Senyawa organik merupakan senyawa yang terdiri dari karbon dan hidrogen.
Senyawa organik dapat mengandung unsur-unsur lain seperti nitrogen, oksigen,
fosfor, halogen dan belerang. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat bahwa senyawa organik berperan penting dalam kehidupan kita. Contohnya kandungan dalam glukosa (C6H12O6), bensin (C8H18), cuka (CH3COOH) terbentuk dari unsur- unsur senyawa organik. Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan. Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Melarut tidaknya suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarut-pelarut. Kelarutan suatu zat terlarut didalam pelarut tergantung pada tingkat kepolaran pelarut dan zat terlarut atau komponen polar akan larut dalam pelarut polar serta komponen non polar akan larut dalam pelarut non polar (Anam, 2010). Pelarut yang baik adalah pelarut yang tidak merusak solut atau residu, harganya relatif murah, memiliki titik didih rendah, murni, dan tidak berbahaya. Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar seperti (seperti garam meja dan gula/sukrosa) larut dalam pelarut bersifat polar (seperti air), dan tidak larut dalam pelarut nonpolar (seperti n-heksana) sedangkan zat nonpolar (seperti minyak dan lilin) larut dalam pelarut nonpolar, dan tidak larut dalam pelarut polar (Ariyani,dkk, 2008). Perbandingan antara massa pelarut, dan massa padatan yang akan diekstrak juga harus tertentu untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang terbaik. Dalam bidang farmasi, kelarutan memiliki peran penting dalam menentukan bentuk sediaan dan untuk menentukan konsentrasi yang dicapai pada sirkulasi sistemik untuk menghasilkan respon farmakologi. Obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air sering membutuhkan dosis yang tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik setelah pemberian oral. Umumnya obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah memiliki kelarutan terhadap air yang buruk. Umumnya obat dengan kelarutan rendah, memiliki permeabilitas yang baik sehingga sering digolongkan dalam kelas II menurut Biopharmaceutics Classification System (BCS). Efek negatif dari obat yang memiliki kelarutan rendah yaitu penyerapan buruk, efektivitas obat akan berkurang, dan dosis yang dibutuhkan akan lebih tinggi.