorik
SSP
Menekan
pembuluh Linen
Kelemahan
darah perifer pasien tipis Gangguan Penurunan
anggota
gerak sensorik/persepsi kesadaran
GANGGUAN
INFEKTIF PERFUSI RASA Prosedur Apnea
Disorientasi
JARINGAN PERIFER NYAMAN pemindahan/
transport Pemasangan
RISIKO CEDERA
Endotracheal
AKIBAT POSISI
RISIKO PERIOPERATIF
CEDERA GANGGUAN
VENTILASI
SPONTAN
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
1. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya
fraktur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur.
Pemeriksaan penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah
trauma.
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera
hati
J. PENATALAKSANAAN
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas:
a. Reduksi Tertutup; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain. Alat
imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstermitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
b. Traksi alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk
meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang
terjadi.
1) Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menepelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
2) Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,
memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
3) Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan
dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
c. Reduksi Terbuka: dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau
batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisnya sampa penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat
diletakkan disisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
1) OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di
bawahnya fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan
distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil
untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang
dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
2) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan
patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal
dimana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditemukan sepanjang bidang anatomic tempat yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan harus
segera dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Kartika, 2011, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2016, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2010, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV. Makasar:
Bintang Lamumpatue.