Anda di halaman 1dari 15

KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS

(Dhilah Harfadhilah, Nelly Herfina Dahlan)

I. Pendahuluan

Candida telah muncul sebagai salah satu infeksi nosokomial yang paling penting di

seluruh dunia dengan angka morbiditas, mortalitas, dan pembiayaan kesehatan yang bermakna.

Penggunaan anti jamur untuk profilaksis dan penatalaksanaan infeksi candida telah mengubah

epidemiologi dan penatalaksanaan infeksi ini. Penggunaan agen kemoterapeutik, imunosupresif,

antibiotic spectrum luas, transplantasi organ, nutrisi parenteral, dan teknik bedah mutakhir juga

telah berperan untuk mengubah epidemiologi infeksi candida (1).

Infeksi Candida pertama kali didaptkan didalam mulut sebagai trush yang dilaporkan

oleh Francois Valleix (1836). Langerbach (1839) menemukan jamur penyebab trush, kemudian

Berhout (1923) member nama organism tersebut Candida (2).

Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa

saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit, dan di bawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Di tempat-

tempat ini, ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika

daya tahan tubuh menurun baik secara local, maupun sistemik. Kadang-kadang candida

menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang lemah atau system imunnya

tertekan, terutama jika imunitas selulernya terganggu. Candida dapat menimbulkan invasi dalam

aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila

dimasukkan intravena (1).


II. Sinonim

Kandidosis mukokutaneus atau kandidosis selaput lender dibagi menjadi:

a. Kandidosis oral atau Trush

b. Perleche atau Angular cheilitis

c. Vulvovaginitis

d. Balanitis atau Balanopsititis

e. Kandidosis mukokutan kronik

III. Definisi

Kandidosis mukokutaneus merupakan penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut

disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan mengenai mulut,

vagina, penis, dan bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi sistemik yang

berat (2).

IV. Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki

maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran

klinisnya bermacam-macam sehingga sulit diketahui data-data penyebarannya dengan tepat (2).

Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah

kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral

normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik,

kortikosteroid), chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese (3).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada

pasien HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil

sekitar 50%, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr.

Hasan Sadikin Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis

oral dari tahun 2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (3).

Epidemiologi dan factor yang mempengaruhi infeksi Candida Albicans digambarkan

sebagai berikut :

mukosa vagina mukosa oral


1. % kolonisasi Candida pada individu normal 5-20% 40-70%
(Mean 15%) (Mean 50%)
2. Kandidiasis pada wanita normal/ sehat 50-75% Jarang
3. C.albicans sebagai penyebab 75-90% > 95%
4. Faktor predisposisi :
 Antibiotika +++ +
 Hormon kontraseptik ++ -
 Steroid +/- ++
 Kronik mukokutan Kandidosis +/- ++++
 Khemoterapy :
- Limphoma/ Hematologic malignancy + / - ++
- Transplantasi / allogeneic +/- +++
 AIDS +/- ++++
5. Infeksi rekurens pada wanita sehat (HIV -) 5-10% Jarang
6. Antifungal resistance Jarang Umum

Penelitian pada tahun 2011 di Surabaya pada pasien AIDS (CD4 200-300) yang

menderita KVV dengan antibiotika spektrum luas (Seftriakson, Siprofloksasin dan Seftasidim)
sebanyak 66,7%, sedangkan KVV yang dengan antibiotika spektrum sempit (Kotrimoksasol,

Rifampisin) sebanyak 33,3%.8 (4).

V. Etiologi

KO umumnya disebabkan C. albicans, dapat juga C. dubliniensis. Penelitian pada tahun

2007 di Surabaya,KO pada pasien HIV/AIDS didapat C.albicans 35,29% dan C.non-albicans

64,71% (C. tropicalis 29,41%, C.dubliniensis 14,71%, C.glabrata 14,71% dan C.guilliermondii

5,88%).

KVV umumnya karena C.albicans (80-90%), C.glabrata (6-10%), C.tropicalis (5-

10%), C.parapsilosis, C.krusei, C.stellatoidea, C.kefyr dan Saccharomyces cerevisiae. Penelitian

pada tahun 2002 di Jakarta didapatkan penyebab KVV adalah C.albicans 62,3%, dan C.non-

albicans 30,4%, (C.glabrata 18,8%, C.tropicalis 8,7%, C.parapsilosis 2,9% dan infeksi

campuran 7,3%) (4).

Pada perleche, agen infeksi utama dan dapat diisolasi pada lebih dari 54% lesi, dimana

sebagian besar adalah Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Candida spp dapat diisolasi

kurang lebih dua pertiga dari pasien yang mengidap kheilitis angularis, terjadi karena satu faktor

saja, atau merupakan kombinasi dengan Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. Faktor

penyebab lain timbulnya perleche adalah defisiensi nutrisi dalam hal ini vitamin B (B2, B6, dan

B12) (5).

Candida albicans adalah ragi oportunistik yang merupakan bagian dari flora normal

pada saluran pencernaan, kulit, dan selaput lendir. Jamur bisa ada di ragi, (pseudohyphal)

miselium, atau fase chlamydospore. Penyakit invasi jarang terjadi, namun ketika itu terjadi,

biasanya berhubungan dengan elemen miselium. Beberapa faktor host penting dalam

mempertahankan diri terhadap infeksi dari organisme kandida. Kandidosis mukokutan kronik


biasanya berhubungan dengan penyakit defisiensi imun dimana terjadi penurunan daya tahan

tubuh terhadap candida albicans (6,7).

VI. Patogenesis

Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila

terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi.

Beberapa faktor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan

mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam dan

fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri, dan

produksi toksin (3).

Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida.

Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang menurun

akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang terganggu karena

intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena peran lektin yang

spesifik pada sel dendrit, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan virus HIV meskipun

tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan transport HIV oleh dendrit

ke organ limfoid dan menambah jumlah limfosit T yang terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa

akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi

jamur pada mukosa pada tubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut ataupun

daerah lain pada penderita. Hifa Candida albicans memiliki kemampuan untuk menempel erat

pada epitel manusia dengan perantara protein dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein

ini memiliki susunan asam amino mirip dengan substrat transaminase keratinosit mamalia

sehingga diikat dan menempel pada sel epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat
mannoprotein yang mirip integrin vertebrata sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks

ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan

proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel inang sehingga invasi lebih mudah terjadi (3).

Terdapat faktor predisposisi yang dapat mengawali infeksi candida (2,8).

A. Faktor endogen

1. Perubahan fisiologik:

a. Kehamilan, Selama kehamilan, terutama pada trisemester ketiga, terjadi peningkatan

kolonisasi jamur kandida di vagina yang menimbulkan gejala simptomatik

kandidiasis vagina. Peningkatan kadar hormon estrogen yang terjadi pada kehamilan

menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana merupakan sumber

karbon yang baik untuk pertumbuhan kandida.

b. Obesitas, karena banyak keringat

c. Iatrogenik

d. Endokrinopati, Diabetes Mellitus . pada diabetes mellitus, terjadi kenaikan glukosa

dalam darah dan urine. Gangguan metabolism karbohidrat dan perubahan proses

glycogenolisis yang menyebabkan kadar glikogen pada epitel vagina meninggi,

sehingga pertumbuhan kandida juga meningkat.

e. Penyakit Kronik : Tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang

buruk.

2. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya

tidak sempurna.

3. Imunologik : pada orang-orang yang memiliki penyakit genetik cenderung lebih mudah

mengalami infeksi Candida.


B. Faktor Eksogen

1. Penggunaan kortikosteroid : kortikosteroid merupakan bahan yang bersifat

imunosupresif. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang panjang akan

mengakibatkan pertumbuhan kandida yang tidak terkendali.

2. Antibiotik : penggunaan antibiotic dalam jangka waktu panjang, dapat membunuhbakteri

Doderlin yang hidup bersama-sama kandida sebagai komensal di vagina. Berkurangnya

bakteri di dalam vagina menyebabkan kandida dapat tumbuh dengan subur, karena tidak

ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan yang menunjang pertumbuhan jamur

tersebut.

3. Kontrasepsi

Beberapa penelitian menunjukan pda penggunaan kontrasepsi oral tinggi estrogen terjadi

peningkatan kolonisasi kandida di vagina. Adanya peningkatan kadar hormon estrogen

menyebabkan epitel vagina menebal dan permukaan dilapisi oleh glikoprotein sehingga

jamur kandida dapat tumbuh subur. Namun beberapa peneliti lain menemukan pada

wanita yang menggunakan kontrasepsi oral tidak terjadi peningkatan kandidiasis vagina.

Hal ini menunjukan bahwa pengaruh kontrasepsi oral pada wanita yang menderita

kandidiasis vagina belum begitu pasti. Banyak penelitian mendapatkan peningkatan

pembawa (carriage) jamur kandida pada pemakai AKDR. AKDR merupakan salah satu

faktor predisposisi yang dapat memicu simptomatik kandidiasis vagina.

4. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.

5. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan

memudahkan masuknya jamur

6. Kontak dengan penderita misalnya trush, balanopsititis.


Pada perleche terdapat faktor predisposisi lain, yaitu faktor mekanikal dan defisiensi

vitamin B. Faktor mekanik dapat terjadi pada orang tua dan anak-anak. Pada orang tua dapat

disebabkan oleh pemakaian gigi tiruan yang tidak pas atau akibat proses penuaan sedangkan

pada anak-anak seperti menjilat sudut bibir, menghisap jari dan menggunakan dot. Pada orang

tua, bila terjadinya kehilangan ketinggian oklusal disebabkan kerana kehilangan gigi atau pasien

dengan gigi tiruan yang tidak pas akan menyebabkan kurangnya dimensi vertikal, dan seterusnya

membentuk lipatan-lipatan pada sudut mulut. Saliva akan berakumulasi pada lipatan tersebut,

menyebabkan lembab dan menyediakan habitat yang sempurna untuk Candida albicans.18,19

Pada anak-anak, kebiasaan menjilat sudut bibir dan menghisap jari akan menyebabkan saliva

berkumpul pada sudut mulut dan tanpa disadari turut menyediakan lingkungan yang sempurna

untuk Candida albicans (5).

VII. Manifestasi Klinis

A. Kandidiasis oral

Pembagian kandidiasis oral berdasarkan bentuk lesi klinis (9).

1. Kandidiasis pseudomembran akut

Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut. Tampak plak /

pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral

lainnya. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri,

sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa

eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali.

2. Kandidiasis atrofi akut


Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia, antibiotic tongue,

kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran

akut akibat menumpuknya pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi

eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering

hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri.

Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik,

inhalasi maupun topical.

3. Kandidiasis atrofi kronis

Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1 diantara 4

pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas berupa

eritema kronis dan edema disebagian palatum di bawah prostesis maksilaris. Ada tiga

stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal

duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan

peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati pada tahap

selanjutnya terjadi hiperplasia papilar granularis. Pada kandidiasis atrofi kronis sering

disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. Candida

albicans lebih sering ditemukan pada permukaan gigi palsu daripada di permukaan mukosa.

Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan peradangan granular atau generalisata,

keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri ringan sampai berat

4. Kandidiasis hiperplastik kronis

Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak putih, yang hampir tidak

teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan
umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis

pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok.

5. Glositis rhomboid median

Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah

permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla.

6. Black Hairy tongue

Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida albicans

dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah.

Gambar 1. Kandidiasis Oral. Dikutip dari kepustakaan 10

B. Gambaran Klinis Perleche

Pada sudut mulut dapat terjadi secara simetri berupa eritema, rasa sakit dan

pembentukan fisur (celah). Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema yang

berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser, krusta dan

pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi

dan jaringan granulasi. Kadang-kadang lesi dapat menyeliputi vermilion ke kulit dalam bentuk
fisur atau garis lurus yang dalam berasal dari sudut mulut disebut rhagades, dalam bentuk yang

lebih parah, terutama pada pemakai protesa.

Gambar 2. Cheilitis angularis. Dikutip dari kepustakaan 3

C. Kandidiasis Vulvovaginitis

Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidasis vagina adalah rasa gatal pada

vagina yang disertai dengan keluarnya duh tubuh vagina (fluor albus). Kadang-kadang juga

dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan dispareunia. Pada keadaan akut duh tubuh vagina encer

sedangkan para yang kronis lebih kental. Duh tubuh vagina dapat berwarna putih atau kuning,

tidak berbau atau sedikit berbau masam, mengumpal seperti “Cottage Cheese” atau berbutir-butir

seperti kepala susu.

Pada pemeriksaan dijumpai gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk eksematoid

dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada labia minora, introitus vagina

sampai dinding vagina terutama sepertiga bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding vagina

dapat atofi, iritasi dan luka yang menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah adanya

pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada permukaan vulva atau dinding vagina

yang disebut “vaginal trush”. Bercak putih tersebut terdiri dari gumpalan jamur, jaringan
nekrosis dan sel epitel. Pada pemeriksaan kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya

pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan.

Gambar 3. Kandidiasis vulvovaginitis. Dikutip dari kepustakaan 11

D. Balanitis

Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanita yang menderita
vulvovaginitis. Lesi berupa erosi, pustule dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans
penis dan sulcus coronarius.

Gambar 4. Balanitis (Kandidiasis penis). Dikutip dari kepustakaan 12

E. Kandidosis Mukokutan Kronik

Pasien dengan CMC memiliki infeksi yang berulang dan progresif terhadap kulit, kuku
dan membran mukosa. Manifestasi klinis nya berupa kuku nyata menebal, terfragmentasi, dan
berubah warna, dengan edema dan eritema yang signifikan dari jaringan periungual sekitarnya.
Pada kulit lebih sering terjadi pada daerah akral dimana ditandai dengan plakat serpiginous,
eritematosa, hiperkeratotik serpiginous. Plak hiperkeratotik dapat juga terjadi pada kulit kepala
yang dapat mengakibatkan alopesia. (3,4)

Klasifikasi penderita dengan CMC:

1. CMC tanpa endokrinopathy

Kategori ini terdiri dari spektrum presentasi klinis. Autosomal resesif atau dominan, tetapi
banyak kasus sporadis. Onset pada masa kanak-kanak dan tidak berhubungan dengan
gangguan endokrin atau autoimun.(6)

2. CMC dengan endokrinopathy

 CMC dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom autoimun tipe poliendokrinopathy juga
dikenal sebagai APECED. 
 APECED ditandai oleh minimal 2 dari berikut: CMC, hipoparatiroidisme, danpenyakit
Addison. Gangguan autoimun lainnya dapat berhubungan, seperti, diabetes tipe1,
tiroiditis autoimun, penyakit Graves, alopecia areata, vitiligo, hipogonadisme, sirosis
bilier, hepatitis, idiopatik purpura thrombocitopenic, dan anemia pernisiosa.
 APECED diwariskan dalam mode resesif autosomal dan biasanya bermanifestasi awal di
masa kecil. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen regulator autoimun (Aire)pada
21q22.3, yang mengkode protein yang memainkan peran penting dalam membangun dan
memelihara toleransi di timus.(6,7)

3. CMC dengan timoma(7)

 Pasien dalam subkelompok ini biasanya muncul setelah dekade ketiga kehidupan.
 Pasien-pasien ini mengalami peningkatan resiko myasthenia gravis dan kelainan sumsum
tulang.

4. Kandidiasis kronik terlokalisasi(7,13 )

 Tidak diketahui penyebab genetiknya. Perempuan dan laki-laki sama-sama terkena.


Biasanya mengenai anak-anak di bawah umur 5 tahun.
5. CMC dengan keratitis(7)

 Diturunkan secara autosomal dominan. Mengenai pada anak-anak


 Kandidiasi pada daerah oral cavitas dan area popok.

Gambar: Anak umur 6 tahun. Infeksi Candida Albicans pada daerah lidah, kulit dan kuku
kaki. Dikutip dari kepustakaan 14.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annaissie, EJ. The changing epidemiology of Candida infectin. 2007. Dalam


Simatupang, MM. Candida Albican: Departemen Mikrobiologi FK USU; Medan. 2009.
2. Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Ed-
5. Jakarta: Fk-UI; 2010. Halaman 107
3. –
4. Suyoso, S. Kandidiasis Mukosa. Fakultas Kedokteran USU; Medan. 2011.
5. Purba, TE. Penyebab defisiensi nutrisi pada murid penderita angular cheilitis di Sekolah
Dasar Negeri Medan. Medan; FK USU: 2011.
6. Firinu D., Massidda O., Maddalena M.L. Successful Treatment of Chronic Mucocutaneus
Candidiasis Caused by Azole-Resistant Candida albicans with Posaconazole. Cases
journal. 2010;2011:1-4
7. Paller A.S., Abrams M. Genetic Immunodeficiency Disease. In: Wolf K., Goldsmith
L.A., Katz S.I., editors. Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7thEd. New York:
McGrawHill; 2008. Page 1354-6
8. Darmani, EH. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUP
Dr. Pirngadi. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK USU. Medan: USU; 2003.
9. Apriano, ID. Gambaran Kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS. Medan: FK USU; 2012.
10. Cure Byte. Oral candidiasis photo and a listing of clinical trials. [internet]. Available
from: http://trialx.com/curebyte/2012/11/13/oral-candidiasis-photos-and-a-listing-of-
clinical-trials/. 2012.
11. Neinstein, L.S. Sexuality-Sexually transmitted infections-vaginitis. [internt]. Available
from: http://www.usc.edu/student-affairs/Health_Center/adolhealth/content/b3stis3.html.
2010.
12. Dermnet Skin Disease Atlas. Candida penis photo. [internet]. Available from:
http://www.dermnet.com/images/candida-penis. 2013.
13. Fazlollahi M.R., farhoudi A., Movahedi M. Chronic Mucovutaneus Candidiasis; report of
Three Cases with different phenotypes. Iranian Journal of Allergy, Asthma and
Immunology 2005; 4:39-42
14. Van F.L., Hoischen A., Joosten L,A,B. STAT1 Mutation in Autosomal Dominant
Chronic Mucocutaneous Candidiasis. N ENGL J MED 2011;365:54-61
15.

Anda mungkin juga menyukai