Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH

PENGANTAR PERPAJAKAN

Pertemuan.3

1. Tinjauan Pajak dari berbagai aspek


a. Aspek Ekonomi 
Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat

b. Aspek Hukum 
Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan untuk
mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD 1945, dan untuk
teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah perpajakan terdapat UU
Perpajakan. 

c. Aspek Keuangan 
Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang menjadikan pajak
sebagai primadona penerimaan negara. 

d. Aspek Sosiologi 
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga
digunakan untuk membiayai pembangunan, bearti pembangunan ini dibiayai oleh
masyarakat

2. Teori - teori yang mendukung pemungutan Pajak


a. Teori Asuransi Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan seperti
pembayaran premi karena mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas melindungi
orang dan/atau warganya dengan segala kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan
jiwa serta harta bendanya. Akan tetapi, teori ini sudah banyak ditentang oleh beberapa
para pakar. Alasan para pakar menentang teori ini adalah: (a) jika ada timbul kerugian
tidak ada pergantian secara langsung dari negara, (2) antara pembayaran jumlah pajak
dan jasa yang diberikan oleh negara tidak terdapat hubungan langsung.
b. Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada negara didasarkan pada
“kepentingan” atau “perlindungan” masing-masing orang. Oleh karena itu, semakin besar
“kepentingan” seseorang terhadap negara, maka semakin besar pula pajak yang harus
dibayar

c. Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya. Hal ini
mengandung makna bahwa pajak harus di bayarkan sesuai dengan “daya pikul” masing-
masing orang. Pendekatan untuk mengukur daya pikul ada dua yaitu (1) unsur objektif,
yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang,
(2) unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi. So, mungkin sama-sama berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran
pajak penghasilannya. Penghasilan sama, namun juga harus melihat jumlah tanggungan
(misal status kawin dan jumlah tanggungannya).

d. Teori Bakti. teori ini secara sederhana menyatakan bahwa  warga negara membayar
pajak karena baktinya kepada negara. Teori bakti disebut juga teori kewajiban mutlak

e. Teori Asas Daya Beli. Teori ini berpendapat bahwa fungsi pemungutan pajak adalah
mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara,
kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara
kehidupan masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu (misal kesejahteraan).

3. Peran perpajakan dalam strategi pembangunan

Dari setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan pemerintah selalu ada


pemberitahuan bahwa proyek yang dibangun itu dibiayai dari dana pajak yang telah
dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan juga kepada masyarakat, bahwa
masyarakat harus harus menjaga fasilitas-fasilitas yang telah dibangun pemerintah untuk
dapat dipakai untuk kepentingan bersama. Berkaitan dengan hal tersebut maka sudah
selayaknya apabila setiap individu dalam masyarakat dapat memahami dan mengerti akan
arti dan pentingnya peran pajak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang
menjadi pokok andalan:
a) Penerimaan dari sektor pajak;
b) Penerimaan dari sektor migas (Minyak dan Gas Bumi); dan
c) Penerimaan dari sektor bukan pajak.

Dari ketiga sumber penerimaan diatas, penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan
sumber penerimaan terbesar Negara. Dari tahun ke tahun kita dapat melihat bahwa
penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil yang besar dalam penerimaan
Negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan merupakan primadona dalam
membiayai pembangunan Nasional. Sedangkan penerimaan dari migas yang dahulu
selalu jadi andalan penerimaan negara, sekarang ini sudah tidak bisa diharapkan menjadi
sumber penerimaan keuangan Negara terus-menerus karena sifatnya yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable resources). Penerimaan migas pada suatu waktu akan habis
sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui sesuai dengan
perkembangan ekonomi dan masyarakat itu sendiri. Sedangkan penerimaan Negara
bukan pajak adalah pengelolaan keuangan Negara yang memberikan kemandirian bagi
Negara.
Pertemuan 4

1. Syarat pemungutan pajak

 Syarat Keadilan 
Pemungutan pajak harus berlandaskan keadilan, baik dalam peraturan perundang-undangan
maupun dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Landasan keadilan ini merupakan syarat yang
harus dipenuhi untuk mencapai keadilan bagi masyarakat. Contoh dari adil yang dimaksud
antara lain:

 Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.
 Setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak haruslah menyetorkan
pajaknya.
 Adanya sanksi untuk pelanggaran-pelanggaran pajak yang terjadi.

 Syarat Yuridis 
Pemungutan pajak selalu didasarkan pada undang-undang yang berlaku. Salah satu undang-
undang yang mengatur pemungutan pajak adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dengan adanya pengaturan dalam bentuk undang-
undang, pemerintah memberikan jaminan hukum bagi terlaksananya aktivitas pemungutan
pajak.

 Syarat Ekonomis 
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas perekonomian yang dapat
mengakibatkan kelesuan perekonomian nasional. Contohnya, pemungutan pajak tidak boleh
mengganggu aktivitas produksi ataupun perdagangan yang sedang berlangsung.

 Syarat Finansial 
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga hasil yang diperoleh
maksimal. Efisien maksudnya pemungutan pajak harus dilakukan dengan mudah, tepat
sasaran, tepat waktu dan biaya minimal.
Efektif artinya pemungutan pajak harus membawa hasil sesuai perhitungan yang telah
dilakukan. Dalam syarat ini, biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pemasukan
pajak yang diterima kas negara.

 Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah dimengerti wajib pajak. Sistem
pemungutan pajak yang sederhana akan membantu wajib pajak dalam melaporkan pajak
mereka dan mendorong masyarakat memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan demikian,
pemasukan negara dari pajak akan semakin meningkat.

2. Kedudukan Hukum Pajak

Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia menganut
paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika
terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan
pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan diterima,
maka wajib pajak terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:

 Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
 Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara
lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.

Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan
bagian dari hukum publik. Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku
pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak.

3. Pengelompokan Pajak
Jenis-jenis pajak berdasarkan cara pemungutannya terdiri dari pajak langsung dan pajak
tidak langsung. Jenis-jenis pajak berdasarkan sifatnya terdiri dari pajak subjektif dan
pajak objektif. Sementara jenis-jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutannya terdiri
dari pajak pusat dan pajak daerah. Nah, agar lebih mengetahui jenis-jenis pajak tersebut,
yuk, kita ulas semuanya satu per satu:

Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pajak langsung dan pajak tidak langsung
merupakan kategori jenis pajak yang dikelompkkan berdasarkan cara pemungutannya. Pajak
Langsung adalah pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dialihkan kepada orang lain. Dengan kata lain, proses pembayaran pajak harus dilakukan
sendiri oleh wajib pajak bersangkutan. Seorang anak, misalnya, tidak boleh mengalihkan
pajak kepada orangtuanya. Begitupun seorang suami tidak boleh mengalihkan kewajiban
pajaknya pada istri. Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dialihkan kepada pihak lain karena jenis pajak ini tidak memiliki surat ketetapan pajak.
Artinya, pengenaan pajak tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan
tindakan perbuatan atas kejadian sehingga pembayaran pajak dapat diwakilkan kepada pihak
lain.

 Pajak Subjektif dan Pajak Objektif


Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan
pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan
pajak objektif berpangkal kepada objeknya. Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan
(PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan
pendapatan atau uang. Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari
objek pajak. Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang
dikenakan pajak.

Pajak Pusat dan Pajak Daerah


Pajak pusat dan pajak daerah merupakan jenis pajak yang pengelompokannya berdasar pada
lembaga pemungutannya. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh
Pemerintah Pusat, dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP). Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja
negara seperti pembangunan jalan, pembangunan sekolah, bantuan kesehatan dan lain
sebagainya. Proses administrasi yang berkaitan dengan pajak pusat dilaksanakan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak. Berbeda dengan pajak pusat/ nasional, pajak daerah merupakan pajak-pajak
yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai
belanja pemerintah daerah. Proses administasinya dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau kantor sejenis yang dibawahi oleh pemerintah daerah
setempat. Banyak yang mengira jika pajak pusat dan pajak daerah berdiri sendiri karena
hasil dari pajak pusat dan pajak daerah digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-
masing. Nyatanya, pajak pusat dan pajak daerah bersinergi satu sama lain dalam
membangun Indonesia secara nasional dari Aceh hingga Papua.Pembangunan nasional dapat
berjalan dengan baik jika ada kesesuaian program kegiatan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah


Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Bea Materai
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB perkebunan, Perhutanan, Pertambangan)
Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah:

1.    Pajak provinsi terdiri dari:

 Pajak Kendaraan Bermotor.


 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
 Pajak Air Permukaan.
 Pajak Rokok.
2.    Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

 Pajak Hotel.
 Pajak Restoran.
 Pajak Hiburan.
 Pajak Reklame.
 Pajak Penerangan Jalan.
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
 Pajak Parkir.
 Pajak Air Tanah.
 Pajak Sarang Burung Walet.
 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
 Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan
dan Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat
Pertemuan 5

1. Stelsel Pajak
Stelsel Pajak adalah suatu sistem yang digunakan untuk memperhitungkan  pajak yang harus
kita bayarkan

Cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel:

1. Stelsel nyata (riil stelsel)


Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutan yang
baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
diketahui. Stelsel nyata memiliki kelebihan atau kebaikan, dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahanya pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode ( setelah penghasilan riil diketahui).

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)


Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu aggapan yang diatur oleh suatu Undang Undang.
Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada
awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak
berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar
tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Yakni pada awal
tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan
lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya
jika besarnya pajak menurut kenyataan lebih kecil daripada pajak menurut anggapan, maka wajib
pajak dapat minta kembali kelebihannya (direstitusi) dapat juga dikompensasi.
Contoh penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia adalah mekanisme PPh Pasal 25/29.
Wajib Pajak menggunakan pajak terhutang tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan. Setelah tahun pajak berakhir, maka wajib pajak
akan melaporkan penghasilannya selama setahun kedalam SPT Tahunan untuk menghitung PPh
Pasal 29. Dalam menghitung jumlah pajak yang sesungguhnya di akhir tahun pajak (PPh Pasal
29) maka wajib pajak dapat mempertimbangkan kredit pajak PPh Pasal 25 yang telah
dibayarkannya

2. Asas Pemungutan Pajak

 Pemungutan pajak di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.10 tahun


1994 yang membahas dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan subjek dan
objek pajak. Inti dari undang-undang ini adalah Indonesia dalam sistem pemungutan
pajak, menerapkan asas domisili dan asas sumber sekaligus atau dalam satu waktu.
Indonesia memberlakukan kedua asas ini sebagai aset penting bagi Negara yang
memungkinkan untuk penambahan devisa Negara. Di samping itu, Indonesia juga
menerapkan asas pemungutan pajak kebangsaan secara parsial, yakni khusus dalam
urusan yang mengatur pengecualian subjek pajak untuk pribadi atau individu. Berikut
penjelasan dari ketiga asas pemungutan pajak di atas.

1. Asas Domisili (kependudukan)

 Pemungutan pajak dikenakan kepada setiap wajib pajak sesuai domisili tempat tinggal
masing-masing. Asas domisili diberlakukan kepada setiap warga Negara yang
berdomisili di Negara tersebut. Tidak peduli melihat dari mana pendapatan didapatkan,
baik dari luar maupun dalam negeri. Asas domisili juga diberlakukan kepada perorangan
maupun suatu lembaga, baik lokal maupun asing, yang menetap di Indonesia wajib
menyetorkan pajak kepada pemerintah Indonesia.
2. Asas Sumber

 Perlakuan pemungutan pajak disesuaikan dengan negara tempat sumber pendapatan Anda
dapatkan. Tidak peduli berada di mana atau dari mana wajib pajak tersebut, maka Anda
wajib membayarkan pajak. Misalnya, ada orang asing bekerja di Indonesia dan mendapat
gaji dari pemerintah Indonesia, maka berkewajiban membayar pajak ke pemerintah
Indonesia.

3. Asas Kebangsaan (nasionalitas)

 Asas kebangsaan diartikan sebagai kewajiban setiap warga Negara untuk tetap
menyetorkan pajak kepada negara meskipun sedang berada di luar negeri karena suatu
kepentingan dan sebagainya. Contohnya, gaji seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang bekerja di Arab Saudi selama 1 tahun, wajib membayar pajak ke pemerintah
Indonesia.
 Asas domisili dan asas kebangsaan memiliki persamaan fokus pemungutan pajak pada
subjeknya, yaitu domisili tempat tinggal dan status kewarganegaraan. Sedangkan fokus
pemungutan pajak asas sumber adalah di mana sumber pendapatan yang didapatkan.
Tidak peduli siapa dan dari mana wajib pajak, meskipun warga negara asing atau tidak
berdomisili di tempat kerja tetap dikenakan pajak. Selain itu perbedaan diantara asas-asas
tersebut, yakni dalam asas domisili dan kebangsaan pendapatan yang terkena pajak tidak
dibatasi mau didapat dari dalam maupun luar negeri. Sedangkan dalam asas sumber,
penghasilan yang terkena pajak terbatas hanya penghasilan dari sumber itulah yang
dikenakan pajak.
3. Sistem Pemungutan Pajak

Untuk pemungutan pajak di Indonesia terbagi menjadi tiga  sistem yang biasa digunakan
oleh negara kepada wajib pajak. Berikut adalah tiga sistem pemungutan pajak di
Indonesia beserta dengan penjelasan yang lebih rinci :

Self Assessment System

Self Assessment System adalah sistem penentuan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri.

Bisa dikatakan, wajib pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung,
membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari para
wajib pajak. Self assessment system biasanya diterapkan pada jenis pajak pusat. Misalnya
adalah jjenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini mulai
diberlakukan di Indonesia  setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku
hingga saat ini.

Sistem pemungutan pajak ini memiliki kekuarangan, yaitu karena wajib pajak memiliki
wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib
pajak biasanya akan berusaha untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin dengan
membuat laporan palsu atas pelaporan kekayaan

Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:

 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu secara mandiri.
 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali  jika wajib
pajak telat lapor, telat bayar pajak, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib
pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.
Official Assessment System

Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan


wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan
sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib pajak.

Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan nilai pajak terutang akan diketahui
setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh aparat perpajakan. Sistem pengmabilan
pajak ini biasanya diterapkan dalam pelunasan pajak daerah seperti Pajak Bumi
Bangunan (PBB).

Dalam pembayaran PBB, kantor pajak merupakan pihak yang mengeluarkan surat
ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Wajib pajak tidak perlu lagi
menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan Surat
Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak
terdaftar.

Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:

 Besarnya pajak yang dikenakan dihitung oleh petugas pajak.


 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Besaran pajak terutang akan dketahui setelah petugas pajak menghitung pajak
yang terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.

Withholding System

Pada siistem pemungutan pajak withholding system, besarnya pajak biasanya dihitung
oleh pihak ketiga. Bukan mereka wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh
Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh
bendahara instansi atau perusahaan terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke kantor
pajak untuk membayarkan pajak tersebut.
Jenis pajak yang biasanya menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Bukti potong
atau bukti pungut biasanya digunakan sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan
menggunakan sistem ini.

Untuk beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti
potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN
dari wajib pajak yang bersangkutan

4. Timbul dan Hapusnya Pemunggutan Pajak

Timbul dan Hapusnya Utang Pajak


Timbul dan hapusnya utang pajak masih menjadi perbincangan hangat di antara para
praktisi. Pasalnya, belum ada penjelasan mengenai timbulnya utang pajak dalam undang-
udang sehingga terjadi perbedaan pendapat atau persepsi mengenai hal tersebut.

Penyebab Timbulnya Utang Pajak


Meski belum ada peraturan yang menjelaskan tentang timbulnya utang pajak, para praktisi
saat ingin menggunakan dua teori atau dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak.

1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai pajak
yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya). Hal
ini terjadi jika pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem
pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus.
Kemudian fiskus akan mengirimkan surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus
dibayarkan kepada Wajib Pajak.

2. Ajaran Materil
Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan
seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang
memiliki utang pajak di antaranya:
 Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan kegiatan impor atau ekspor,
serta bepergian ke luar negeri.
 Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh penghasilan,
serta memiliki kendaraan bermotor.
 Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.
Jadi sampai saat ini, para praktisi menggunakan dua ajaran ini untuk menilai munculnya
utang pajak pada wajib pajak

Penghapusan Utang Pajak


Anda tidak perlu khawatir jika memiliki utang pajak karena Anda dapat menghapusnya
dengan beberapa cara yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan. Ada 5 cara
menghapus utang pajak.

1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya pada negara.
Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas Negara.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat membayarnya sendiri atau menguasakannya pada pihak
lain selama pihak tersebut bertindak atas nama wajib pajak yang memiliki utang pajak. 

Selain itu, pembayaran ini perlu menggunakan mata uang yang berlaku di Indonesia, dalam
hal ini adalah Rupiah. 

2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar pajak
sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar pajak sendiri dapat
terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang pajak, kekeliruan pembayaran,
adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu, kelebihan pajak ini dapat
dikreditkan. 

Wajib pajak dapat menghapus utang pajak menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib
mengajukan sendiri kepada pejabat pajak. Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa
mengkompensasikan utang pajak dengan utang biasa karena berbeda konteks. 
Kompensasi dapat berupa:

 Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu kompensasi kerugian yang
mendatar (horizontal compensative), kompensasi yang tegak (vertical compensative),
dan kompensasi kerugian perang.
 Kompensasi pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki utang
dan memiliki tagihan pada pihak lain.
Jika ingin menggunakan cara kompensasi, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan:

 Bahwa pada saat yang sama, kedua subjek saling mempunyai tagihan.
 Hal yang dikompensasikan hanyalah dua utang berupa uang dan barang yang sama
macamnya.
 Kompensasi berlaku karena hukum, bahkan jika pihak yang berhutang tidak
mengetahuinya dan saling menghilangkan utang yang sama besarnya pada saat yang
sama.

3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk
menagih pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat
tanggal terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak
yang bersangkutan. 

Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan melakukan penagihan teguran, dan
pengakhiran dengan mengajukan permohonan keberatan atau penangguhan. 

Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal utang pajak. Pertama adalah
kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan kedua adalah kedaluwarsa kuat
(utangnya kedaluwarsa).

4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan. Namun,
pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok utang pajak,
meniadakan sanksi administratif terkait utang pajak. 
Tetapi, utang pajak dapat berakhir dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana
hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.

5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara
penghapusan diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak.

Penghapusan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan
alasan tertentu, seperti Wajib Pajak terkena musibah atau karena dasar penetapannya
tidak benar. Ketika utang pajak telah dihapus, perikatan pajak akan berakhir sehingga
Wajib Pajak tidak lagi memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang.  

Itulah pembahasan singkat mengenai timbul dan hapusnya utang pajak. Secara garis
besar, ada dua ajaran atau dua teori yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran
formil dan ajaran materil. Lalu untuk menghapus utang pajak tersebut, ada 5 alternatif
yang dapat Wajib Pajak lakukan, yang meliputi: pembayaran, kompensasi, kedaluwarsa,
pembebasan, dan penghapusan/peniadaan

5. Hambatan Pemungutan Pajak


Realita pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang
dan pelaku dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi
pendapatan mereka. Penghindaran dan perlawanan terhadap pemungutan pajak
merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan
kas Negara. Bentuk perlawanan terhadap pajak terdiri dari dua yaitu perlawanan aktif dan
perlawanan pasif.

1. Perlawanan Pasif
Perlawanan terhadap pajak berarti melibatkan para wajib pajak. Tapi untuk perlawanan
pasif, adalah perlawanan yang inisiatifnya atau bukan kemauan dan usaha dari para wajib
pajak itu sendiri. Perlawanan pasif ini disebabkan oleh struktur ekonomi, perkembangan
moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. 
 Struktur Ekonomi
Struktur eknonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak di Negara
tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan sendiri pendapatan netto oleh wajib
pajak sendiri. Contohnya pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris.
Dalam hal ini, wajib pajak harus menghitung sendiri. Namun, menghitung
pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Karena itu,
timbullah perlawanan pasif terhadap pajak.

 Perkembangan moral dan intelektual penduduk


Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya system kontrol yang dilakukan
oleh fiskus ataupun karena objek dari pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol.
Contohnya di Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata. Dikarenakan
ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya maka bisa saja pemilik
permata ini menyembunyikannya agar terhindar dari pengenaan pajak.

 teknik pemungutan pajak itu sendiri


cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit
menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan
menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan
pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran pajak.

2.       Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu
sendiri. Hal ini merupakan usaha yang secara langsung dan bertujuan untuk
menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Perlawanan aktif terhadap pajak ada 3 cara, yaitu:

·        
 Penghindaran Pajak
1. Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka peraturan
perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam
penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-
undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
Penghindaran dari pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
2. Menahan Diri
Maksudnya adalah para wajib pajak ini tidak ingin terkena pajak, maka
mereka melakukan sesuatu yang nantinya bisa dikenai pajak. Contohnya jika
tidak mau terkena cukai tembakau, maka tidak merokok.
3. Pindah Lokasi
Maksudnya, para wajib pajak yang memiliki usaha, karena mereka ingin
mendapatkan pajak yang kecil untuk usaha mereka, maka mereka pindah
lokasi ke daerah yang tariff pajaknya rendah seperti di Indonesia Timur.

4.  Penghindaran Pajak secara Yuridis


Melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang
dilakukan tidak terkena pajak. Ini disebabkan karena para wajib pajak
memanfaatkan celah dan ketidakjelasan yang terdapat dalam undang-undang.
Kenapa tidak jelas? Ini disebabkan karena undang-undang tersebut dibuat
dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan tersebut bisa datang
dari mana saja, dan kepentingan tersebut bisa saja berbeda-beda tiap orang.
Maka sang pembuat undang-undang akan mencari jalan kompromi yang
hasilnya bisa memuaskan semua kepentingan. Akhirnya undang-undang ini
akan menjadi tidak jelas. Dan akibatnya, bisa saja wajib pajak menafsirkan
undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingannya dan fiscus
menafsirkannya sesuai dengan kepentingan Negara.
 Pengelakan Pajak (Tax Evation)
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar undang-undang.
Pengelakan pajak ini terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari
pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian
dari penghasilannya. Disetiap Negara, wajib pajak terdiri dari wajib pajak besar
(berasal dari multinasional corporation yang terdiri dari perusahaan penting
nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari professional bebas)

Anda mungkin juga menyukai