Anda di halaman 1dari 7

Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

Jurnal MIPA

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM

Optimasi Pertumbuhan Plantlet Krisan melalui Peningkatan Permeabilitas Tutup


Botol dan Penurunan Sukrosa

N Triyastuti, E S Rahayu, T Widiatningrum

Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


_______________________ __________________________________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas permeabilitas tutup botol kultur dan konsentrasi
Diterima 11 Januari 2018 sukrosa dalam medium kultur yang optimal untuk pertumbuhan plantlet krisan (Chrysanthemum
Disetujui 23 Maret 2018 indicum L.). Peningkatan luas permeabilitas tutup dilakukan dengan pembuatan lubang seluas 0,2
Dipublikasikan 1 April 2018 cm2 pada tutup botol kultur yang kemudian dilapisi dengan membran mikropori berukuran 0,5
_______________________ µm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu luas
Keywords: permeabilitas (0 ; 0,2 ; 0,4 dan 0,6 cm2) dan konsentrasi sukrosa (0;, 10; 20 dan 30 g/l) dalam
Chrysanthemum indicum L. media Murashige and Skoog (MS). Parameter yang diamati adalah waktu munculnya tunas, jumlah
Decreasing Sucrose, Plantlet dan tinggi tunas, jumlah dan luas daun, serta jumlah dan panjang akar. Data dianalisis dengan
Growth Anava dua arah dan Duncan’s Multiple Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
_____________________________ permeabilitas tutup botol kultur, konsentrasi sukrosa, dan interaksinya mempercepat waktu
munculnya tunas krisan. Konsentrasi sukrosa meningkatkan tinggi tunas, jumlah daun dan luas
daun plantlet. Medium MS yang mengandung sukrosa 20 g/l dengan semua taraf permeabilitas
dapat mengoptimalkan pertumbuhan plantlet krisan. Perlakuan tersebut menghasilkan tunas
tertinggi, daun terluas, dan mampu mendorong munculnya tunas yang lebih cepat. Berdasarkan
hasil tersebut disarankan menumbuhkan krisan secara in vitro dalam media MS mengandung
sukrosa 20 g/l dengan atau tanpa peningkatan permeabilitas tutup botol kultur.

Abstract
__________________________________________________________________________________________
This study aims to determine the permeability area of the culture vessel cap and the optimum
sucrose concentration in the culture medium on the growth of chrysanthemum (Chrysanthemum
indicum L.) plantlet. Increased permeability area of the cap is made by making a 0,2 cm 2 hole in the
culture vessel cap and then coated with a 0,5 μm microporous membrane. This research was carried
out using completely randomized factorial design with two factors, permeability (0; 0,2; 0,4 and 0,6
cm2) and sucrose concentration (0; 10; 20, and 30 g/l) in Murashige and Skoog (MS) media. The
parameters observed were the time of bud appearance, number and height of shoot, number and
area of leaves, and number and length of roots. Data were analyzed with two-way Anova and
Duncan's Multiple Range Test. The results showed that the permeability area of culture vessel cap,
sucrose concentration and interaction accelerated the time of chrysanthemum buds emergence. The
concentration of sucrose increases the shoot height, leaf number and plantlet leaf area. Medium MS
containing sucrose 20 g/l with all permeability area can optimize the growth of chrysanthemum
plantlet. The treatment produces the highest shoots, the largest leaves and is able to encourage the
emergence of faster shoots. Based on these results it is advisable to grow chrysanthemums in vitro in
MS medium containing sucrose 20 g/l with or without increased permeability of culture vessel cap.

© 2018 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 0215-9945
E-mail: nuniqtryastuti@gmail.com

20
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

PENDAHULUAN menghasilkan tanaman yang lebih mudah


beradaptasi dengan lingkungan ex vitro (Rahayu,
Tanaman hias merupakan salah satu 2015).
komoditas hortikultura yang mempunyai prospek Kultur fotoautotrofik adalah metode
agribisnis yang cukup besar di Indonesia. Salah mikropropagasi yang menggunakan medium bebas
satu jenis tanaman hias yang memiliki potensi gula, sehingga kebutuhan karbohidrat untuk
ekonomi tinggi adalah krisan (Chrysanthemum pertumbuhan tergantung pada fotosintesis. Oleh
indicum L.). Krisan merupakan bunga potong yang karena itu, teknik ini disebut pula sebagai
populer di Indonesia. Bunga yang termasuk dalam mikropropagasi fotosintetik atau mikropropagasi
famili Asteraceae ini mempunyai keunggulan pada bebas gula (Kozai & Kubota, 2005). Teknik
variasi warna, ukuran, bentuk, ketahanan bunga mikropropagasi fotoautotrofik diwujudkan melalui
dan ketegaran tangkai bunga, serta harga bunga modifikasi medium dan lingkungan kultur untuk
yang menjadi bahan pertimbangan konsumen menjamin terjadinya fotosintesis yang optimal dan
dalam pembelian bunga krisan (Nurmalinda & terbentuknya plantlet yang adaptatif di lingkungan
Hayati, 2014). ex vitro. Penelitian mengenai pengaturan suplai
Pengembangan agribisnis bunga potong CO2 dan sukrosa terhadap tanaman krisan belum
krisan memiliki prospek yang menjanjikan untuk pernah dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan
direalisasikan guna meningkatkan angkatan kerja penelitian tentang peningkatan kualitas
dan pendapatan petani. Namun, 80% bibit krisan pertumbuhan plantlet krisan (Chrysanthemum
masih bergantung pada suplai impor (Andri, indicum L.) dengan mengatur suplai CO2 dan
2013). Upaya mengurangi ketergantungan sukrosa secara in vitro.
kebutuhan bibit bunga krisan impor perlu
dilakukan suatu teknik perbanyakan sehingga METODE
kebutuhan bibit dapat terpenuhi baik jumlah
maupun varietas yang diinginkan pasar. Salah satu Penelitian ini dilakukan di laboratorium
teknik perbanyakan tanaman adalah teknik kultur Kultur Jaringan Jurusan Biologi, Fakultas
jaringan atau kultur in vitro. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Kondisi lingkungan in vitro berbeda dengan Universitas Negeri Semarang. Kegiatan penelitian
kondisi lingkungan ex vitro. Kondisi lingkungan in dilaksanakan selama kurun waktu 4 bulan dimulai
vitro ditandai dengan kelembaban udara yang dari bulan Februari 2017-Juni 2017. Bahan
tinggi, intensitas cahaya rendah, konsentrasi CO2 penelitian berupa plantlet tanaman krisan
rendah, pergerakan udara terbatas dan adanya berumur 3 bulan yang ada di laboratorium Kultur
kandungan gula dalam media kultur (Hazarika, Jaringan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
2003), sedangkan kondisi lingkungan ex vitro Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
ditandai dengan kelembaban udara yang rendah, Semarang. Penelitian ini menggunakan rancangan
intensitas cahaya tinggi, konsentrasi CO2 tinggi, acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor.
pergerakan udara tidak terbatas dan tidak adanya Faktor pertama adalah luas permeabilitas tutup
kandungan gula dalam tanah. Kondisi lingkungan botol yang terdiri atas 4 taraf yaitu C0 = tanpa
yang berbeda tersebut sering menyebabkan lubang (0 cm2), C1 = pemberian 1 lubang (0,2 cm2),
tanaman hasil kultur in vitro mengalami kerusakan C2 = pemberian 2 lubang (0,4 cm2), C3 = pemberian
stomata, penipisan lapisan lilin epikutikuler, 3 lubang (0,6 cm2). Faktor kedua adalah
pemanjangan tunas berlebihan, penurunan konsentrasi sukrosa yang terdiri atas 4 taraf yaitu
konsentrasi klorofil dan hiperhidrasi sehingga S0 (0 g/l), S1 (10 g/l), S2 (20 g/l), S3 (30 g/l). Pada
intensitas pertumbuhan dan peluang hidup dalam penelitian ini terdapat 16 taraf perlakuan yang
lingkungan ex vitro juga rendah karena proses diulang sebanyak 4 kali ulangan pada setiap taraf
adaptasi yang ekstrim (Lucchesini et al., 2001; perlakuan. Eksplan terdiri dari 2 nodus dengan 2
Hazarika, 2006; Chaum et al., 2011). Oleh karena helaian daun. Setiap botol terdiri dari 2 eksplan
itu, perlu pengendalian kondisi lingkungan in vitro plantlet krisan. Kemudian botol ditutup dengan
menjadi seperti kondisi lingkungan ex vitro untuk alumunium foil yang telah diberi lubang seluas 0,2

21
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

cm2 pada tutup botol kultur yang kemudian untuk memproduksi molekul yang lebih besar
dilapisi dengan membran mikropori berukuran 0,5 yang diperlukan untuk pertumbuhan melalui
µm sesuai dengan perlakuan. Eksplan yang sudah proses fotosintesis. Namun, dalam kultur jaringan
ditanam di media disimpan dalam rak umumnya eksplan yang dikulturkan tidak autotrof
penyimpanan dengan suhu ruang inkubasi 20-24oC dan mempunyai laju fotosintesis sangat rendah
dengan cahaya lampu LED 1300 lux berdurasi 16 sehingga tanpa penambahan sukrosa tidak akan
jam terang selama 8 minggu. cukup mensintesis kebutuhan karbonnya. Hal
Parameter yang diamati dalam penelitian ini tersebut mengakibatkan pertumbuhan eksplan
adalah waktu munculnya tunas, jumlah dan tinggi berjalan lambat. Dengan demikian, sukrosa harus
tunas, jumlah dan luas daun, serta jumlah dan ditambahkan ke dalam media (Inayah, 2015).
panjang akar. Data dianalisis dengan Anava dua Konsentrasi sukrosa yang tinggi pada media
arah dan uji lanjut DMRT dengan tingkat akan menyebabkan eksplan memperoleh sumber
kepercayaan 95% untuk menganalisis perbedaan energi dan sumber karbon yang lebih banyak,
pengaruh antar kombinasi taraf perlakuan. sehingga akan dapat mempercepat pertumbuhan
eksplan. Sumber energi yang semakin banyak
HASIL DAN PEMBAHASAN mengakibatkan pembelahan sel yang lebih cepat
sehingga pertumbuhan akan lebih cepat pula
Waktu munculnya tunas (Sitorus et al., 2011). Namun demikian, sukrosa
Hasil analisis menunjukkan luas juga berperan sebagai regulator osmotik.
permeabilitas tutup botol kultur, konsentrasi Penambahan sukrosa dengan konsentrasi tinggi
sukrosa dan interaksi keduanya dapat dalam medium kultur dapat menurunkan potensial
mempercepat waktu munculnya tunas. Sukrosa osmotik media sehingga nutrisi yang mengalir ke
dalam media pertumbuhan berperan sebagai dalam jaringan tanaman berjalan lambat.
sumber energi dan sumber karbon yang langsung Lambatnya aliran nutrisi tersebut dapat
dapat diserap oleh eksplan untuk proses menyebabkan penghambatan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan melalui pertumbuhan kultur (Roostika et al., 2017).
pembentukan metabolit, pembentukan polimer, Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
regulator siklus sel dan pembelahan sel (Ruan, permeabilitas tutup botol kultur terhadap gas
2012). Diketahui bahwa sukrosa dibutuhkan pada mempengaruhi waktu munculnya tunas krisan
konsentrasi tertentu, tidak terlalu rendah maupun (Tabel 2). Melalui membran yang permeabel gas
terlalu tinggi. Konsentrasi sukrosa 10 g/l mampu (termasuk CO2) dari luar botol kultur dapat masuk
mendorong munculnya tunas krisan yang lebih ke dalam sehingga menyebabkan konsentrasi CO2
cepat (Tabel 1). di dalam botol meningkat. CO2 merupakan bahan
dasar fotosintesis yang menghasilkan glukosa atau
Tabel 1 Hasil uji Duncan konsentrasi sukrosa pada karbohidrat sederhana. Hal ini didukung oleh hasil
waktu munculnya tunas dan tinggi tunas krisan. penelitian yang menyimpulkan bahwa karbohidrat
Konsentrasi Sukrosa (g/l) terakumulasi
Waktu Munculnya di dalam Tinggi
Tunas (hst) plantlet yang(cm)
Tunas diperkaya
S0 (tanpa sukrosa) dengan
12,09cCO2 (Norikane et al., 2010).2,17
Hasil
c’ penelitian

S1 (konsentrasi sukrosa 10 g/l) ini7,09


memperkuat
a penelitian Wu & Lin (2013)
2,92b’ bahwa
S2 (konsentrasi sukrosa 20 g/l) pengayaan
7,88b CO2 dapat meningkatkan pertumbuhan
4,08 a’

S3 (konsentrasi sukrosa 30 g/l; dan perkembangan daun dan tunas planlet Protea
7,78b 4,45a’
kontrol) cynaroides L. Planlet yang dikulturkan dalam
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf media dengan pengayaan CO2 memiliki bobot
yang sama berarti tidak berbeda secara signifikan kering tunas lebih tinggi dibandingkan dengan
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan 0,05%. planlet yang dikulturkan tanpa pengayaan CO2. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada translokasi
Media tanpa penambahan sukrosa akan fotosintat yang cukup besar dari daun ke tunas
mendorong eksplan untuk menyediakan energi plantlet.
bagi pertumbuhan eksplan dan bahan pembangun

22
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

Tabel 2. Hasil uji Duncan luas permeabilitas tutup bahwa suplai CO2 memberikan hasil optimal dalam
botol kultur pada waktu munculnya tunas krisan. pertambahan panjang tunas Cattleya walkeriana.
Tingkat permeabilitas Waktu Munculnya Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena
tutup botol kultur Tunas (hst) eksplan yang digunakan pada penelitian ini
C0 (tanpa lubang; 0 cm2) 8,31a merupakan eksplan dengan dua daun sehingga laju
C1 (pemberian 1 lubang; fotosintesis masih rendah.
8,50a
0,2 cm2) Fotosintesis yang rendah pada
C2 (pemberian 2 lubang; mikropropagasi fotomiksotrofik biasanya terkait
8,84a
0,4 cm2) dengan adanya sukrosa dalam medium
C3 (pemberian 3 pertumbuhan, intensitas cahaya rendah dan
9,19b
lubang;0.6 cm2) pertukaran udara yang rendah di dalam botol
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kultur (Zhang et al., 2009). Ketersediaan sukrosa
yang sama berarti tidak berbeda secara signifikan dalam medium pertumbuhan cenderung membuat
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan 0,05%. plantlet bergantung pada sukrosa dan tidak terlalu
bergantung pada CO2. Hal tersebut terutama
Tinggi tunas terjadi apabila konsentrasi CO2 dalam botol kultur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendah (Kubota et al., 2001). Selain itu, diketahui
sukrosa berpengaruh terhadap tinggi tunas krisan, bahwa plantlet yang dikulturkan dalam media
sebaliknya permeabilitas tutup dan interaksi yang mengandung sukrosa biasanya memiliki
keduanya tidak berpengaruh. Berdasarkan hasil mesofil yang kurang berkembang dengan sel
penelitian, konsentrasi sukrosa 20 g/l dan 30 g/l palisade yang kecil. Hal tersebut mempengaruhi
merupakan perlakuan yang dapat menghasilkan pemanfaatan CO2 dan menyebabkan reduksi
tunas paling tinggi (Tabel 1). Hasil tersebut fotosintesis (Gouk et al., 1997).
menunjukkan bahwa plantlet bergantung pada
sukrosa dalam media, bukan bergantung pada Jumlah tunas
hasil fotosintesis. Penambahan tinggi tunas Hasil penelitian menunjukkan bahwa
disebabkan oleh kegiatan pembelahan sel yang seluruh perlakuan tidak berpengaruh terhadap
terjadi pada meristem apikal. Seperti telah jumlah tunas krisan. Hasil tersebut tidak sejalan
dijelaskan sebelumnya, konsentrasi sukrosa yang dengan penelitian Norikane et al. (2013) bahwa
tinggi pada media akan menyebabkan eksplan pengayaan kadar CO2 menunjukan jumlah tunas
memperoleh sumber energi dan sumber karbon yang lebih baik pada perbanyakan plantlet
yang lebih banyak, sehingga akan dapat Oncidesa. Hal ini diduga karena penelitian ini
mempercepat pertumbuhan eksplan. Sumber menggunaan eksplan dengan dua daun sehingga
energi yang semakin banyak mengakibatkan laju fotosintesis masih rendah. Eksplan cenderung
pembelahan sel yang lebih cepat sehingga bergantung pada sukrosa dalam media dari pada
pertumbuhan akan lebih cepat pula (Sitorus et al., bergantung pada CO2 untuk berfotosintesis.
2011). Namun berdasarkan hasil penelitian sukrosa juga
Sukrosa berperan sebagai sinyal yang tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas krisan.
mengatur aktivitas meristem dengan Tidak adanya pengaruh yang signifikan tersebut
mengumpulkan target of rapamycin (TOR) kinase, dapat diartikan bahwa seluruh perlakuan mampu
yang merupakan pusat sensoris utama status memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
energi yang berperan langsung dalam mendorong dalam mendorong pertumbuhan jumlah tunas.
proliferasi sel. TOR berfungsi untuk memfosforilasi Ramesh & Ramassamy (2014) menyatakan
dan mengaktifkan faktor transkripsi E2F pada fase jumlah tunas yang muncul diduga dipengaruhi
S dalam siklus sel (Figueroa & Lunn, 2016). oleh tinggi tanaman, sehingga semakin tinggi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tanaman semakin sedikit tunas yang muncul. Hal
permeabilitas tutup botol kultur tidak ini karena energi yang dibutuhkan untuk
berpengaruh terhadap tinggi tunas krisan. Hal ini pembentukan calon tunas digunakan untuk
tidak sejalan dengan penelitian Silva et al. (2014)

23
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

pemanjangan tunas lainnya, sehingga jumlah tunas bawah protoderm di daerah perifer apeks pucuk.
dapat mengalami penghambatan. Kombinasi pembesaran dan pembelahan sel lebih
lanjut menghasilkan formasi menjadi sebuah
Jumlah dan luas daun tonjolan, atau pembentukan penopang daun di
Media MS merupakan media yang sering bawah primordium daun muda. Dengan
digunakan untuk kultur jaringan tumbuhan. pertumbuhan yang terus berlanjut, penopang daun
Eksplan yang ditanam adalah eksplan krisan yang berkembang menjadi struktur seperti pasak tegak
terdiri dari dua nodus dengan dua helai daun yang disebut primordium daun. Mekanisme
dalam media MS dengan tingkat permeabilitas pembelahan sel diregulasi oleh cyclin-dependent
tutup botol kultur dan konsentrasi sukrosa protein kinase (CDK). Bersama dengan fitohormon,
berbeda-beda. Hasil Anava menunjukkan bahwa sukrosa berperan sebagai sinyal yang efektif dalam
konsentrasi sukrosa berpengaruh terhadap jumlah mempengaruhi aktivitas enzim, modifikasi
dan luas daun sedangkan tingkat permeabilitas kromatin dan pola ekspresi gen pada gen yang
tutup botol kultur dan interaksi keduanya tidak mengatur siklus sel. Regulasi cyclin D (CDKA dan
berpengaruh. CDKB) yang merupakan gen yang dibutuhkan
Berdasarkan hasil analisis konsentrasi dalam transisi fase G1/S bergantung pada
sukrosa 10 g/l mengakibatkan jumlah daun paling ketersediaan sukrosa (Kunz, 2014).
banyak dan konsentrasi sukrosa 20 g/l Konsentrasi sukrosa 20 g/l menyebabkan
menyebabkan luas daun paling optimal pada luas daun paling optimal pada plantlet krisan.
plantlet krisan (Tabel 3.). Dalam tumbuhan dikotil, primordium daun segera
mengembangkan aktivitas daerah meristematik
Tabel 3. Hasil uji Duncan konsentrasi sukrosa lokal (meristem marginal) pada sisi yang
pada jumlah dan daun plantlet krisan berlawanan dari porosnya. Daerah-daerah ini yang
Jumlah Luas akan memulai pembentukan helaian daun. Sebagai
Konsentrasi Sukrosa
Daun Daun hasil dari aktivitas meristem marginal, sejumlah
(g/l)
(helai) (cm2) lapisan sel mesofil terbentuk pada awal
S0 (tanpa sukrosa) 10,53c 0,49b’ perkembangan daun, walaupun jumlah lapisan
S1 (konsentrasi 19,31 a 0,65b’ dapat meningkat selama perkembangan
sukrosa 10 g/l) selanjutnya. Perbedaan tingkat pembelahan sel
S2 (konsentrasi 16,38b 0,85a’ dan pembesaran sel pada berbagai lapisan daun
sukrosa 20 g/l) menghasilkan pembentukan berbagai ruang
S3 (konsentrasi 17,06b 0,65b’ interselular dan menghasilkan karakteristik
sukrosa 30 g/l; bentuk mesofil daun (Raven et al., 2012). Siklus sel
kontrol) pada tanaman bergantung pada aktivitas cyclin-
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf dependent protein kinase (CDKs) dan interaksinya
yang sama berarti tidak berbeda secara signifikan dengan cyclins (CYCs). Diketahui bahwa sukrosa,
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan 0,05%. gula yang diangkut utama pada kebanyakan
tanaman, dapat mempercepat tingkat pembelahan
Ketika meristem pucuk aktif membelah akan sel dengan mengaktifkan ekspresi CYCD, yang
menghasilkan primordia daun dengan cepat mendorong transisi G1 ke S (Gaudin et al., 2000;
sehingga nodus dan internodus pada awalnya Riou-Khamlichi et al., 2000).
tidak dapat dibedakan. Secara bertahap,
pertumbuhan mulai terjadi pada nodus dan Jumlah dan panjang akar
internodus. Nodus merupakan tempat melekatnya Hasil analisis Anava konsentrasi sukrosa,
daun pada batang. Semakin banyak nodus yang tingkat permeabilitas tutup botol kultur dan
terbentuk semakin banyak daun akibat interaksi keduanya menunjukkan tidak ada
pembelahan sel pada meristem pucuk. Inisiasi pengaruh yang signifikan terhadap jumlah dan
daun pada kebanyakan angiosperma adalah panjang akar. Tidak adanya pengaruh yang
dengan adanya pembelahan secara periklinal di signifikan tersebut berarti bahwa seluruh

24
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

perlakuan mampu memberikan pengaruh yang DAFTAR PUSTAKA


sama dalam mendorong pertumbuhan akar
plantlet. Hasil yang sama juga dinyatakan Rai et al. Andri KB. 2013. Analisis rantai pasok dan rantai nilai
(2015) bahwa interaksi gula dan ventilasi tidak bunga krisan di daerah sentra pengembangan
Jawa Timur. SEPA 10(1): 1-10
mempengaruhi munculnya akar pada eksplan
Bey Y, Syafii W, & Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian
Solanum tuberosum.
giberelin (GA3) dan air kelapa terhadap
Menurut Latifah et al. (2017), kemampuan perkecambahan bahan biji anggrek bulan
menginduksi plantlet untuk membentuk akar pada (Phalaenopsis amabilis BL.) secara in vitro. J
tanaman anggrek Cattleya dikarenakan bahan Biogenesis 2(2): 41-46
tanam yang digunakan telah memiliki bakal akar. Chaum S, Chanseetis C, Chintakovid W, Pichakum A &
Bey et al. (2006) juga menjelaskan bahwa radikula Supaibulwatana K. 2011. Promoting root
akan berubah bentuk menjadi akar dengan induction and growth of in vitro macadamia
bantuan auksin yang diproses oleh daun, setelah (Macadamia tetraphylla L. ‘Keaau’) plantlets
using CO2-enriched photoautotrophic conditions.
daun terbentuk. Auksin yang diproses pada bagian
J Plant Biotechno. 106: 435
pucuk daun selanjutnya akan dikirimkan melalui
Figueroa CM & Lunn JE. 2016. A tale of two sugars:
floem ke bagian akar tanaman. Dalam penelitian trehalose 6-phosphate and sucrose. Plant Physiol.
ini eksplan yang digunakan adalah batang krisan 172: 727
dengan dua nodus dan dua helai daun yang belum Gaudin V, Lunness PA, Fobert PR, Towers M, Riou-
memiliki bakal akar sehingga pertumbuhan akar Khamlichi C, Murray JA, Coen E, & Doonan JH.
sedikit terlambat. 2000. The expression of D-cyclin genes defines
distinct developmental zones in snapdragon
SIMPULAN apical meristems and is locally regulated by the
Cycloidea gene. Plant Physiol. 122(2000): 1137-
1148
Konsentrasi sukrosa, luas permeabilitas
Gouk SS, Yong JWH, & Hew CS. 1997. Effects of super-
tutup botol kultur, dan interaksi keduanya elevated CO2 on the growth and carboxylating
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan enzymes in an epiphytic CAM orchid plantlet. J
tunas krisan. Konsentrasi sukrosa berpengaruh Plant Physiol. 151:129-136
terhadap tinggi tunas, jumlah daun dan luas daun. Hazarika BN. 2003. Acclimatization of tissue-cultured
Konsentrasi sukrosa 20 g/l mampu menghasilkan plants. Curr Sci. 85: 1704-1712
plantlet dengan tunas tertinggi, daun terluas, dan Hazarika BN. 2006. Morphophysiological disorders in in
mendorong munculnya tunas yang lebih cepat. vitro culture of plants. Sci Horti. 108:105-120
Inayah T. 2015. Pengaruh konsentrasi sukrosa pada
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
induksi embrio somatik dua kultivar kacang
bahwa perlakuan yang mampu mengoptimalkan
tanah (Arachis hypogaea L.) secara in vitro. J
pertumbuhan plantlet krisan adalah perlakuan Agribisnis 9(1): 61-70
konsentrasi sukrosa 20% baik dengan Kozai T & Kubota C. 2005. Concepts, definitions,
penambahan permeabilitas tutup botol maupun ventilation methods, advantages and
tidak. disadvantages. Dalam Kozai T, Afreen F, Zobayed
Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk SMA (Eds.). Photoautotrophic (sugar-free
mengembangkan pertumbuhan plantlet krisan medium) Micropropagation as a New
yang optimal, namun perlu penelitian lebih lanjut Micropropagation and Transplant Production
System. Dordrecht, Netherlands: Springer. 19-30
tentang daya hidup plantlet pada lingkungan ex
Kubota C, Kakizaki N, Kozai T, Kasahara K, & Nemoto J.
vitro agar menjadi metode optimasi yang lengkap.
2001. Growth and net photosynthetic rate of
Selain itu, penelitian lebih lanjut menggunakan tomato plantlets during photoautotrophic and
metode pengayaan CO2 yang lain juga perlu photomixotrophic micropropagation. Hort Sci.
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang 36:49-52
maksimal. Kunz S, Pesquet E, & Kleczkowski LA. 2014. Functional
dissection of sugar signals affecting gene
expression in Arabidopsis thaliana. PLoS ONE
9(6): e100312.

25
N Triyastuti et al. / Jurnal MIPA 41 (1) (2018): 20-26

Latifah R, Suhermiatin T, & Ermawati N. 2017. Optimasi Raven PH, Evert RF, & Eichhorn SE. 2012. Biology of
pertumbuhan plantlet Cattleya melalui Plants Eighth Edition. Worth Publishers, Inc., NY
kombinasi kekuatan media Murashige-Skoog dan Riou-Khamlichi C, Menges M, Healy JM, & Murray JA.
bahan organik. J App Agricul Sci. 1(1): 59-68 2000. Sugar control of the plant cell cycle:
Lucchesini M, Mensuali-Sodi A, Massai R, & Gucci R. differential regulation of Arabidopsis D-type
2001. Development of autotrophy and tolerance cyclin gene expression. Mol Cell Biol. 20: 4513-
to acclimatization of Myrtus communis 4521
transplants cultured in vitro under different Roostika I, Purnamaningsih R, & Noviati AV. 2017.
aeration. Biol Plant 44: 167-174 Pengaruh sumber karbon dan kondisi inkubasi
Norikane A, Takamura T, Morokuma M, & Tanaka M. terhadap pertumbuhan kultur in vitro purwoceng
2010. In vitro growth and single leaf (Pimpinella pruatjan Molk.). J AgroBiogen
photosynthetic response of Cymbidium plantlets 4(2):65-69
to super-elevated CO2 under cold cathode Ruan Y. 2012. Signaling role of sucrose metabolism in
fluorescent lamps. Plant Cell Rpt. 29: 273-283 development. Mol Plant 5:763-765
Norikane A, da Silva JAT, & Tanaka M. 2013. Growth of in Silva AB, Lima PP, Oliveira LES, & Moreira AL. 2014. In
vitro Oncidesa plantlets cultured under cold vitro growth and leaf anatomy of Cattleya
cathode fluorescent lamps with super-elevated walkeriana (Gardner, 1839) grown in natural
CO2 enrichment. AoB Plants J. 5: 044-053 ventilation system. Rev Ceres Viçosa 61(6): 883-
Nurmalinda & Hayati. 2014. Preferensi konsumen 890
terhadap krisan bunga potong dan pot Sitorus EN, Hastuti ED, & Setiari N. 2011. Induksi kalus
(Consumer preferences chrysanthemum cut binahong (Basella rubra L.) secara in vitro pada
flowers and pot). J Hort. 24(4): 363-372 media Murashige & Skoog dengan konsentrasi
Rahayu ES. 2015. Kultur Fotoautotrofik Solusi sukrosa yang berbeda. Bioma 13(1): 1-7
Mikropropagasi Tumbuhan Berkayu. Semarang: Wu HC & Lin CC. 2013. Carbon dioxide enrichment
CV. Swadaya Manunggal during photoautotrophic micropropagation of
Rai SP, Wiendi NMA, & Krisantini. 2015. Optimasi Protea cynaroides L. plantlets improves in vitro
produksi bibit tanaman kentang (Solanum growth, net photosynthetic rate, and
tuberosum) kultivar granola dengan teknik acclimatization. Hort Sci. 48(10): 1293-1297
fotoautotrofik. Bul Agrohorti 3(1): 28-38 Zhang M, Zhao D, Ma Z, Li X, & Xiao Y. 2009. Growth and
Ramesh Y & Ramassamy V. 2014. Effect of gelling agents photosynthethetic capability of Momordica
in in vitro multiplication of banana var. Poovan. grosvenori plantlets grown photoautotrophically
Int J Adv Biol Res. 4(3): 308-311 in response to light intensity. Hort Sci. 44: 757-
763

26

Anda mungkin juga menyukai