KEPERAWATAN DASAR
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan dasar
Disusun Oleh :
1. RIZKI SA’BANI
2. INDRIYANI
3. ERVINA
4. RANI OKTAVIANI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tentang Konsep Kebutuhan Aktivitas dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Konsep Kebutuhan Aktivitas . Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mekanika tubuh meliputi pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa
kelompok otot tertentu digunakan untuk menghasilkan dan mempertahankan
gerakan secara aman. Dalam menggunakan mekanika tubuh yang tepat perawat
perlu mengerti pengetahuan tentang pergerakan, termasuk bagaimana
mengoordinasikan gerakan tubuh yang meliputi fungsi integrasi dari system
skeletal, otot skelet, dan system saraf. Selain itu, ada kelompok otot tertentu yang
terutama digunakan unutk pergerakan dan kelompok otot lain membentuk
postur/bentuk tubuh.
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti ekspresikan emosi dengan
gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup
sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara
optimal maka system saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi kebutuhan aktivitas
2. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas
3. Kebutuhan mobilitas dan imobilitas
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kebutuhan aktivitas
2. Untuk mengetahui sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas
3. Untuk mengetahui kebutuhan mobilitas dan imobilitas
1
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2
b. Sel saraf atau neuron membawa impuls dan bagian tubuh satu ke
lainnya
c. Saraf pusat memproses impuls dan kemudian memeberikan respon
melalui saraf afferent
d. Saraf afferent menerima respon dan diteruskan ke otot rangka
B. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan
pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang
panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk
lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang
panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis tersiri atas epifisis,
metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang
yang terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada
masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang,
serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat
yang melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya di tulang.
Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat
menggerakkan organ di tempat insersi tendon yang bersangkutan, sehingga
diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki
bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi seensorik dan
motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang
diintervensi, dan kerusakan pada saraf radikal akan mengakibatkan drop hand
atau gangguan sensorik di daerah radial tangan.
5. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi
oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan
synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
sendi lain seperti sindesmosis, sinkondrosis, dan simfisis.
4
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik
dan sensorik.
Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi
kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak
pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi
kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi system
tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
5
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstermitas bagian
bawah.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga
dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiiki
budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang
kuat; sebaliknya ada dua orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Energy adalah sumber untuk melakukan
mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energy yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan
mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
2. Imobiilitas
Pengertian Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
a) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
6
c) Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang megalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
d) Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi
gastrointestinal, perubahan system pernafasan, perubahan kardiovaskular,
perubahan system musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
(buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku.
a) Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat menggangu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada
menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat
memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolism
imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat. Eadaan ini dapat berisiko meningkatkan
gangguan metabolisme. Proses imobilitas juga dapatmenyebabkan
penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima
dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya
adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
7
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan
gangguan gastrointestinal.
b) Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu, berkurangnya perpindahan
cairan dari intravaskular ke interstisial dapat menyebabkan edema
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas
juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya
aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorbsi kalium.
c) Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-
zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup
untuk melaksanakan aktivitas metabolism.
d) Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal
ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri
lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e) Perubahan Sistem Pernafasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolism terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin
dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan,
8
sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat
terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f) Perubahan Kardiovaskular
Perubahan system kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan thrombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat
disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi
yang tetap dan lama, reflex neurovascular akan menurun dan
menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena
bagian bawah sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah
yang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan
kerjanya. Terjadinya thrombus juga disebabkan oleh meningkatnya
vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muscular
sehingga meningkatkan arus balik vena.
g) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam system musculoskeletal sebagai dampak
dari imobilitas
9
4. Mengetahui kondisi pasien secara umum.
5. Melakukan atau melengkapi pengkajian pasien baru.
6. Mengurangi kecemasan keluarga dan pasien.
Tahapan penerimaan pasien baru
1. Tahap pra penerimaan pasien baru :
o Menyiapkan kelengkapan administrasi.
o Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan.
o Menyiapkan lembar penerimaan pasien baru.
o Menyiapkan lembar serah terima pasien dari ruangan lain
catatan medik, obat, alat, hasil pemeriksaan penunjang,
catatan khusus dll).
o Menyiapkan format pengkajian.
o Menyiapkan informed consent sentralisasi obat.
o Menyiapkan nursing kit.
o Menyiapkan lembar tata tertib pasien dan pengunjung serta
sarana dan prasarana yang ada di ruangan.
o Menyiapkan lembar inventaris.
2. Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru
Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan
atau perawat primer atau perawat yang diberi delegasi.
Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan
keluarganya.
Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur pasien
dan mengantar ke tempat yang telah ditetapkan.
Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien
ke tempat tidur (apabila pasien datang dengan
branchard atau kursi roda) dan berikan posisi yang
nyaman
Perawat PP menerima obat, alat, hasil pemeriksaan
penunjang yang dan catatan khusus dari perawat yang
10
mengantar kemudian mendokumentasikan pada lembar
serah terima pasien dari ruangan lain dan
penandatanganan antara perawat sebelumnya dengan
PP.
Perawat PP atau PA melakukan pengkajian terhadap
pasien sesuai dengan format.
Perkenalkan pasien baru dengan pasien baru yang
sekamar.
Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan
perawat memberikan informasi secara lisan, kepada
pasien/keluarga diajak orientasi ruangan dan keluarga
tentang orientasi ruangan, perawatan (termasuk perawat
yang bertanggung jawab dan sentralisasi obat), medis
(dokter yang bertanggung jawab dan jadwal visite), tata
tertib di ruang.
Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan
informasi yang telah disampaikan Apabila pasien atau
keluarga sudah jelas, maka diminta untuk
menandatangani lembar informed concent sentralisasi
obat.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Pelaksanaan secara efektif dan efisien
2. Dilakukan oleh kepala ruangan, perawat primer atau perawat
pelaksana yang telah diberi wewenang atau delegasi.
3. Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi pasien.
4. Saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga tetaplah tersenyum
dan gunakan komunikasi terapeutik.
Peran perawat dalam penerimaan pasien baru
1. Kepala ruangan
Mendelegasikan kepada PP atau PA
Memperkenalkan PP atau PA
11
Menerima pasien baru
2. Perawat primer
Menerima telepon dari rekam medik/IGD/Poliklinik
Menyiapkan lembar serah terima dan penerimaan pasien baru
Menandatangani lembar penerimaan pasien baru
Menerima obat, alat, hasil pemeriksaan penunjang yang dibawa
dan catatan khusus.
Melakukan pengkajian, membuat diagnosa keperawatan,
intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien baru.
Mengorientasikan pasien dan keluarga tentang tata tertib
ruangan, situasi dan kondisi ruangan.
Memberi penjelasan tentang perawat dan dokter yang
bertanggung jawab dan memperkirakan hari perawatan jika
memungkinkan.
Memberikan penjelasan tentang sentralisasi obat pada pasien
Mendokumentasikan penerimaan pasien baru
12
Cara kerja :
1. Atur posisi anda berdiri menghadap pasien dengan kedua kaki
merenggang kaki yang dekat dengan tempat tidur didepan.
2. Tekuk (fleksi) kan lutut dan panggul anda.
3. Anjurkan pasien meletakkan kedua tanganya di bahu anda dan letakkan
kedua tangan anda disamping kanan kiri pingang pasien.
4. Sewaktu pasien melangkah ke lantai, tahankan lutut anda pada lutut
pasien.
5. Setelah pasien berdiri tegak, bantu berjalan sampai bagian belakang
kakinya menyentuh kursi.
6. Jaga kaki anda tetap menahan kaki pasien.
7. Bantu pasien duduk dengan memfleksikan lutut sementara pasien juga
memfleksikan lutut dan panggulnya.
8. Atur posisi pasien duduk dikursi secara nyaman.
13
Cara Kerja:
1) Tiga orang perawat berdiri menghadap pasien. Setiap perawat berdiri
dengan kedua kaki saling berjauhan. Dan kaki yang terdekat dengan
branchard diletakan di depan.
2) Apabila pasien tidak menggerakan tangan, maka tanganya di silangkan
ke atas dada.
3) Perawat menekuk lutut kemudian memasukan tanganya ke bawah tubuh
pasien. Perawat pertama meletakan tanganya di bawah leher/bahu dan
bawah pinggang, perawat kedua meletakan tanganya di bawah
pinggang dan panggul pasien. Perawat ketiga meletakkan tanganya di
bawah pinggul dan kaki.
4) Pada hitungan pertama pasien di angkat ke sisi tempat tidur mendekat
perawat.
5) Pada hitungan kedua perawat memiringkan pasien agak menghadap ke
tubuh perawat, dengan siku perawat masih standar pada tempat tidur.
6) Pada hitungan ketiga setiap perawat mengangkat pasien dan melangkah
ke belakang. Kemudian berjalan ke branchard atau tempat tidur yang
lain.
7) Pada hitungan ke empat perawat menekuk lutut dan menaruh siku pada
tempat tidur/branchard.
8) Pada hitungan ke lima perawat meluruskan lengan bawah sehingga
pasien akan berbaring di tempat tidur.
14
menyiapkan sejawatnya untuk membantu, perawat juga harus
menginformasikan tindakan kepada pasien memberikan privasi kepada pasien.
a. Tujuan : Mempertahankan kenyamanan dan Memfasilitasi fungsi
pernafasan.
b. Alat dan bahan : Penopang atau bantal
c. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Lakukan persiapan seperti disebut diatas
3. Tinggikan kepala tempat tidur 45-60 derajat
4. Topangkan kepala diatas tempat tiduratau bantal kecil
5. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan bila pasien
tidak dapat mengontrolnya secara sadar atau tidak dapat
menggunakan tangan dan lengan
6. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah
7. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah paha
8. Tempatkan bantal kecil atau gulungan dibawah pergelangan kaki
9. Tempatkan papan kaki didasar telapak kaki pasien
10. Turunkan tempat tidur
11. Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan titik
potensi tekanan.
12. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
13. Catat prosedur termasuk : posisi yang ditetapkan, kondisi kulit,
gerakan sendi, kemampuan pasien membantu bergerak, dan
kenyamanan pasien.
15
Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan.
Persiapan alat :
Indikasi :
Kontra indikasi :
Pelaksanaan : Rasional :
16
klien lumpuh. keadaan klien semakin buruk.
Letakan bantal dibawah kepala Menjaga kenyamanan klien ketika
klien sesuai dengan keinginan tidur dan mencegah adanya
klien, menaikkan lutut dari tekanan lutut yang berlebihan.
tempat tidur yang rendah. Tekanan dapat mengganggu
Menghindari adanya tekanan sirkulasi dan distribusi dari
dibawah jarak popliteal Thromboemboli (Pembekuan
(dibawah lutut). darah).
Ganti derajat ketinggian kepala Merubah dari tekanan titik
dari tempat tidur antara 5 terendah dan menaikkan
sampai 10 derajat sesering kenyamanan.
mungkin.
Identifikasi tekanan potensial
pada titik tertentu, siku, sacrum
atau tulang tungging (sulbi) dan
tumit.(lihat figure 6-1,p. 98).
17
Prosedur kerja :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Pasien dalam keadaan berbaring (telentang)
4. Angkat kedua paha dan tarik keatas abdomen
5. Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
6. Letakkan bagian lutut/kaki pada penyangga kaki ditempat tidur
khusus untuk posisi litotomi
7. Pasang selimut’cuci tangan setelah prosedur dilakukan
18
K. Memposisikan Pasien dengan Sims
Posisi sims adalah Posisi dimana pasien dibaringkan kekiri, atau kekanan
dengan setengah telungkup, dan tangan yang dibawah diletakkan dibelakang
punggung, serta yang atas difleksikan didepan bahu.
Tujuan :
Memberi kenyamanan
Melakukan huknah
Memberi obat per anus (supositoria)
Melakukan pemeriksaan daerah anus
Tempat tidur
Bantal
Prosedur Pelaksanaan :
19
Letakkan alat penopang dibawah telapak kaki pasien
Cuci tangan.
Evaluasi respon klien.
Dokumentasikan seluruh hasil tindakan beserta evaluasinya.
Indikasi :
Prosedur kerja :
20
M. Memposisikan Pasien dengan Supinasi
Posisi ini menempatkan pasien ditempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki.
Tujuan : Melancarkan peredaran darah ke otak
Alat dan bahan :
1. Bantal
2. Tempat tidur khusus
3. Balok penopang kaki tempat tidur (opsional)
Prosedur kerja:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Pasien dalam keadaan berbaring telentang
4. Tempatkan bantal di antara kepala dan ujung tempat tidur pasien.
5. Tempatkan bantal dibawah lipatan lutut
6. Tempatkan balok penopang dibagian kaki tempat tidur
7. Atau atur tempat tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki
pasien
8. Cuci tangan
21
3. Minta pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat
4. Berdiri disamping pasien dan pegang telapak dan lengan tangan
pada bahu pasien.
5. Bantu pasien untuk jalan
6. Observasi respoms pasien saat berdiri dari tempat tidur
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
8. Catat tindakan dan respon klien
a. Kruk, walker
b. Sabuk pengaman (gait belt)
Prosedur kerja :
1. Persiapan klien terhadap prosedur ;
a. Jelaskan tujuan ambulasi berjalan menggunakan alat bantu.
b. Atur posisi tempat tidur pada jarak yang rendah, upayakan kaki
klien menyentuh lantai.
c. Bantu klien secara perlahan duduk. Biarkan klien duduk hingga
pasien merasa nyaman.
d. Berikan edukasi tentang berjalan menggunakan alat bantu.
22
atau lengan atas klien. Kruk Lofstrand memiliki pegangan tangan
tunggal untuk dipegang oleh pengguna dan sebuah manset yang
terpasang pas disekeliling lengan.
Bantu klien berdiri di samping tempat tidur, ambil kruk dan
letakkan di bawah aksila.
Lakukan pengukuran tinggi kruk ; posisi kruk 2-3 jari di bawah
aksila, klien dapat menggenggam pegangan kruk dengan fleksi siku
15-30°.
Minta klien mengangkat kedua kruk dan gerakkan secara
bersamaan ke depan 30-40cm.
Instruksikan klien untuk melangkah dengan kaki yang sakit ke
depan, kemudian diikuti kaki yang tidak sakit. Saat melayang di atas
kruk berat tubuh disanggah oleh tangan.
b. Walker
Walker adalah alat berbentuk pipa berkaki empat dilengkapi
dengan batang untuk pegangan tangan. Walker memberikan topangan
yang kuat untuk klien yang tidak mampu atau terlalu tidak stabil untuk
berjalan dengan tongkat.
Bantu klien berdiri di tengah walker
dan menggenggam pegangan.
Lakukan pengukuran tinggi walker;
walker berada di bawah pergelangan tangan klien. Klien dapat
menggenggam pegangan walker dengan fleksi siku 15-30°.
Angkat walker sejauh 6-8 inch (15-
20cm) ke depan kemudian pastikan keempat kaki walker berada di
lantai.
Instruksikan klien untuk melangkah
dengan kaki yang sakit ke depan, kemudian diikuti kaki yang tidak
sakit. Saat melayang di atas walker berat tubuh disanggah oleh
tangan.
3. Evaluasi
23
Setelah ambulasi, ukur tanda
vital, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan temperatur.
Tanyakan toleransi klien
terhadap latihan ambulasi.
Evaluasi gaya berjalan klien,
observasi keseimbangan dan kesejajaran tubuh saat berdiri.
Evaluasi pengalaman klien
secara subjektif.
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak terlepas
dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal. Aktivitas adalah suatu
energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya, Sebaliknya keadaan imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan
tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya
disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat
duduk atau berbaring
B. Saran
Diharapkan untuk mahasiswa dapat memehami materi ini dan dapat
menerapkannya dengan baik kepada pasien, sehingga kebutuhan pasien terpenuhi
dalam kebutuhan aktivitas (mobilitas).
25
DAFTAR PUSTAKA
26