2. Alur (Plot)
Di dalam cerpen “Perempuan Kedua” alur yang digunakan yaitu alur
campuran. Alur campuran adalah gabungan dari alur maju - alur
mundur .- alur maju. Alur tersebut menceritakan sebab-akibat-sebab. Hal
ini dibuktikan dengan beberapa kutipan dibawah ini :
a. Alur Maju
1) Kutipan pertama
“Sejak Ramadhan, ada yang berubah pada Mas Tami, padahal
tak pernah kubayangkan akan seperti ini.” Perempuan Kedua : 8.
2) Kutipan kedua
“Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga memberi kabar.” Perempuan Kedua : 8.
3) Kutipan ketiga
“Tiga hari menjelang lebaran, Mbok Sum pamit mudik. Aku
tinggal sendiri.” Perempuan Kedua : 12.
b. Alur mundur
1) Kutipan pertama
“Suami? Ah tiba-tiba jadi ingat pertengkaranku dengan ibu dua
tahun lalu.” Perempuan Kedua : 8.
2) Kutipan kedua
“Tahun lalu aku sudah tidak pulang karena tidak mau ribut
dengan ibu.” Perempuan Kedua : 12.
1
c. Alur maju
1) Kutipan pertama
“Sampai tiga hari menjelang lebaran, Mas Tami belum memberi
kabar.” Perempuan Kedua : 13.
2) Kutipan kedua
“Lebaran tahun ini, Mas Tami berjanji mengantarku pulang ke
rumah ibu di kampung.” Perempuan Kedua : 13.
Dari beberapa kutipan di atas, telah dibuktikan bahwa alur yang digunakan
dalam cerpen “Perempuan Kedua” adalah alur campuran. Hal ini
dikarenakan pengarang menulis cerita dengan menyajikan sebab-akibat-
sebab atau berawal dari alur maju - alur mundur – alur maju.
Selain jenis alur yang digunakan dalam cerpen, terdapat pula tahapan-
tahapan alur yang terdapat dalam cerpen “Perempuan Kedua” adalah
sebagai berikut:
a. Tahap Perkenalan atau Eksposisi
Tahap perkenalan adalah tahapan permulaan suatu cerita yang dimulai
dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan para
tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran
tempat). Dalam cerpen “Perempuan Kedua” dibuktikan melalui
kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Sejak awal Ramadhan, ada yang berubah dari Mas Tami,
padahal tak pernah kubayangkan akan seperti ini. Ia sulit
dihubungi. Sms tak dibalas, telepon tak diangkat. Padahal ia janji
menemaniku pulang ke kampung menemui ibu! Perempuan
bermata sendu itu.” Perempuan Kedua : 8.
2
2) Kutipan kedua
Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga memberi kabar. Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku
setelah aku lulus sarjana dan bekerja serta tinggal di Yogya.”
Perempuan Kedua : 8.
2) Kutipan kedua
“Itu tetap merebut suami orang, Sri. Pernikahan seperti ini tidak
sah, tidak membawa berkah. Apalagi istrinya tidak tahu
keberadaanmu! Kalaupun tahu, itu namanya menyakiti hati
sesama perempuan, Sri!” suara ibu serak menahan tangis.
Perempuan Kedua : 9.
3) Kutipan ketiga
“Kalau ibu ndak setuju, ya sudah, toh Sri yang melakoninya, Bu!”
aku mengalah dan waktu itu segera ke kamar. Diam-diam
membereskan baju ke dalam tas. Sedih rasanya, lelah meyakinkan
ibu! Usahaku meluluhkan hati ibu tidak berhasil. Ibu tetap tidak
3
suka Mas Tami. Ibu tetap tidak setuju aku menjadi istri kedua,
padahal aku merasa begitu bahagia. Perempuan Kedua : 9.
d. Tahap Klimaks
Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan memuncak
(perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, terkadang dugaan
tersebut belum atau bahkan tidak terbukti pada akhir cerita). Dalam
cerpen “Perempuan Kedua” dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
4
1) Kutipan pertama
“Aku coba telepon. Tidak ada tanda-tanda Mas Tami membuka
HPnya. Pasti telah mengganti nomor HP agar tidak bisa
kuhubungi. Dada bergejolak. Mendidihkan darah dan
memompanya ke seluruh tubuh. Seharusnya aku turun dari taksi
dan memaki laki-laki itu di depan istrinya. Tapi, tunggu! Untuk
apa aku memaki-maki? Ibu benar, perempuan seperti aku dan ibu
hanya menjadi simpanan laki-laki egois! Seharusnya aku
menyiramkan minuman panas ke wajah laki-laki pendusta itu, tapi
untuk apa? Bukankah itu akan mempermalukan aku di depan
umum? Aku hanya sebuah nama yang tidak berarti dibandingkan
keluarganya bukan?” Perempuan Kedua : 15.
e. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian adalah tahap akhir cerita. Pada bagian ini berisi
penjelasan tentang nasib yang dialami tokoh setelah mengalami
peristiwa puncak tersebut. Dalam cerpen “Perempuan Kedua”
dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
1) Kutipan pertama
“Ibu benar, meski kata-kata ibu begitu sinis tapi itu semua benar.
Aku tidak perlu lagi menutup mata dan membohongi diri. Tidak
perlu menunggu keluarga Mas Tami selesai makan. Aku meminta
sopir mencari penginapan malam itu. Esok paginya aku kembali
ke Yogya. Aku berkemas! Aku mau pulang!” Perempuan Kedua :
16.
5
2) Kutipan kedua
“Lebih baik aku pulang kampung menemui ibu, perempuan
bermata sendu itu!” Perempuan Kedua : 17.
2) Kutipan kedua
“Tidak Sri, ini bukan takdir. Kamu harus melawannya. Kamu
masih muda, punya pekerjaan tetap, pinter. Tidak seperti ibu
waktu itu, ndak punya apa-apa, bodoh, dan takut hidup menjadi
perawan tua.” Perempuan Kedua : 10.
6
“Aku tidak merebut, Bu. Aku ikhlas jadi istri kedua! Aku
ikhlas, Bu. Sungguh!” aku mencoba meyakinkan ibu kembali.
Perempuan Kedua : 9.
7
“Benar kata-kata ibu. Ia mencari simpatiku untuk memuaskan
nafsunya. ia memanfaatkan kelemahanku sebagai perempuan
yang mudah dirayu dan ditipu.” Perempuan Kedua : 16.
2) Tokoh Pembantu
a) Ibu
Tokoh Ibu dalam cerpen “Perempuan Kedua” memiliki
beberapa sifat, yaitu sebagai berikut:
i. Orang yang penyabar
Pada kutipan yang digaris bawahi, tokoh Ibu dalam cerpen
tersebut ialah orang yang penyabar, karena ia mampu
menahan emosi terhadap Sri.
“Yang penting sah? Apa tidak ada yang lain? Ia kan punya
istri, Sri!” Ibu menahan emosi. Urat halus di wajahnya
tampak menegang, kebiru-biruan. Perempuan Kedua : 8.
8
ii. Teguh pendirian
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
iii. Tegas
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
iv. Penyayang
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
b) Mas Tami
Tokoh Mas Tami dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”
memiliki beberapa watak, yakni:
i. Mengerti orang lain
“Ia sangat baik, dan ia sangat mengerti Sri, Bu!” aku terus
membela laki-laki beristri itu di depan ibu. Perempuan
Kedua : 9.
9
kepada dirinya, sebelum ia mengetahui kebenaran yang
sesunggunya.
iv. Pendusta
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
10
Penjelasan di atas menegaskan tokoh Mas Tami sudah
terbuti bahwa sebenarnya ia adalah seorang laki-laki
pendusta yang sudah menipu Sri.
3) Tokoh Figuran
a) Ayah
Tokoh Ayah ini merupakan suami dari Ibu yang mepunyai
seorang anak perempuan bernama Sri. Dalam cerpen berjudul
“Perempuan Kedua” tokoh Ayah ini memiliki watak yang
kasar. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut ini:
b) Mbok Sum
Pengarang tidak menceritakan watak tokoh Mbok Sum.
c) Susi
Susi adalah adik perempuan Sri. Dalam cerpen ini, pengarang
tidak menceritakan watak tokoh yang bernama Susi.
11
“Betulkah ia sudah tidak mampu menjalankan tugasnya
sebagai istri untuk melayani Mas Tami? Yang kulihat disisinya
adalah seorang wanita cantik dan terjaga sehat tubuhnya.”
Perempuan Kedua : 15.
4. Latar (Setting)
Dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, terdapat beberapa jenis latar
yang terjadi dalam cerita. Berikut ini akan dijelaskan mengenai jenis latar
tersebut, yaitu :
a. Latar tempat
1) Kota Yogya
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.
12
3) Lapangan dekat rumah
“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri.”
Perempuan Kedua : 13.
4) Terminal
“Pagi-pagi aku segera ke terminal naik bus tujuan Bandung. Sore
sampai di kota tujuan.” Perempuan Kedua : 14.
6) Di dalam taksi
“Masih di dalam taksi, kulihat Mas Tami, seorang perempuan, dan
tiga orang anak remaja keluar dari mobil itu.” Perempuan Kedua :
14.
13
9) Ruang tamu
“Kupegang tangan ibu penuh kasih dan mengajaknya duduk
kembali. Ruang tamu tampak sepi, saat itu, Susi adikku belum
pulang sekolah.” Perempuan Kedua : 8.
b. Latar suasana
1) Tegang
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
2) Kecewa
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
“Ibu bahagia ketika kalian lahir, tapi ibu juga sedih ketika ayahmu
pergi dan kalian tidak dapat warisan sedikitpun. Ibu hanya tidak
ingin, kamu menderita seperti ibu, Sri.” Wajah ibu suram.
Perempuan Kedua : 11.
14
bahagia bersama anak-anak dan istrinya?” Perempuan Kedua :
15.
3) Sedih
Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
“Aku masih berharap seperti itu. Tapi sampai malam takbiran aku
masih tetap sendirian. Sendiri dan begitu nelangsa mendengar
gema takbir.” Perempuan Kedua : 13.
c. Latar waktu
Hal ini ditunjukkan melalui kutipan di bawah ini:
1) Kutipan pertama
“Sampai minggu ketiga menjelang Idul Fitri, Mas Tami belum
juga member kabar. Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku
setelah aku lulus sarjana dan bekerja serta tinggal di Yogya.”
Perempuan Kedua : 8.
2) Kutipan kedua
“Tiga hari menjelang lebaran, Mbok Sum pamit mudik. Aku
tinggal sendiri. Betapa sepi dan nelangsa. Kembali kubaca sms
terakhir dari Mas Tami yang akan mengantarku pulang menemui
ibu.” Perempuan Kedua : 12.
15
3) Kutipan ketiga
“Pagi-pagi aku segera ke terminal naik bus tujuan Bandung. Sore
sampai di kota tujuan.” Perempuan Kedua : 14.
4) Kutipan keempat
“Seorang perempuan setengah baya yang cantik duduk dengan
anggunnya di sebelah Mas Tami. Tiga anaknya yang beranjak
remaja melengkapi suasana makan malam itu. Mereka duduk di
teras tak jauh dari tempat parkir, tempat aku berada.” Perempuan
Kedua : 15.
5) Kutipan kelima
“Tidak perlu menunggu keluarga Mas Tami selesai makan. Aku
meminta sopir taksi mencari penginapan malam itu. Esok paginya
aku kembali ke Yogya.” Perempuan Kedua : 16.
5. Sudut Pandang
Dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang orang pertama. Pengarang berfungsi
sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam cerita. Pengarang berperan
sebagai pelaku utama yaitu seorang wanita berusia lebih dari 30 tahun,
bernama Sri. Di dalam cerita tersebut, tokoh Sri menceritakan dirinya
dengan menggunakan kata ganti orang pertama, ia menyebut dirinya
sebagai “aku”. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan berikut ini:
a. Kutipan pertama
“Aku menciumi baju koko yang masih baru, aku tertidur setelah lelah
menangis menunggu berita dari lelaki yang kucintai.” Perempuan
Kedua : 13.
b. Kutipan kedua
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.
16
6. Amanat
a. Kutipan pertama
Tiba-tiba aku ingat ucapan ibu. “Perkawinanmu tidak akan bahagia
dengan menjadi istri simpanan, nduk! Benar, kau cukup diberi rumah,
mobil, dan uang setiap bulan, tapi hidupmu tidak lengkap jika
suamimu milik orang lain. Percaya ibu, Sri! Suatu saat kamu akan
menyadarinya. Tapi ibu berharap kau tidak terlambat, Sri. Jangan
sia-siakan hidupmu.” Perempuan Kedua : 16.
b. Kutipan kedua
“Hari-hari terus berjalan, aku tidak ingin habiskan waktu untuk
menunggu lagi, karena laki-laki itu milik orang lain. Aku tidak boleh
sia-siakan waktu lagi. Dua tahun waktuku hanya diisi dengan harapan
hampa tentang keluarga yang bahagia dengan celotehan anak dan
suami penuh kasih. Aku tidak perlu memberinya rasa kasihan lagi
karena rasa kasihan itu hanya topeng untuk menjeratku agar tetap
menjadi istri simpanan. Rumah, mobil, dan uang bisa aku cari sendiri.
Aku tidak boleh silau dengan hadiah-hadiah seperti itu lagi bahkan
aku juga tidak perlu mengingat kelembutan dan kehebatannya saat
bercinta!” Perempuan Kedua : 17.
17
maupun yang tidak jelas asal-usulnya. Kecuali dengan ketentuan-
ketentuan Islam yang mewajibkan untuk melakukan hal tersebut.
Perkawinan yang dilakukan tanpa persetujuan orang tua, biasanya
tidak akan berkahir dengan kebahagiaan. Oleh karena itu, jauhilah
hal seperti itu sebelum hal tersebut berakhir dengan penyesalan.
7. Gaya Bahasa
a. Kutipan pertama
“Aku terdiam beberapa saat mendengar kata-kata ibu yang luar biasa
cepatnya meluncur bagai bola-bola salju.” Perempuan Kedua : 11.
b. Kutipan kedua
“Pertanyaan-pertanyaan ibu menusuk dan menohok jantungku.”
Perempuan Kedua : 11.
18
c. Kutipan ketiga
“Bercinta dengannya bagai meniti pelagi.” Perempuan Kedua : 12.
d. Kutipan keempat
“Tinggal aku, Sri yang sendiri, seperti bunga melati di pojok taman.”
Perempuan Kedua : 13.
e. Kutipan kelima
“Hati melolong kesepian di kegelapan malam sampai matahari
menyeruak di ufuk timur.” Perempuan Kedua : 13.
19
B. Unsur Ekstrinsik Cerpen Berjudul “Perempuan Kedua”
1. Latar Belakang Pengarang
Di dalam cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, pengarang sering
menggunakan kata “nduk”, yaitu sebutan untuk anak perempuan dalam
bahasa Jawa. Selain itu, pengarang juga menggunakan latar tempat di kota
Yogyakarta. Tidak menutup kemungkinan, kalau asal-usul pengarang
berasal dari Pulau Jawa dan si pengarang merupakan orang yang bersuku
Jawa.
b. Nilai Moral
Nilai moral yang terkandung di dalam cerpen berjudul “Perempuan
Kedua” kurang baik. Hal ini dikarenakan terdapat perbuatan dusta dan
20
ingkar janji yang dilakukan oleh Mas Tami kepada istri simpananya,
Sri. Selain itu, tokoh Mas Tami juga menghianai cinta istri pertamanya
dengan membagi cintanya dengan Sri.
c. Nilai Sosial
“Hari Idul Fitri aku shalat di lapangan dekat rumah, sendiri. Semakin
nelangsa melihat tetangga saling bersilaturahmi dengan
keluarganya.” Perempuan Kedua : 13.
d. Nilai Pendidikan
“Sudah dua tahun ini ia menjadi suamiku setelah aku lulus sarjana
dan bekerja serta tinggal di Yogya.” Perempuan Kedua : 8.
21
e. Nilai Psikologi
Pada isi cerpen berjudul “Perempuan Kedua”, sangat dipengaruhi
oleh psikologi pengarang. Hal ini terlihat pada sudut pandang yang
digunakan dalam cerpen tersebut, yaitu sudut pandang orang pertama
yang menceritakan tokoh ”aku” yang bernama Sri. Tokoh tesebut
seolah-olah menggambarkan psikologi dari pengarang itu sendiri.
f. Nilai Ekonomi
“Lihatlah kehidupan ibu sekarang! Setelah ayahmu pergi, ibu tidak
dapat apa-apa. Warisan, uang pensiun itu milik istri pertamanya, Sri.
Kita hanya dapat rumah ini, untuk menyambung hidup pun ibu harus
berjuang sendiri sampai sekarang.” Perempuan Kedua : 10.
Nilai ekonomi yang dapat diambil dari kutipan cerpen di atas yaitu,
istri kedua tidak berhak mendapatkan uang pensiun dari suaminya
yang berstatus pegawai negeri sipil. Sehingga hal yang dialami oleh
ibu dari Sri ini sangat memprihatikan. Ia harus bekerja sendiri untuk
bisa menghidupi keluarganya. Maka dari itu, janganlah bergantung
kepada orang lain, selagi kita bisa berusaha sendiri. Jika kita mau
berusaha, maka Allah akan memberikan jalan rezeki untuk kita.
22