Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP BPH DENGAN KEBUTUHAN ELIMINASI

A.    Pengertian BPH


Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat membesar
memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine, dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddarth, 2000).
Benigna prostatic hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar
prostat ( Long, 1996 ).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran dari beberapa dari kelenjar ini yang
mengakibatkan obstruksi urine (Mary Buradero dkk, 2000).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Marilynn, E.D, 2000).
Hipertropi adalah pembesaran sel, sedangkan hiperplasi adalah pertambahan jumlah sel,
sehingga terjadi pembentukan jaringan yang berlebihan. Benigna Prostat Hiperplasi adalah
pembesaran kelenjar prostat, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih, yang
mengakibatkan obstruksi urine (Poppy, 1998).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia
adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang
mendesak saluran perkemihan.

B.     Konsep dasar Kebutuhan dasar Manusia Eliminasi


Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan tersebut
dapat melalui urin ataupun bowel.
Eliminasi Urin
1.      Pengertian
Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini tergantung pada
fungsi-fungsi organ eliminasi organ seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urin ke bladder. Dalam
bladder urin ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui
uretra (Tarwoto & Wartonah 2004).
2.      Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urin
a.       Ginjal
Ginjal merupakan organ retoperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan
dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urin sebagai zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang di butuhkan
oleh tubuh
b.      Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus, berfungsi menampung
urin. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam,
memanjang ditengah, dan melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi untuk
mengeluarkan urin bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah
jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagi otot lingkar yang berfungsi
menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urin dari
kandung kemih ke luar tubuh.
c.       Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urin ke bagian luar. Fungsi uretra pada
wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat
pengaliran urin dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri atas tiga
bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, eretra
memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat penyaluran urin ke bagian luar
tubuh (Aziz Alimul, 2006).
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin
a.       Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output atau jumlah urin.
Potein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat
meningkatkan pembentuk urin.
b.      Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak
tertahan didalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urin.
c.       Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya
dengan ketersediaan fasilitas toilet.
d.      Stress psikologi
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya berkemih. Hal ini karena meningkatnya
sensivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urin yang diproduksi.
e.       Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfringter.
Hilangnya tonus vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktifitas.
f.       Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat
ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan
mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan mengontrol buang
air kecil meningkat.
g.      Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat mempengaruhi produksi urin.
h.      Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urin, seperti adanya kultur
masyaakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu,
i.        Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urinal atau pot urin bila dalam keadaan sakit.
j.        Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu poses berkemih adalah kandung
kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan
pengeluaran urin.
k.      Pembedahan
Efek pembedahan dapat menuunkan filtrasi glomeulus yang dapat menyebabkan penurunan
jumlah poduksi urin kaena tampak dari pembeian obat anestesi.
l.        Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urin. Misalnya, pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urin, sedangkan pemberian obat antikolinergik atau
antihipertensi dapat menyebabkan retensi urin.
Metode penulisan yang kami buat dengan menggunakan searcing internet, diskusi kelompok dan
mengambil referensi dari beberapa buku.

4.      Masalah-masalah Eliminasi Urin


a.       Retensi urin
Merupakan penumpukan urin dalam bladder dana ketidakmampuan bladderuntuk
mengosongkan kandung kemih.
Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam bladder melibihi dari 400 ml.
Normalnya adalah 250-400 ml.
b.      Inkontinensia urin
Adalah ketidakmampuan otot spinkter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol
ekskresi urin. Ada 2 jenis inkontinesia pertama, stress inkontensia yaitu stress yang terjadi pada
saat tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa. Kedua, urge
inkontensia yaitu inkontensia yang terjadi pada saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi
akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder.
c.       Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan ketidakmampuan
untuk mengendalikan spinter eksterna.Biasanya pada anak-anak atau pada orang jompo.

5.      Perubahan Pola Berkemih


a.       Frekuensi : Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya
terjadi pada cystitis, stress, wanita hamil.
b.      Urgency : Perasaaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
c.       Dysuria : Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infekksi saluran kemih ,
trauma, dan struktur uretra.
d.      Urinary Suppression : Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urin secara tiba-tiba. Anuria
(urin kurang dari 100 ml/24 jam), Olyguria (urin:100-500).

C.    Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1.      Riwayat keperawatan
a.       pola berkemih
b.      Gejala dari perubahan berkemih
c.       Faktor yang mempengaruhi berkemih
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal,
nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b.      Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
c.       Genetalia laki-laki : kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
3.      Intake dan output cairan
a.       Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b.      Kebiasaan minum di rumah.
c.       Intake: cairan infuse, oral, makanan, NGT.
d.      Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e.       Output urin dan urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
f.       Karakteristik urin : Warna, kejernihan, bau, kepekatan.
4.      Pemeriksaan diagnostic
a.       Pemeriksaan urin (urinalisis):
1)      warna (N: Jernih kekuningan)
2)      penampilan (N: Jernih)
3)      Bau (N: Beraroma)
4)      Ph(N: 4,5-8,0)
5)      Beratb jenis (N: 1,005-1,030)
6)      Glukosa (N: Negatif)
7)      Keton (N: Kuman pathogen negative).

Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan pola eliminasi urin: Inkontinensia
Kemungkinan berhubungan dengan:
a.       Gangguan neuromuskuler.
b.      Spasme bladder.
c.       Trauma pelvic.
d.      Infeksi saluran kemih.
e.       Trauma medulla spinalis.
Kemungkinan data yang ditemukan:
a.       Inkontinensia.
b.      Keinginan berkemih yang segera.
c.       Sering ke toilet.
d.      Menghindari minum.
e.       Spasme bladder.
f.       Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
Tujuan yang diharapkan:
a.       Klien dapat mengontrol pengeluaran urin setiap 4 jam.
b.      Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urin.
c.       Klien berkemih dalam keadaan rileks.

INTERVENSI RASIOANAL
1.      Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1.      Membantu mecegah distensi atau
komplikasi
2.      Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi
2.      Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan
dokter/fisioterapi fungsi bladder.
3.      Kolaborasi dalam bladder training 3.      Menguatkan otot dasar pelvis.
4.      Hindari factor pencetus inkontinensia urin
4.      Mengurangi/menghindari inkontinensia
seperti cemas 5.      Mengatasi factor penyebab
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam
pengobatan dan kateterisasi 6.      Meningkatkan pengetahuan dan
6.      Jelaskan tentang: diharapkan pasien lebih kooperatif.
üpengobatan
ükateter
üpenyebab
ütindakan lainnya

2.      Retensi urin


Kemungkinan berhubungan dengan :
a.       Obstruksi mekanik.
b.      Pembesaran prostat.
c.       Trauma.
d.      Pembedahan.
e.       Kehamilan.
Kemungkinanditemukan data :
a.       Tidak tuntasnya pengeluaran urin.
b.      Distensi bladder.
c.       Hipertropi prostat.
d.      Kanker.
e.       Infeksi saluran kemih.
f.       Pembedahan besar abdomen.

Tujuan yang diharapkan :


a.       Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam.
b.      Tanda dan gejala retensi urin tidak ada.

INTERVENSI RASIOANAL
1.      Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1.      Menentukan masalah

2.      Ukur intake dan output cairan setiap 2.


4       Memonitor keseimbangan cairan
jam
3.      Berikan cairan 2000 ml/hari dengan
3.      Menjaga deficit cairan
kolaborasi
4.      Kurangi minum setelah jam 6 malam 4.      Membantu memonitor keseimbangan
cairan
5.      Kaji dan monitor analisis urin elektrolit
5.      Membantu memonitor keseimbangan
dan berat badan. cairan
6.      Lakukan latihan pergerakan 6.      Meningkatkan fungsi ginjal dan bladder
7.      Relaksasi pikiran dapat meningkatkan
7.      Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih kemampuan berkemih
8.      Anjarkan teknik latihan dengan kolaborasi
8.      Menguatkan otot pelvis
dokter/fisioterapi
9.      Kolaborasi dalam pemasangan kateter 9.      Mengeluarkan urin

Anda mungkin juga menyukai