TENTANG
PENINGKATAN KASUS DIFTERI
Akhir-akhir ini ada kecenderungan munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri
di beberapa negara berkembang, termasuk di Indonesia. KLB Difteri adalah
ditemukannya minimal satu kasus Difteri klinis di suatu wilayah kabupaten/ kota.
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diptheriae yang menyerang faring, laring atau tonsil. Difteri
menimbulkan gejala dan tanda berupa demam + 38º C, munculnya
pseudomembran di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan dan tak
mudah lepas serta mudah berdarah, sakit waktu menelan, serta leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck,) akibat pembengkakan kelenjar getah
bening di leher. Selain itu terjadi pula sesak nafas disertai suara mendengkur
(stridor).
1
Munculnya KLB Difteri dapat terkait dengan adanya immunity gap, yaitu
kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu
daerah. Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok
yang rentan terhadap Difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau
tidak lengkap imunisasinya. Akhir-akhir ini, di beberapa daerah di Indonesia,
muncul penolakan terhadap imunisasi. Penolakan ini merupakan salah satu
faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi
dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan keberhasilan
pencegahan berbagai penyakit menular, termasuk Difteri.
Munculnya KLB Difteri juga dapat terjadi karena berkurangnya populasi bakteri
Difteri di lingkungan. Adanya bakteri Difteri di lingkungan bermanfaat untuk
memberikan booster kekebalan secara alamiah. Akan tetapi, booster kekebalan
alamiah dapat terjadi pada seseorang jika orang tersebut pernah mendapat
imunisasi dasar sebelumnya. WHO menganjurkan agar dilakukan imunisasi
ulang dengan vaksin Td setiap 10 tahun. Pemerintah sedang mempersiapkan
pemberian imunisasi ulang ini untuk mencegah munculnya KLB Difteri di masa
mendatang.
Ada 3 jenis kasus Difteri, yaitu kasus konfirmasi Difteri, kasus carrier Difteri, dan
kasus kontak Difteri :
Kasus konfirmasi Difteri adalah orang dengan gejala klinis Difteri dan hasil
laboratorium apus tenggoroknya menunjukkan hasil positif
Corynebacterium diphtheriae.
Kasus carrier Difteri adalah kontak kasus yang tidak menunjukkan gejala
Difteri, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif untuk
Corynebacterium diphtheriae. Carrier kronis dapat menularkan penyakit
sampai 6 bulan. Kasus carrier harus mendapat pengobatan antibiotika
sampai hasil laboratoriumnya menunjukkan negatif.
Kasus kontak Difteri adalah orang serumah dengan kasus Difteri;
tetangga; teman bermain; teman sekolah – termasuk guru; teman kerja
yang kontak erat dan kemungkinan terpapar percikan ludah kasus Difteri.
Kasus kontak harus diberikan antibiotika untuk mencegah Difteri dan
dilakukan pengamatan selama 7 hari.
Difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan terutama anak,
Akan tetapi dapat juga menyerang orang dewasa yang belum pernah mendapat
imunisasi Difteri atau telah mendapat imunisasi Difteri tetapi tidak lengkap.
Masa inkubasi Difteri adalah 2 – 5 hari dengan masa penularan beragam. Dapat
selama 2 minggu, kurang dari 2 minggu, atau lebih dari 4 minggu. Penularan
terjadi melalui droplet infection (percikan ludah) dari kasus Difteri atau carrier.
Terapi antibiotik yang efektif dapat mengurangi penularan.
2
Difteri merupakan penyakit serius dengan angka kematian rata-rata 5 – 10 %
pada anak usia kurang 5 tahun. Artinya dari setiap 100 anak yang sakit
Difteri,sekitar 5 sampai 10 orang di antaranya dapat meninggal dunia. Pada
orang dewasa di atas 40 tahun, angka kematian mencapai 20 %.
3
Memberikan obat profilaksis pada kasus kontak Difteri dan kasus carrier
Difteri. Obat harus diminum sampai habis. Untuk memastikan obat diminum
sampai habis, perlu menunjuk pemantau minum obat yang berasal dari tokoh
masyarakat.
Meningkatkan cakupan imunisasi, termasuk imunisasi Difteri, secara merata
di seluruh wilayah kerja Dinas Kabupaten/ Kota dengan target >90%.
Memantau secara berkala kualitas vaksin dan rantai dingin sesuai dengan
Standard Operating Procedure Program imunisasi;
Melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat tentang penyakit Difteri
dan cara pencegahannya, serta mengenai pentingnya imunisasi agar
masyarakat paham dan tidak menolak imunisasi.