Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM LAUT

POTENSI SENYAWA BIOAKTIV SPON LAUT Axinella carteri


ASAL SUMATERA BARAT

KELOMPOK II

MARETRIN H311 12 005


ULFA MULIA KAWAROE H311 12 006

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan mempunyai panjang

pantai 81.000 km yang kaya akan terumbu karang dan biota laut lainnya. Salah satu

biota laut yang saat ini banyak diteliti adalah spon. Wilayah laut Indonesia

merupakan salah satu pusat penyebaran terbesar spon di dunia dan diperkirakan

terdapat sekitar 830 jenis yang hidup tersebar di wilayah ini (Van Soest, 1989).

Spon merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang

mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini

mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan

dengan senyawasenyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Muniarsih dan

Rachmaniar, 1999).

Spon laut diketahui menjadi tempat hidup beberapa jenis bakteri yang

jumlahnya mencapai 40 % dari biomassa spon. Simbiosis yang terjadi antara bakteri

dengan spon laut menyebabkan organisme ini sebagai invertebrata laut yang

memiliki potensi antibakteri yang lebih besar dibandingkan dengan organisme darat

dan laut lainnya (Kanagasabhapathy, 2005).

Mengingat begitu potensialnya spon laut ini dan masih banyak spon laut yang

belum diteliti, maka perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia

dan bioaktifitasnya. Salah satu spon laut tersebut adalah Axinella carteri.
BAB II

ISI

Spon merupakan hewan multiseluler yang termasuk ke dalam filum porifera.

Kata porifera berasal dari kata latin, pori = lubang-lubang kecil, dan faro =

mengandung, membawa. Kata tersebut menunjukkan kekhususan hewan yang

bersangkutan, yaitu memiliki banyak lubang-lubang kecil dan bila disingkat cukup

disebut hewan berpori (Jasin, 1984).

Spon laut Axinella carteri diklasifikasikan sebagai :

 Kingdom : Animalia

 Filum : Porifera

 Kelas : Demospongia

 Ordo : Axinellida

 Famili : Axinellidae

 Genus : Axinella

 Spesies : Axinella carteri

Spon laut Axinella carteri merupakan hewan metazoa sederhana, mempunyai

bentuk tidak beraturan (asimetris) dengan massa seperti daging lembek, berwarna

kuning kecoklatan, dan pada tubuhnya terdapat banyak pori. Spon ini tumbuh

melekat pada permukaan karang.

A. Senyawa Alkaloid dari Axinella carteri dan Bioaktivitasnya

Berdasarkan pada penelitian yang pernah dilakukan, A. carteri Dendy

memiliki beberapa kandungan kimia yang menarik yang diisolasi dari fraksi

n–butanol. Spesies A. carteri diperoleh dari perairan jawa dan indopasifik bagian
barat. Senyawa yang berhasil diisolasi adalah beberapa senyawa alkaloid turunan

guanidin, seperti debromohimenialdisin (i), himenialdisin (ii),

3-bromohimenialdisin(iii), dibromophakellin (iv), himenidin (v), dan oroidin (vi).

Selain senyawa alkaloid juga ditemukan senyawa golongan peptida, seperti Axinellin

A dan Axinellin B (Supriyono, 1995, Randazzo, 1998). Axinastatin 2 dan 3 sebagai

agen antikanker (Konat 1995). Hymenamide C dan isohymenamide sebagai

imunomodulating (Verbist, 1998).


Gambar 2. Struktur Senyawa Alkaloid dan Siklopeptida dari
Spon Laut A. carteri Dendy

Bioaktivitas yang telah dilaporkan terhadap senyawa-senyawa alkaloid

tersebut, diantaranya adalah senyawa debromhimenialdisin, dan himenialdisin yang

aktif sebagai sitotoksis secara in vitro terhadap sel limphoma tikus dengan

menggunakan metoda Microculture Tetrazolium (MTT) assay. Nilai LC50 yang

diberikan berdasarkan pada perhitungan analisa probit yaitu 1,8 ppm untuk senyawa

(i) dan 3,9 ppm untuk senyawa (ii). Selain itu senyawa (i) dilaporkan aktif sebagai

antifeedan pada larva Spodoptera litura (Fab.) dengan menggunakan metoda makan

buatan, dimana harga LC50nya yaitu 275 ppm. Senyawa (vii) dan (viii) dilaporkan

dapat menghambat aktivitas tumor secara in vitro terhadap human broncopulmonary

nonsmall-cel-lung-carcinoma lines (NSCLCN6) dengan nilai IC50 masing-masing

sebesar 3,0 dan 7,3 μg/ml (Supriyono, 1995, Randazzo, 1998).


B. Senyawa Terpenoid dari Axinella carteri dan Bioaktivitasnya

Penelitian yang telah dilakukan dalam bidang agroindustri terhadap

insektisida dari invertebrata laut diantaranya adalah senyawa diterpenoid brianthein

dari soft coral Briareum polyanthes yang dapat menghambat perkembangan belalang

Melanopilus bivittatus (Grode, 1983), kemudian senyawa sesquiterpenoid dari spon

laut Dysidea eritheria yang aktif sebagai antifeedan (Cardellina, 1986). Penelitian

kandungan kimia dari invertebrata laut terhadap insektisida belum banyak

dilaporkan, padahal banyak sekali penyakit penyakit berbahaya yang disebabkan oleh

serangga sebagai vektornya misalnya penyakit demam kuning, malaria, kaki gajah,

ensefalitis, dan lain-lain (Levine, 1990; Prabowo, 2004).

Saat ini salah satu upaya untuk membasmi serangga lebih banyak

menggunakan bahan-bahan kimia sintetis yang efeknya selain toksis terhadap

serangga tapi dapat juga toksis terhadap hewan lain dan manusia (Kardinan, 2003).

Usaha peneliti untuk menggantikan bahan kimia sintetis dengan bahan alam untuk

membasmi serangga perlu terus dilakukan. Beberapa tanaman teresterial telah

diketahui memberikan efek sebagai antifeedan pada larva Spodoptera litura, seperti

senyawa azadirachtin dari buah mimba (Azadiracta indica) (Calvacanti, 2004),

kemudian sebagai larvasida dan repelensia, seperti minyak sereh wangi (Prabowo,

2004), minyak lavender (Kardinan, 2003), minyak dari kulit jeruk (Calvacanti,

2004), rimpang dringgo (Wahyono, 2003), senyawa alkaloida dioncophillin dari

tanaman Tryophyllum peltatum (Francois, 1996), dan sebagainya. Oleh karena itu

diharapkan penelitian kandungan senyawa metabolit sekunder dariinvertebrata laut

nantinya dapat ikut berperan dalam mengatasi masalah endemis yang disebabkan

oleh serangga.
Setelah dilakukan skrining bioaktivitas larvasida terhadap ekstrak metanol,

fraksi n-heksana, etil asetat, dan n-butanol spon laut Axinella carteri Dendy, dengan

metoda ”The Yellow Fever Mosquito Larvae Microtiter Plate Assay ” , diperoleh

nilai LC50nya masing-masing sebesar 649,55 ppm; 96,33 ppm; 255,92 ppm; dan

649,55 ppm. Dari ekstrak n-heksana diperoleh dua senyawa murni yaitu AC-H221 dan

AC-H32, masing-masing beratnya adalah 11 mg dan 82 mg. Senyawa AC-H 221

berbentuk minyak berwarna kuning lemah, dan berbau khas. Senyawa AC-H32

berbentuk serbuk putih, tidak berbau, dan meleleh pada suhu 173-174 oC.

Bedasarkan data spektrum IR dan pereaksi kimia senyawa AC-H 221 diduga

merupakan golongan mono atau sesquiterpenoid. Sedangkan senyawa ACH32 diduga

golongan triterpenoid. Senyawa AC-H221 dan AC-H32 memberikan aktivitas larvasida

terhadap larva nyamuk Culex sp dengan nilai LC50nya masing-masing sebesar 53,75

ppm dan 79,8 ppm. Sedangkan Abate 1% S.G® memberikan LC50 sebesar 4 ppm.

Kedua senyawa ini memiliki aktivitas lebih kecil dibandingkan Abate 1% S.G®

(Handayani, 2006).

Pengujian aktivitas berikutnya yang dilakukan terhadap spon Axinella carteri

adalah pengujian aktivitas antibakteri dari fraksi nonpolar terhadap bakteri penyebab

penyakit layu tanaman pada jahe. Penyakit ini disebabkan oleh Ralstonia

Solanacearum yang merupakan penyakit utama yang menyerang jahe sehingga

menyebabkan penurunan produksi jahe. Selain itu, R. Solanacearum juga

menyebabkan kontaminasi lahan, sehingga tidak dapat ditanami dalam jangka waktu

yang lama (Machmud,1985). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu

komoditas ekspor penting dan bahan baku obat tradisional serta fitofarmaka yang

banyak digunakan dalam industri obat herbal di Indonesia (Adaniya, 2001). Tahun
2002, produksi jahe mengalami penurunan drastis hingga 7.471 ton dengan nilai US

$ 4.029.000 (Ditjenbun, 2004).

Sampai saat ini usaha pengendalian penyakit ini sudah banyak dilakukan,

seperti usaha pencegahan melalui pergiliran tanaman, sanitasi lahan, penggunaan

bibit sehat (Sitepu, 1991), tetapi hasilnya belum optimal. Penggunaan antibiotik

Streptomisin juga telah dipergunakan secara terbatas, namun harganya mahal tidak

terjangkau oleh petani (Mulya, 2004).

Pengendalian hayati menggunakan senyawa metabolit sekunder yang

terkandung di dalam organisme laut merupakan salah satu upaya pengendalian yang

digunakan karena senyawa-senyawa tersebut memiliki struktur kimia yang unik dan

aktivitas farmokologis yang sangat menarik. Antara lain: antikanker, antimikroba,

antiinflamasi dan lain-lain (Carte, 1996).

Hasil pemeriksaan pendahuluan aktivitasantibakteri terhadap ekstrak metanol,

fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat spon laut Axinella carteri dengan metoda difusi

agar pada konsentrasi 1 % berturut-turut adalah 10 mm, 9 mm, dan 8 mm. 5. Hasil

isolasi dari fraksi heksan didapatkan senyawa K, senyawa amorf putih, tidak berbau,

terurai pada suhu 144-146º C. Senyawa K bereaksi positif terhadap Reagent

Liebermann Bouchard dengan warna ungu, hal ini menunjukkan senyawa tersebut

termasuk golongan terpenoid. Hasil uji aktivitas antibakteri senyawa K terhadap

bakteri Ralstonia solanacearum, memberikan aktivitas antibakteri pada konsentrasi

1% dengan diameter hambat 9 mm. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) untuk

senyawa K adalah 0,25% (Lubis, 2011).


BAB III

KESIMPULAN

Spon laut Axinella carteri merupakan spon laut yang banyak tersebar

di Perairan Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukan spon laut tersebut

mengandung banyak kandungan kimia yang menarik, seperti senyawa golongan

alkaloid dan terpenoid. Bioaktivitas kandungan kimia tersebut antara lain adalah

antitumor, antifeedan, larvasida dan antibakteri. Sehingga penelitian lanjutan perlu

terus dilakukan sebagai usaha untuk mengembangkan dan memanfaatkan

senyawa-senyawa bioaktif tersebut di bidang Farmasi dan Agroindustri.


DAFTAR PUSTAKA

Handayani, D., 2012, Potensi Senyawa Bioaktiv Spon Laut Axinella Carteri Asal
Sumatera Barat (online), (http://jstf.ffarmasi.unand.ac.id/index.php/jstf/
article/viewFile/47/50), diakses pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 14.07
WITA.

Anda mungkin juga menyukai