Anda di halaman 1dari 22

A.

Unsur Intrinsik Cerpen Berjudul “Perempuan Kedua”


1. Tema
Tema dari cerpen berjudul “Perempuan Kedua” yaitu penderitaan istri
kedua.

2. Alur (Plot)
Di dalam cerpen “Perempuan Kedua” alur yang digunakan yaitu alur
campuran. Alur campuran adalah gabungan dari alur maju - alur
mundur .- alur maju. Alur tersebut menceritakan sebab-akibat-sebab. Hal
ini dibuktikan dengan beberapa kutipan dibawah ini :
a. Alur Maju
1) Kutipan pertama
“Sejak Ramadhan, ada yang berubah pada Mas Tami, padahal
tak pernah kubayangkan akan seperti ini.” Perempuan Kedua : 8.

2) Kutipan kedua
“Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga memberi kabar.” Perempuan Kedua : 8.

3) Kutipan ketiga
“Tiga hari menjelang lebaran, Mbok Sum pamit mudik. Aku
tinggal sendiri.” Perempuan Kedua : 12.

b. Alur mundur
1) Kutipan pertama
“Suami? Ah tiba-tiba jadi ingat pertengkaranku dengan ibu dua
tahun lalu.” Perempuan Kedua : 8.

2) Kutipan kedua
“Tahun lalu aku sudah tidak pulang karena tidak mau ribut
dengan ibu.” Perempuan Kedua : 12.

1
c. Alur maju
1) Kutipan pertama
“Sampai tiga hari menjelang lebaran, Mas Tami belum memberi
kabar.” Perempuan Kedua : 13.

2) Kutipan kedua
“Lebaran tahun ini, Mas Tami berjanji mengantarku pulang ke
rumah ibu di kampung.” Perempuan Kedua : 13.

Dari beberapa kutipan di atas, telah dibuktikan bahwa alur yang digunakan
dalam cerpen “Perempuan Kedua” adalah alur campuran. Hal ini
dikarenakan pengarang menulis cerita dengan menyajikan sebab-akibat-
sebab atau berawal dari alur maju - alur mundur – alur maju.

Selain jenis alur yang digunakan dalam cerpen, terdapat pula tahapan-
tahapan alur yang terdapat dalam cerpen “Perempuan Kedua” adalah
sebagai berikut:
a. Tahap Perkenalan atau Eksposisi
Tahap perkenalan adalah tahapan permulaan suatu cerita yang dimulai
dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan para
tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran
tempat). Dalam cerpen “Perempuan Kedua” dibuktikan melalui
kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Sejak awal Ramadhan, ada yang berubah dari Mas Tami,
padahal tak pernah kubayangkan akan seperti ini. Ia sulit
dihubungi. Sms tak dibalas, telepon tak diangkat. Padahal ia janji
menemaniku pulang ke kampung menemui ibu! Perempuan
bermata sendu itu.” Perempuan Kedua : 8.

2
2) Kutipan kedua
Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga memberi kabar. Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku
setelah aku lulus sarjana dan bekerja serta tinggal di Yogya.”
Perempuan Kedua : 8.

Pada kutipan di atas, terdapat kalimat yang memperkenalkan tokoh


aku, Mas Tami dan Ibu dari Sri. Hal ini termasuk ke dalam tahap
perkenalan atau eskposisi.

b. Tahap Pertentangan atau Konflik


Tahap konflik adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antar
para tokoh (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya). Dalam
cerpen “Perempuan Kedua” dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Ya salah! Itu namanya kamu merebut suami orang, nduk! Sejak
awal kau kenalkan ia pada ibu, ibu tuh ndak setuju. Laki-laki itu
terlalu tua untukmu, nduk!” kata ibu sambil menatapku tajam.
Perempuan Kedua : 8.

2) Kutipan kedua
“Itu tetap merebut suami orang, Sri. Pernikahan seperti ini tidak
sah, tidak membawa berkah. Apalagi istrinya tidak tahu
keberadaanmu! Kalaupun tahu, itu namanya menyakiti hati
sesama perempuan, Sri!” suara ibu serak menahan tangis.
Perempuan Kedua : 9.

3) Kutipan ketiga
“Kalau ibu ndak setuju, ya sudah, toh Sri yang melakoninya, Bu!”
aku mengalah dan waktu itu segera ke kamar. Diam-diam
membereskan baju ke dalam tas. Sedih rasanya, lelah meyakinkan
ibu! Usahaku meluluhkan hati ibu tidak berhasil. Ibu tetap tidak

3
suka Mas Tami. Ibu tetap tidak setuju aku menjadi istri kedua,
padahal aku merasa begitu bahagia. Perempuan Kedua : 9.

Dalam kutipan di atas, mulai ada pertentangan antara tokoh Sri


dengan ibunya. Hal ini disebabkan karena tokoh Ibu tidak setuju
kalau Sri menikah dengan suaminya.

c. Tahap Penanjakan Konfliks atau Komplikasi


Tahap komplikasi adalah tahap dimana ketegangan mulai terasa
semakin berkembang dan rumit (nasib pelaku semakin sulit diduga
dan serba samar-samar). Dalam cerpen “Perempuan Kedua”
dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Masih di dalam taksi, kuliahat kemesraan mereka, hatiku teriris.
Disaat seperti ini apakah benar kata-kata ibu, bahwa laki-laki itu
tidak mengingat perempuan kedua, seperti aku, ketika sedang
bahagia bersama anak-anak dan istrinya? Mereka keluarga yang
bahagia. Istri cantik dengan tiga anak ang sehat sudah
melengkapi hidup Mas Tami. Dimana Mas Tami menempatkan
posisiku dalam hatinya?” Perempuan Kedua : 15.

Di dalam kutipan di atas, masalah yang dialami tokoh Sri semakin


rumit karean ia mulai mengetahui keadaan suaminya yang
sebenarnya. Sehingga membuat perasaan Sri hancur ketika melihat
suaminya sedang bersanding dengan istri pertama dan anak-anaknya.

d. Tahap Klimaks
Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan memuncak
(perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, terkadang dugaan
tersebut belum atau bahkan tidak terbukti pada akhir cerita). Dalam
cerpen “Perempuan Kedua” dibuktikan melalui kutipan berikut ini:

4
1) Kutipan pertama
“Aku coba telepon. Tidak ada tanda-tanda Mas Tami membuka
HPnya. Pasti telah mengganti nomor HP agar tidak bisa
kuhubungi. Dada bergejolak. Mendidihkan darah dan
memompanya ke seluruh tubuh. Seharusnya aku turun dari taksi
dan memaki laki-laki itu di depan istrinya. Tapi, tunggu! Untuk
apa aku memaki-maki? Ibu benar, perempuan seperti aku dan ibu
hanya menjadi simpanan laki-laki egois! Seharusnya aku
menyiramkan minuman panas ke wajah laki-laki pendusta itu, tapi
untuk apa? Bukankah itu akan mempermalukan aku di depan
umum? Aku hanya sebuah nama yang tidak berarti dibandingkan
keluarganya bukan?” Perempuan Kedua : 15.

Di dalam kutipan di atas, jelas bahwa tokoh Sri mengalami konflik


batin yang begitu dalam, dan mengalami emosi yang berada di
puncak. Akan tetapi ia masih tetap tegar menerima kenyataan
walaupun pada saat itu, Sri menahan hancurnya perasaan akibat
mengetahui kebohongan dari suaminya.

e. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian adalah tahap akhir cerita. Pada bagian ini berisi
penjelasan tentang nasib yang dialami tokoh setelah mengalami
peristiwa puncak tersebut. Dalam cerpen “Perempuan Kedua”
dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Ibu benar, meski kata-kata ibu begitu sinis tapi itu semua benar.
Aku tidak perlu lagi menutup mata dan membohongi diri. Tidak
perlu menunggu keluarga Mas Tami selesai makan. Aku meminta
sopir mencari penginapan malam itu. Esok paginya aku kembali
ke Yogya. Aku berkemas! Aku mau pulang!” Perempuan Kedua :
16.

5
2) Kutipan kedua
“Lebih baik aku pulang kampung menemui ibu, perempuan
bermata sendu itu!” Perempuan Kedua : 17.

Dalam kutipan di atas, penyelesaian yang dialami tokoh Sri yaitu ia


berusaha untuk tidak mengharapkan suaminya untuk kembali lagi, dan
memutuskan untuk pulang kampung menemui ibunya.

3. Penokohan dan Perwatakan


a. Cara melukiskan watak tokoh
Di dalam cerpen “Perempuan Kedua” pengarang melukiskan watak
tokoh secara dramatik melalui percakapan antar tokoh dan komentar
dari tokoh lain.
Hal ini dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Ia sangat baik, dan ia sangat mengerti Sri, Bu!” aku terus
membela laki-laki beristri itu di depan ibu. Perempuan Kedua : 9.

2) Kutipan kedua
“Tidak Sri, ini bukan takdir. Kamu harus melawannya. Kamu
masih muda, punya pekerjaan tetap, pinter. Tidak seperti ibu
waktu itu, ndak punya apa-apa, bodoh, dan takut hidup menjadi
perawan tua.” Perempuan Kedua : 10.

b. Pelaku dan watak tokoh


1) Tokoh Utama
Dalam cerpen “Perempuan Kedua” yang menjadi tokoh utama
yaitu seorang wanita berusia lebih dari tiga puluh tahun bernama
Sri.
a) Sri memiliki watak penyabar, dan seorang wanita yang
memiliki hati yang ikhlas menerima kenyatan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan berikut:

6
“Aku tidak merebut, Bu. Aku ikhlas jadi istri kedua! Aku
ikhlas, Bu. Sungguh!” aku mencoba meyakinkan ibu kembali.
Perempuan Kedua : 9.

b) Orang yang mengalah


Kutipan di bawah ini membuktikan bahwa tokoh Sri adalah
orang yang mudah mengalah kepada orang lain.
“Kalau ibu ndak setuju, ya sudah, toh Sri yang melakoninya,
Bu!” aku mengalah dan waktu itu aku segera ke kamar.
Perempuan Kedua : 9.

c) Seorang wanita muda yang pintar


“Tidak Sri, ini bukan takdir. Kamu harus melawannya. Kamu
masih muda, punya pekerjaan tetap, pinter. Tidak seperti ibu
waktu itu, ndak punya apa-apa, bodoh, dan takut hidup
menjadi perawan tua.” Perempuan Kedua : 10.

Pada kutipan di atas, menjelaskan bahwa Sri adalah seorang


wanita yang pintar karena ia merupakan salah satu wanita yang
sudah merasakan bangku perkuliahan sampai lulus.

d) Mudah tergoda dengan rayuan laki-laki


“Benarkah aku dijadikan perempuan kedua untuk
melampiaskan nafsunya? Mengapa aku dilarang untuk
menemui anak-anaknya? Benarkah kata ibu bahwa
perempuan seperti aku hanya menjadi korban keegoisan laki-
laki? Pemuas nafsu saja?” Perempuan Kedua : 15.

“Ibu benar, perempuan seperti aku dan ibu hanya menjadi


simpanan laki-laki egois!” Perempuan Kedua : 15.

7
“Benar kata-kata ibu. Ia mencari simpatiku untuk memuaskan
nafsunya. ia memanfaatkan kelemahanku sebagai perempuan
yang mudah dirayu dan ditipu.” Perempuan Kedua : 16.

Dari pernyataan di atas, jelas menunjukkan bahwa Sri


termasuk wanita yang mudah tergoda oleh rayuan laki-laki.
Oleh karena itu, setelah ia mengetahui yang sesungguhnya dari
perbuatan suaminya, ia merasa bahwa dirinya hanya menjadi
pemuas nafsu laki-laki tersebut.

e) Kritis dalam berpikir


“Seharusnya aku menyiramkan minuman panas ke wajah laki-
laki pendusta itu, tapi untuk apa? Bukankah itu akan
memperlakukan aku di depan umum?” Perempuan Kedua : 15.

Pada kutipan di atas, menegaskan bahwa Sri masih bisa


berpikir secara sadar dan kritis walaupun ia berada dalam
kondisi yang sangat mengecewakan.

2) Tokoh Pembantu
a) Ibu
Tokoh Ibu dalam cerpen “Perempuan Kedua” memiliki
beberapa sifat, yaitu sebagai berikut:
i. Orang yang penyabar
Pada kutipan yang digaris bawahi, tokoh Ibu dalam cerpen
tersebut ialah orang yang penyabar, karena ia mampu
menahan emosi terhadap Sri.

“Yang penting sah? Apa tidak ada yang lain? Ia kan punya
istri, Sri!” Ibu menahan emosi. Urat halus di wajahnya
tampak menegang, kebiru-biruan. Perempuan Kedua : 8.

8
ii. Teguh pendirian
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Usahaku meluluhkan hati ibu tidak berhasil. Ibu tetap


tidak suka Mas Tami. Ibu tetap tidak setuju aku menjadi
istri kedua, padahal aku merasa begitu bahagia.”
Perempuan Kedua : 9.

iii. Tegas
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Tapi Sri, ndak seperti ini, ndak seharusnya memutuskan


menjadi perempuan kedua dalam perkawinan orang lain,
nduk! Tidak membuatmu bahagia!” suara ibu pelan tapi
tegas meski tertahan isak tangis. Perempuan Kedua : 9.

iv. Penyayang
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Ibu tidak ingin apa yang dialami ibu, engkau juga


mengalaminya, Sri!” ibu mengelus rambutku. Aku menarik
nafas panjang. Perempuan Kedua : 10.

b) Mas Tami
Tokoh Mas Tami dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”
memiliki beberapa watak, yakni:
i. Mengerti orang lain
“Ia sangat baik, dan ia sangat mengerti Sri, Bu!” aku terus
membela laki-laki beristri itu di depan ibu. Perempuan
Kedua : 9.

Pada kutipan di atas, tokoh Sri menceritakan kepada ibunya


bahwa Mas Tami merupakan orang yang baik dan mengerti

9
kepada dirinya, sebelum ia mengetahui kebenaran yang
sesunggunya.

ii. Lembut, penuh perhatian dan romanis


Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Mas Tami tidak seperti yang ibu kira. Ia sangat


menghargai Sri, Bu. Ia tidak pernah kasar seperti ayah, Bu.
Ia memperlakukan Sri sangat lembut dan penuh perhatian.”
Perempuan Kedua : 9.

“Mas Tami adalah suamiku, kekasih terbaik yang kumiliki.


Ia romantis. Ia begitu istimewa bagiku.” Perempuan
Kedua : 12.

Pada kutipan di atas, tokoh Sri meyakinkan kepada ibunya


bahwa Mas Tami adalah laki-laki yang lembut, romantis
dan perhatian, sebelum Sri mengetahui kebenaran yang
sesunggunya.

iii. Orang yang suka ingkar janji


Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Mas Tami mengingkari janji. Ia semakin sulit dihubungi.


Hpnya tidak aktif. Aku tidak bisa menunggu.” Perempuan
Kedua : 14.

iv. Pendusta
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Laki-laki itu telah berdusta dengan menceritakan


perkawinan yang tidak bahagia, istri yang sakit, anak-anak
yang nakal sehingga membuatku kasihan dan selalu ingin
membahagiakannya.” Perempuan Kedua : 14.

10
Penjelasan di atas menegaskan tokoh Mas Tami sudah
terbuti bahwa sebenarnya ia adalah seorang laki-laki
pendusta yang sudah menipu Sri.

3) Tokoh Figuran
a) Ayah
Tokoh Ayah ini merupakan suami dari Ibu yang mepunyai
seorang anak perempuan bernama Sri. Dalam cerpen berjudul
“Perempuan Kedua” tokoh Ayah ini memiliki watak yang
kasar. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut ini:

“Ia tidak pernah kasar seperti ayah, Bu. Ia memperlakukan


Sri sangat lembut dan penuh perhatian.” Perempuan Kedua :
9.

“Dengan bangga, aku akan memperlihatkan kepada ibu dan


Susi bahwa Mas Tami tidak seperti ayah yang kasar dan suka
memukuli ibu. Tapi semua itu hanya mimpi, angan yang tak
kan jadi kenyataan.” Perempuan Kedua : 12.

b) Mbok Sum
Pengarang tidak menceritakan watak tokoh Mbok Sum.

c) Susi
Susi adalah adik perempuan Sri. Dalam cerpen ini, pengarang
tidak menceritakan watak tokoh yang bernama Susi.

d) Istri pertama Mas Tami


Dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, tokoh istri
merupakan seorang wanita yang cantik dan terjaga
kesehatannya. Pernayataan tersebut dibuktikan dengan kutipan
berikut ni:

11
“Betulkah ia sudah tidak mampu menjalankan tugasnya
sebagai istri untuk melayani Mas Tami? Yang kulihat disisinya
adalah seorang wanita cantik dan terjaga sehat tubuhnya.”
Perempuan Kedua : 15.

e) Tiga orang anak remaja


Yang dimaksud dengan tiga orang anak remaja ini adalah
anak-anak dari tokoh Mas Tami dengan Istri pertamanya. Akan
tetapi, pengarang tidak menceritakan watak ketiga anak remaja
tersebut.

4. Latar (Setting)
Dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, terdapat beberapa jenis latar
yang terjadi dalam cerita. Berikut ini akan dijelaskan mengenai jenis latar
tersebut, yaitu :
a. Latar tempat
1) Kota Yogya
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.

“Nah, cari dan lihalah sendiri , buktikan apakah ia laki-laki jujur


atau bukan, agar kamu tidak menyesal seperti ibu.” Pesan ibu itu
terlalu sering terngiang sampai aku pulang dan kembali ke rumah
di Yogya. Perempuan Kedua : 12.

2) Sisi tempat tidur


“Bu, Sri bahagia menjadi istri Mas Tami, tenan, Bu!”, aku
mencoba menenangkan hati ibu. Kupegang tangannya ketika ibu
duduk di sisi tempat tidur. Perempuan Kedua : 10.

12
3) Lapangan dekat rumah
“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri.”
Perempuan Kedua : 13.

4) Terminal
“Pagi-pagi aku segera ke terminal naik bus tujuan Bandung. Sore
sampai di kota tujuan.” Perempuan Kedua : 14.

5) Rumah besar pinggir jalan


“Dengan taksi kucari alamatnya, setelah tanya beberapa kali,
kutemukan alamatnya. Sebuah rumah besar di pinggir jalan
dengan taman luas nan asri terlihat dari balik pagar.” Perempuan
Kedua : 14.

6) Di dalam taksi
“Masih di dalam taksi, kulihat Mas Tami, seorang perempuan, dan
tiga orang anak remaja keluar dari mobil itu.” Perempuan Kedua :
14.

7) Rumah makan mewah


“Di sebuah rumah makan mewah, mobil itu berhenti. Taksi pun
parkir tak jauh dari mobil itu.” Perempuan Kedua : 14.

8) Teras dekat tempat parkir


“Seorang perempuan setengah baya yang cantik duduk dengan
anggunnya di sebelah Mas Tami. Tiga anaknya yang beranjak
remaja melengkapi suasana makan malam itu. Mereka duduk di
teras tak jauh dari tempat parkir, tempat aku berada.” Perempuan
Kedua : 15.

13
9) Ruang tamu
“Kupegang tangan ibu penuh kasih dan mengajaknya duduk
kembali. Ruang tamu tampak sepi, saat itu, Susi adikku belum
pulang sekolah.” Perempuan Kedua : 8.

b. Latar suasana
1) Tegang
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Ibu berdiri dari duduknya ketika membertahu ibu bahwa aku


sudah menikah di bawah tangan Mas Tami. Wajah ibu memerah,
menatapku tak berkedip, seakan tak percaya.” Perempuan Kedua :
8.

2) Kecewa
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Ibu bahagia ketika kalian lahir, tapi ibu juga sedih ketika ayahmu
pergi dan kalian tidak dapat warisan sedikitpun. Ibu hanya tidak
ingin, kamu menderita seperti ibu, Sri.” Wajah ibu suram.
Perempuan Kedua : 11.

“Masih ada waktu libur 2 hari, seharusnya aku seperti teman


sekantor lain yang pulang kampung bersama suami dan anak-
ananya penuh kebahagiaan. Tapi kini aku sendiri. Sepi. Hati
terluka. Merana. Benarkah kata ibu, perempuan kedua tidak akan
bahagia? Perkawinan seperti ini tidak berkah?” Perempuan Kedua
: 14.

“Masih di dalam taksi, kulihat kemesraan mereka, hatiku teriris.


Di saat seperti ini apakah benar kata-kata ibu, bahwa laki-laki itu
tidak akan mengingat perempuan kedua, seperti aku, ketika sedang

14
bahagia bersama anak-anak dan istrinya?” Perempuan Kedua :
15.

3) Sedih
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:

“Air mataku menetes lagi. Perempuan hanya bisa menangis.


Kuelus baju koko yang baru dan telah ku gantung beberapa hari
yang lalu.” Perempuan Kedua : 11.

“Aku masih berharap seperti itu. Tapi sampai malam takbiran aku
masih tetap sendirian. Sendiri dan begitu nelangsa mendengar
gema takbir.” Perempuan Kedua : 13.

“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri.


Semakin nelangsa melihat tetangga saling bersilaturahmi dengan
keluarganya.” Perempuan Kedua : 13.

c. Latar waktu
Hal ini ditunjukkan melalui kutipan di bawah ini:
1) Kutipan pertama
“Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga member kabar. Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku
setelah aku lulus sarjana dan bekerja serta tinggal di Yogya.”
Perempuan Kedua : 8.

2) Kutipan kedua
“Tiga hari menjelang lebaran, Mbok Sum pamit mudik. Aku
tinggal sendiri. Betapa sepi dan nelangsa. Kembali kubaca sms
terakhir dari Mas Tami yang akan mengantarku pulang menemui
ibu.” Perempuan Kedua : 12.

15
3) Kutipan ketiga
“Pagi-pagi aku segera ke terminal naik bus tujuan Bandung. Sore
sampai di kota tujuan.” Perempuan Kedua : 14.

4) Kutipan keempat
“Seorang perempuan setengah baya yang cantik duduk dengan
anggunnya di sebelah Mas Tami. Tiga anaknya yang beranjak
remaja melengkapi suasana makan malam itu. Mereka duduk di
teras tak jauh dari tempat parkir, tempat aku berada.” Perempuan
Kedua : 15.

5) Kutipan kelima
“Tidak perlu menunggu keluarga Mas Tami selesai makan. Aku
meminta sopir taksi mencari penginapan malam itu. Esok paginya
aku kembali ke Yogya.” Perempuan Kedua : 16.

5. Sudut Pandang
Dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang orang pertama. Pengarang berfungsi
sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam cerita. Pengarang berperan
sebagai pelaku utama yaitu seorang wanita berusia lebih dari 30 tahun,
bernama Sri. Di dalam cerita tersebut, tokoh Sri menceritakan dirinya
dengan menggunakan kata ganti orang pertama, ia menyebut dirinya
sebagai “aku”. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
a. Kutipan pertama
“Aku menciumi baju koko yang masih baru, aku tertidur setelah lelah
menangis menunggu berita dari lelaki yang kucintai.” Perempuan
Kedua : 13.

b. Kutipan kedua
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.

16
6. Amanat
a. Kutipan pertama
Tiba-tiba aku ingat ucapan ibu. “Perkawinanmu tidak akan bahagia
dengan menjadi istri simpanan, nduk! Benar, kau cukup diberi rumah,
mobil, dan uang setiap bulan, tapi hidupmu tidak lengkap jika
suamimu milik orang lain. Percaya ibu, Sri! Suatu saat kamu akan
menyadarinya. Tapi ibu berharap kau tidak terlambat, Sri. Jangan
sia-siakan hidupmu.” Perempuan Kedua : 16.

b. Kutipan kedua
“Hari-hari terus berjalan, aku tidak ingin habiskan waktu untuk
menunggu lagi, karena laki-laki itu milik orang lain. Aku tidak boleh
sia-siakan waktu lagi. Dua tahun waktuku hanya diisi dengan harapan
hampa tentang keluarga yang bahagia dengan celotehan anak dan
suami penuh kasih. Aku tidak perlu memberinya rasa kasihan lagi
karena rasa kasihan itu hanya topeng untuk menjeratku agar tetap
menjadi istri simpanan. Rumah, mobil, dan uang bisa aku cari sendiri.
Aku tidak boleh silau dengan hadiah-hadiah seperti itu lagi bahkan
aku juga tidak perlu mengingat kelembutan dan kehebatannya saat
bercinta!” Perempuan Kedua : 17.

Pada kedua kutipan di atas, amanat yang dapat diambil yaitu:


a. Patuhilah nasihat orang tua, karena orang tua tidak akan pernah
menjerumuskan anaknya ke jalan yang salah.

b. Jangan mudah percaya dengan rayuan manis laki-laki, sebelum kita


tahu kebenarannya. Sejatinya semua laki-laki itu sama. Mereka
akan berusaha memanfaatkan siapa saja, terutama perempuan yang
mudah tergoda dengan rayuannya.

c. Sebagai seorang wanita, jangan mudah dijadikan sebagai istri


simpanan maupun istri kedua dari laki-laki yang sudah beristri

17
maupun yang tidak jelas asal-usulnya. Kecuali dengan ketentuan-
ketentuan Islam yang mewajibkan untuk melakukan hal tersebut.
Perkawinan yang dilakukan tanpa persetujuan orang tua, biasanya
tidak akan berkahir dengan kebahagiaan. Oleh karena itu, jauhilah
hal seperti itu sebelum hal tersebut berakhir dengan penyesalan.

d. Gunakan wakt muda dengan sebaik-baiknya. Raihlah cita-cita,


banggakan kedua orang tua dengan keberhasilan kita. Yakinlah,
jodoh sudah digariskan oleh Allah SWT, oleh karena itu, berdoalah
kepada Allah agar kita dimudahkan dalam hal perjodohan.

7. Gaya Bahasa
a. Kutipan pertama
“Aku terdiam beberapa saat mendengar kata-kata ibu yang luar biasa
cepatnya meluncur bagai bola-bola salju.” Perempuan Kedua : 11.

Pada kutipan yang digarisbawahi, kalimat “kata-kata ibu yang luar


biasa cepatnya meluncur bagai bola-bola salju.”, menggunakan gaya
bahasa atau majas simile, karena dalam kalimat tersebut terjadi
perbandingan sesuatu dengan keadaan lainnya dengan kesamaan sifat.
Selain itu, terdapat kata “bagai” yang biasanya digunakan dalam gaya
bahasa simile.

b. Kutipan kedua
“Pertanyaan-pertanyaan ibu menusuk dan menohok jantungku.”
Perempuan Kedua : 11.

Pada kutipan di atas,“Pertanyaan-pertanyaan ibu menusuk dan


menohok jantungku.”, menggunakan gaya bahasa atau majas
metafora. Hal ini dikarenakan penggunaan makna kias memiliki
kemiripan arti atau memiliki arti yang sama dengan hal yang
diperbandingkan.

18
c. Kutipan ketiga
“Bercinta dengannya bagai meniti pelagi.” Perempuan Kedua : 12.

Pada kutipan di atas, menggunakan majas simile, karena majas simile


membandingkan secara jelas antara dua hal dengan menggunakan kata
penghubung “bagai”.

d. Kutipan keempat
“Tinggal aku, Sri yang sendiri, seperti bunga melati di pojok taman.”
Perempuan Kedua : 13.

Pada kutipan di atas, menggunakan majas metafora. Hal ini


dikarenakan penggunaan makna kias memiliki kemiripan arti atau
memiliki arti yang sama dengan hal yang diperbandingkan. Tokoh Sri
mengalami kesendirian ibarat sebuah bunga yang berada di pojok
taman.

e. Kutipan kelima
“Hati melolong kesepian di kegelapan malam sampai matahari
menyeruak di ufuk timur.” Perempuan Kedua : 13.

Pada kutipan di atas, menggunakan majas metafora. Hal ini


dikarenakan penggunaan makna kias memiliki kemiripan arti atau
memiliki arti yang sama dengan hal yang diperbandingkan. Hati Sri
yang seolah-olah melolong seperti hewan yang menandakan ia sedang
ada dalam kesunyian.

19
B. Unsur Ekstrinsik Cerpen Berjudul “Perempuan Kedua”
1. Latar Belakang Pengarang
Di dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, pengarang sering
menggunakan kata “nduk”, yaitu sebutan untuk anak perempuan dalam
bahasa Jawa. Selain itu, pengarang juga menggunakan latar tempat di kota
Yogyakarta. Tidak menutup kemungkinan, kalau asal-usul pengarang
berasal dari Pulau Jawa dan si pengarang merupakan orang yang bersuku
Jawa.

2. Nilai-nilai yang Terkandung di Dalam Cerpen Berjudul“Perempuan


Kedua”
a. Nilai Agama
“Sejak awal Ramadhan, ada yang berubah pada Mas Tami, padahal
tak pernah kubayangkan akan seperti ini.” Perempuan Kedua : 8.

“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri.”


Perempuan Kedua : 13.

“Tidak, aku tidak boleh membalas kebohongan Mas Tami dengan


janjiku. Karena dulu aku berjanji padanya dengan sungguh-sungguh,
dengan hati, janji luhur manusia kepada gusti Allah.” Perempuan
Kedua : 16.

Beberapa kutipan di atas, mengandung moral keagamaan berupa tokoh


Sri melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan dekat rumah, melarang
untuk melakukan balas dendam walaupun hati kita pernah disakiti oleh
orang lain. Selain itu, berjanjilah kepada Allah untuk senantiasa
berbuat kebaikan walaupun orang lain berbuat yang tidak baik kepada
kita.

b. Nilai Moral
Nilai moral yang terkandung di dalam cerpen berjudul “Perempuan
Kedua” kurang baik. Hal ini dikarenakan terdapat perbuatan dusta dan

20
ingkar janji yang dilakukan oleh Mas Tami kepada istri simpananya,
Sri. Selain itu, tokoh Mas Tami juga menghianai cinta istri pertamanya
dengan membagi cintanya dengan Sri.

c. Nilai Sosial
“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri. Semakin
nelangsa melihat tetangga saling bersilaturahmi dengan
keluarganya.” Perempuan Kedua : 13.

Dalam kutipan di atas, terdapat nilai sosial berupa terjadinya interaksi


sosial yaitu, terjalinnya tali bersilaturahmi antartetangga Sri, pada saat
Hari Raya Idul Fitri.

d. Nilai Pendidikan
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.

Kutipan diatas menjelaskan, walaupun Sri adalah seorang istri


simpanan, akan tetapi ia seseorang yang sudah mengalami duduk di
bangku perkuliahan sampai ia mendapat gelar sarjana.

“Perkawinanmu tidak akan bahagia dengan menjadi istri simpanan,


nduk! Benar, kau cukup diberi rumah, mobil, dan uang setiap bulan,
tapi hidupmu tidak lengkap jika suamimu milik orang lain. Percaya
ibu, Sri! Suatu saat kamu akan menyadarinya. Tapi ibu berharap kau
tidak terlambat, Sri. Jangan sia-siakan hidupmu.” Perempuan Kedua :
16.

Dari kutipan di atas, memberikan sebuah pesan yang mendidik yang


dapat diambil, bahwa menjadi istri simpanan bukanlah hal yang baik.
Meski mendapatkan harta, mobil, rumah, maupun kemewahan lainnya,
hal seperti itu tidak akan menjamin kita untuk mendapatkan
kebahagiaan.

21
e. Nilai Psikologi
Pada isi cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, sangat dipengaruhi
oleh psikologi pengarang. Hal ini terlihat pada sudut pandang yang
digunakan dalam cerpen tersebut, yaitu sudut pandang orang pertama
yang menceritakan tokoh ”aku” yang bernama Sri. Tokoh tesebut
seolah-olah menggambarkan psikologi dari pengarang itu sendiri.

f. Nilai Ekonomi
“Lihatlah kehidupan ibu sekarang! Setelah ayahmu pergi, ibu tidak
dapat apa-apa. Warisan, uang pensiun itu milik istri pertamanya, Sri.
Kita hanya dapat rumah ini, untuk menyambung hidup pun ibu harus
berjuang sendiri sampai sekarang.” Perempuan Kedua : 10.

Nilai ekonomi yang dapat diambil dari kutipan cerpen di atas yaitu,
istri kedua tidak berhak mendapatkan uang pensiun dari suaminya
yang berstatus pegawai negeri sipil. Sehingga hal yang dialami oleh
ibu dari Sri ini sangat memprihatikan. Ia harus bekerja sendiri untuk
bisa menghidupi keluarganya. Maka dari itu, janganlah bergantung
kepada orang lain, selagi kita bisa berusaha sendiri. Jika kita mau
berusaha, maka Allah akan memberikan jalan rezeki untuk kita.

3. Latar Belakang Penciptaan


Pengarang yang menulis cerpen berjudul “Perempuan Kedua” bernama
Rina Ratih. Pengarang menulis cerpen tersebut di daerah Gedongan Baru,
Yogya, 30 November 2010.

22

Anda mungkin juga menyukai