Nim : P1908006
Minggu ke-1
A. KASUS
By.N usia 4 bulan dengan BB 3.500 gram dibawa orangtuanya ke igd dengan keluhan
keluar PASI dari hidung setelah ibunya berikan minum melalui NGT. Bayi terlihat sesak
nafas, dan hasil pemerikasaan didapatkan RR : 30 x/menit terdapat penggunaan otot
bantu nafas, terdapat pernafasan cuping hidung, bayi menangis dan gelisah, Nadi : 170
x/menit, T : 36 ºC, Spo2:80%. Dilakukan tindakan suction dan pemberian oksigen nasal
kanul 1 L/menit. Setelah kondisinya cukup stabil, bayi di pindahkan ke ruang melati.
Bayi terpasang NGT dan keluar cairan kuning ± 3 cc. bayi mendapatkan terapi nebulizer
2 x/hari dengan ventolin 0,4 cc + Nacl 0,9% 1,6 cc dan bayi terlihat lemas Spo2 98 % RR
: 33 x/menit terdapat retraksi dinding dada.
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa pola nafas tidak efektif ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama
karena adanya perubahan pola nafas bayi berupa bradipnea dengan RR: 30 x/menit,
terdapat penggunaan otot bantu nafas , dan terdapat pernafasan cuping hidung.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, pola nafas tidak efektif merupakan kondisi dimana Inspirasi dan
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
3. Batasan Karakteristik
Berdasarkan SDKI 2016, batasan karakteristik untuk menentukan masalah pola nafas
tidak efektif adalah sebagai berikut :
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Objektif :
- Dyspnea - penggunaan otot bantu pernafasan
- fase ekspirasi memanjang
- pola nafas abnormal (misalnya
takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul)
A. KASUS
An. S usia 2 tahun di rawat di ruang melati. Keluhan utama masuk rumah sakit karena
BAB cair ± 5 x/hari sejak kemarin. Hasil pengkajian diperoleh data suhu : 38ºC,
frekuensi nadi : 130 x/menit teraba lemah, frekuensi nafas 29 x/menit, TD 80/60 mmHg,
bibir anak tampak kering, mata cekung, turgor kulit tidak kembali dalam 3 detik, anak
terlihat lemas, ibu mengatakan anaknya mengeluh haus.
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa hipovolemia ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama karena pasien
mengalami diare lebih dari 3 x/hari, suhu tubuh meningkat 38ºC, frekuensi nadi
meningkat menjadi 150 x/menit, tekanan darah 80/60 mmHg, bibir kering, mata
cekung, turgor kulit tidak elastis dan anak terlihat lemas.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, Hipovolemia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan
volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intravaskuler .
3. Batasan Karakteristik
Berdasarkan SDKI 2016, batasan karakteristik untuk menentukan masalah
hipovolemia adalah sebagai berikut :
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif : Objektif :
- (tidak tersedia) - frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemas
- Tekanan darah menurun
- Tekanan nadi menyempit
- Turgor kulit menurun
- Membrane mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hematocrit meningkat
A. KASUS
An. M usia 12 tahun datang ke ruang rawat inap melati dengan keluhan terdapat benjolan
pada bagian leher sebelah kanan dan kiri serta pada bagian belakang. Besar benjolan ± 4
cm diagnose medis susp Ca Nasofaring. pemeriksaan fisik tekanan darah : 100/60 mmHg,
Nadi : 105 x/menit, pernafasan : 24 x/menit, suhu : 37.0ºC. pasien mengeluhkan susah
menelan, makan sering tidak habis karena nyeri saat mengunyah, sering tersedak, serta
makanan tertinggal di rongga mulut
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa gangguan menelan ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama karena
adanya keluhan susah menelan, makanan sering tidak habis karena nyeri saat
mengunyah, sering tersedak, serta makanan tertinggal di rongga mulut.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, Gangguan menelan merupakan kondisi dimana fungsi menelan
abnormal akibat defisit struktur atau fungsi oral, faring atau esophagus.
3. Batasan Karakteristik
Berdasarkan SDKI 2016, batasan karakteristik untuk menentukan masalah Gangguan
menelan adalah sebagai berikut :
Faring Faring
- Menolak makan - Muntah
- Posisi kepala kurang elevasi
- Menelan berulang-ulang
Esophagus Esophagus
- Mengeluh bangun dimalam hari - Hematemesis
- Nyeri epigastrik - Gelisah
- Regurgitasi
- Odinofagia
- Bruksisme
A. KASUS
An. A usia 1 tahun 4 bulan dengan diagnosa medis hisprung disease post leaving
colostomy. Keluhan saat ini BAB tidak dapat di kontrol keluar melalui colostomy, ganti
plastik colostomy ± 4-5 kali per hari, feses keluar sedikit-sedikit dan sering, tidak mampu
menunda BAB, bau feses, colostomy tampak merah. Pemeriksaan didapatkan hasil nadi
115 x/menit, pernafasan 25x/menit, suhu 36,5ºC.
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa Inkontinensia Fekal ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama karena
pasien mengalami keluhan BAB tidak dapat di kontrol keluar melalui colostomy,
ganti plastik colostomy ± 4-5 kali per hari, feses keluar sedikit-sedikit dan sering,
tidak dapat menunda BAB, bau feses, colostomy tampak merah.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, Inkontinensia Fekal merupakan kondisi perubahan kebiasaan
buang air besar dari pola normal yang ditandai dengan pengeluaran feses secara
involunter (tidak disadari)
3. Batasan Karakteristik
Berdasarkan SDKI 2016, batasan karakteristik untuk menentukan masalah
Inkontinensia Fekal adalah sebagai berikut :
A. KASUS
By. A usia 4 bulan di rawat di ruang melati karena mengalami sesak nafas akibat tersedak
PASI saat ibunya berikan melalui NGT pada pagi hari, pernafasan bayi 50 x/menit, anak
terlihat malas menetek, terlihat lemas, reflek menelan lemah, terlihat pada mulut bayi
hipersaliva, anak tidak dapat batuk, terdengar ronchi pada lapang paru kanan dan kiri
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa resiko aspirasi ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama karena
pasien mengalami keluhan anak malas menetek, terlihat lemas, reflek menelan lemah,
bayi hipersaliva, anak tidak dapat batuk, terdengar ronchi pada lapang paru kanan dan
kiri.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, resiko aspirasi adalah suatu kondisi beresiko mengalami
masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair atau padat ke dalam
saluran trakeobronkial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran nafas.
3. Faktor Risiko
Berdasarkan SDKI 2016, faktor risiko untuk menentukan masalah resiko aspirasi
adalah sebagai berikut :
Faktor risiko
- Penurunan tingkat kesadaran
- Penurunan reflek muntah dan/ batuk
- Gangguan menelan
- Disfagia
- Kerusakan mobilitas fisik
- Peningkatan residu lambung
- Peningkatan tekanan intragastrik
- Penurunan mortilitas gastrointestinal
- Sfingter esophagus bawah inkompeten
- Perlambatan pengosongan lambung
- Terpasang selang nasogastric
- Terpasang trakeostomi atau endotrakeal tube
- Trauma/ pembedahan leher, mulut dan / wajah
- Efek agen farmakologis
- Ketidakmatangan koordinasi, menghisap, menelan dan bernafas
Berdasarkan kasus By.A faktor resiko untuk menentukan masalah resiko aspirasi
sesuai dengan SDKI adalah :
a. Penurunan reflek muntah dan/ batuk
b. Gangguan menelan
c. Terpasang selang nasogastric
A. KASUS
By. Ny. M usia 1 bulan di rawat di ruang melati akibat adanya kebocoran pada
jantungnya. Ibu mengatakan bayinya saat ini tidak mau menetek, terlihat lemas, akral
teraba dingin, anak diletakkan di bawah pendingin ruangan, T : 34ºC, kulit teraba kering
bayi terlihat menggigil, ujung-ujung kuku bayi membiru, Nadi 115 x/ menit.
C. ANALISIS
1. Alasan Penetapan Diagnosa
Diagnosa hipotermia ditetapkan sebagai masalah keperawatan utama karena pasien
mengalami keluhan bayinya tidak mau menetek, terlihat lemas, akral teraba dingin,
anak diletakkan di bawah pendingin ruangan, T : 34ºC dan kulit teraba kering, bayi
terlihat menggigil, ujung-ujung kuku tangan bayi membiru, Nadi 115 x/ menit.
2. Definisi Diagnosa
Menurut SDKI 2016, hipotermia merupakan kondisi suhu tubuh berada di bawah
rentan normal tubuh.
3. Batasan Karakteristik
Berdasarkan SDKI 2016, batasan karakteristik untuk menentukan masalah hipotermia
adalah sebagai berikut :