Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ONLINE INDIVIDU April 2020

IKM-KK

“Pengelolaan, Monitoring, dan Evaluasi BPJS Kesehatan”

Hendra Kuganda
N 111 18 006

PEMBIMBING :

Dr. dr. Ketut Suarayasa., M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
DAFTAR ISI

Sampul…………………………………………………………………….…………….1

Daftar Isi…………………………………………………………………..…………….2

Bab I Pendahuluan………………………………………………………………………3

Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………6

2.1 Sejarah Asuransi Kesehatan…………………………………………………6

2.2 Pengelolaan BPJS Kesehatan………………………………………………..9

2.3 Monitoring dan Evaluasi BPJS……………………………………………..18

Bab III Penutup…………………………………………………………….……………22

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….22

3.2 Saran………………………………………………………………………...22

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..23

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya. Di dalam era
globalisasi seperti sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk menjaga dirinya agar
tetap sehat. Kesehatan adalah hak dasar individu dan setiap warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.(1,3)

Oleh karena itu, perlu adanya suatu lembaga pemerintah yang memberikan rasa aman
pada masyarakat dalam menjamin kesejahteraan lahir dan batin serta mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini sesuai dengan ketetapan UUD 1945 pasal 28 H
ayat 1 yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Independent of Human Right pada
tanggal 10 Desember 1948 juga menyatakan tentang hak setiap orang atas tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya. Berdasarkan hal
tersebut World Health Assembly (WHA) pada tahun 2005 di Jenewa membuat resolusi yaitu
setiap negara perlu mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme
asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan. (2.6)

Peningkatan biaya kesehatan menjadi masalah utama yang mempersulit masyarakat


untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Keadaan ini terutama terjadi pada
seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan yang ditanggung sendiri dalam sistem pembayaran
tunai. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah
dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas. Menurut Kepmenkes
Nomor 686/MENKES/SK/2010 menjelaskan bahwa “Jamkesmas adalah bentuk belanja
bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu serta
peserta lainnya yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah”. Pelaksanaan pelayanan
kesehatan mencakup pelayanan kesehatan dasar yang diberikan di puskesmas dan pelayanan
tingkat lanjut yang diberikan di balai kesehatan masyarakat atau rumah sakit. (4)

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab dalam memberikan jaminan perlindungan


kesehatan dan fasilitas bagi masyarakat Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor
28 Tahun 2016 mengenai Jaminan Kesehatan. Indonesia, pada tanggal 1 Januari 2014 telah

4
didirikan suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang selaras dengan
tujuan Organisasi Kesehatan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua
penduduk. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ini merupakan badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program kesehatan (Peraturan BPJS
Kesehatan Nomor 1 tahun 2014). (5,7)

Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011, BPJS akan mengganti
sejumlah lembaga-lembaga jaminan sosial yang ada seperti lembaga asuransi kesehatan PT
Askes Indonesia dirubah menjadi BPJS Kesehatan. Jamsostek juga dirubah menjadi BPJS
ketenagakerjaan. Perubahan ini akan dilakukan secara bertahap dan bergilir. (3)

Berdasarkan jumlah pengguna BPJS Kesehatan terhitung sampai dengan 23 September


2016 ada 169.304.759 juta orang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
sebagai penyelenggara melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk mendukung
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara merata kepada masyarakat. Tahun 2016 banyak
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yaitu puskesmas berjumlah
8270 buah, klinik pratama 4933 buah, dokter praktik perorangan 4550 buah, apotek 2018
buah, rumah sakit 1858 buah. (3)

Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama bagi pengguna JKN. Rumah
sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat lanjut setelah pasien mendapatkan
rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Adanya program JKN, membuat pihak
rumah sakit tentu harus menyesuaikan pelayanan dengan kebijakan. Keller dan Kotler
mengatakan bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang
bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Banyaknya jumlah masyarakat yang menggunakan JKN ini harus disesuaikan oleh kualitas
pelayanan dari rumah sakit yang dapat menerima pelayanan program JKN tanpa
membedakan antara pasien JKN dengan pasien non JKN. (7)

Fasilitas kesehatan merupakan tempat pelayanan jasa yang menyangkut nyawa


manusia. Kualitas yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat terlebih lagi
mengenai diri sendiri. Menurut Diana dan Tjiptono, kepuasan pelanggan mencakup
perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara JKN harus dapat
memenuhi kebutuhan pasien agar program ini dapat berjalan dengan efektif. Dokter sebagai

5
pihak yang terlibat langsung dalam melayani pasien JKN merasakan perbedaan alur
pelayanan sebelum adanya program JKN dengan sesudah berjalannya program JKN. Banyak
permasalahan yang terjadi ketika penerapan program JKN berjalan terutama dari pihak
dokter. Pengaruh terbesar yang berdampak pada seorang dokter dengan adanya program JKN
ini adalah kompensasi yang minim yang akan didapatkan seorang dokter. (8)

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Asuransi Kesehatan

2.1.1 Jerman

Sejarah asuransi sosial dimulai di Jerman dan dikembangkan pada pemerintahan

Bismarch tahun 1883 dengan meluncurkan undang-undang yang mewajibkan para pekerja

untuk mengikuti asuransi sakit. Kepersertaan wajib dengan pembiayaan melalui pajak

penghasilan merupakan ciri program asuransi sosial Jerman sampai saat ini. Besarnya premi

berdasarkan presentase, sehingga sangat tergantung dari penghasilan peserta, sehingga

tampak jelas subsidi silang, yaitu yang muda menyumbang yang tua, keluarga kecil

menyumbang keluarga besar, yang sehat menyumbang yang sakit, yang kaya menyumbang

yang miskin, karena semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diberikan sama, tidak

tergantung premi. Asuransi ini dikenal dengan nama Social Health Insurance. (3,7)

2.1.2 Indonesia

Di Indonesia, dasar asuransi sudah dimulai sejak zaman Belanda yang dikenal dari

asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil merupakan lanjutan dari Restitutie Regelling

1934 dan pada tahun 1985 dimulai asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) serta tahun 1987

dengan menggerakan dana masyarakat. Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-

undang yang berkaitan dengan asuransi yaitu UU No.2 tentang Asuransi, UU No. 3 tentang

JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) serta UU No. 23 tentang Kesehatan yang di

dalamnya terkandung pasal 65-66 tentang JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat). JPKM mengikuti pola Managed Care di Amerika dengan pembayaran prepaid

berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif,

kuratif dan rehabilitatif.(3)

7
Saat ini di Indonesia terdapat UU yang mengatur tentang: (3)

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional.

2. UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 berisi

tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

4. Tata cara pendaftaran dan pembayaran peserta perorangan Badan Penyelenggara

Jaminan Kesehatan diatur oleh Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014.

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan

Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 berisi

tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama Milik Pemerintah Daerah.

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 berisi

tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program

Jaminan Kesehatan.

8
Jaminan Kesehatan Nasional

Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional (JKN))

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari

peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang

menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). (4)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara penyelenggaraan program

jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. (4)

Dengan demikian, JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN.

Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan

Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004

tentang SJSN. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem

asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang

layak. (4)

9
2.2 Pengelolaan BPJS Kesehatan

Pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut: (1,2)

1. Prinsip kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup

bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam

SJSN, prinsip gotongroyong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan

peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN

bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui

prinsip ini dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for

profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya

kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,

sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk

kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas

Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang

berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang

berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah

serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di

sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara

mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat

mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-

badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan

dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan kepentingan

peserta.7

Mengacu pada UU. Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

atau SJSN menjelaskan bahwa setiap peserta BPJS diwajibkan untuk membayar iuran. (6)

Selain itu juga pemerintah menjamin kesehatan masyarakat kurang mampu dimana

berdasarkan UU.Nomor 24 Tahun 2011, Pasal 19, menjelaskan bahwa iuran untuk orang

miskin atau tidak mampu membayar, maka akan ditanggung oleh pemerintah dalam

bentuk Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun hak PBI itu tidak diterima langsung akan

tetapi dialokasikan ke pihak ketiga yakni BPJS dari uang rakyat yang dipungut berupa

11
pajak. Sehingga pada dasarnya rakyatlah yang membiayai layanan kesehatan diri mereka

dan menanggung antara sesama rakyat lainnya. (6)

Sesuai ketentuan yang ada BPJS dalam pengelolaannya meliputi dua hal secara garis

besar, yaitu penghimpunan dana dan pengalokasiannya. BPJS bertugas menghimpun dana

iuran dan mengelolanya, kemudian membayarkan tagihan biaya layanan kesehatan

peserta kepada pihak pemberi layanan kesehatan yang bersangkutan. Adapun Sumber

dana BPJS berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS

adalah modal awal berasal dari pemerintah yang nominal paling banyak Rp

2.000.000.000.000,-(dua triliun rupiah) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

dan dari iuran yang bibayar peserta tiap bulannya.(6)

Pengalokasian dana iuran yang sudah terhimpun berdasarkan pasal 43 ayat 2 UU

nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS diperuntukkan untuk pembiayaan jaminan kesehatan,

biaya operasional penyelenggara jaminan sosial, dan investasi dengan tujuan untuk

pengembangan dana sosial. Menurut pasal 40 UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS

menjelaskan bahwa BPJS memisahkan antara aset BPJS dan aset jaminan sosial. Tujuan

pemisahan tersebut agar aset jaminan sosial beserta hasil pengembangannya yang

bersumber dari iuran memang hanya untuk jaminan sosial sebagai dana amanah.(6)

Gambar 1. Alur pengolaan dana BPJS(5)

System Pengelolaan BPJS sangat penting agar semua program pelayanan dapat
berjalan dengan baik, terdapat beberapa tujuan pengelolaan system BPJS: (1,2)

12
1. Mengoptimalkan nilai organisasi agar memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional, sehingga organisasi mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
organisasi.
2. Mendorong pengelolaan organisasi secara profesional, efisien, dan efektif serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
3. Mendorong agar organisasi dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social
organisasi terhadap Pemangku Kepentingan.
4. Meningkatkan kontribusi organisasi dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional dengan melibatkan stakeholder sebagai mitra.
5. Organisasi menjalankan amanah sebagai penyelenggara jaminan sosial kesehatan
dengan penuh keterbukaan/transparansi sesuai dengan aturan perundang-
undangan.

Selain itu di perlukannya beberapa hal yang penting untuk berlangsugnnya suatu system
pengelolaan BPJS yang baik. (1,2)

1. Keterbukaan (Transparency)

Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan


keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan
mengenai organisasi;

a. Prinsip Dasar :

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, organisasi harus


menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Organisasi harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan lainnya

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan :

13
1) Organisasi harus menyediakan dan mengungkapkan informasi secara tepat
waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,


visi, misi, sasaran dan strategi organisasi, kondisi keuangan, susunan dan
komposisi Dewan Pengawas dan Direksi, tidak ada yang memiliki
benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan
pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan Tata Kelola yang

Baik serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat


mempengaruhi kondisi organisasi.

3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh organisasi tidak mengurangi


kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.

4) Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional


dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

5) Dewan Pengawas dan Direksi bertanggung jawab kepada organisasi untuk


menjaga kerahasiaan informasi.

2. Akuntabilitas (accountability)

Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi


sehingga pengelolaan organisasi terlaksana secara efektif;

a. Prinsip Dasar :

Organisasi harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara


transparan dan wajar. Untuk itu organisasi harus dikelola secara benar, terukur
dan sesuai dengan kepentingan organisasi dengan tetap memperhitungkan
kepentingan stakeholder. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

14
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan :

1) Organisasi harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-


masing organ dan semua pegawai secara jelas dan selaras dengan visi,
misi, sasaran dan strategi organisasi.

2) Organisasi harus meyakini bahwa semua organ dan semua pegawai


mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannya dalam pelaksanaan Tata Kelola yang Baik.

3) Organisasi harus memastikan adanya sistem pengendalian intern yang


efektif dalam pengelolaan organisasi.

4) Organisasi harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran


organisasi yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi, sasaran utama
dan strategi organisasi, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi
(reward and punishment system).

5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap Duta BPJS


Kesehatan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code
of conduct) yang telah disepakati.

6) Dewan Pengawas dan Direksi beserta seluruh jajarannya harus membuat


pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya secara periodik dan
berkesinambungan.

3. Responsibilitas (responsibility)

Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan organisasi terhadap peraturan


perundang-undangan dan prinsip-prinsip organisasi yang sehat;

a. Prinsip Dasar

Organisasi harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta


melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan organisasi dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good organization citizen.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

15
1) Organisasi melaksanakan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat
dan lingkungan, sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam
jangka panjang dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai.

2) Organisasi harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan


kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan
organisasi (by laws).

3) Organisasi bertanggung jawab atas segala risiko usaha yang terjadi


dengan melakukan pengelolaan risiko secara baik

4. Independensi (independency)

Yaitu keadaan di mana organisasi dikelola secara profesional tanpa benturan


kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip organisasi yang sehat

a. Prinsip Dasar

Untuk melancarkan pelaksanaan asas Tata Kelola yang Baik, organisasi harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ organisasi tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

1) Masing-masing organ harus menghindari terjadinya dominasi oleh


pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturan kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.

2) Masing-masing organ harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai


dengan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud
sistem pengendalian intern yang efektif.

5. Prediktabilitas (predictability)

16
Yaitu implementasi yang konsisten dari kebijakan pendukung, peraturan dan
regulasi.

a. Prinsip Dasar

Prediktabilitas mengacu pada penerapan yang konsisten dan sesuai dengan


hukum, termasuk aturan dan peraturan untuk menerapkannya.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

1) Organisasi harus menegaskan hak dan kewajiban penerima manfaat


jaminan sosial

2) Organisasi melakukan komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder

sebelum pelaksanaan perubahan dalam sebuah program.

3) Organisasi membangun strategi komunikasi yang efektif dan program


public relations dengan tujuan stakeholder selalu mendapatkan informasi
tentang perkembangan dalam skema jaminan sosial yang

berdampak terhadap hak dan kewajiban mereka.

6. Partisipasi (participation)

Yaitu adanya masukan dari stakeholder dalam pengambilan keputusan organisasi


untuk melindungi kepentingannya dalam mendukung program- program jaminan
sosial

a. Prinsip Dasar

Organisasi membangun kemitraan, rasa saling percaya dan memberikan


kesempatan seluasnya kepada stakeholder untuk memberikan partisipasi
efektif demi kemajuan organisasi dalam menjalankan program jaminan sosial.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

1) Organisasi membangun komunikasi yang terbuka dengan stakeholder


untuk mendorong pertukaran saran agar organisasi dapat lebih responsif
terhadap kebutuhan dan keinginan stakeholder.

17
2) Organisasi harus memastikan bahwa stakeholder memahami program

dan memungkinkan partisipasi efektif mereka

7. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)

Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku


Kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan.

a. Prinsip Dasar

Dalam melaksanakan kegiatannya, organisasi senantiasa memperhatikan


kepentingan pemangku kepentingan berdasarkan asas kesetaraan dan
kewajaran.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

1) Organisasi harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan


untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi
kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi sesuai
dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.

2) Organisasi harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada


pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada organisasi.

3) Organisasi harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan


pegawai, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.

4) Organisasi harus menerapkan secara konsisten sistem penghargaan dan


sanksi (reward and punishment system) terhadap pegawai.

8. Dinamis (dynamism)

18
Yaitu inovasi atau perubahan positif dalam tata kelola yang efeknya
meningkatkan efisiensi kinerja organisasi

a. Prinsip Dasar

Harus ada fleksibilitas yang cukup, yang diatur dalam regulasi hukum,
yang memungkinkan organisasi untuk memperkenalkan inovasi dan
perbaikan dalam pelaksanaan program jaminan sosial, tanpa harus
mengubah undang-undang, kebijakan atau keputusan.

b. Pedoman Pokok Pelaksanaan

1) Organisasi harus memberikan kesempatan, memberi motivasi dan


menginspirasi sehingga seluruh Duta BPJS Kesehatan dapat
mengusulkan ide-ide inovatif selama tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku.

2) Organisasi harus memastikan bahwa para inovator tidak memiliki


konflik kepentingan dalam usulan ide-ide yang diberikan.

3) Organisasi harus menetapkan proses dan mengevaluasi atas manfaat


dan risiko yang akan muncul sebelum inovasi tersebut di adopsi dan
diimplementasikan

2.3 Monitoring dan Evaluasi BPJS (1-2)


1. Dalam pelaksanaan Pelayanan BPJS, dilakukan monitoring evaluasi terhadap
pelaksanaannya.
2. Monitoring evaluasi Pelayanan BPJS dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi
beranggotakan stakeholder terkait dalam pelaksanaan Pelayanan Primer di Era
Program Jaminan Sosial Kesehatan, yang terbagi menjadi Tim Monitoring Evaluasi
Pusat dan Tim Monitoring Evaluasi Daerah.
a. Personil Tim Monitoring Evaluasi
Tim Monitoring Evaluasi Daerah terdiri dari Tim Monitoring Evaluasi Kantor
Cabang dan Tim Monitoring Evaluasi Provinsi.
1) Tim Monitoring Evaluasi Kantor Cabang

19
a) Tim Monitoring Evaluasi Kantor Cabang dibentuk berdasarkan Keputusan
Kepala Cabang.
b) Pertemuan Tim Monitoring Evaluasi Kantor Cabang dilakukan setiap 3
(tiga) bulan sekali.
c) Personalia Tim Monitoring Evaluasi Kantor Cabang terdiri dari:
(1) Pengarah
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Ketua
(a) Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Cabang/yang ditunjuk.
(b) Kepala Cabang BPJS Kesehatan.
(3) Sekretaris
Pejabat yang membawahi fungsi pelayanan primer Kantor Cabang
BPJS Kesehatan.
(4) Anggota
(a) Pejabat yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan
primer/pelayanan kesehatan dasar Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota;
(b) Perwakilan Adinkes Wilayah Kantor Cabang;
(c) Perwakilan PKFI Wilayah Kantor Cabang;
(d) Perwakilan Asklin Wilayah Kantor Cabang;
(e) Perwakilan IDI Wilayah Kantor Cabang;
(f) Staf Bidang yang membawahi fungsi pelayanan primer Kantor
Cabang; dan
(g) Kepala/ staf Kantor Layanan Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan.

2) Tim Monitoring Evaluasi Provinsi

a) Tim Monitoring Evaluasi Provinsi dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi


Direksi Wilayah BPJS Kesehatan.

b) Pertemuan Tim Monitoring Evaluasi Provinsi dilakukan setiap 6 (enam)


bulan sekali.

c) Personalia Tim Monitoring dan Evaluasi Provinsi terdiri dari:

20
(1) Pengarah

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

(2) Ketua

(a) Ketua Tim Kendali Mutu dam Kendali Biaya Provinsi/yang


ditunjuk; dan

(b) Deputi Direksi Wilayah BPJS Kesehatan

(3) Sekretaris

Pejabat yang membawahi fungsi pelayanan kesehatan Kedeputian


Wilayah BPJS Kesehatan.

(4) Anggota

(a) Pejabat yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan


primer/pelayanan kesehatan dasar Dinas Kesehatan Provinsi;

(b) Perwakilan Adinkes Wilayah Provinsi;

(c) Perwakilan PKFI Wilayah Provinsi;

(d) Perwakilan Asklin Wilayah Provinsi;

(e) Perwakilan IDI Wilayah Provinsi; dan

(f) Staf yang membawahi fungsi pelayanan kesehatan Kedeputian


Wilayah BPJS Kesehatan.

3) Tim Monitoring Evaluasi Pusat

a) Tim Monitoring dan Evaluasi Pusat dibentuk berdasarkan Keputusan


Direktur Teknis BPJS Kesehatan

b) Personalia Tim Monitoring Evaluasi Pusat, terdiri dari:

(1) Direktorat Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan;

(2) Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan;

(3) Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan;

(4) Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Pusat; dan


21
(5) Pengurus Pusat Adinkes, Asklin, PKFI dan PB IDI.

b. Tugas dan Fungsi Tim Monitoring Evaluasi:

1) Tim Monitoring dan Evaluasi Daerah

a) melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Pelayanan BPJS;

b) memberikan rekomendasi atas pelaksanaan Pelayanan BPJS, baik kepada


FKTP, BPJS Kesehatan maupun Dinas Kesehatan setempat;

c) memberikan rekomendasi dan usulan perbaikan program;

d) melaporkan progres kegiatan secara periodik, sebagai bahan pelaporan ke


Kantor Pusat; dan

e) melakukan pembinaan atas pelaksanaan Pelayanan BPJS.

2) Tim Monitoring Evaluasi Pusat

a. melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Pelayanan BPJS;

b. membahas rekomendasi Tim Monitoring dan Evaluasi Daerah atas


pelaksanaan Pelayanan BPJS sebagai bahan perbaikan kebijakan;

c. memberikan rekomendasi dan usulan kepada stakeholder pusat terkait


lain untuk perbaikan dan optimalisasi program; dan

d. melakukan pembinaan atas pelaksanaan Pelayanan BPJS.

3) Dalam melaksanakan tugasnya Tim Monitoring Pusat maupun Daerah dapat


melakukan kunjungan supervisi FKTP sesuai kebutuhan atau berdasarkan
hasil penilaian indikator kinerja.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari
peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang
menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak
Dalam Pengelolaan BPJS kesehatan terdapat beberapa prinsip-prinsip penting yaitu:
(1) Prinsip kegotongroyongan, (2) Prinsip nirlaba, (3) Prinsip keterbukaan, kehati-
hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, (4) Prinsip portabilitas, (5) Prinsip
kepesertaan bersifat wajib, (6) Prinsip dana amanat, (7) Prinsip hasil pengelolaan Dana
Jaminan Sosial. Serta Perlunya, Keterbukaan (Transparency), Akuntabilitas
(accountability), Responsibilitas (responsibility), Independensi (independency),
Prediktabilitas (predictability), Partisipasi (participation), Kewajaran dan Kesetaraan
(fairness), Dinamis (dynamism) dalam Pengelolaan Pelayanan BPJS Kesehatan.
Untuk melakukan Monitoring dan evaluasi system pelayanan BPJS Kesehatan
perlunya suatu regulasi yang di atur dalam undang undang, dimana hal ini menjadi
landasan utama terbuatnya suatu aturan dan batasan-batasan atau suatu standar
pencapaian dari program BPJS Kesehatan.

3.2 Saran
Dalam mengelolah program pelayanan BPJS membutuhkan usaha dan perencanaan
yang sangat kompleks, semua divisi pelayanan dari pemerintah dan masyarakat dan
perusahaan swasta wajib bekerja sama dengan baik serta adanya suatu program yang
terstruktur dengan baik serta memiliki transparansi yang jelas.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. BPJS Kesehatan. Pedoman umum tata kelola yang baik BPJS Kesehatan. BPJS
Kesehatan RI : Jakarta. 2015

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Petunjuk pelaksanaan pembayaran kapitasi


berbasis kinerja pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.

3. Irwandy. Kajian Literature: Evaluasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional di


Indonesia. Jurnal kebijakan kesehatan indonesia : Jakarta. 2016.

4. Indrianingrum I, Handayani OWK. Input Sistem Rujukan Badan Penyelanggara Jaminan


Sosial (BPJS) Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Kabupaten
Jepara. 2017;8.

5. Apriani L. Karakteristik dan Pengetahuan Pasien tentang BPJS Kesehatan di Puskesmas


Kecamatan Kebon Jeruk. 2018;2(3):7.

6. Solechan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sebagai Pelayanan


Publik. Adminitrative Law & Governance Journal. 2019 Nov;2(4).

7. Abidin. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BPJS KESEHATAN TERHADAP


KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS CEMPAE KOTA PAREPARE Effect of BPJS
Health Service Quality on Patient Satisfaction in Cempae Community Health Center,
Parepare City. Jurnal MKMI. 2016 Jun;12(2).

8. Firdaus KK, Wondabio LS. Analisis Iuran dan Beban Kesehatan dalam Rangka Evaluasi
Program Jaminan Kesehatan. 2019;14.

9. Usman C, Kara M. ANALISIS PENGELOLAAN BPJS KESEHATAN DALAM


PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (STUDI KASUS BPJS KESEHATAN
MAKASSAR). :17.

24

Anda mungkin juga menyukai