Anda di halaman 1dari 7

JIUBJ

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi


Volume 19, Nomor 1, Februari 2019, (Halaman 35-41)
DOI 10.33087/jiubj.v19i1.541
ISSN 1411-8939 (Online) | ISSN 2549-4236 (Print)

Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Pendidikan


Pranikah di Kabupaten Banyuwangi
Harjianto, Roudhotul Jannah
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas PGRI Banyuwangi
Jalan Ikan Tongkol 22 Banyuwangi, 68416
E-mail: hr.bwin@gmail.com, roudhotuljannah1910@yahoo.com

ABSTRACT
Divorcement rate in Banyuwangi district is the second rank in East Java province below Surabaya and third rank
in national scale below Indramayu and Surabaya. In 2014, there are 7.106 cases that involve 6.798 couples. This
research is aimed to identify the factors that cause divorce high rate in Banyuwangi district. This research uses a
qualitative approach with a case study design that using a phenomenological perspective. Purposive sampling
method was used and the samples in this research were 40 widows and widowers from 4 sub-districts in
Banyuwangi with the highest divorce cases. Data was analyzed with qualitative descriptive analysis.The results
shows that divorce was be caused by internal and external factors. Internal factors, namely economy (37,5
percent), responsibility (15 percent), and harmony (17,5 percent). Whereas external factors are infidelity (30
percent). The result of this study will be a recommendation in formulating a prenuptial education learning model
based on family and school approaches in Banyuwangi district.

Keywords:
divorce; caused factor; education prenuptial

PENDAHULUAN Kementerian Agama mendapatkan


Angka perceraian di kabupaten temuan meningkatnya angka perceraian dalam
Banyuwangi menempati peringkat kedua tingkat kurun waktu lima tahun terakhir. Temuan itu
Jawa Timur setelah Surabaya dan ketiga didapatkan dari hasil penelitian mengenai tren
nasional setelah kabupaten Indramayu dan gugatcerai masyarakat muslim di Indonesia yang
Surabaya. Selama tahun 2014 terdapat 7.106 dijalankan Pusat Penelitian dan Pengembangan
pasangan yang mendaftarkan perceraian. Angka Kehidupan Keagamaan Kemenag. Dari dua juta
tersebut lebih tinggi dibandingkan pada tahun pasangan menikah, sebanyak 15 hingga 20%
sebelumnya yaitu 6.930 pasangan, sedangkan bercerai. Sementara, jumlah kasus perceraian
yang sudah menerima putus cerai sebanyak yang diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh
6.798 pasangan. Sementara itu, yang Indonesia pada 2014 mencapai 382.231, naik
mengajukan cerai terbanyak adalah perempuan sekitar kasus 131.023 dibandingkan tahun 2010
dengan jumlah cerai gugat sebanyak 4.576 sebanyak 251.208 kasus. Sementara dalam
orang dan cerai talak yang diajukan laki-laki persentase berdasarkan data Badan Peradilan
hanya 2.530 orang. Selain angka perceraian Agama Mahkamah Agung, dalam lima tahun
yang cukup tinggi, jumlah dispensasi pernikahan terakhir terjadi kasus cerai gugat mencapai 59-
di bawah umur juga meningkat (Kompas 2015). 80%. Angka itu didominasi kasus cerai gugat di
Perceraian merupakan salah satu bentuk beberapa daerah seperti Aceh, Padang, Cilegon,
masalah sosial yang ada di masyarakat yang Indramayu, Pekalongan, Banyuwangi, dan
dipandang tidak sejalan dengan tujuan Ambon (Balitbang Diklat Kemenag 2015).
perkawinan. Perceraian bukan hal yang Save M. Dagun (Sari M.N, Yusri, &
direncanakan, karena perceraian itu dapat Sukmawati I, 2015) menyatakan bahwa banyak
terjadi pada siapapun. Banyak faktor penyebab faktor yang menyebabkan terjadinya kasus
perceraian, di antaranya karena faktor ekonomi, pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan
tanggung jawab, gangguan dari pihak ketiga, perceraian. Faktor-faktor ini antara lain: 1)
dan keharmonisan. persoalan ekonomi; 2) perbedaan usia; 3)
Perceraian adalah putusnya hubungan keinginan memperoleh anak; 4) persoalan
antara suami istri, yang disebabkan prinsip hidup yang berbeda, serta faktor lainnya
ketidakcocokan satu sama lain. Putusnya yaitu berupa perbedaan penekanan dan cara
perkawinan oleh suami atau istri atau atas mendidik anak dan pengaruh dukungan sosial
kesepakatan kedua-duanya apabila hubungan dari pihak luar.
mereka tidak lagi memungkinkan tercapainya Penelitian yang mengkaji perceraian di
tujuan perkawinan. Oleh karena itu, perceraian Indonesia telah banyak dilakukan yaitu dengan
dapat dilakukan dengan alasan yang kuat mengkaji faktor penyebab perceraian. Hasil
dengan hukum perkawinan yang berlaku di penelitian di desa Karangbendo, kecamatan
Indonesia dituangkan di dalam Undang-Undang Rogojampi, kabupaten Banyuwangi bahwa
Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah aspek yang mempengaruhi tingginya angka
Nomor 9 Tahun 1975. cerai gugat adalah adanya campur tangan orang
35
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

tua, suami selingkuh, tidak terpenuhinya diharapkan mampu memberi dampak signifikan
kebutuhan ekonomi, dan kekerasan dalam terhadap kehidupan rumah tangga yang akan
rumah tangga. Faktor cerai gugat tersebut di dijalani nanti.
latar belakangi terjadinya perubahan sosial Secara umum pendidikan pra nikah
dalam masyarakat, sehingga dapat dilihat berperan sebagai sarana penyampaian
adanya pergeseran pola pikir masyarakat informasi dasar yang perlu dipahami sebelum
khususnya istri dalam memahami perceraian, keputusan untuk menikah diambil oleh calon
yaitu kaum isteri saat ini sudah berfikir kritis pasangan suami istri, seperti kesiapan lahir dan
dalam menuntut hak yang terabaikan karena batin, tujuan yang hendak dicapai, rancangan
tidak ada tanggung jawab dari suami (Dias & rumah tangga dan sebagainya; sarana
Budhy 2013). penyampaian informasi tentang kehidupan
Hasil penelitian di Kelurahan Long Ikis, rumah tangga, seperti cara menghadapi konflik,
Kabupaten Paser bahwa faktor-faktor penyebab cara mendidik anak, pemahaman tentang tugas
perceraian adalah pertama karena faktor dan tanggung jawab dalam keluarga, dan
pendidikan, di mana perbedaan pendidikan yang sebagainya; sarana menyampaikan aturan-
terlampau jauh dapat menimbulkan masalah aturan hukum, khususnya berkaitan dengan
dalam rumah tangga misalnya saja masalah kehidupan keluarga. Penelitian ini bertujuan
komunikasi, ada rasa tidak percaya diri dan ada untuk mendeskripsikan faktor penyebab
juga yang merasa direndahkan oleh perceraian sebagai dasar konsep pendidikan
pasangannya, kedua karena faktor usia yang pranikah di Kabupaten Banyuwangi
perbedaannya terlalu jauh antar suami istri atau
lebih mudanya usia suami dibandingkan usia METODE PENELITIAN
istri, yang ketiga karena faktor ekonomi yang Penelitian ini menggunakan pendekatan
kurang layak sehingga menyebabkan kualitatif dengan rancangan studi kasus yaitu
penghasilan yang tidak dapat memenuhi memakai perspektif fenomenologis. Pemilihan
kebutuhan keluarga, dan keempat karena faktor subjek menggunakan purposive sampling,
KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) juga subjek dalam penelitian ini berjumlah 40 orang
adalah penyebab perceraian dalam rumah yang terdiri dari 20 orang janda dan 20 orang
tangga terutama yang paling banyak menjadi duda yang mengalami perceraian yang berada
korban adalah dari pihak wanita (Bainah 2013). di empat kecamatan di kabupaten Banyuwangi
Hasil penelitian lain yaitu tentang faktor dengan angka kasus perceraian tertinggi, yaitu
penyebab tingginya tingkat gugat cerai di di kecamatan Tegaldlimo, Tegalsari, Cluring,
kecamatan Payung Sekaki kota Pekanbaru. dan Banyuwangi. Metode yang digunakan dalam
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan analisis data yaitu analisis deskriptif,dengan
bahwa faktor penyebab tingginya tingkat gugat menggali informasi dari janda dan duda,
cerai di kecamatan payung sekaki kota kota sehingga ditemukan faktor penyebab perceraian.
pekanbaru adalah (1) kekerasan rumah tangga Teknik pengumpulan data meliputi: (1)
sebanyak 16 kasus (44,44%), (2) wawancara mendalam; (2) observasi partisipan;
perselingkuhan sebanyak 9 kasus (25%), (3) dan (3) studi dokumentasi. Data yang terkumpul
ekonomi sebanyak 7 kasus (14,44%), dan (4) dari ketiga teknik tersebut dianalisis secara
adanya campur tangan pihak ketiga(orang tua) deskriptif kualitatif dengan pendekatan
sebanyak 4 kasus (11,12%) (Halimah 2015). fenomenologis. Selanjutnya data yang telah
Fenomena yang terjadi dalam kehidupan berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis
di masyarakat banyak yang belum memiliki dengan menggunakan tahapan-tahapan,
kematangan pikiran dalam menuju ke jenjang sebagai berikut: (1) Intuiting. Peneliti menggali
pernikahan, baik dari segi faktor usia, fenomena yang ingin diketahui dari partisipan
komunikasi maupun kemampuan finansial, mengenai faktor penyebab perceraian di
sehingga tidak jarang permasalahan kerap kabupaten banyuwangi; (2) Analyzing, pada
timbul dalam rumah tangga dan berujung pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti dari
perceraian. Upaya menurunkan kasus fenomena yang telah digali dan mengeksplorasi
perceraian dapat dilakukan dengan melakukan hubungan serta keterkaitan antara data dengan
penyuluhan ketahanan keluarga kepada kaum fenomena yang ada, data yang penting
laki-laki secara berkesinambungan. dianalisis secara saksama. Dengan demikian
Pengetahuan sejak dini tentang kehidupan peneliti mendapatkan data yang diperlukan
berumah tangga menjadi penting agar nantinya untuk memastikan suatu kemurnian dan
dapat meminimalisasi angka perceraian (Puspita gambaran yang akurat; dan (3)
D.R, Dharma P, & Idanati R 2016) Phenomenological describing. Peneliti
Agar harapan pernikahan dapat terwujud mengkomunikasikan dan memberikan gambaran
dengan baik, maka diperlukan pendidikan tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada
pranikah baik dilingkungan keluarga maupun pengklasifikasian dan pengelompokan
ditingkat sekolah. Program pendidikan pra nikah fenomena.

36
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan Tabel 3 menunjukan subjek yang


secara sengaja (purposive method), yaitu di berumur 31 sampai dengan 40 sebanyak (35
Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Tegalsari, persen), 41 sampai dengan 50 (27,5 persen), 21
Kecamatan Cluring, dan Kecamatan sampai dengan 30 (22,5 persen), 51 sampai
Banyuwangi di Kabupaten Banyuwangi dengan dengan 60 (12,5 persen) dan subjek yang
pertimbangan di kecamatan ini tertinggi tingkat berumur diatas 60 tahun sebanyak (2,5 persen).
kasus perceraiannya, seperti tergambar (Tabel
1). Tabel 4. Penghasilan
Tabel 1. Angka perceraian 4 lokasi penelitian Penghasilan L P Jumlah %
(dalam ribuan)
No Kecamatan Angka kasus perceraian >600 2 11 13 32,5
600–1.200 10 7 17 42,5
1 Tegaldlimo 391 < 1.200 8 2 10 25
2 Tegalsari 152 Jumlah 20 20 40 100
3 Cluring 149 Sumber: olah data primer
4 Banyuwangi 149
Sumber: Banyuwangi dalam angka Tahun 2013
Tabel 4 menunjukan bahwa penghasilan
.
HASIL DAN PEMBAHASAN subjek yang kurang dari 600 ribu setiap bulan
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 40 orang sebanyak (32,5 persen), penghasilan subjek
yang terdiri dari 20 orang janda dan 20 orang duda kisaran 600 ribu sampai dengan 1.2 juta setiap
yang tersebar di empat kecamatan yang memiliki bulan sebanyak (42,5 persen), dan penghasilan
angka perceraian tertinggi di kabupaten Banyuwangi, subjek lebih dari 1.2 juta setiap bulan sebanyak
yaitu kecamatan Tegaldlimo, Tegalsari, Cluring, dan (25 persen).
Banyuwangi dengan latarbelakang umur, pendidikan, Hasil wawancara terhadap 40 subjek
dan penghasilan yang berbeda-beda. Seperti perceraian yang terdiri atas 20 janda dan 20
tergambar pada (Tabel 2), (Tabel 3) dan (Tabel 4). duda menunjukkan bahwa faktor penyebab
Tabel 2. Pendidikan
Jenjang pendidikan L P Jumlah % perceraian karena faktor internal maupun
SD/ MI 5 5 10 25 eksternal. Jawaban subjek mengenai sebab
SLTP/ MTs 2 5 7 17,5 perceraian tidaklah tunggal, sebagian subjek
SLTA 11 9 20 50 memberikan beberapa jawaban atas beberapa
S1 2 1 3 7.5
Jumlah 20 20 40 100
faktor penyebab perceraian yang mereka alami.
Sumber: olah data primer Hal ini logis sebab masalah sosial sering terkait
Tabel 2 menunjukan jenjang pendidikan antara satu dengan yang lainnya.
dari subjek bervariasi dan dapat diketahui George Levinger (Widayanti 2014)
mereka yang berpendidikan SLTA sebanyak (50 berpendapat bahwa pada umumnya perceraian
persen), SD/MI (25 persen), SLTP/MTs (17,5 itu terjadi karena faktor-faktor tertentu yang
persen) dan yang terakhir berpendidikan SI mendorong suami-istri untuk bercerai. Faktor-
sebanyak (7,5 persen). faktor dimaksud antara pasangan suami-istri
Tabel 3. Umur yang satu dengan yang lain saling berbeda.
Umur L P Jumlah % Dalam penelitian ini subjek memberikan
21 - 30 3 6 9 22,5 jawaban yang bervariasi dengan alasan yang
31 - 40 6 8 14 35
41 - 50 6 5 11 27,5 berbeda-beda yaitu faktor ekonomi, tanggung
51 - 60 4 1 5 12,5 jawab, pihak ketiga, dan keharmonisan. Hal ini
<60 1 - 1 2,5 wajar karena setiap problem yang terjadi dalam
Jumlah 20 20 40 100 keluarga berbeda-beda. Jawaban subjek dapat
Sumber: olah data primer
dilihat pada (Tabel 5).

Tabel 5. Rekapitulasi jawaban subjek


Faktor penyebab perceraian
No Kecamatan
Ekonomi Tanggung jawab Pihak ketiga Ketidak harmonisan
1 Tegaldlimo 4 1 2 3
2 Tegalsari 3 1 4 2
3 Cluring 5 0 5 0
4 Banyuwangi 3 4 1 2
Jumlah 15 6 12 7
Dalam persen 37.5 15 30 17.5
Sumber: olah data primer

Permasalahan yang timbul dalam fisik pasangan yang memungkinkan tidak dapat
keluarga dapat disebabkan dari dalam maupun lagi menjalankan fungsinya sebagai suami
luar keluarga itu sendiri, misalnya sikap dan maupun istri, atau sudah tidak merasa cocok lagi
perilaku suami atau istri yang tidak lagi sejalan dengan pasangannya yang semua itu akan
dengan tuntutan agama dan norma-norma mengakibatkan hilangnya rasa saling
masyarakat, atau karena keadaan biologis dan menghargai sebagai suami istri.
37
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

Emery (1999) mengemukakan bahwa berumah tangga sesuai dengan


perpisahan suami istri seringkali terjadi karena kemampuannya. Dalam pengaturan Undang-
tidak bisa menyelesaikan konflik intern yang Undang Perkawinan, tidak ditetapkan besarnya
fundamental. Konflik yang timbul sejalan dengan nafkah yang harus diberikan, hanya dikatakan
umur kebersamaan suami istri, baik masalah sesuai dengan kemampuan si suami.
yang datang dari dalam atau masalah dari luar Hal tersebut diperjelas dalam kitab
keluarga. Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) juga
Untuk melihat gambaran deskriptif ada pengaturan mengenai nafkah secara
terhadap faktor-faktor penyebab perceraian yang eksplisit, yaitu dalam Pasal 107 ayat (2)
terjadi berdasarkan hasil penelitian dapat KUHPer, yang mengatakan bahwa suami wajib
diuraikan sebagai berikut: untuk melindungi isterinya dan memberikan
kepada isterinya segala apa yang perlu dan
Faktor ekonomi patut sesuai dengan kedudukan dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan si suami.
alasan perceraian karena faktor ekonomi
sebesar (37.5 persen). Masalah ekonomi yang Faktor pihak ketiga
muncul yaitu pihak suami yang dianggap tidak Faktor pihak ketiga dimaksud adalah
mampu mencukupi kebutuhan rumah perselingkuhan. Selingkuh, secara etimologi
tangganya, karena penghasilannya pas-pasan diartikan sebagai perbuatan dan perilaku suka
sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan
keluarga. Pendapatan rata-rata Rp. 1.078.125 sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, dan
perbulan. Dengan kondisi ini sebagian dari curang (KBI 2008). Perselingkuhan akhir-akhir
mereka baik dari pihak suami maupun istri ini menjadi bahan perbincangan, sebab
memutuskan untuk berkerja keluar negeri perselingkuhan itu sendiri tidak hanya
menjadi TKI maupunTKW dengan harapan bisa didominasi oleh pria, tetapi juga wanita di segala
memperbaiki ekonomi keluarga, namun yang lapisan dan golongan, bahkan tidak memandang
terjadi sebaliknya bukan ekonomi yang mapan usia.
yang didapat malah sebagian di antara mereka Gifari (Muahajarah K, 2016) Menyatakan
tidak terjalin hubungan yang baik dalam bahwa faktor-faktor terjadinya perselingkuhan
keluarga dan berujung pada perceraian. antara lain: 1) peluang dan kesempatan; 2)
Lestari (2012) menyatakan bahwa konflik dengan istri; 3) seks tidak terpuaskan; 4)
persoalan ekonomi sering menjadi salah satu abnormalitas atau animalistis seks; 5) iman yang
pemicu utama perceraian. Faktor hampa; 6) karena hilangnya rasa malu.
keberlangsungan dan kebahagiaan sebuah Masalah perselingkuhan dalam Undang-
perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan Undang Perkawinan tidak disebutkan secara
finansialnya. Kebutuhan hidup akan dapat jelas, namun dampak dari perselingkuhan ini
tercukupi dengan baik bila pasangan suami isteri dapat menyebabkan suami isteri terus menerus
memiliki sumber finansial yang memadai. terjadi perselisihan dan pertengkaran terdapat
Pendapatan atau penghasilan merupakan suatu dalam pasal penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-
hal yang sangat penting dalam keluarga. Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan
Dengan pendapatan yang cukup dapat berujung pada perceraian.
memberikan kepuasan lahir dan batin sebagai Dari hasil penelitian diketahui bahwa
pemenuhan segala kebutuhan keluarga. faktor penyebab perceraian karena pihak ketiga,
Dalam kehidupan keluarga peran suami yaitu (30 persen) dari total keseluruhan subjek.
istri sangat penting apalagi dalam mengelola Secara umum faktor yang menyebabkan
keuangan. masyarakat mempunyai paradigma pasangan suami istri memiliki wanita idaman
bahwa nafkah suatu kewajiban suami terhadap dan pria idaman lain dalam rumah tangganya,
istrinya dalam bentuk materi. Hukum membayar antara lain disebabkan karena kondisi ekonomi
nafkah untuk istri, dalam bentuk perbelanjaan, yang kurang, dan rendahnya pemahaman
pakaian adalah wajib. Kewajiban ini bukan tentang hak dan kewajiban seorang suami istri.
disebabkan karena istri membutuhkannya bagi Hal ini membuat mereka tidak memahami tujuan
kehidupan rumah tangga, tetapi kewajiban ini dari suatu perkawinan. Mereka hanya
yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat memandang bahwa tujuan perkawinan semata-
kepada keadaan istri. mata untuk memenuhi kebutuhan biologis tanpa
Pengaturan nafkah dalam Undang- memperhatikan tujuan yang bersifat ibadah.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Menurut Surya (2009) perselingkuhan
Perkawinan (UU Perkawinan) dapat dilihat pada umumnya banyak sekali terjadi pada
dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang anggota keluarga yang kurang memiliki kualitas
Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan keagamaan yang mantap, lemahnya dasar cinta,
bahwa suami wajib melindungi isterinya dan sikap egois dari masing-masing, komunikasi
memberikan segala sesuatu keperluan hidup kurang lancar dan harmonis, emosi kurang

38
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

stabil, dan kurang mampu membuat Hal ini dialami oleh subjekyang ditinggal bekerja
penyesuaian diri. oleh suami dalam waktu yang lama dan belum
Dengan terjadinya perselingkuhan yang dikaruniai anak.
dilakukan baik oleh pihak suami atau istri, pihak Selanjutnya hasil penelitian menunjukan
yang dirugikan atau disakiti akibat ketidakharmonisan juga disebabkan oleh KDRT
perselingkuhan merasa marah, kecewa, sakit (kekerasan dalam rumah tangga) kepada
hati, mengalami gangguan fisik, gangguan subjek, berdasarkan penuturannya mereka
sosial, ataupun gangguan psikologis, serta sikap selalu mendapatkan perlakuan kasar dari
tidak saling percaya antara satu dengan yang suaminya, dan bahkan sering dipukuli hanya
lain sehingga dapat menimbulkan percekcokan, karena masalah sepele. Hal inilah yang
perselisihan, dan pertengkaran dalam rumah membuat subjek tidak kuat menanggung derita
tangganya secara terus menerus dan sulit untuk atas kekerasan oleh suaminya dan akhirnya
didamaikan. Jamil A & Fakhrudin (2015) memutuskan bercerai.Korban KDRT (kekerasan
mengatakan dampak terberat dari cerai gugat dalam rumah tangga) merasa kekerasan fisik
adalah penderitaan psikologis yang dialami istri yang dia terima mengakibatkan trauma dan
yaitu perasaan kecewa terhadap pernikahan. tekanan batin sehingga memilih untuk bercerai
Dalam keadaan demikian pihak yang merasa agar terlepas dari semua penderitaan yang
tersakiti mengajukan permohonan cerai talak dapat membahayakan hidupnya.
atau gugatan cerai kepada pengadilan. KDRT (kekerasan dalam rumah tangga),
sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1
Ketidakharmonisan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
Secara terminologi keharmonisan berasal Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
dari kata harmonis yang berarti serasi, selaras. (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
Titik berat dari keharmonisan adalah keadaan seseorang terutama perempuan, yang berakibat
selaras atau serasi, keharmonisan bertujuan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
untuk mencapai keselarasan dan keserasian, secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
dalam kehidupan rumah tangga perlu menjaga penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
kedua hal tersebut untuk mencapai untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
keharmonisan rumah tangga (KBI, 2008). perampasan kemerdekaan secara melawan
Menurut Fauzi (2006) ketidakharmonisan hukum dalam lingkup rumah tangga.
merupakan alasan yang kerap dikemukakan Implikasi dari kekerasan dalam
bagi pasangan yang hendak bercerai. perkawinan ternyata telah berdampak negative
Ketidakhrmonisan bisa disebabkan oleh kepada perempuan seperti dalam aspek
berbagai hal antara lain, ketidakcocokan psikologis membuat perempuan stress dan
pandangan, krisis akhlak, perbedaan pendapat nervous serta apatis , dalam aspek ekonomi
yang sulit disatukan dan lain-lain. membuat perempuan tergantung kepada suami
Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara mutlak bahkan kadangkala berhenti dari
penyebab perceraian yang dikarenakan pekerjaannya semula, dalam aspek sosial
ketidakharmonisan sebesar (17.5 persen) dari kemsyarakatan perempuan menjadi terisolasi
empat faktor penyebab perceraian dan hal karena terlalu memikirkan beban intern keluarga
tersebut dipicu karena komunikasi yang tidak (Huda M. 2018).
terjalin dengan baik dan adanya kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT). Faktor tanggung jawab
Faktor yang memunculkan ketidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa
harmonisan hubungan interpersonal dalam alasan perceraian karena faktor tanggung jawab
keluarga adalah adanya sikap tidak percaya sebesar (15 persen) Secara umum masalah
antara suami dan istri yang disebabkan oleh yang dialami subjek untuk memutuskan bercerai
kurangnya kejujuran dan sikap saling yaitu merasa hak-haknya sudah tidak terpenuhi
terbukadari masing-masing pasangan dalam lagi.Hal ini terjadi karena tidak ada tanggung
keluarga sehingga menimbulkan konflik jawab dari suami baik secara moral maupun
interpersonal dan berujung pada perceraian material. Secara moral mereka ditinggalkan
(Luthfi M. 2017) dalam waktu yang lama dan suami tidak
Hasil penelitian menunjukan komunikasi memberi kabar berita, sedangkan secara materiil
yang tidak terjalin dengan baik menjadi faktor subjek tidak diberikan biaya hidup sehari-hari
ketidakharmonian. Kurangnya komunikasi atau sebagaimana mestinya.
biasa disebut miskomunikasi dapat Tanggung jawab secara harfiah dapat
menyebabkan segala hal yang diinginkan sulit diartikan sebagai keadaan wajib menanggung
untuk tercapai. Padahal dalam keluarga ada segala sesuatunya jika terjadi apa-apa boleh
pastinya keinginan untuk hidup tentram dan dituntut, dipersalahkan, diperkarakan atau juga
sejahtera, namun jika tidak ada komunikasi yang berarti hak yang berfungsi menerima
baik maka semua itu akan sulit untuk dicapai. pembebanan sebagai akibat sikapnya oleh pihak

39
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

lain (KBI 2008). tentang penyelenggaraan pembangunan


Tanggung jawab bersifat kodrati, yang keluarga sejahtera yaitu fungsi keagamaan,
artinya tanggung jawab itu sudah menjadi sosialbudaya,cintakasih, melindungi, reproduksi,
bagian kehidupan manusia bahwa setiap sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan
manusia dan yang pasti masing-masing orang fungsi pembinaan lingkungan
akan memikul suatu tanggungjawabnya sendiri- Sekolah merupakan tempat kedua setelah
sendiri. Apabila seseorang tidak mau keluarga dalam meberikan pengajaran siswa di
bertanggung jawab, maka tentu ada pihak lain bawah pengawasan pendidik atau guru. Sekolah
yang memaksa untuk tindakan tanggung jawab memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
tersebut karena tanggung jawab merupakan perkembangan peserta didik dan peningkatan
sebuah kewajiban yang seharusnya mutu pendidikan di sekolah dengan
dilaksanakan (Purwaningsih 2015). mendayagunakan komponen-komponen sekolah
Tujuan perkawinan dapat tercapai apabila secara maksimal dalam kehidupan
suami istri mengerti tentang hak dan bermasyarakat yang bersifat nyata di sekitarnya.
kewajibannya serta dapat memahami Dari hasil penelitian disusun konsep
kedudukannya dalam perkawinan. Dalam materi pendidikan pranikah berbasis pendekatan
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun keluarga dan sekolah.. Adapun konsep materi
1974 Pasal 30 dijelaskan suami istri memikul pendidikan pranikah, yaitu 1) Perencanaan
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah finansial sebelum dan sesudah menikah; 2) Hak
tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan dan kewajiban dalam berumah tangga; 3)
masyarakat. Hubungan antara suami dengan istri, dengan
Kehidupan rumah tangga, mengharuskan anak dan keluarga; 4) Kekerasan dalam rumah
masing-masing pihak, baik suami maupun istri, tangga (KDRT); 4) Gangguan pihak ketiga (WIL/
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang PIL); dan 5) Keharmonisan dalam rumah tangga
harus dilaksanakan.Kewajiban suami dalam
perkawinan adalah memelihara istri dan SIMPULAN
menyediakan kebutuhan hidup yang layak bagi Faktor penyebab perceraian di kabupaten
istri dan anaknya. Sebaliknya seorang istri juga Banyuwangi disebabkan oleh faktor internal
mempunyai kewajiban untuk menjaga atau maupun eksternal. faktor internal yaitu ekonomi
mengatur rumah tangga, sehingga apapun yang (37.5 persen), tanggung jawab (15 persen), dan
menimpa keluarganya merupakan masalah yang keharmonisan (17.5 persen). Sedangkan faktor
harus ditanggung dan diselesaikan bersama eksternal yaitu perselingkuhan (30 persen).
dalam sebuah keluarga.Semua masalah yang Rekomendasi hasil penelitian, disusun
timbul menjadi tanggung jawab suami dan istri. konsep pendidikan pranikah berbasis
pendekatan keluarga dan sekolah. Hasil
Konsep pendidikan pranikah penelitian dapat ditindaklanjuti sebagai modal
Konsep pernikahan dibutuhkan untuk informasi dasar dalam penyusunan model
membangun pemahaman awal masyarakat pembelajaran pendidikan pranikah di Kabupaten
terhadap pernikahan. Dalam rangka Banyuwangi
mewujudkan rumah tangga sejahtera bahagia
memerlukan pendidikan, bimbingan dan nasihat, DAFTAR PUSTAKA
baik sebelum melangsungkan pernikahan Badan Litbang dan Diklat (2017)
maupun setelah berumah tangga. Apabila hal https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posti
tersebut diajarkan kepada remaja yang sedang ng/read/495-Tren-Cerai-Gugat-
menjalani proses pendekatan dengan Masyarakat-Muslim-di-Indonesia
pasangannya, diharapkan memperoleh [Accessed 4 April 2017].
pelajaran berharga ketika menjalani kehidupan Bainah, N. (2013). Faktor-faktor penyebab
rumah tangga yang sebenarnya. perceraian di Kelurahan Long Ikis,
Pencegahan dan penanggulangan Kabupaten Paser. eJournal Sosiatri-
masalah perceraian tidak dapat hanya Sosiologi 1 (1):74-83.
diserahkan kepada aparat pemerintah saja Dias, YEP & Budhy, S. (2013). Aspek-aspek
karena masalah tersebut bersifat multidimen- Penyebab Perceraian Gugat di Desa
sional; sosial, kultural dan moral. Untuk Karangbendo Kecamatan Rogojampi
mengatasinya haruslah melibatkan semua Kabupaten Banyuwangi. Skripsi, Jurusan
unsur, potensi dan pranata sosial dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu
komuniti lokal (Fachrina & Putra R.E 2013) Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Pendekatan keluarga adalah salah satu Jember.
cara untuk memberikan informasi sedini Emery, ER. (1999). Marriage, Divorce, and
mungkin kepada anak tentang pernikahan. Children Adjustment. 2nd Edition . New
Karena fungsi utama keluarga menurut York: Prentice Hall International.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994

40
Identifikasi Faktor Penyebab Perceraian Sebagai Dasar Konsep Harjianto, Roudhotul Jannah
Pendidikan Pranikah di Kabupaten Banyuwangi

Fachrina & Putra RE. (2013). Upaya Widayanti, A. (2014). Faktor-faktor penyebab
pencegahan perceraian berbasis keluarga perceraian Keluarga Tenaga Kerja Wanita
luas dan institusi lokal dalam masyarakat (TKW) di Desa Citembong, Kecamatan
Minangkabau di Sumatra Utara. Jurnal Bantarsari, Kabupaten Cilacap. Skripsi,
Antropologi Indonesia 34 (2):101-111. Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas
Fauzi, DA. (2006). Perceraian Siapa Takut. Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Jakarta: Restu Agung. Yogyakarta
Halimah, (2015). Faktor-faktor penyebab
tingginya tingkat gugat cerai di Kecamatan
Payung Sekakikota Pekanbaru. Jom
FISIP 2 (2):1-15.
Huda, M. (2018). Dampak kekerasan dalam
rumah tangga terhadap perempuan di
kabupaten Ponorogo. Journal Lentera
Unesa 1 (2): 93-106
Jamil, A & Fakhruddin, (2015). Isu dan realitas
dibalik tingginya cerai gugat di Indramayu.
Jurnal Multikultural & Multi Religius
Harmoni 14 (2): 138-159.
KBI (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Pusat Bahasa: Jakarta.
Kompas, (2015)
https://regional.kompas.com/read/2015/01
/22/15461501/Banyuwangi.Masuk.Peringk
at.Ketiga.Nasional.Angka.Perceraian
[Accessed 4 April 2017].
Luthfi, M. (2017). Komunikasi interpersonal
suami dan istri dalam mencegah
perceraian di Ponorogo. Ejournal Ettisal
Unida Gontor 2 (1): 51-63
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga.Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Muahajarah, K. (2016) Perselingkuhan suami
terhadap istri dan penanganannya. Jurnal
SAWWA UIN Walisongo12 (1):1-18.
Puspita, DR. Dharma P, & Idanati R (2016).
Model optimalisasi peran Ketua Rukun
tetangga dalam mencegah perceraian.
Masyarakat, Kebudayaan & Politik 29
(4):181-190.
Purwaningsih, (2015). Faktor-faktor yang
mempengaruhi gugat cerai dipengadilan
agama Kota Bogor. Jurnal Yustisi 1 (1):
11-16.
Pengadilan Agama Banyuwangi, (2017)
[Accessed 4 April 2017].
http://pa.banyuwangi.go.id.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Perkawinan.
Sari MN, Yusri, & Sukmawati I. (2015). Faktor
penyebab perceraian dan implikasinya
dalam pelayanan bimbingan konseling.
Jurnal IKP UNP 3 (1):16-21.
Surur, AT. (2016). Perceraian dini (Sudi
terhadap putusan Pengadilan Agama
Pekalongan). Jurnal Hukum Islam 14
(1):111-133.
Surya, M. (2009). Bina Keluarga. Bandung:
Graha Ilmu.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.

41

Anda mungkin juga menyukai