Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Banyak permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis. Perlu
pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu
sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Masih banyak orang
yang belum mengetahui dan belum paham tentang ilmu sintaksis. Padahal,
penggunaanya begitu dekat dengan  masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar
tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi
sehari-hari. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa. Sintaksis juga dapat
dikatakan tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam
tuturan. Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-
kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat.

Sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam


satuan yang kita sebut kalimat . Istilah sintaksis ialah bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan
frasa. Di dalam kajian sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa
dan kalimat. Fungsi sintaksis sendiri adalah berupa subjek, predikat, objek,
keterangan dan pelengkap. Dalam makalah ini semuanya akan dikaji dan
dijelaskan lebih rinci. Sehingga pembaca dapat mengetahui secara lebih
mendetail hakikat sintaksis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fungsi inti dan non inti dalam kalimat?
2. Bagaimana fungsi predikat dalam kalimat?
3. Bagaimana fungsi subjek dalam kalimat?
4. Bagaimana fungsi objek dalam kalimat?

1
5. Bagaimana fungsi pelengkap dalam kalimat?
6. Bagaimana fungsi keterangan dalam kalimat?
7. Apa yang dimaskud modalitas dalam kalimat?
8. Bagaimana peranan sintaksis?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui fungsi inti dan non inti dalam kalimat.
2. Untuk mengetahui fungsi predikat dalam kalimat.
3. Untuk mengetahui fungsi subjek dalam kalimat.
4. Untuk mengetahui fungsi objek dalam kalimat.
5. Untuk mengetahui fungsi pelengkap dalam kalimat.
6. Untuk mengetahui fungsi keterangan dalam kalimat.
7. Untuk mengetahui apa yang dimaskud modalitas dalam kalimat.
8. Untuk mengetahui peranan sintaksis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi Inti dan Non-Inti


Subjek, Predikat, Objek dan Pelengkap yang telah di singgung di muka
merupakan konstituen kalimat. Telah diketahui bahwa S, P, O dan Pel adalah
fungsi inti yang kehadirannya bersifat wajib. Selain fungsi inti, ada juga
fungsi non-inti yang kehadirannya tidak wajib atau opsional, yaitu fungsi K
(Keterangan). Dalam komunikasi ditemui juga adanya kalimat berkonstituen
Mod (Modalitas). Dengan demikian, konstituen-konstituen kalimat dapat di
gambarkan secara skematik berikut ini.

B. Fungsi P (Predikat)
Verba atau frasa verbal dominan mengisi fungsi P, dan dalam struktur fungsi
P merupakan sentralnya. Dengan demikian jika dalam kalimat :
(1) Pelawak Cholik meninggal.

meninggal berkategori verba dapat ditentukan sebagai P. Dari ciri


suprasegmentalnya kalimat (1) berintonasi 2- 23 / 2- 31#. Jadi, P seperti
dalam kalimat (1) berciri pola intonasi menurun 2- 31. Kalimat lain yang P-
nya bukan verba atau frasa verbal, berdasarkan analogi dengan kalimat (1).
Oleh karena kalimat berikut :

3
(2) Kakak ke Jakarta.
(3) Prestasinya membanggakan.
(4) Dia pelatih bulu tangkis.
(5) Anaknya empat.

Berintonasi sama dengan kalimat (1), ke Jakarta (frasa preposisional),


membanggakan (adjektiva), pelatih bulu tangkis (frasa nominal), dan empat
(numeralia) ditentukan juga sebagai P. Dengan demikian, secara kategorial P
dapat berupa verba atau frasa verbal, frasa preposisional, adjektiva atau frasa
adjektival, nomina atau frasa nominal, dan numeralia atau frasa numeral.
Untuk P yang berupa frasa verbal perlu dicermati adanya kalimat yang
menggunakan dua verba secara berturut-turut, misalnya:

(6) Para penambang bekerja membanting tulang.


(7) Pemerintah berusaha mengentaskan warga miskin.

Dalam contoh kalimat (6) dan kalimat (7) terdapat urutan dua verba bekerja
dan membanting tulang, berusaha dan mengentaskan. Urutan dua verba yaitu
bukan frasa karena membanting tulang (6), mengentaskan (warga miskin) (7)
merupakan konstituen kalimat tersendiri yaitu sebagai K. Konstituen
membanting tulang (6) bermakna “cara” sehingga merupakan K cara,
sedangkan mengentaskan (warga miskin) (7) bermakna “tujuan” sehingga
merupakan K tujuan. Dengan demikian, urutan dua verba bekerja
membanting tulang, dan berusaha mengentaskan bukan frasa verbal karena
merupakan dua konstituen, yakni P dan K.

Demikian juga jatuh bangun dalam kalimat :


(8) Penjaga gawang itu jatuh bangun (untuk mengamankan gawangnya).

Kalimat (8) menyiratkan bahwa "yang jatuh adalah penjaga gawang itu, dan
yang bangun pun penjaga gawang itu". Jadi, secara hipotesis kalimat (8)
merupakan pemadatan dari penjaga gawang itu sebentar jatuh dan (penjaga
gawang itu) sebentar bangun (untuk mengamankan gawangnya).

4
C. Fungsi S (Subjek)
Dengan adanya P untuk terbentuknya kalimat minimal dibutuhkan satu
pendamping. Pendamping minimal yang memungkinkan terbentuknya kalimat
itu adalah S. Letak S dalam kalimat datar adalah di sebelah kiri P. Perbedaan
antara P dan S ialah P dapat dipertanyakan, sedangkan S tidak dapat
dipertanyakan. Sehubungan dengan kalimat (2) misalnya, dapat diajukan
pertanyaan, "Kakak ke mana?" dengan jawaban, "Ke Jakarta" (P), sedangkan
pertanyaan, "Siapa yang ke Jakarta?" merupakan pertanyaan dari, "Kakak
yang ke Jakarta", bukan kalimat (2). Selain cara itu, S dominan berupa FN
(frasa nominal). Oleh karena itu adanya kalimat :
(9) Membangun jalan tol mahal biayanya.
(10) Merah berarti berani.
(11) Di rumah sendirian membosankan.
(12) Tujuh adalah angka keberuntungan.

Menimbulkan masalah, apakah membangun jalan tol, merah, di rumah


sendirian, dan tujuh berturut-turut berkategori verba, adjektiva, frasa
preposisional, numeralia ataukah mengalami transposisi menjadi nomina
karena mengisi fungsi S. Dalam bahasa Indonesia tampaknya tidak ada kaidah
yang mengatur bahwa S itu harus nomina sebagaimana dalam bahasa Inggris
yang mengenal kaidah penominalan verbal jika menduduki S ("gerund").
Dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia, S dapat diisi verba, adjektiva, frasa
preposisional dan numeralia.

D. Fungsi O (Objek)
Fungsi O hadir dalam kalimat dengan P yang diisi verba transitif. Verba
transitif ditandai dengan prefiks me(N)-, me(N)-/-kan, me(N)-/-i. sebagai
contoh:
(13) Probo mencabut gugatannya.
(14) Para peziarah menaburkan bunga.
(15) Aib itu mencederai persahabatan mereka.

5
Dari contoh di atas diketahui bahwa verba berprefiks me(N)- : mencabut
adalah transitif dengan O gugatan (13), verba berkonfiks me(N)-/-kan:
menaburkan adalah transitif dengan O bunga (14), dan verba berkonfiks
me(N)-/-i : mencederai adalah transitif dengan O persahabatan mereka (15)
jadi, kategori O adalah nomina atau frasa nominal. Ciri lain ialah O dapat
menjadi S jika kalimat aktif itu diubah menjadi kalimat pasif. Sebagai contoh
kalimat (13,14,15) menjadi:
(16) Gugatannya dicabut oleh probo
(17) Bunga ditaburkan oleh para peziarah
(18) Persahabatan mereka dicederai oleh aib itu
Berturut-turut dalam kalimat (16,17,18), gugatatannya, bunga, persahabatan
mereka menduduki fungsi S.

Objek bisa juga diisi klausa terikat yang berkonjungsi bahwa , misalnya:
(19) Pembimbingnya mengatakan bahwa skripsinya sudah memenuhi syarat
untuk diujikan.
Klausa terikat bahwa skripsinya sudah memenuhi syarat untuk diujikan
menjadi S dalam kalimat berikut.
(20) Bahwa skripsinya sudah memenuhi syarat untuk diujikan dikatakan oleh
pembimbingnya.

E. Fungsi Pel (Pelengkap)


Berbeda dengan O, Pel tidak bisa menjadi S dalam kalimat pasif. Dalam
kalimat:
(21) Martin membelikan anak bungsunya sepeda baru.
Anak bungsunya bisa menjadi S jika kalimat (21) dipasifkan menjadi:
(22) Anak bungsunya dibelikan sepeda baru oleh Martin.

Berbeda dengan anak bungsunya, sepeda baru dalam kalimat (21) tidak bisa
menjadi S dalam kalimat pasif jika dipaksakan, akan dihasilkan kalimat yang
tidak gramatikal berikut ini:
(23) Sepeda baru dibelikan oleh Martin anak bungsunya.
(24) Sepeda baru dibelikan anak bungsunya oleh Martin.

6
Dapat dikatakan bahwa anak bungsunya, adalah O, sedangkan sepeda baru
adalah Pel.

Contoh lain Pel adalah anaknya, kepada para pahlawan pada kalimat berikut:
(25) Permadi menghadiahi anaknya hewan langka.
(26) Pemerintah menganugerahkan bintang jasa kepada para pahlawan.
Fungsi Pel bisa terdapat di belakang P verba bentuk ber-, ber-/-an, dan ber-/-
kan. Misalnya:
(27) Beras itu bercampur pasir.
(28) Para korban penggusuran terus berjuang (untuk) menuntut haknya.
(29) Pejuang yang terluka berlumuran darah.
(30) Para pejuang bersenjatakan bambu runcing.
(31) Keputusan hakim berlandaskan hukum positif.

Berbeda dengan O yang pengisi kategorinya nomina atau frasa nomina,


pengisi kategorial Pel bisa nomina atau frasa nominal, verba atau frasa verbal,
adjektifa atau frasa adjektival, dan frasa preposisional. Pelengkap juga bisa
diisi klausa terikat yang berkonjungsi bahwa, misalnya (32) Orang tua itu
berpendapat bahwa sikap mau menerima perbedan merupakan kearifan.

F. Fungsi K (Keterangan)
Kempat fungsi yang telah dipaparkan di atas, yaitu S, P, O, Pel tergolong
fungsi inti. Sedangkan K tergolon fungsi non-inti. Selain kehadirannya yang
tidak wajib, letak K cenderung bebas, bisa disebelah kiri S, diantara S dan P,
atau disebelah kanan O dan atau Pel.
(33a) Dengan cepat, polisi mengamankan dalang kerusuhan itu.
(33b) Polisi dengan cepat mengamankan dalang kerusuhan itu.
(33c) Polisi mengamankan dalang kerusuhan itu dengan cepat.

(34a) Tahun ini beliau menginginkan perubahan.


(34b) Beliau menginginkan perubahan tahun ini.
(34c) Beliau tahun ini menginginkan perubahan.

7
(35a) Anak-anaknya menerima keadaan itu dengan tabah.
(35b) Dengan tabah anak-anaknya menerima keadaan itu.
(35c) Anak-anaknya dengan tabah menerima keadaan itu.

Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa letak K yang dominan adalah di


luar konsituen-konsituen inti. Namun juga bisa juga di antara S dan P.

Ciri letak yang bebas itu merupakan ciri K yang utama, dan ciri ketidak-intian
sebagai ciri sekunder. Oleh karena itu dalam kalimat :
(36a) Keluarga Lintang berasal dari Tanjong Pelumpang.
(36b) Dari Tanjong Pelumpang, keluarga Lintang berasal.

(37a) Mereka tinggal di Semarang.


(37b) Di Semarang mereka tinggal.
dari Tanjong Pelumpang, di Semarang adalah K pada masing-masing kalimat
tersebut. Kemungkinan-kemungkinan pengisi kategoria fungsi sintaksis
seperti dalam table berikut ini.

G. Modalitas
Modalitas dibedakan dari modal. Modal merupakan kata-kata yang memberi
keterangan pada verba sehingga mirip dengan adverbial. Yang termasuk
modal, misalnya dapat, boleh, ingin, harus, mesti. Adapun modalitas adalah
kata atau frasa yang mengungkapkan sikap pembicara, dan kedudukannya

8
dalam kalimat mirip dengan fungsi K. Dapat dikatakan bahwa modal bersifat
intrakalimat, sedangkan modalitas bersifat ekstrakalimat. Perbadaan itu
tampak dalam contoh berikut.
(38) Dia harus datang pukul 07.00.
(39) May ingin menyelesaikan kuliahnya dulu.
(40) Adik dapat mengerjakan soal itu dengan cepat.

Jika kalimat (38, 39, 40) disegmentasikan kostituen-kostituennya, ternyata


harus, ingin, dapat satu kesatuan dengan verba di sebelah kanannya
membentuk frasa verbal harus datang, ingin menyelesaikan, dapat
mengerjakan sebagai pengisi P masing-masing kalimat tersebut.

(41) Sayang, banyak pemerintah daerah tergoda oleh para calo.


(42) Mungkin, keluarga yang hanya hidup dari sebidang kebun sawi itu sangat
miskin.
(43) Tentu saja, mereka sangat senang diterima di sekolah desa itu.

Adanya jeda (tanda koma) di sebelah kanan sayang, mungkin, tentu saja pada
kalimat (41, 42, 43) menunjukkan bahwa satuan di sebelah kiri jeda itu
merupakan konstituen tersendiri. Dapat dikatakan bahwa sayang, mungkin,
tentu saja merupakan sikap pembicara terhadap keseluruhan isi klausa di
sebelah kanannya.

H. Peran Sintaksis
Fungsi sintaksis S, P, O dan sebagainya diisi oleh kategori sintaksis, seperti
verba, nomina, adjektiva, dan sebagainya. Selain itu fungsi sintaksis juga diisi
oleh makna sintaksis atau peran “role”. Untuk jelaskan perhatikan uraian
berikut ini:

Kalima Pemerintah Baru Sekolah Di daerah


t membangun bencana
Daerah darurat

Fungsi Subjek Predikat Objek Keterangan

Kategor Frasa nomina Frasa verba Frasa Frasa

9
i nomina preposisional

Peran Agentif Aktif Objektif Lokatif

Sehungan dengan makna sintaksis atau peran perlu disinggung adanya makna
leksikal, gramatikal dan idiomatik. Makna leksikal adalah makna yang
terkandung dalam unit leksikal atau leksem. Makna gramatikal adalah makna
yang timbul karena hubungan antara morfem dan morfem, kata dan kata,
frasa dan frasa. Makna idiomatik adalah makna dari gabungan kata (bisa kata
majemuk, bisa frasa). Yang makna keseluruhannya tidak dapat dijabarkan
dari makna komponennya, misalnya darah daging, tanah air,
perkembangbiakan, kesatupaduan, kutu buku, kambing hitam, tumpang
tindih, penyalahgunaan, pedagang eceran, saudara sepupu, pekerjaan
sambilan.

Pengetahuan makna lain ini akan membantu menentukan makna sintaksis


atau peran, misalnya, berkuda bermakna gramatikal, ‘mengendarai kuda’ atau
‘naik kuda’. Berbaju bermakna gramatikal ‘memakai baju’. Makna
mengendarai, ‘memakai’ tercakup dalam ‘ melakukan ( tindakan)’ atau ‘aktif’
sebagai makna sintaksis. Demikian makna leksikal daerah yang mengacu
‘tempat’ akan membantu dalam mentukan konstituen di daerah bencana
sebagai peran ‘lokatif’.

Adapun jenis-jenis sintaksis adalah sebagai berikut:


1. Agentif atau Pelaku
Peran yang utama S adalah ‘agentif’ atau ‘pelaku’, misalnya:
(45) Marisa menyusun hasil laporan seminar.
Peran ‘agentif’ dapat ditandai preposisi oleh dalam parafrasa bentuk pasif
dari kalimat (45).

(46) Laporan hasil seminar disusun oleh Marisa.

10
Peran ’agentif’ juga dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Siapa pelaku
tindakan itu?” Jika jawabannya adalah (pelaku adalah Marisa), Marisa
berperan ‘ agentif’ atau ‘pelaku’.

Contoh lain, S berperan ‘agentif’ misalnya:


(47) Orang tua itu menunggui anaknya yang sedang ujian.
(48) Para mahasiswa asing belajar bahasa Indonesia.

2. Objektif’/ Patient atau Penderita


Sebagaimana tampak pada transformssi kalimat aktif (45) menjadi kata
pasif (46) terjadi adanya perubahan O kalimat aktif (45) menjadi S
kalimat pasif (46). Perubahan fungsi itu tidak disertai perubahan peran
sehingga peran S kalimat (46) yaitu laporan hasil seminar adalah
‘objektif’ sama dengan O kalimat (45). Dapat dikatakan bahwa S perperan
‘objektif’ atau ‘patient’ atau ‘penderita’ terdapat dalam kalimat pasif
misalnya:
(49) Perkataan orang bijak disitir oleh pencdramah.
(50) Kualitas sebagai politisi dimiliki oleh kucai.
(51) Anak-anak terserang wabah muntaber.
(52) Rumahnya kemasukan pencuri.

3. Instrumental atau Alat


S yang diisi peran ‘instrumental’ atau ‘alat’, misalnya:
(53) Gerobak itu mengangkut pupuk kandang.

Peran ‘intrumental’ ditandai oleh preposisi dengan pada parafrasa kalimat


(53) berikut:
(54) Pupuk kandang diangkut dengan gerobak itu.
Peran ‘intrumental’ dapat juga dibuktikan dengan pertannyaan, “alat yang
digunakan untuk melakukan perbuatan itu apa?” Jika jawabannya adalah
gerobak itu , gerobak itu berperan ‘Instrumental’ atau ‘alat’.

Contoh lain, S berperan ‘ instrumental’ misalnya:

11
(55) Tongkat bambu itu menyangga tubuhnya yang rapuh.
(56) Mesin cuci itu mengeringkan pakaian yang basah.

4. Kausatif atau Sebab


Dalam kalimat tertentu, S berperan berperan ‘kausatif’ atau ‘sebab’, dan
bisa juga berperan imtrumental misalnya:
(57) Sabun baru itu bisa membersihkan noda di baju.

Kalimat (57) mempunyai dua kemungkinan parafrasa, yaitu:


(58a) Noda di baju bisa bersih karena sabun baru itu.
(58b) Noda di baju bisa dibersihkan dengan sabun baru itu.

S yang berperan ‘kausatif’ saja misalnya:


(59a) Kekurangan gizi yang parah menyebabkan rabun jauh.
Kalimat (59a) tidak bisa diparafrasakan menjadi, “Rabun jauh disebabkan
dengan kekurangan gizi yang parah”. Kemungkinan parafrasanya adalah:
(59b) Rabun jauh disebabkan karena kekurangan gizi yang parah.
(59c) Rabun jauh disebabkan oleh kekurangan gizi yang parah.

Meskipun dimungkikan adanya kalimat (59c), kekurangan gizi yang


parah pada (59a) bukan berperan ‘agentif’ karena tidak mungkin diajukan
pertannyaan “Siapa pelaku tindakan itu?” terhadap kalimat (59a). Jadi, S
kalimat (59a), yaitu kekurangan gizi yang parah bukan berperan
‘intrumental’, ‘agentif’, melainkan ‘kausatif’. Contoh lain:
(60) Puting beliung meluluhlantakkan desa Dempel.
(61) Narkoba menghancurkan masa depan anak-anaknya.

Peran ‘kausatif’ pada S (60,61) diperjelas dengan parafrasa berikut ini.


(62) Puting beliung menjadi sebab luluh lantaknya desa Dempel.
(63) Narkoba menjadi sebab hancurnya masa depan anak-anaknya.

5. Datif

12
Dalam bahasa Inggris peran ‘datif’ pada S ditandai dengan to pada
parafrasanya yang dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan pada,
misalnya:
(64a) Gadis berkerudung itu menawan hati Wawan.
(64b) Hati Wawan tertawan pada gadis berkerudung itu.

Berdasarkan parafrasa itu, S kalimat (64a) gadis berekrudung itu berperan


‘datif’. Contoh lain:
(65) Semula hanya iseng saja, namun lama-kelamaan fitateli menarik
minatnya.
(66) Tarian klasik itu memikat perhatian turis manca negara.

BAB III

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Telah diketahui bahwa S, P, O dan Pel adalah fungsi inti yang kehadirannya
bersifat wajib. Selain fungsi inti, ada juga fungsi non-inti yang kehadirannya
tidak wajib atau opsional, yaitu fungsi K (Keterangan). Dalam komunikasi
ditemui juga adanya kalimat berkonstituen Mod (Modalitas).

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami
konstituen-konstituen inti maupun non-inti dalam kalimat. Hal ini bertujuan
agar pembaca dapat menerapkan dengan baik pemahaman ini pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

14
Suruno, (2011). Frasa Klausa dan Kalimat, Semarang : Universitas Diponegoro.

15

Anda mungkin juga menyukai