KOLELITIASIS
A. Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011).
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Doenges, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi
yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80% (Herkutanto, 2007).
Jadi kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan satu atau
lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein,
asam lemak, dan fosfolipid.
B. Anatomi fisiologi
C. Etiologi
Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Menurut Muttaqin (2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli, menyebutkan
faktor resiko dan patogenesis batu empedu sebagai berikut.
D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang
hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Ketika empedu
terkonsentrasi di kantong empedu, dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang
kemudian mengendap dari larutan sebagai kristal mikroskopis. Kristal terjebak dalam
mukus kandung empedu, kandung empedu memproduksi endapan. Seiring waktu,
kristal tumbuh, agregat, dan bersatu untuk membentuk batu makroskopik. Oklusi
saluran oleh endapan dan / atau batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.
2 zat utama yang terlibat dalam pembentukan batu empedu adalah kolesterol
dan kalsium bilirubinate.
Batu empedu kolesterol yaitu Lebih dari 80% dari batu empedu di Amerika
Serikat mengandung kolesterol sebagai komponen utama mereka. Sel-sel hati
mengeluarkan kolesterol dalam empedu bersama dengan fosfolipid (lesitin) dalam
bentuk gelembung bermembran kecil yang sferis, disebut vesikel unilamellar. Sel-sel
hati juga mengeluarkan garam empedu, yang merupakan deterjen kuat yang
diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak makanan.
Garam empedu dalam empedu melarutkan vesikel unilamellar untuk
membentuk agregat larut disebut misel campuran. Hal ini terjadi terutama di kantong
empedu, di mana empedu terkonsentrasi oleh reabsorpsi elektrolit dan air.
Dibandingkan dengan vesikel (yang dapat menyimpan hingga 1 molekul
kolesterol untuk setiap molekul lesitin), misel campuran memiliki daya tampung
kolesterol yang lebih rendah (sekitar 1 molekul kolesterol untuk setiap 3 molekul
lesitin). Jika cairan empedu mengandung proporsi kolesterol yang relatif tinggi,
kemudian sebagai empedu terkonsentrasi, disolusi bertahap dari vesikel dapat
menyebabkan keadaan di mana kolesterol pada misel dan yang tersisa di vesikel
melebihi kapasitas. Pada titik ini, empedu sangat tersaturasi dengan kolesterol, dan
kristal kolesterol monohidrat dapat terbentuk.
Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu empedu
kolesterol akan terbentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-sel
hati, relatif terhadap lecithin dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan
tingkat stasis empedu di kandung empedu.
Batu empedu kalsium, bilirubin, dan pigmen yaitu bilirubin, pigmen kuning
yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke empedu oleh sel-sel hati.
Sebagian besar bilirubin dalam empedu adalah dalam bentuk konjugat glukuronida,
yang merupakan cukup larut dan stabil dalam air, tetapi sebagian kecil terdiri dari
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat,
karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan tidak larut dengan
kalsium. Kalsium memasuki empedu bersama dengan elektrolit lain secara pasif.
Dalam situasi perputaran heme yang tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu lebih tinggi dari
konsentrasi normal. Kalsium bilirubinate kemudian dapat mengkristal dari larutan dan
akhirnya membentuk batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin
presipitat untuk mengambil warna hitam pekat, dan batu yang terbentuk dengan cara
ini disebut batu empedu pigmen hitam. Batu pigmen hitam mewakili 10-20% dari
batu empedu di Amerika Serikat.
Empedu biasanya steril, namun dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya, di atas striktur bilier), mungkin menjadi koloni oleh bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi, dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
dapat menyebabkan pengendapan kristal kalsium bilirubinate.
Bakteri juga menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam lemak, yang juga
dapat mengikat kalsium dan endapan dari larutan. Batu yang dihasilkan memiliki
konsistensi seperti tanah liat dan disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol
atau pigmen hitam batu empedu, yang membentuk hampir secara eksklusif di
kandung empedu, batu empedu pigmen coklat sering membentuk de novo di saluran
empedu. Batu empedu pigmen coklat yang biasa di Amerika Serikat tetapi cukup
umum di beberapa bagian Asia Tenggara, kemungkinan berhubungan dengan
serangan cacing hati.
Batu empedu mixed yaitu kolesterol batu empedu dapat menjadi koloni oleh
bakteri dan dapat menimbulkan inflamasi pada mukosa kandung empedu. Enzim litik
dari bakteri dan leukosit menghidrolisis konjugat bilirubin dan asam lemak.
Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol dapat menumpuk proporsi yang besar
dari kalsium bilirubinate dan garam kalsium lainnya, memproduksi batu empedu
campuran. Batu-batu besar dapat berkembang menjadi pinggiran permukaan kalsium
menyerupai cangkang telur yang dapat terlihat di dataran film x-ray.
E. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar.
Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum
akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal
pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
F. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan
atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Batu kolesterol
Berbentukl oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat)
Berwarna cokelat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama
3. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan
sisa zat hitam yang tak terekskresi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
a) Kenaikan serum kolesterol
b) Kenaikan fosfolipid
c) Penurunan ester kolesterol
d) Kenaikan protrombin serum time
e) Kenaikan bilirubin total, transaminase
f) Penurunan urobilirubin
g) Peningkatan sel darah putih
h) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b) Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
dan tidak desaturasi getah empedu.
c) Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau
metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring
untuk memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus
koleduktus.
d) Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang
yang diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam
media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a) Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b) Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm.
c) Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui
dinding abdomen pada umbilikus.
d) Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu
empedu.
Kosep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kolelitiasis
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, diagnose medis, nomor rumah sakit,
dan tanggal masuk rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada saat pengkajian biasanya pasien merasakan nyeri pada abdomen kuadran
kanan atas, dan menyebar ke punggung, kolik epigastrium tengah, mual
/muntah, anoreksia.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri pada abdomen bagian atas dan dapat menyebar ke punggung / bahu
kanan, nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya muncak dalam 30 menit, dapat mual,
muntah.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah menderita kolelitiasis dan sering mengalami serangan
kolik bilier atau kolesis titis akut. Dan dipengaruhi oleh penyakit diabetes,
sirosis hati, pankreatitris, reksi ileum, DM, obesitas.
d) Riwayat Kesahatan Keluarga
Adanya riwayat kehamilan/melahirkan dengan riwayat DM, penyakit
informasi usus, diskrasias darah. Penyakit ini tidak menurun, tetapi orang
dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
a) B1 : Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai
nafas pendek dan tertekan.
b) B2 : Takikardi, demam, resiko perdarahan karena kekurangan
vitamin K
c) B3 : Nyeri pada perut kanan atas menyebar ke punggung atau bahu
kanan. Gelisah
d) B4 : Urine gelap pekat
e) B5 : Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses
warna seperti tanah liat.
f) B6 : Kelemahan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (inflamasi).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstruksi atau spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan atau nekrosis).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake nutrisi (tonus otot/peristaltik menurun).
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan (insisi)
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program farmaseutikal (anastesi)
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui
penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermortilitas gaster.
7. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik.
8. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (pasca tindakan
pembedahan).
C. Intervensi
1. Ages farmaseutikal
2. Aktivitas berlebihan
3. Dehidrasi
4. Iskemia
5. Pakaian yang tidak sesuai
6. Peningkatan laju metabilisme
7. Penurunan perspirasi
8. Penyakit
9. Sepsis
10. Suhu lingkungan tinggi
11. Trauma
Definisi: Nyeri akut a. Mengenali kapan terjadi nyeri (5) a. Tentukan lokasi, karakteristik,
secara konsisten menunjukkan kualitas, keparahan nyeri sebelum
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional
b. Menggambarkan factor penyebab mengobati pasien
tidak menyenangkan yang muncul akibat
(5) secara konsisten menunjukkan b. Cek adanya riwayat alergi obat
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
c. Menggunakan analgetik yang di c. Pilih analgesic atau kombinasi
yang digambarkan sebagai kerusakan rekomendasikan (5) secara analgesic yang sesuai ketika lebih
(International Association for the Study of konsisten menunjukkan dari satu diberikan
Pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari d. Melaporkan nyeri yang terkontrol 2. Manajemen nyeri
intensitas ringan hingga berat dengan akhir (5) secara konsisten menunjukkan a. Lakukan pengkajian nyeri
yang dapat diantisipasi atau diprediksi. komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
Batasan Karakteristik :
kualitas, intensitas atau beratnya
1. Bukti nyeri dengan menggunakan nyeri dan factor pencetus
standar daftar periksa nyeri untuk b. Pastikan perawatan analgesic bagi
pasien yang tidak dapat pasien dilakukan dengan pemantauan
mengungkapkannya yang ketat
2. Diaforesis c. Gali pengetahuan dan kepercayaan
3. Dilatasi pupil pasien mengenai nyeri
4. Ekspresi wajah nyeri d. Berikan informasi mengenai nyeri,
5. Fokus menyempit seperti penyebab nyeri, berapa lama
6. Fokus pada diri sendiri nyeri akan dirasakan dan antisipasi
7. Keluhan tentang intensitas akibat ketidaknyamanan akibat
menggunakan standar skala nyeri prosedur
8. Perubahan posisi untuk menghindari e. Kendalikan factor lingkungan yang
nyeri dapat mempengaruhi respon pasien
9. Perubahan selera makan terhadap ketidaknyamanan
10. Putus asa f. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen
11. Sikap melindungi area nyeri nyeri
Faktor-faktor yang berhubungan : g. Kolaborasi dengan pasien, orang
1. Agens cidera biologis (Mis., infeksi, terdekat dan tim kesehatan lainnya
iskemia, neoplasma) untuk memilih dan
2. Agen cidera fisik (Mis., abses, mengimplementasikan tindakan
amputasi, luka bakar, terpotong, penurunan nyeri nonfarmakologi dan
mengangkat berat, prosedur bedah, farmakologi
trauma, olahraga berlebihan)
3. Agens cidera kimiawi (Mis., luka
bakar, kapsaisin, metilen klorida,
agens mustard)
Monitor Nutrisi
1. Timbang berat badan pasien
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
3. Lakukan pengukuran antropometrik pada
komposisi tubuh (misalnya; indeks massa
tubuh, pengukuran pinggang, dan lipatan
kulit)
4. Monitor kecenderungan turun dan naiknya
berat badan (misalnya; pada pasien anak –
anak, pola tinggi dan anak – anak sesuai
standar growth chart)
5. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
6. Monitor tugor kulit dan mobilitas
7. Monitor adanya mual dan muntah
8. Monitor diet dan asupan kalori
9. Tentukan pola makan (misalnya; makan
yang disukai dan tidak disukai, konsumsi
yang berlebihan terhadap makanan siap
saji, makan yang terlewati, makan tergesa –
gesa, interaksi anak dan orang tua selama
makan, dan frekuansi serta lamanya bayi
makan)
10. Tentukan faktor – faktor yang
mempengaruhi asupan nutrisi (misalnya;
peneggetahuan, ketersediaan dan
kemudahan memperolrh produk – produk
makanan yang berkualitas, pengaruh
agama dan budaya, gender, kemampuan
menyiapkan makanan, isolasi sosial,
hospitalisasi, mengunyah tidak adekuat,
gangguan menelan, penyakit peridominal,
gigi yang busuk, penurunan dalam
merasakan makanan, penggunaan obat, dan
status penyakit atau setelah pembedahan
2. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian
Makan
1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
2. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
selama waktu makan (misalnya; jauhkan
dari pandanan benda – benda seperti
pispot, urinal, dan suksion)
3. Beri penurun nyeri yang cukup sebelum
makan, dengan tepat
4. Berikan kebersihan mulut sebelum makan
5. Posisikan pasien dalam posisi makan yang
nyaman
6. Berikan makanan dengan suhu yang paling
sesuai
7. Sediakan makanan dan minuman yang
disukai dengan tepat
8. Monitor berat badan pasien dengan tepat
9. Monitor status dehidrasi pasien dengan
tepat
Manajemen Berat Badan
Definisi : cedera pada membran mukosa, a. Integritas jaringan : kulit & Pengecekan kulit
koenea, sistem integumen, fascia muskular, membran mukosa
2. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, a. Suhu kulit (5) tidak terganggu
dengan adanya kemerahan, kehangatan
dan atau ligamen. b. Sensasi (5) tidak terganggu
ekstrem, edema, atau drainase
c. Elastisitas (5) tidak terganggu
Batasan karakteristik : 3. Amati warna, kehangatan, bengkak,
d. Tekstur (5) tidak terganggu
pulsasi, tekstur, dan ulserasi pada
1. Cedera jaringan e. Ketebalan (5) tidak terganggu
ekstremitas
2. Jaringan rusak f. Perfusi jaringan (5) tidak
4. Periksa kondisi luka oprasi
Faktor yang berhubungan : terganggu
5. Monitor warna dan suhu kulit
g. Integritas kulit (5) tidak terganggu
Eksternal : 6. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
7. Monitor kulit untuk adanya kekeringan
1. Hipertermia atau hipotermia
yang berlebihan dan kelembaban
2. Substansi kimia
8. Monitor sumber tekanan dan gesekan
3. Kelembaban udara
4. Faktor mekanik (misalnya : alat yang 9. Lakukan langkah- langkah untuk
dapat menimbulkan luka, tekanan, mencegah kerusakan lebih lanjut
restraint) 10. Ajarkan anggota keluarga pemberian
5. Immobilitas fisik asuhan mengenai tanda- tanda kerusakan
6. Radiasi kulit
7. Usia yang ekstrim
8. Kelembaban kulit
9. Obat-obatan
Internal :
1. Perubahan sensasi
2. Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
3. Perubahan status cairan
4. Perubahan pigmentasi
5. Perubahan sirkulasi
6. Perubahan turgor (elastisitas kulit)
5. Hambatan mobilitas fisik 1. Pergerakan: 1. Pengaturan posisi:
Definisi : keterbatasan pada a. Keseimbangan dengan skala 5
a.Atur posisi pasien di tempat tidur
pergerakan fisik tubuh atau satu atau (tidak terganggu)
lebih ekstremitas secara mandiri dan b. Kinerja pengaturan tubuh dengan b. Dorong pasien untuk terlbat dalam perubahan
terarah. skala 5 (tidak terganggu) posisi
Batasan karakteristik : c. Bergerak dengan mudah skala 5
c. Posisikan pasien dengan kesejajaran tubuh
1. Penurunan waktu reaksi (tidak terganggu)
yang tepat
2. Kesulitan membolak-balik posisi
2.koordinasi pergerakan:
3. Melalukan aktivitas lain sebagai d. Dorong latihan rom aktif dan pasif.
pengganti pergerakan a. gerakan kea rah yang diinginkan
2. Terapi latihan :
(mis,meningkatkan perhatian pada dengan skala 5 (tidak terganggu)
aktivitas orang lain,mengendalikan a.Kolaborasikan dengan terapi fisikdari
b. Gerakan dengan kecepatan yang
perilaku,focus pada ketunadayaan/ mengembangkan dan menerapkan sebuah
diinginkan dengan skala 5 (tidak
aktivitas sebelum sakit) program latihan
terganggu)
4. Dispnea setelah beraktivitas
b. Jelaskan kepada pasien dan keluarga manfaat
5. Perubahan cara berjalan
latihan fisik.
6. Gerakan bergetar
7. Keterbatasan kemampuan melakukan c. Lakukan latihan rom aktif dan pasif.
keterampilan motorik kasar
8. Keterbatasan rentang pergerakan
sendi
9. Tremor akibat pergerakan
10. Ketidakstabilan postur
11. Pergerakan lambat
12. Pergerakan tidak terkoordinasi
Factor yang berhubungan:
1. Agen farmaseutikal
2. Ansietas
3. Depresi
4. Disuse
5. Fisik tidak bugar
6. Gangguan fungsi kognitif
7. Gangguan metabolisme
8. Gangguan muskuloskeletal
9. Gangguan neuromuskular
10. Gangguan sensori perseptual
11. Gaya hidup kurang gerak
12. Indeks masa tubuh di atas persentil
ke-75 sesuai usia
13. Intoleransi aktivitas
14. \kaku sendi
15. Keengganan memulai pergerakan
16. Kepercayaan budaya tentang aktivitas
yang tepat
17. Kerusakan integritas struktur tulang
18. Kelambatan perkembangan
19. Kontraktur
20. Kurang dukungan lingkungan
21. Kurang pengetahuan tentang nilai
aktivitas fisik
22. Malnutrisi
23. Nyeri
24. Penurunan kekuatan otot
25. Penurunan kendali otot
26. Ketahanan tubuh
27. Penurunan masa otot
28. Program pembatasan gerak
E. Evaluasi
1. Hipertermia
kreteria evaluasi:
a. Termoregulasi
1) Menggigil saat dingin (skala 5)
2) Tingkat pernapasan (skala 5)
3) hipertermia (skala 5)
4) perubahan warna kulit (skala 5)
5) dehidrasi (skala 5)
b. Tanda- tanda vital
1) Suhu tubuh (Skala 5)
2) Tingkat pernapasan (Skala 5)
3) Irama pernapasan (Skala 5)
4) Tekanan darah sistolik (Skala 5)
5) Tekanan darah diastolik (Skala 5)
6) Tekanan nadi (skala 5)
2. Nyeri akut
Kreteria Evaluasi :
a. Kontrol nyeri
1) Mengenali kapan terjadi nyeri (5) secara konsisten menunjukkan
2) Menggambarkan factor penyebab (5) secara konsisten menunjukkan
3) Menggunakan analgetik yang di rekomendasikan (5) secara konsisten
menunjukkan
4) Melaporkan nyeri yang terkontrol (5) secara konsisten menunjukkan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kreteria evaluasi:
a. Status Nutrisi
1) Asupan gizi (5) tidak menyimpang
2) Asupan makanan (5) tidak menyimpang
3) Energy (5) tidak menyimpang
4) Rasio BB/TB (5) tidak menyimpang
b. Status Nutrisi: Asupan Nutrisi
1) Asuan kalori (5) sepenuhnya adekuat
2) Asupan protein (5) sepenuhnya adekuat
3) Asupan karbohidrat (5) sepenuhnya adekuat
c. Nafsu Makan
1) Hasrat/ keingian untuk makan (5) tidak terganggu
2) Intake Nutrisi (5) tidak terganggu
4. Kerusakan integritas jaringan
Kreteria evaluasi :
a. Integritas jaringan : kulit & membran mukosa
1) Suhu kulit (5) tidak terganggu
2) Sensasi (5) tidak terganggu
3) Elastisitas (5) tidak terganggu
4) Tekstur (5) tidak terganggu
5) Ketebalan (5) tidak terganggu
6) Perfusi jaringan (5) tidak terganggu
7) Integritas kulit (5) tidak terganggu
5. Hambatan mobilitas fisik
Kreteria evaluasi :
a. Pergerakan:
1) Keseimbangan dengan skala 5 (tidak terganggu)
2) Kinerja pengaturan tubuh dengan skala 5 (tidak terganggu)
3) Bergerak dengan mudah skala 5 (tidak terganggu)
b. Koordinasi pergerakan:
1) gerakan kea rah yang diinginkan dengan skala 5 (tidak terganggu)
2) Gerakan dengan kecepatan yang diinginkan dengan skala 5 (tidak
terganggu)
6. Risiko kekurangan volume cairan
Kreteria Evaluasi:
a. Keseimbangan cairan
1) Tekanan darah (5) tidak terganggu
2) Denyut nadi radial (5) tidak terganggu
3) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam (5) tidak terganggu
4) Berat badan stabil (5) tidak terganggu
5) Turgor kulit (5) tidak terganggu
6) Kelembaban membrane mukosa (5) tidak terganggu
7. Risiko syok
Kreteria evaluasi:
a. Status Sirkulasi:
1) tekanan darah sistole skala 5
2) tekanan darah diastole skala 5
3) tekanan nadi skala 5
4) tekanan vena sentral skala 5
5) cafilarry refil skala 5
6) suara nafas tambahan skala 5
8. Risiko infeksi
Kreteria evaluasi :
a. kontrol resiko
1) Mengidentifikasi factor resiko (5) secara konsisten menunjukkan
2) Mengenali factor resiko individu (5) secara konsisten menunjukkan
3) Memonitor factor resiko di lingkungan (5) secara konsisten menunjukkan
4) Memonitor factor resiko individu (5) secara konsisten menunjukkan
5) Mengembangkan strategi yang efektif dalam mengontrol resiko (5) secara
konsisten menunjukkan
6) Mengenali perubahan status kesehatan (5) secara konsisten menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA
Chiang, K., Chu, H., Chang , H., Chung, M., Chung, C., Hung, C., et al, 2008, The Effects of
Reminiscence Therapy on Psycologial Well-being, Depression, and Loneliness Among The
Institutionalized Aged, Int. J. Geriatr. Psychiatry, 25, 380-388
Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis, Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Mediaction: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis, Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus, Edisi 1. Mediaction:
Yogyakarta.
Silbernagl, S. 2007. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : EGC.
Sugondo, S. 2009. Obesitas, In: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati,
S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I. Alih bahasa Agus Sutama
dkk.Jakarta : EGC.