Anda di halaman 1dari 22

TUGAS GUGUS PULAU II

Nama Dosen : S. Latuamury

KELOMPOK 4

1. DONI WAHONO
2. CHENSYA SOUISA
3. WA ODE CHANTIKA
4. UMMI QALSUM TOLITOLI
5. INGRID SADOUW

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK. III Dr. J. A. LATUMETEN

AMBON

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Gugus Pulau II dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ibu Preeklamsia
dan Eklamsia”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini bisa selesai. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami  menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi lebih baik laginya makalah ini.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya
dan pembaca pada umumnya.

Ambon, 26 Februari 2020

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian
maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang
disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan
proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan
patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacentol.
Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB
atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian
ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas
penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan
terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting
dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor
predisposisi yang lain
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh
kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila
terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat
pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang
berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan
berikut :
1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh
setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.
Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :
a. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan
pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).
b. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai
oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk., 2005).
c. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
d. Preeklampsia adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).  
e. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.

B. Etiologi
Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori –
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut
“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. 
Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala
timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada
profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja
dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
- Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
- Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
- Kegemukan.
- Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
- Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.
- Gizi buruk
- Gangguan aliran darah ke rahim.
Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit:
primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.
Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada 14%
sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang
berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%.
Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat,
sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).

C. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
- Edema
- Hipertensi
- Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat
sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90
mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur
setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85
mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l
dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l
dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
- Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
- Nyeri epigastrum dan ikterus.
- Trombositopenia.
- Pertumbuhan janin terhambat.
- Mual muntah
- Nyeri epigastrium
- Pusing
- Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

D. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola
dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan
perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid
I, Halaman 199).
Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan.
Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi
penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]), peningkatan curah
jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.
  Pada preeklamsia volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi dan
peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ maternal menurun, termasuk perfusi
ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan
tromboksan A2.
Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular,
mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa
membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi
pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan eklamsi
pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif autoso
yang mengatur respon imun maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi edema
otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan
penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang
mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).

E. Patologi
Berbagai teori mengenai asal preeklampsia telah diajukan, tetapi baru-baru ini tidak terdapat
penjelasan yang lengkap tentang penyebab gangguan ini. Respons imun abnormal, gangguan endokrin,
predisposisi genetik, kelebihan atau kekurangan nutrisi, dan gangguan ginjal semua diajukan sebagai
berperan pada terjadinya preeklampsia.
Banyak sumber menyetujui bahwa penyebab preeklampsia adalah multifaktor antara lain
nulipara, usia maternal lebih dari 35 tahun, usia ibu kurang dari 18 tahun, riwayat keluarga hipertensi
akibat kehamilan (HAK), dan riwayat HAK pada kehamilan sebelumnya.
Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit. Ketika vasospasme berlanjut,
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya trombosit dan fibrin
ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang dianggap menjadi kontributor utama
untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan pada kerusakan sel darah merah ketika
melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang ukurannya. Vasospasme akhirnya menimbulkan
hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem organ, termasuk plasenta, hati, paru, otak, dan retina.
Vasospasme serebral berperan pada gejala sakit kepala dan gangguan penglihatan serta dapat berlanjut
menjadi stroke.
Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem ginjal
mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus, lumen kapiler glomerulus berkonstriksi, dan filtrasi
glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi, nitrogen urea darah serum, kreatinin,
dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun. Retensi natrium selanjutnya sensivitas terhadap
angiotensi II dan peningkatan volume cairan ektra seluler. Pada kasus berat, vasospasme dan
pembentukan trombus arterial dapat menimbulkan nekrosis korteks renal. 
Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan sekunder
akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang intravaskular ke ektravaskular
terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan kebutuhan pada
jantung sebagai presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk meningkatkan curah
jantung. Riset tentang curah jantung pada preeklampsia masih menjadi konflik.
Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan
peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain menemukan bahwa beberapa ibu
dengan preeklampsia secara nyata mengalami peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan
perifer sampai penyakit menjadi berat.
Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai edema
hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri kuadran kanan
atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup edema serebral, nyeri kuadran
kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang mengakibatkan aktivitas kejang
(eklampsia).
Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang ektravaskular
akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif serupa dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Mekanisme trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak dipahami dengan baik. Satu teori
adalah bahwa kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi dan destruksi tombosit. Gangguan
mekanisme pembekuan normal dapat menimbulkan hemoragi dan kematian.
Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang
dikaitkan dengan progresi cepat proses patologis dan mengakibatkan hasil janin dan maternal
sebaliknya. Ibu yang mengalami sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset individual yang
mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini mungkin bersifat
genetik.
Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses vasospasme juga
secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat infrak selanjutnya
menurunkan perfusi ke janin, yang menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) dan hipoksia.
Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat meliputi gangguan plasenta, gagal ginjal akut,
abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi serebral, IUGR, dan kematian maternal dan janin (Walsh,
2008).

F. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal. 
1. Perawatan aktif 
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assesment (NST dan USG). Indikasi : 
a. Ibu
 Usia kehamilan 37 minggu atau lebih 
 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo
(tidak ada perbaikan) 
b. Janin 
 Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) 
 Adanya tanda IUGR (janin terhambat) 
c. Laboratorium 
 Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
2. Pengobatan mediastinal 
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah : 
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500
cc.
d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). 
- Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4
gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no
21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. 
- Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu
dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak
melebihi 2-3 hari. 
- Syarat-syarat pemberian MgSO4 
Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan IV dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat. 
- frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. 
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4.
MgSO4 dihentikan bila : 
o Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah
4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.
Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan >
15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
o Hentikan pemberian MgSO4
o Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit.
o Berikan oksigen.
o Lakukan pernapasan buatan
o MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi
perbaikan (normotensi).
f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti hipertensi diberikan bila :
h. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg)
karena akan menurunkan perfusi plasenta.
3. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
5. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat
kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2
gr IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu).
G. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal dengan mengukur
tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo,
2008).
a. Hipertensi : sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan
kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
b. Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.
c. Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka, dan perut, edema generalisata.
Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasar kriteria
preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat
bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

H.   Pencegahan
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan
penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia
pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia (Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu,
pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan
memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk menetukan
proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan
berkaitan dengan preeklampsia :
a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin,
rendah lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.
b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti
bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea
rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam
rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :
1. Uji kemungkinan preeklampsia :
a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d) Pemeriksaan protein dalam urine
e) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran
darah umum, dan pemeriksaa retina mata.
2. Penilaian kondisi janin dalam rahim 
a) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
b) Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban
c) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 2001).
I. Penanganan 
Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan
normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.
Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse Dextrosa 5% dengan
kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4  2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2 g/jam
dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai 24 jam
pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-
tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4 perhatikan reflek patella, pernapasan 16 kali/menit.
Selama pemberian parhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah. Berikan
nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari), tujuannya adalah untuk penurunan tekanan
darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi, pernapasan tiap jam. Pasang kateter kantong urin
setiap 6 jam.
PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi
kehamilan.
Tujuan terapi pada PE:
1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial
2. Mengendalikan tekanan darah
3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital
4. Melahirkan janin yang sehat
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti
sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.
Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan
kontroversi.Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 – 34
minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.
Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda
persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Terapi pada pasien ini adalah :
1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)
2. MgSO4
3. Antihipertensi
4. Kortiskosteroid
5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium
6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi
persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC
J. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai
kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin
untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomega
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT
PREEKLAMSIA BERAT

A. PENGKAJIAN DATA
ANAMNESA
1. Identitas klien
Nama : Ny.M
Umur : 31 tahun
Status : Menikah
Alamat : Galunggung
Pendidikan terkahir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal dirawat : 19 Oktober 2019
Diagnosa Medis : P1A1 + PEB
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn.S
Umur : 34 th
Jenis kelamin : laki laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : swasta
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Galunggung
Hubungan dengan klien : suami

3. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama : mengeluh sesak nafas, sesak bertambah saat ibu merasa ada kontraksi pada
janin dan mulai berkurang saat ibu tarik nafas dalam, sesak mengakibatkan ibu tidak nafsu
makan dan nyeri pada abdomen.
b. Riwayat kesehatan sekarang : klien mengeluh sesak di dada kemudian di bawa ke RS untuk
menjalani perawatan medis
c. Riwayat kesehatan dahulu : hamil sebelumnya juga dulu pasien pernah mengalami tekanan
darah yang tinggi sama seperti saat ini dan ibu abortus.
d. Riwayat Ginekologi
HPHT: 10 Januari 2019
Estimate Date of Confinement (EDC): 14 Oktober 2019
Usia Menarche: 10 Januari 2019
Lamanya haid : 5 hari
Perkiraan Jumlah darah (berapa jumlah pembalut yang digunakan dalam 24 jam pada saat hari
deras) : 4
e. Riwayat kesehatan keluarga
ibu klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan
klien.
f. Riwayat alergi obat dan makanan
tidak ada alergi obat dan makanan
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
 Keadaan Umum : Baik
 Kualitatif : Compos Mentis
 Kuantitatif : 15 (E:4,V:5, M:6)
b. Tanda Tanda Vital
TD : 150/100 mm.Hg
N : 88 x /mnt
RR : 25 x /mnt
S : 36,8 ° C
c. Keadaan Gizi
BB : 48 Kg
TB : 151 cm
1. Data Pemeriksaan Fisik (Head to Toe),
Metode : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi.
a. Kepala dan Rambut
Inspeksi : Bentuk kepala simetris warna rambut putih beruban, rambut pendek, distribusi
rambut merata, tidak ada ketombe, tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

b. Muka
Inspeksi : Bentuk muka simetris, tidak tampak odema, otot muka dan rahang kekuatan
normal, sianosis tidak ada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Bentuk mata kanan dan kiri simetris, alis mata, kelopak mata normal,
konjuktiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera putih, reflek cahaya positif.
Pergerakan bola mata baik dapat digerakkan keatas, bawah, samping kanan dan
kiri. Tajam penglihatan menurun (Klien tidak dapat membaca nama perawat
dengan jarak ± 50 cm).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : Posisi septum di tengah, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada pernapasan
cuping hidung, penciuman klien baik terbukti dapat mencium bau minyak kayu
putih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, kelainan daun telinga tidak ada
kelainan, letak sejajar pinna, tampak serumen pada kedua telinga.
Palpasi : Tidak nyeri tekan pada tulang mastoid, fungsi pendengaran menurun (klien
mampu mendengar ketika perawat menyapa nama klien dgn jarak ± 1 m
setelah diulang 2 kali).
f. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir klien lembab, jumlah gigi 0. Tidak ada stomatitis, tidak ada lesi,
fungsi pengecapan baik, Tidak terdapat peradangan dan pembesaran pada
tonsil, lidahnya tampak kotor.
0000 0000
00000000
g. Integumen
Inspeksi : Tidak ada lesi. Tampak keriput. Ada hiperpigmentasi pada kulit tangan.
Palpasi : Terasa kasar dan kering.
h. Leher
Inspeksi : Klien dapat mengerakkan leher ke kanan dan kiri belakang dan depan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan vena jugularis, tidak ada lesi, dan trachea letak sentral.
i. Dada dan Punggung
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pengembangan dada kanan dan kiri sama, punggung
sedikit membungkuk.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas. Jantung tidak teraba.
Perkusi : Terdengar suara paru sonor. Vocal premitus dalam batas normal.
Auskultasi : Suara pernapasan bersih dan teratur. Bunyi jantung normal dan tidak terdapat
bunyi nafas tambahan seperti wheezing, ronchi.
j. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, tidak ada benjolan, ada luka post SC
Palpasi : ada nyeri tekan pada semua kuadran abdomen, hepar teraba, tidak terdapat
pembesaran hepar.
Perkusi : Terdengar suara timpani pada daerah gaster dan suara dullness pada daerah
hepar.
Auskultasi : Bising usus 11 x / menit.
k. Genitalia
Pada saat dikaji klien mengatakan tidak ada gangguan BAK. Tidak merasa gatal pada
alat kelamin, perineal dan sekitarnya.
l. Anus
Pada saat dikaji klien mengatakan tidak sakit pada bagian anus dan tidak merasa nyeri
saat BAB.
m. Ekstermitas
Atas
Inpeksi : Bentuk kedua tangan sama panjang, pada tangan kanan dan tangan kiri
terdapat hiperpigmentasi. Kuku tangan bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan kekuatan otot 4/4 , akral hangat.
Perkusi : Refleks bisep dan trisep (+)
Bawah
Inspeksi : Bentuk kedua kaki sama panjang, pergerakan kaki bebas dan terdapat udem.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. Akral hangat, kekuatan otot 4/4.
Perkusi : Refleks patella (+), refleks babinski (+).
n. Sistem cardiovaskuler
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi :tidak teraba ictus cordis,tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Redup
Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2 dan bunyi jantung murni tan terdengar suara
tambahan seperti gallop.
o. Sistem pernafasan :
Inspeksi : Tidak ada retraksi intercosta,pergerakan dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, taktil fremitus(+)
Perkusi : resonance
Auskultasi : Bronkovesikuler
p. Sistem gastointestinal
Inspeksi :tampak tonus otot berlipat dan tidak ada perubahan warna
Auskultasi : 8x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di keempat kuadaran.
Perkusi : lambung : tympani hati : dulness (8 cm)
q. Sistem perkemihan : tidak ada nyeri saat berkamih,sering berkemih tapi sedikit.
1. Riwayat Psikososial
a. Psikologi : Persepsi klien terhadap penyakit: Ny. M percaya bahwa setiap penyakit pasti
bisa sembuh dengan sendirinya dan pasti ada obatnya
b. Emosi : Ny. M sulit menahan amarah.
c. Kemampuan adaptasi : Ny. M mampu bersosialisasi dengan beberapa anggota rumah sakit
lainnya.
d. Mekanisme pertahanan diri: Jika ada masalah Ny.M tidak pernah menceritakan kepada
siapa-siapa dia akan memecahkan masalah dengan sendiri.
B.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Darah
WBC 5000 5000 - 11.000
Hemoglobin 13,0 12.5 - 16.0
Platelet 220.000 150.000 - 440.000
Hematocrit 39.6 37.0 - 47.0

2. Urin
Colour Yellow Yellow
Glucose Negatif Negatif
PH 6.0 6.0 -7.0
Protein +2 +1 (30), +2(100), +3 (300), +4(>2000)

B. KLASIFIKASI DATA
Data subyektif
- Pasien mengatakan selalu merasa ingin BAK(anyang-anyangan),
- Pasien merasa nyeri saat awal dan setelah BAK Dipermukaan saluran kencing bawah
(orifisium uretra) merah (eritematus) dan membengkak (oedema)
Data obyektif:
- klien tampak pucat
- klien tampak lemah
- TD : 150/100 mmHg
N : 88x/menit
RR : 28x/menit
S : 36,8 ° C

C. ANALISA DATA
NO SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI
DS : Pasien Vasospasme Gangguan
mengatakan selalu keseimbangan
Perubahan
merasa ingin cairan: Odem b/d
permeabilitas
BAK(anyang- vasospasme pada
anyangan), Pasien Perubahan pembuluh darah
merasa nyeri saat awal
Glomerulus
setelah BAK
Odem
Dipermukaan saluran
kencing bawah
(orifisium uretra) merah
(eritematus) dan
membengkak (oedema)
DO : pasien tampak
pucat, lemah.
TD : 150/100 mmHG
N : 88x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,8 ° C

D. Diagnosa keperawatan dan prioritas masalah

1. Gangguan Keseimbangan cairan: Odem b/d Vasospasme pada pembuluh darah


F. IMPLEMENTASI & EVALUASI
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Keseimbangan cairan: Odem b/d Vasospasme
pada pembuluh darah

N IMPLEMENTASI EVALUASI
O
Tanggal : 19 Oktober 2019 Tanggal : 20 Oktober 2019
1. Pukul : 14.05 WIT Pukul : 08.00 WIT
Mengontrol tetesan infus MgSo4
Hasil : Terpasang infus MgSo4 20 S : Pasien mengatakan
tetes/menit - Masih selalu merasa
ingin BAK(anyang-
2. Pukul : 14.10 WIT anyangan),
Memonitor oedema yang tampak - Pasien merasa nyeri saat
Hasil : Oedema tampak pada kaki klien awal setelah BAK
Dipermukaan saluran
3. Pukul : 14.10 WIT kencing bawah
Menganjurkan klien untuk istirahat/tidur (orifisium uretra) merah
dengan posisi berbaring pada salah satu (eritematus) dan
sisi tubuhnya. membengkak (oedema)
Hasil : klien tidur dengan posisi O : pasien tampak pucat, lemah.
berbaring pada salah satu sisi tubuhnya TD : 130/90 mmHG
N : 83 x/menit
4. Pukul : 18.00 WIT RR : 24 x/menit
Mengontrol vital sign secara berkala Suhu : 36,5 ° C
Hasil : TD : 140/100 mmHg , N : 86
x/menit, RR : 26 x/menit, Suhu : 36,8° C A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi 1-4 dilanjutkan.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan yang ditandai dengan
hipertensi, proteinurne, dan edema yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
Preeklampsia yang terjadi pada Ny. M adalah preeklampsia ringan yang
terjadi pada trimester ke III, tidak ada predisposisi, misalnya kegemukan pada ibu,
dengan demikian sesuai dengan teori bahwa preekampsia dapat terjadi secara tiba-
tiba tanpa penyebab yang jelas.
Dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemantauan
terhadap tanda-tanda preeklampsia berat sehingga persalinan lancar dan tidak menjadi
preeklampsia berat.
Hasil usaha yang diberikan pada Ny. M menunjukkan bahwa ANC yang
teratur merupakan tindakan yang tepat dan dilakukan oleh ibu sehingga kasus yang
tejadi dapat di antisipasi agar tidak terjadi keterlambatan penemuan kasus. Dan dapat
dilakuakn secara intensif.
DAFTAR PUSTAKA

M.DIANE,FRASER MARGARET.A,COOPER.2009.BUKU SAKU PRAKTIK


KLINIK KEBIDANAN,JAKARTA : EGC MEDIKAL PUBLISHER

Chapman,Vicky .2006. ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN KELAHIRAN,


Jakarta : EGC.

http://eprints.ums.ac.id/30772/9/NASKAHPUBLIKASI.pdf / RATIH SARALANGI


J200 110 039/ ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.P KEHAMILAN DENGAN
PEB(PREEKLAMSIA BERAT)DIRUANG MAWAR I RUMAH SAKIT
Dr.MOEWARD/HASILPENILITIAN

Anda mungkin juga menyukai