KELOMPOK II
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
pantai 81.000 km yang kaya akan terumbu karang dan biota laut lainnya. Salah satu
biota laut yang saat ini banyak diteliti adalah spon. Wilayah laut Indonesia
merupakan salah satu pusat penyebaran terbesar spon di dunia dan diperkirakan
terdapat sekitar 830 jenis yang hidup tersebar di wilayah ini (Van Soest, 1989).
Spon merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang
mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini
Rachmaniar, 1999).
Spon laut diketahui menjadi tempat hidup beberapa jenis bakteri yang
jumlahnya mencapai 40 % dari biomassa spon. Simbiosis yang terjadi antara bakteri
dengan spon laut menyebabkan organisme ini sebagai invertebrata laut yang
memiliki potensi antibakteri yang lebih besar dibandingkan dengan organisme darat
Mengingat begitu potensialnya spon laut ini dan masih banyak spon laut yang
belum diteliti, maka perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia
dan bioaktifitasnya. Salah satu spon laut tersebut adalah Axinella carteri.
BAB II
ISI
Kata porifera berasal dari kata latin, pori = lubang-lubang kecil, dan faro =
bersangkutan, yaitu memiliki banyak lubang-lubang kecil dan bila disingkat cukup
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongia
Ordo : Axinellida
Famili : Axinellidae
Genus : Axinella
bentuk tidak beraturan (asimetris) dengan massa seperti daging lembek, berwarna
kuning kecoklatan, dan pada tubuhnya terdapat banyak pori. Spon ini tumbuh
memiliki beberapa kandungan kimia yang menarik yang diisolasi dari fraksi
n–butanol. Spesies A. carteri diperoleh dari perairan jawa dan indopasifik bagian
barat. Senyawa yang berhasil diisolasi adalah beberapa senyawa alkaloid turunan
Selain senyawa alkaloid juga ditemukan senyawa golongan peptida, seperti Axinellin
aktif sebagai sitotoksis secara in vitro terhadap sel limphoma tikus dengan
diberikan berdasarkan pada perhitungan analisa probit yaitu 1,8 ppm untuk senyawa
(i) dan 3,9 ppm untuk senyawa (ii). Selain itu senyawa (i) dilaporkan aktif sebagai
antifeedan pada larva Spodoptera litura (Fab.) dengan menggunakan metoda makan
buatan, dimana harga LC50nya yaitu 275 ppm. Senyawa (vii) dan (viii) dilaporkan
dari soft coral Briareum polyanthes yang dapat menghambat perkembangan belalang
laut Dysidea eritheria yang aktif sebagai antifeedan (Cardellina, 1986). Penelitian
dilaporkan, padahal banyak sekali penyakit penyakit berbahaya yang disebabkan oleh
serangga sebagai vektornya misalnya penyakit demam kuning, malaria, kaki gajah,
Saat ini salah satu upaya untuk membasmi serangga lebih banyak
serangga tapi dapat juga toksis terhadap hewan lain dan manusia (Kardinan, 2003).
Usaha peneliti untuk menggantikan bahan kimia sintetis dengan bahan alam untuk
diketahui memberikan efek sebagai antifeedan pada larva Spodoptera litura, seperti
kemudian sebagai larvasida dan repelensia, seperti minyak sereh wangi (Prabowo,
2004), minyak lavender (Kardinan, 2003), minyak dari kulit jeruk (Calvacanti,
tanaman Tryophyllum peltatum (Francois, 1996), dan sebagainya. Oleh karena itu
nantinya dapat ikut berperan dalam mengatasi masalah endemis yang disebabkan
oleh serangga.
Setelah dilakukan skrining bioaktivitas larvasida terhadap ekstrak metanol,
fraksi n-heksana, etil asetat, dan n-butanol spon laut Axinella carteri Dendy, dengan
metoda ”The Yellow Fever Mosquito Larvae Microtiter Plate Assay ” , diperoleh
nilai LC50nya masing-masing sebesar 649,55 ppm; 96,33 ppm; 255,92 ppm; dan
649,55 ppm. Dari ekstrak n-heksana diperoleh dua senyawa murni yaitu AC-H221 dan
berbentuk minyak berwarna kuning lemah, dan berbau khas. Senyawa AC-H32
berbentuk serbuk putih, tidak berbau, dan meleleh pada suhu 173-174 oC.
Bedasarkan data spektrum IR dan pereaksi kimia senyawa AC-H 221 diduga
terhadap larva nyamuk Culex sp dengan nilai LC50nya masing-masing sebesar 53,75
ppm dan 79,8 ppm. Sedangkan Abate 1% S.G® memberikan LC50 sebesar 4 ppm.
Kedua senyawa ini memiliki aktivitas lebih kecil dibandingkan Abate 1% S.G®
(Handayani, 2006).
adalah pengujian aktivitas antibakteri dari fraksi nonpolar terhadap bakteri penyebab
penyakit layu tanaman pada jahe. Penyakit ini disebabkan oleh Ralstonia
menyebabkan kontaminasi lahan, sehingga tidak dapat ditanami dalam jangka waktu
yang lama (Machmud,1985). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu
komoditas ekspor penting dan bahan baku obat tradisional serta fitofarmaka yang
banyak digunakan dalam industri obat herbal di Indonesia (Adaniya, 2001). Tahun
2002, produksi jahe mengalami penurunan drastis hingga 7.471 ton dengan nilai US
Sampai saat ini usaha pengendalian penyakit ini sudah banyak dilakukan,
bibit sehat (Sitepu, 1991), tetapi hasilnya belum optimal. Penggunaan antibiotik
Streptomisin juga telah dipergunakan secara terbatas, namun harganya mahal tidak
terkandung di dalam organisme laut merupakan salah satu upaya pengendalian yang
digunakan karena senyawa-senyawa tersebut memiliki struktur kimia yang unik dan
fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat spon laut Axinella carteri dengan metoda difusi
agar pada konsentrasi 1 % berturut-turut adalah 10 mm, 9 mm, dan 8 mm. 5. Hasil
isolasi dari fraksi heksan didapatkan senyawa K, senyawa amorf putih, tidak berbau,
Liebermann Bouchard dengan warna ungu, hal ini menunjukkan senyawa tersebut
KESIMPULAN
Spon laut Axinella carteri merupakan spon laut yang banyak tersebar
alkaloid dan terpenoid. Bioaktivitas kandungan kimia tersebut antara lain adalah
Handayani, D., 2012, Potensi Senyawa Bioaktiv Spon Laut Axinella Carteri Asal
Sumatera Barat (online), (http://jstf.ffarmasi.unand.ac.id/index.php/jstf/
article/viewFile/47/50), diakses pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 14.07
WITA.