Anda di halaman 1dari 5

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

1. BERDASARKAN PENYEBAB CEDERA KEPALA


a) Cedera kepala primer
Cedera kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal  dan cedera otak difusa,
yang masing-masing mempunyai mekanisme etilogis dan patofisiologi yang unik.
1. Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun biasanya
ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan neurologis.
2. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya dijumpai pada
kira-kira separuh dari kasus cedera kepala berat. Kelainan ini mencakup kontusi
kortikal, hematom subdural, epidural dan intraserebral yang secara makroskopis
tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.
3.  Cedera otak difusa pada dasarnya berbeda dengan cedera vokal, dimana keadaan ini
berkaitan dengan disfungsi otak yang luas serta biasanya tidak tampak secara
mikroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan
akson-akson, maka cedera ini juga dikenal dengan cedera aksional difusa. 
b) Kerusakan otak sekunder
Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas/gangguan sistemik
akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan-keadaan ini merupakan penyebab yang
sering dari kerusakan otak sekunder. Hipoksia dan hipotensi semata akan menyebabkan
perubahan-perubahan minimal, yang kemudian bersamaan dengan efek cedera mekanis
memperberat gangguan-gangguan metabolisme serebral.
Hipoksia dapat merupakan akibat dari kejadian aspirasi, obstyruksi jalan nafas atau
cedera toraks yang terjadi bersamaan dengan trauma kepala, namun sering juga terjadi
hipoksia pasca cedera kepala dengan ventilasi normal dan tanpa adanya keadaan-keadaan
tersebut di atas.
Hipotensi pada penderita cedera kepala biasanya hanya sementara yaitu sesaat setelah
konkusi atau merupakan tahap akhir dari kegagalan meduler yang berkaitan dengan
herniasi cerebral.
c) Edema cerebral
Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan edema
iskemik. Edema vasogenik disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas kapiler
akibat sawar darah otak sehingga terjadi penimbunan cairan plasma ekstraseluler
terutama di massa putih serebral. Edema iskemik merupakan penimbunan cairan
intraseluler sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairannya.
Edema cerebral yang mencapai maksimal pada hari ke tiga pasca cedera, dapat
menimbulkan suatu efek massa yang bermakna. Di samping itu edema ini sendiri dapat
juga terjadi, tanpa adanya tampilan suatu konstusi atau pendarahan intraserebral. Keadaan
ini dapat terjadi akibat gangguan sekunder dari hipotensi sistemik dan hipoksia, cedera
arterial atau hipertensi intracranial. Gangguan aliran darah cerebral trauma yang
mengakibatkan anoksia jaringan juga tampil sebagai daerah “swelling” hipodens difus.
d) Pergeseran otak(Brain Shift)-herniasi batang otak
Adanya satu massa yang berkembang membesar (hemotom, abses atau
pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intracranial
(epidural/ubdural/intracerebral supra/infratentorial) biasanya akan menyebab pergeseran
dan distori otak, bersamaan dengan peningkatan intracranial akan mengarah terjadinya
herniasi otak.

2. BERDASARKAN JENIS TRAUMA KEPALA


a) Fraktur
Fraktur kalvaria atau atap tengkorak apabila tidak terbuka tidak ada hubungan dengan
dunia luar tidak memerlukan perhatian segera yang lebih penting adalah intracranialnya.
Fraktur basis cranium dapat berbahaya terutama karena perdarahan yang ditimbulkan
sehingga menimbulkan ancaman pada jalan nafas.
b) Comosio cerebri (gegar otak)
Kehilangan kesadaran sebentar dibawah 15 menit dan tidak berbahaya, penderita
tetap dibawa ke rumah sakit karena kemungkinan cedera yang lain.
c) Kontusio cerebri
Kehilangan kesadaran lebih lama, dalam kepustakaan saat ini dikenal sebagai DAI
(Difus Absonal Injury) yang mempunyai prognosis yang lebih buruk.
d) Perdarahan intracranial
Perdarahan intracranial dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau
perdarahan intracranial. Perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut
atau menyebabkan peninggian tekanan intracranial yang semakin berat.

3. BERDASARKAN MORFOLOGI
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga
jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera
kepala serta berdasar morfologi.

Tabel 1
Klasifikasi cedera kepala

-------------------------------------------------------
A. Berdasarkan mekanisme
1 Tertutup
2 Penetrans
B. Berdasarkan beratnya
1 Skor Skala Koma Glasgow
2 Ringan, sedang, berat
C. Berdasarkan morfologi
1 Fraktura tengkorak
a Kalvaria
1 Linear atau stelata
2 Depressed atau nondepressed
b Basilar
2 Lesi intrakranial
a Fokal
1 Epidural
2 Subdural
3 Intraserebral
b Difusa
1 Konkusi ringan
2 Konkusi klasik
3 Cedera aksonal difusa

4. BERDASARKAN MEKANISME
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans. Walau
istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebetulnya
tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan
kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya
dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans
lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. Karena pengelolaan kedua
kelompok besar ini sedikit berbeda, dipertahankanlah pengelompokan ini untuk keperluan
deskriptif.
5. BERDASARKAN BERATNYA
a. Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio
Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
o Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
o Lama dirawat di RS <48 jam

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)


o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota gerak.
o Ditemukan kelainan pada CT scan otak
o Dirawat di RS setidaknya 48 jam
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <9
o Hilang kesadaran lebih dari 24 jam
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
 Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.
DAFTAR PUSTAKA

Bates, B. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Mohlan, A. (1996). Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Masjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Swartz, M. (1997). Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada

University Press, 1991

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003

Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981

Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981.

Anda mungkin juga menyukai