Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester VI Hukum Perlindungan
Konsumen
Nama Kelompok :
Dosen Pengampu :
Pada zaman ataupun era globalisasi ini seorang pelaku usaha dituntut untuk lebih
kreatif dan pintar dalam membaca suatu peluang pasar dari segala sisi segi produk dan
pemasaran sehingga dapat memenangkan suatu persaingan usaha dan penguasaan penjualan
dipasar dalam negeri maupun luar negeri, mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat
mempunyai kualitas dan daya saing tinggi serta mampu menyesuaikan dengan kebutuhan
konsumen adalah merupakan salah satu indikator pelaku usaha yang dapat menguasai suatu
pasar. Dalam prinsip ekonomi dinyatakan bahwa pengeluaran yang sekecil-kecil nya untuk
mendapatkan suatu hasil yang maksimal merupakan salah satu faktor yang diperhatikan oleh
seorang pelaku usaha, dalam praktiknya beberapa pelaku usaha menghasilkan barang dan
atau jasa dengan kualitas yang bisa dikatakan kurang bagus bahkan bisa dibilang sangat
rendah untuk dikonsumsi oleh seorang konsumen, disamping rendah nya tingkat pengetahuan
konsumen disebagian kalangan masyarakat di Indonesia mengenai bahan-bahan pembuat
suatu barang ataupun kegunaan suatu produk ataupun jasa dapat menimbulkan potensi tidak
terpenuhinya atau berakibat hilang hak konsumen. Sebagai contoh kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk dipasarkan di Negara Taiwan karena mengandung bahan pengawet
yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dikarenakan dalam Indomie tersebut terkandung zat
asam benzoate yang dimana zat tersebut hanya dapat digunakan dalam membuat peralatan
kosmetik. Hal itu merupakan salah satu langkah dari pelaku usaha yang curang dalam
penerapan suatu prinsip ekonomi dan dalam hal ini pihak yang paling dirugikan adalah
konsumen itu sendiri, dikarenakan karena keterbatasan nya dan atau kurangnya pengetahuan
ataupun ketidaktahuan konsumen terkait suatu komposisi suatu barang yang dimana bahan
yang terkandung dalam produk tersebut . Melihat dari contoh kasus tersebut maka tidak
semua barang atau jasa yang beredar dipasaran dapat dikatakan aman, berkualitas, dan sehat
untuk dikonsumsi oleh seorang konsumen, apalagi dilihat dengan iklim persaingan usaha
yang semakin sengit selalu dengan ditandainya oleh banyak nya produk-produk dari luar
negeri yang dipasarkan di Indonesia,dalam hal ini menjadikan beberapa dari seorang pelaku
usaha melakukan hal-hal yang dapat dikatakan curang ataupun hal-hal yang dapat merugikan
hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan atau jasa agar dapat bersaing dan dapat
laku di suatu pasaran. Perlindungan konsumen merupakan hal yang utama yang harus selalu
BAB II
PEMBAHASAN
.2 Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Terhadap
Konsumen yang Mengkonsumsi Obat yang Tidak Memiliki Label BPOM pada
Obat Zenith Carnopen Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
1
http://kelas67.blogspot.com/2018/05/dampak-obat-zenith.html diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.01
2
Ibid diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.02
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
3
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/12623/Mudah-Didapat-dan-Harganya-Murah--Penyalahgunaan-
Carnophen-Resahkan-Warga-Banjarmasin-.html diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.08
4
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 86.
5
Janus Sidabolok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.
45.
6
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, TLN Nomor 3821,
Pasal 4.
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
(a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
7
https://www.jawapos.com/jpg-today/17/10/2017/sejak-2009-tak-diproduksi-7-320-000-carnophen-dipastikan-
ilegal/ diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.30 WIB
8
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, TLN Nomor 3821,
Pasal 8.
.2 Bentuk Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Terhadap Konsumen yang Dirugikan Akibat Beredarnya Vaksin Palsu di Kota
Semarang berdasarkan Tinjauan Yuridis Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen
9
Sidabalok.Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006,Hlm.3
10
Ibid.,Hlm.50
Terkait dengan perlindungan konsumen dari produk palsu, secara tegas Pasal 4
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa selaku konsumen
kita berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa, mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Secara timbal balik dalam Undang-
Undang ini juga disebutkan kewajiban pelaku usaha untuk melindungi konsumen dari
produk palsu. Dalam Pasal 7 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha wajib memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Dalam kasus vaksin palsu tentu hubungan timbal balik ini tidak semata- mata
terjadi antara konsumen dengan penyedia produk farmasi atau pelaku usaha tetapi juga
melibatkan pihak rumah sakit yang menjadi kepanjangan tangan pelaku usaha sediaan
farmasi tersebut. Lebih lanjut terkait dengan jasa pengobatan dan vaksinasi juga
melibatkan para tenaga kesehatan yakni dokter dan perawat yang memberikan jasa
vaksinasi menggunakan produk-produk sediaan farmasi tertentu. Ada profesionalitas dan
tanggung jawab pihak rumah sakit dan para tenaga kesehatan yang dipertaruhkan dalam
kasus ini. Bagi para pelaku usaha di bidang sediaan farmasi, ketentuan pasal larangan
2.3 Prinsip Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
11
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala
akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
produsen luar negeri.
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen.
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa
pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai degan contoh, mutu, dan komposisi.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi
yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen, apabila :
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka kami
berkesimpulan bahwa:
1. Bahwa, Zenit Carnophen merupakan obat yang mengandung Karisoprodol yang mana
izin edarnya sudah dicabut dari Badan POM sehingga dapat disimpulkan bahwa
Carnophen yang beredar di pasaran saat ini adalah obat ilegal yang tidak terdaftar di
BPOM. Dalam UUPK diatur bagaimana perlindungan hukum baik terhadap
konsumen dan pelaku usaha serta hak dan kewajiban setiap pihak. Dalam hal perkara
peredaran obat-obatan yang tidak terdaftar di BPOM, UUPK memberikan
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Bahder Johan. 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung
Sidabolok, Janus. 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
https://www.jawapos.com/jpg-today/17/10/2017/sejak-2009-tak-diproduksi-7-320-000
carnophen-dipastikan-ilegal/ diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.30 WIB