Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS JUNI 2019

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT)

DISUSUN OLEH:

NAMA : DERI EZRA SIBARANI

STAMBUK : N 111 18 041

PEMBIMBING : dr. ASRAWATI AZIS, Sp.F

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkawinan merupakan babak baru bagi individu untuk memulai suatu
kewajiban dan berbagi peran yang sifatnya baru dengan pasangannya. Dalam
lembaga tersebut akan diperoleh aturan hukum yang melindungi keberadaan
hubungan tersebut di dalam masyarakat. Pada masa selanjutnya, kemudian
pasangan tersebut menjadi sebuah keluarga yang di dalamnya terdiri dari
seorang ayah, ibu, dan anak atau tanpa anak sekalipun. Dalam menjalani
kehidupan berkeluarga tentunya tidak semudah dan semulus yang
dibayangkan, pasti banyak lika-liku masalah yang harus dihadapi oleh
keluarga tersebut. Di sini pengertian dan rasa kebersamaan kekeluargaan
sangat dibutuhkan agar pada nantinya semua dapat dihadapi dan sesuai
dengan harapan dari masing-masing anggota keluarga tersebut. (KDRT)
(Aulia, 2014).
Dalam kamus besar bahasa indonesia “Kekerasan” dapat diartikan
dengan hal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan
fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih
bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu
diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.
Kata kekerasan sepadan dengan kata “violence” yang dalam bahasa Inggris
dapat diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik ataupun
integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan dalam
bahasa Indonesia secara umum hanya menyangkut serangan fisik belaka. Jika
dimakdsudkan pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan
tersebut merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis. Menurut para
kriminolog, “kekerasan” yang berakibat terjadinya kerusakan pada fisik
adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Maka kekerasan tersebut
adalah kejahatan. Berlandaskan pada pengertian inilah maka kasus-kasus
kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat dijaring dengan
pasal pasal KUHP tentang kejahatan ( Manumpahi et al, 2015).
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang
berdampak pada kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto
(1996), dikatakan secara psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah
tangga menyebabkan gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara
konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Utama & Sukohar, 2015).
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu jenis
kekerasan yang menjadi masalah kesehatan global. Studi dari berbagai negara
menunjukkan, angka kejadian KDRT berkisar antara 15-71% Di Indonesia,
kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung mengalami peningkatan.
Jumlah kasus kekerasan pada tahun 2010 meningkat sekitar 5 kali
dibandingkan tahun 2006. KDRT merupakan kasus yang mendominasi dalam
kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu 96% pada 2010. Dalam catatan
tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan tahun 2011,
korban KDRT yang terbanyak adalah perempuan dalam rentang usia produktif
(25-40 tahun) (Afandi et al, 2012).
Dokter dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan
diagnostik, memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, juga
mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik untuk tujuan membantu
penegakan hukum seperti dalam pembuatan visum et repertum terhadap
seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban
suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja, penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, maupun korban meninggal
yang kecurigaan adanya tindak pidana (Budiyanto et al., 1997).
BAB II

KASUS

2.1 Kronologis Kejadian


Pasien datang ke RSUD Luwuk pada tanggal 02 juni 2019 pukul
19.00 Wita dengan keluhan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), Pasien datang sendiri dengan membawa Surat Permintaan Visum et
Repertum (SPVR) dengan keluhan karena adanya Kekerasan Dalam Rumah
Tangga atau KDRT, dari hasil anamnesis korban. Pasien merupakan korban
pemukulan, pasien datang dengan kesadaran penuh, Pasien datang sebagai
korban KDRT di pukul oleh suaminya karena menanyakan keberadaan
suaminya di tempat penyambungan ayam, kemuadian suami datang
kerumah.suami korban kemudia mengambil secara paksa emas yang di pakai
oleh istrinya dan menimbulkan luka luka.

2.2 Hasil Pemeriksaan


A. Keadaan Umum
Pasien dengan jenis kelamin perempuan berumur 32 Tahun dan
merupakan ibu rumah tangga datang dengan menggunakan kemeja berwarna
putih biru, dengan jilbab pasang warna hitam, celana jeans biru sendal
berwarna hitam.M bunga Didapatkan tanda-tanda vital dengan kesadaran :
compos mentis, tekanan darah 130/90 mmhg, denyut nadi : 70x / menit,
pernapasan : 20x / menit.
B. Keadaan bagian tubuh

Gambar 1 : Pasien

1. Tangan: Terdapat satu luka lecet di daerah pergelangan bagian luar


sebelah kiri dengan ukuran panjang 2 cm dan lebar 0,2 cm terletak di
3 cm dari pergelangan tangan, dan 19 cm dari siku

Gambar 2 : lecet pada tangan kiri


2. Tangan: Terdapat satu luka lecet di daerah jempol bagian luar sebelah
kiri dengan ukuran panjang 0,5 cm dan lebar 0,4 cm terletak di 2 cm
dari ujung kuku jempol, dan 4 cm dari pangkal jempol

Gambar 3: lecet pada tangan kiri

3. Dada: Terdapat dua luka lecet di bagian dada kiri. Luka pertama
dengan ukuran panjang 4,5 cm lebar 0,3 cm, Luka kedua dengan
ukuran panjang 3 cm lebar 0,3 cm. Jarak antara luka pertama dan
kedua 1,3 cm dan terletak 5cm dari sumbuh tubuh dan 1 cm dari
bagian leher
Gambar 4: lecet pada Dada kiri
4. Leher : Terdapat satu luka lecet di bagian leher depan dengan ukuran
panjang 2 cm lebar 0,3 cm terletak 4 cm dari dagu dan terletak tepat
di bagian tengah.

Gambar 5 : lecet pada leher


BAB III

PEMBAHASAN

Negara telah merespon langsung dan membantu memberikan suatu upaya


perlindungan bagi korban tindak KDRT dengan menetapkan suatu perangkat
peraturan Undang-Undang Republik Indonesia (RI) Nomor 23 tahun 2004 mengenai
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa disingkat dengan sebutan
UU PKDRT (sesuai pada butir pasal 1 ayat 1) yang diatur secara komprehensif, jelas,
dan tegas. Kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah “Setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Selanjutnya
tentang larangan kekerasan dalam rumah tangga yang telah diatur pada pasal 5
menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : (a) kekerasan fisik; (b)
kekerasan psikis; (c) kekerasan seksual; atau (d) penelantaran rumah tangga.
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2004

tenang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjelaskan


“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat a, adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

Catatan Tahunan (CATAHU) 2015 yang diterbitkan oleh Komisi Nasional


Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, angka kasus kekerasan terhadap perempuan
yang dilaporkan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Beberapa faktor penyebab terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu faktor
individu (seperti korban penelantaran anak, penyimpangan psikologis,
penyalahgunaan alkohol, dan riwayat kekerasan di masa lalu), faktor keluarga (seperti
pola pengasuhan yang buruk, konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh pasangan,
rendahnya status sosial ekonomi, keterlibatan orang lain dalam masalah Kekerasan),
faktor Komunitas (seperti kemiskinan, angka kriminalitas tinggi, mobilitas penduduk
tinggi, banyaknya pengangguran, perdagangan obat terlarang lemahnya kebijakan
institusi, kurang nya sarana pelayanan korban, faktor situasional), dan faktor
Lingkungan Sosial (seperti perubahan lingkungan sosial yang cepat, kesenjangan
ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya jejaring ekonomi,lemahnya
penegakan hukum, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan
senjata api ilegal, masa konflik/pasca konflik.
Korban dalam kasus KDRT biasanya akan datang melapor ke kantor polisi
dan dalam hal ini laporan akan dibuat oleh penyidik hingga surat permintaan visum et
repertum akan dikeluarkan. Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et
repertum merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum. Dokter
sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada kasus ini, korban datang ke RSUD Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah,
dengan membawa surat pengantar dari Kepolisian untuk dibuatkan VeR. Dalam kasus
ini, pembuatan VeR disertai dengan permintaan tertulis dari penyidik berupa Surat
Permintaan Visum (SPV) serendah-rendahnya pembantu letnan dua sesuai pasal 133
KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). Sesuai dengan pasal 133
ayat (1) KUHAP,”Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan


harus memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya, membuat
laporan tertulis dan Ver atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan
medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. Pelayanan
kesehatan tersebut harus bisa didapatkan pada sarana kesehatan milik pemerintah
maupun swasta.

Dengan demikian sesuai pasal 184 ayat 1 KUHAP, VeR yang dibuat dapat
dijadikan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan. Dengan adanya SPV yang
dibuat oleh penyidik maka dokter berkewajiban memberikan keterangan ahli sesuai
dengan pasal 179 (1) KUHAP yaitu “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai
ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan. Hasil pemeriksaan ini tertuang dalam VeR yang dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah.

Pada Korban di kasus ini, ditemukan luka lecet pada bagian pergelangan
tangan kiri ,luka lecet pada dada kiri , dan luka lecet pada bagian bawah dagu. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa KDRT dilakukan dengan beberapa
cara seperti memukul, mendorong, menjambak, hingga menyeret korban. Pada kasus
ini ditemukan pasien telah dijambak di cekik hingga menyebabkan luka lecet.
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku pasien yang mengalami tindakan KDRT
dalam bentuk kekerasan fisik dan psikis sesuai dengan Undang-Undang PKDRT No.
23 Tahun 2004 dapat dikenakan hukum pidana sesuai yang termasuk dalam pasal 44
dan 45.
Dalam UU No23 PKDRT Pasal 44 : (1) Setiap orang yang melakukan
perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit
atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). (3) Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling
banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). (4) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 45 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00
(sembilan juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian
atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)

Berdasarkan kasus korban jika diliat dari UU No 23 PKDRT Pasal 44


termasuk dalam ayat 4 dimana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang
mengakibatkan korban mengalami luka ringan yang tidak menyebabkan suatu
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian
atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
PEMERINTAH KABUPATEN BANGGAI

BADAN RUMAH SAKIT DAERAH


INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL

Jalan Imam BonjolNo. 14 /  ( 0461 ) 21820, E-Mail : rsud_luwuk@yahoo.co.id

VISUM ET REPERTUM

(KORBAN HIDUP)

PRO JUSTITIA

No Reg/RM: 00 -

Sehubungan dengan surat saudara:---------------------------------------------------------------------------

Nama: Mudatsir AP, Pangkat: BRIGADIR, NRP: 84111321,Jabatan: Kepala kepolisian sektor
Luwuk SPKT II, Nomor VER / 40 / III Alamat: jalan samratulangi 14 luwuk, (94712),
Tertanggal: 02 juni 2019 23.00 , Perihal: Permintaan Visum Et Revetum, yang kami terima
pada tanggal: 02 Juni 2019 Pukul 23.00 WITA.-------------------------------------------------------

Maka kami:-----------------------------------dr. Asrawati Azis, Sp F----------------------------------

Sebagai dokter forensik pada Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD
Kabupaten Banggai, menyatakan telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban pada hari
kamis tanggal 02 Juni 2019 pukul 23.00 WITA, diInstalasi Gawat Darurat RS Daerah
Kabupaten Banggai atas korban yang menurut surat Saudara:------------------------------------

Nama :RIRIN AGUSTIANINGSIH----------------------------------------------

Umur : 32 TAHUN -------------------------------------------------------------

Kelamin : Perempuan-------------------------------------------------------------

Agama : Islam--------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga ----------------------------------------------------

Alamat : jl.Desa Sahuna kel.kaleke--------------------------------------------


Perempuan tersebut adalah Korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang
terjadi pada hari kamis tanggal 02 juni 2019 sekitar jam 23.00 WITA bertempat dirumah
pelapor jl.Desa Sahuna kel.kaleke Kab. Banggai-----------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Luar: --------------------------------------------------------------------------------------

1. Kesadaran baik, tekanan darah seratus tiga puluh per sembilan puluh milimeter air
raksa, denyut nadi tujuh puluh kali per menit, pernapasan dua puluh kali permenit,
suhu ketiak tiga enam koma delapan derajat celcius.-----------------------------------------
2. Korban berjenis kelamin perempuan , umur tiga puluh dua tahun.--------------------------
3. Properti : korban menggunakan kemeja berwarna putih biru, dengan jilbab pasang
warna hitam, celana jeans biru sendal berwarna hitam---------------------------------------
4. Kepala:-----------------------------------------------------------------------------------------------
a. Bentuk: oval, simetris. Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan--------
b. Dahi: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan------------------------------
c. Pelipis: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan--------------------------
d. Pipi: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan-----------------------------
e. Dagu: Terdapat satu luka lecet di bagian leher depan dengan ukuran panjang dua
centi meter lebar nol koma tiga centi meter terletak empat centi meter dari dagu
dan terletak tepat di bagian tengah.--------------------------------------------------------
f. Mata kanan dan kiri : Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan---------
g. Hidung:Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan--------------------------
h. Telinga : Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan------------------------
i. Mulut: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan---------------------------
5. Leher: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan-------------------------------
6. Dada: Terdapat dua luka lecet di bagian dada kiri. Luka pertama dengan ukuran panjang
emam centi meter lebar nol koma tiga centi meter, Luka kedua dengan ukuran panjang
tiga centi meter lebar nol koma tiga centi meter. Jarak antara luka pertama dan kedua
satu koma tiga centi meter dan terletak lima centi meter dari sumbuh tubuh dan satu
senti meter dari bagian leher ---------------------------------------------------------------------
7. Perut: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan-------------------------------
8. Pundak : Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan----------------------------
9. Punggung: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan--------------------------
10. Pinggang: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan---------------------------
11. Panggul: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan.----------------------------
12. Pantat : Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan-----------------------------
13. Anggota gerak atas kanan dan kiri: Terdapat satu luka lecet di daerah pergelangan
bagian luar sebelah kiri dengan ukuran panjang dua centi meter dan lebar nol koma
dua centi meter terletak di tiga centi meter dari pergelangan tangan, dan Sembilan
belas centi meter dari siku terdapat satu luka lecet di daerah jempol bagian luar
sebelah kiri dengan ukuran panjang nol koma lima centi meter dan lebar nol koma
empat centi meter terletak di dua centi meter dari ujung kuku jempol, dan empat
centimeter dari pangkal jempol-------------------------------------------------------------------
14. Anggota gerak bawah: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan-----------
15. Alat kelamin: Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan------------------------
16. Dubur : Tidak ditemukan kelainan dan tanda tanda kekerasan------------------------------

Tindakan/Terapi :Telah dilakukan pemeriksaan dan perawatan luka. Korban diperbolehkan


pulang -----------------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

1. Korban perempuan, umur tiga puluh dua tahun.----------------------------------------------


2. Pada pemeriksaan ditemukan :-------------------------------------------------------------------
a. Luka lecet pada tangan kiri dan dan jempol kiri------------------------------------------
b. Luka lecet pada dada sebelah kiri----------------------------------------------------------
c. Luka lecet pada Dagu bagian bawah------------------------------------------------------
Luka tersebut diatas akibat kekerasan tumpul.-------------------------------------------

3. Kualifikasi luka tersebut diatas tidak menimbulkan penyakit, gangguan/halangan untuk


menjalankan pekerjaan/jabatan atau pencahariannya.---------------------------------------

Demikian Visum et Repertum ini dibuat menurut pengetahuan sebaik-baiknya pada


waktu itu dan dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan.-----------------------

Dokter Pemeriksa,
BAB IV

KESIMPULAN

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah tindakan kekerasan fisik,


seksual dan psikologis terjadi dalam keluarga.
2. Ketentuan Hukum KDRT diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dan juga dalam KUHP pasal 352 351 Kitab Undang Undang Hukum
Pidana tentang penganiayaan
3. Dari pemeriksaan terhadap seorang ibu rumah tangga berumur tiga puluh
tujuh tahun dan ditemukan luka memar pada bagian pipi kiri ,luka memar
pada punggung kiri , dan luka lecet pada lutut kanan.
REFERENSI

Afandi,Dedi, Wendy Yolanda Rosa. 2012. Karakteristik kasus kekerasan dalam


rumah tangga.
P.436, viewed 10 November 2015, from file:///D:/Users/USER/Downloads/1263-1376-
1-PB.pdf

Aulia, S., 2014. Penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) badan
keluarga berencana pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan perempuan

Budiyanto, A. et al., 1997. Ilmu kedokteran forensik. FKUI : Jakarta.

Dewi, I.D.A.D.P. dan Nurul H., 2017. Dinamika forgiveness pada istri yang
mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). (cited 2018 Jul 21); 2
(1); Available from: URL: http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JPKM

Manumpahi E, et al. 2016. Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap


psikologi anak di desa Soakonora kecamatan Jailolo kabupaten Halmahera Barat. E-
journal acta diurna volum v no. 1. Viewed 19 juli 2018

Ramadani, M. dan Fitri Y., 2015. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai
salah satu isu kesehatan masyarakat secara global. (cited 2018 Jul 21); 9 (2);
Available from: URL: http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Anda mungkin juga menyukai