Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPASTIAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KASUS


PELAKU USAHA CURANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester VI Hukum Perlindungan
Konsumen

Nama Kelompok :

INDAH LESTARI SILITONGA (1710611125)


NURAINI (1710611038)
MICHAEL ELROY SEMBIRING (1710611171)

Dosen Pengampu :

SYLVANA MURNI DEBORAH HUTABARAT,S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman ataupun era globalisasi ini seorang pelaku usaha dituntut untuk lebih
kreatif dan pintar dalam membaca suatu peluang pasar dari segala sisi segi produk dan
pemasaran sehingga dapat memenangkan suatu persaingan usaha dan penguasaan penjualan
dipasar dalam negeri maupun luar negeri, mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat
mempunyai kualitas dan daya saing tinggi serta mampu menyesuaikan dengan kebutuhan
konsumen adalah merupakan salah satu indikator pelaku usaha yang dapat menguasai suatu
pasar. Dalam prinsip ekonomi dinyatakan bahwa pengeluaran yang sekecil-kecil nya untuk
mendapatkan suatu hasil yang maksimal merupakan salah satu faktor yang diperhatikan oleh
seorang pelaku usaha, dalam praktiknya beberapa pelaku usaha menghasilkan barang dan
atau jasa dengan kualitas yang bisa dikatakan kurang bagus bahkan bisa dibilang sangat
rendah untuk dikonsumsi oleh seorang konsumen, disamping rendah nya tingkat pengetahuan
konsumen disebagian kalangan masyarakat di Indonesia mengenai bahan-bahan pembuat
suatu barang ataupun kegunaan suatu produk ataupun jasa dapat menimbulkan potensi tidak
terpenuhinya atau berakibat hilang hak konsumen. Sebagai contoh kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk dipasarkan di Negara Taiwan karena mengandung bahan pengawet
yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dikarenakan dalam Indomie tersebut terkandung zat
asam benzoate yang dimana zat tersebut hanya dapat digunakan dalam membuat peralatan
kosmetik. Hal itu merupakan salah satu langkah dari pelaku usaha yang curang dalam
penerapan suatu prinsip ekonomi dan dalam hal ini pihak yang paling dirugikan adalah
konsumen itu sendiri, dikarenakan karena keterbatasan nya dan atau kurangnya pengetahuan
ataupun ketidaktahuan konsumen terkait suatu komposisi suatu barang yang dimana bahan
yang terkandung dalam produk tersebut . Melihat dari contoh kasus tersebut maka tidak
semua barang atau jasa yang beredar dipasaran dapat dikatakan aman, berkualitas, dan sehat
untuk dikonsumsi oleh seorang konsumen, apalagi dilihat dengan iklim persaingan usaha
yang semakin sengit selalu dengan ditandainya oleh banyak nya produk-produk dari luar
negeri yang dipasarkan di Indonesia,dalam hal ini menjadikan beberapa dari seorang pelaku
usaha melakukan hal-hal yang dapat dikatakan curang ataupun hal-hal yang dapat merugikan
hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan atau jasa agar dapat bersaing dan dapat
laku di suatu pasaran. Perlindungan konsumen merupakan hal yang utama yang harus selalu

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 2


diperhatikan oleh para pelaku usaha dalam memproduksi suatu barang dan jasa yang
berkualitas dan tidak dapat merugikan masyarakat ataupun konsumen, lalu bagi para
konsumen pun sebagai bentuk perlindungan hokum dari para pelaku usaha yang curang dan
terkhusus juga bagi pemerintah sebagai media untuk mengatur para pelaku usaha yang
terbilang tumbuh dinamis namun hak-hak dari konsumen harus tetaplah selalu terlindungi,
hal-hal tersebut menjadi harapan bagi semua pihak agar dapat terwujud nya suatu persaingan
usaha yang positif. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan mengkaji lebih
lanjut permasalahan mengenai Kasus Perlindungan Konsumen dan menuangkanya ke dalam
Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Hukum Perlindungan Konsumen dengan judul
“KEPASTIAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KASUS PELAKU
USAHA CURANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Terhadap Konsumen yang Mengkonsumsi Obat Yang Tidak Memiliki Label BPOM
pada Obat Zenith Carnopen menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan Konsumen?
2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Terhadap Konsumen yang Dirugikan Akibat Beredarnya Vaksin Palsu Dikota
Semarang Berdasarkan Tinjauan Yuridis Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen?
3. Bagaimanakah Prinsip Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur oleh Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

1.3 Tujuan Penulisan


1 Untuk memahami perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi
obat yang tidak memiliki label BPOM seperti Kasus pada Obat Zenith Carnopen
menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen.
2 Untuk memahami bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan
akibat beredarnya vaksin palsu dikota Semarang berdasarkan tinjauan yuridis
Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 3


3 Untuk memahami Prinsip Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur oleh Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB II
PEMBAHASAN

.2 Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Terhadap
Konsumen yang Mengkonsumsi Obat yang Tidak Memiliki Label BPOM pada
Obat Zenith Carnopen Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen

Zenit Carnophen merupakan obat yang mengandung Karisoprodol, yaitu relaksan


otot untuk menangani terasa nyeri otot yang akut. Satu butir dari obat semacam ini juga
mengandung Karisoprodol 200 Mg, Parasetamol 160 Mg dan Cafein 32 Mg. Sebagai
relaksan atau penghilang nyeri otot tersebut yang terkandung dalam campuran
Carnophen juga memiliki efek farmakologis sebagai relaksan otot. Dalam dunia farmasi,
Zenith atau Carnophen sebenarnya adalah obat kimia yang bersifat racun. Namun jika
dikonsumsi dalam dosis yang tepat bisa sebagai penawar. Carnophen mengandung
carisoprodol yaitu relaksan otot untuk menangani nyeri otot yang akut. Metabolit dari
carisoprodol yaitu Meprobamate merupakan depresan sistem saraf pusat dan digunakan
untuk menangani gejala gangguan cemas. Sebaliknya jika dikonsumsi berlebihan dalam
dosis tertentu bisa menimbulkan efek yang kata orang sekarang dikenal dengan Fly atau
mabuk.1 Karisoprodol digolongkan sebagai obat keras berdasarkan keputusan dari
Menteri Kesehatan No. 6171/A/SK/73 pada tanggal 27 Juni 1973 tentang tambahan obat
keras no 1 dan no 2. Metabolit dari carisoprodol yaitu meprobamate merupakan
depresan sistem saraf pusat dan digunakan untuk menangani gejala gangguan cemas.
Obat ini sering disalahgunakan karena adanya efek sedatif-hipnotiknya. Obat ini
memiliki reaksinya yang singkat, sehingga hanya dapat dideteksi melalui tes urin setelah
beberapa saat penggunaannya.2 Sejak tahun 2009 Badan POM telah membatalkan
persetujuan izin edar untuk obat Zenith atau Carnophen ini. Potensi terburuk
mengonsumsi Zenith atau Carnophen dalam jumlah berlebihan mengakibatkan kematian.
Sedangkan dalam jangka panjang, over dosis konsumsi obat kimia tersebut

1
http://kelas67.blogspot.com/2018/05/dampak-obat-zenith.html diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.01
2
Ibid diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.02

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 4


mengakibatkan kerusakan ginjal dan hati.3 Perlindungan Hukum adalah memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.4 Dalam hal ini pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen “UUPK” guna untuk melindungi kegiatan
perdagangan antara produsen dan konsumen. Dalam UUPK diatur bagaimana
perlindungan hukum baik terhadap konsumen dan pelaku usaha serta hak dan kewajiban
setiap pihak. Dalam hal perkara peredaran obat-obatan yang tidak terdaftar di BPOM,
UUPK memberikan perlindungan kepada konsumen dengan memberikan pengaturan
mengenai larangan kepada pelaku usaha yang nantinya akan memberikan kerugian
kepada konsumen. Dalam Pasal 2 UUPK mengatur tentang lima asas perlindungan
konsumen yaitu: 1) Asas manfaat; 2) Asas Keadilan; 3) Asas Keseimbangan; 4) Asas
Keamanan dan Keselamatan; 5) Asas Kepastian Hukum
Berkaitan dengan hal ini, Asas keamanan dan keselamatan konsumen
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa
konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan
sebaiknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa
dan harta bendanya. Karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban
yang harus dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.5
Dalam Pasal 4 UUPK disebutkan hak-hak konsumen dalam jaminannya memperoleh
kepastian hukum. Hak-hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 UUPK, yaitu:6

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;

3
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/12623/Mudah-Didapat-dan-Harganya-Murah--Penyalahgunaan-
Carnophen-Resahkan-Warga-Banjarmasin-.html diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.08
4
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 86.
5
Janus Sidabolok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.
45.
6
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, TLN Nomor 3821,
Pasal 4.

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 5


4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut;

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

8) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Zenit Carnophen merupakan obat yang mengandung Karisoprodol yang mana


izin edarnya sudah dicabut dari Badan POM telah dicabut pada 27 Oktober 2009
sebagaimana surat dari Badan POM No PO.02.01.1.31.3997 dan HK.00.05.1.31.3996 7
sehingga dapat disimpulkan bahwa Carnophen yang beredar di pasaran saat ini adalah
obat ilegal yang tidak terdaftar di BPOM. Mengonsumsi obat yang memiliki izin beredar
secara berlebihan saja merupakan sebuah kesalahan yang mengancam jiwa
pengkonsumsinya, apalagi jika mengonsumsi obat ilegal yang tidak terdaftar di BPOM.
Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK menjelaskan bahwa:8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau


jasa yang :

(a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

7
https://www.jawapos.com/jpg-today/17/10/2017/sejak-2009-tak-diproduksi-7-320-000-carnophen-dipastikan-
ilegal/ diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.30 WIB
8
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, TLN Nomor 3821,
Pasal 8.

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 6


Adapun perlindungan hukum yang bersifat represif yang dapat diterapkan dalam
hal perlindungan konsumen dalam peredaran obat Zenith Carnophen tanpa izin edar
dapat menggunakan dua cara yaitu dengan jalur litigasi maupun non litigasi.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi mengacu pada ketentuan Pasal 45 UUPK pada
intinya bahwa Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, dan Penyelesaian sengketa
konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Sedangkan Penyelesaian sengketa non litigasi dapat melalui Badan Penyelesaian


Sengketa Konsumen (Selanjutnya disebut BPSK). Dalam Pasal 52 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa BPSK memiliki tugas dan wewenang
yaitu menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen serta menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang. Sanksi
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Hal ini diatur di dalam pasal 60 Undang-
undang Perlindungan Konsumen. Selain itu, pelanggaran terhadap ketentuan BPOM
dapat juga dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan serta pembatalan izin edar.

.2 Bentuk Perlindungan Hukum dilihat dari Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Terhadap Konsumen yang Dirugikan Akibat Beredarnya Vaksin Palsu di Kota
Semarang berdasarkan Tinjauan Yuridis Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

Salah satu prinsip utama didalam sektor perekonomian adalah dengan


menerapkan prinsip memperoleh keuntungan sebanyak mungkin yang dimana hanya
dengan melakukan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Bertolak dari prinsip tersebut,
maka tidak sedikit para Pelaku Usaha menerapkan Prinsip perekonomian ini dengan cara
yang curang dan menyalahi aturan Hukum Indonesia. Atas perbuatan Pelaku usaha
Tersebut akan menimbulkan kerugian baik secara materiil ataupun imateriil terhadap

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 7


Konsumen Usaha. Menurut Janus Sidabalok, paling tidak ada empat jenis perbuatan
pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen yaitu :
1. Menaikkan Harga, hal ini dapat terjadi apabila pelaku usaha atau beberapa pelaku
usaha memonopoli suatu produk sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain
selain mengkonsumsi produk tersebut.
2. Menurunkan Mutu, hal ini juga dapat terjadi apabila pelaku usaha memonopoli
suatu produk.
3. Dumping, yaitu menurunkan harga jual produk sampai pada harga dibawah biaya
produksi sehingga harga jual di luar negeri lebih rendah disbanding harga jual
didalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menjatuhkan pelaku usaha lain.
4. Memalsukan Produk, yang dilakukan dengan memproduksi barang dengan merk
yang sudah terkenal di masyarakat dan dipasarkan seolah-olah produk tersebut asli.
Hal ini selain merugikan pelaku usaha pemilik merk juga merugikan konsumen
karena kualitas produk tidak sama dengan produk asli.9

Dengan begitu, penulis menarik benang merah bahwasannya dengan menerapkan


prinsip seperti tertera diatas, maka sangat besar kecenderungan pelaku usaha untuk
melakukan perbuatan curang didalam menjalankan usahanya serta menjadikan
kedudukan pelaku usaha dan konsumen usaha bertentangan satu sama lain sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan serta hilangnya Kepastian Hukum bagi Konsumen
Usaha yang telah di atur oleh Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur perlindungan terhadap Konsumen


dan pelaku Usaha yang tertuang dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Pada kenyataannya, sebelum di Undang-undangkannya aturan
terkait Perlindungan Konsumen di Indonesia telah diatur dan tersebar didalam berbagai
peraturan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian besar yaitu Perindustrian,
Perdagangan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup.10

Pada pembahasan kedua, penulis mengangkat topik mengenai Kasus Pelaku


Usaha curang terhadap konsumen yang dirugikan akibat beredarnya vaksin palsu dikota
Semarang berdasarkan tinjauan yuridis Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang

9
Sidabalok.Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006,Hlm.3
10
Ibid.,Hlm.50

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 8


Perlindungan Konsumen. Vaksin yang seharusnya memiliki manfaat untuk kesehatan
justru berpotensi berdampak buruk terhadap kesehatan jangka panjang.

Perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999


mendefinisikan pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPK.

Terkait dengan perlindungan konsumen dari produk palsu, secara tegas Pasal 4
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa selaku konsumen
kita berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa, mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Secara timbal balik dalam Undang-
Undang ini juga disebutkan kewajiban pelaku usaha untuk melindungi konsumen dari
produk palsu. Dalam Pasal 7 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha wajib memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.

Dalam kasus vaksin palsu tentu hubungan timbal balik ini tidak semata- mata
terjadi antara konsumen dengan penyedia produk farmasi atau pelaku usaha tetapi juga
melibatkan pihak rumah sakit yang menjadi kepanjangan tangan pelaku usaha sediaan
farmasi tersebut. Lebih lanjut terkait dengan jasa pengobatan dan vaksinasi juga
melibatkan para tenaga kesehatan yakni dokter dan perawat yang memberikan jasa
vaksinasi menggunakan produk-produk sediaan farmasi tertentu. Ada profesionalitas dan
tanggung jawab pihak rumah sakit dan para tenaga kesehatan yang dipertaruhkan dalam
kasus ini. Bagi para pelaku usaha di bidang sediaan farmasi, ketentuan pasal larangan

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 9


dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen berlaku secara lebih tegas dan
dikenai sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Larangan yang
sangat erat kaitannya dengan kasus vaksin palsu adalah larangan sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 8 ayat (2)
dan ayat (3) lebih dipertegas bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang dimaksud, serta Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar. Selain itu pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

2.3 Prinsip Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa


aspek pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh Pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Bagaimanapun
Pemerintah menjadi aktor utama dalam konteks ini. Pengawasan oleh Pemerintah
dilaksanakan menteri di bidang perdagangan dan/atau menteri teknis terkait yakni menteri
di bidang kesehatan. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar
Tanggung Jawab Pelaku Usaha diatur didalam Bab VI Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen menjabarkan sebagai berikut :11

Pasal 19

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

11
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 10


(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala
akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
produsen luar negeri.

(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 11


tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk
melakukan pembuktian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen.

Pasal 24

(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:

a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa
pun atas barang dan/atau jasa tersebut;

b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai degan contoh, mutu, dan komposisi.

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan


dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku
cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi
sesuai dengan yang diperjanjikan.

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 12


a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan;

b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang


diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi
yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen, apabila :

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha.

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 13


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka kami
berkesimpulan bahwa:

1. Bahwa, Zenit Carnophen merupakan obat yang mengandung Karisoprodol yang mana
izin edarnya sudah dicabut dari Badan POM sehingga dapat disimpulkan bahwa
Carnophen yang beredar di pasaran saat ini adalah obat ilegal yang tidak terdaftar di
BPOM. Dalam UUPK diatur bagaimana perlindungan hukum baik terhadap
konsumen dan pelaku usaha serta hak dan kewajiban setiap pihak. Dalam hal perkara
peredaran obat-obatan yang tidak terdaftar di BPOM, UUPK memberikan

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 14


perlindungan kepada konsumen dengan memberikan pengaturan mengenai larangan
kepada pelaku usaha yang nantinya akan memberikan kerugian kepada konsumen.
Pasal 2 UUPK mengenai Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan. Terhadap perlindungan hukum yang bersifat represif yang dapat
diterapkan dapat menggunakan dua cara yaitu dengan jalur litigasi maupun non
litigasi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi mengacu pada ketentuan Pasal 45
UUPK Sedangkan Penyelesaian sengketa non litigasi dapat melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa BPSK memiliki tugas dan wewenang yaitu menerima
pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen serta menjatuhkan sanksi administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang. Selain itu,
pelanggaran terhadap ketentuan BPOM dapat juga dikenai sanksi administratif berupa
peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan serta pembatalan izin edar.
2. Bahwa, Pelaku Usaha curang terhadap konsumen yang dirugikan akibat beredarnya
vaksin palsu dikota Semarang berdasarkan tinjauan yuridis Undang-Undang No 8
tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Terkait dengan perlindungan konsumen
dari produk palsu, secara tegas Pasal 4 Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa selaku konsumen kita berhak untuk mendapatkan
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa,
mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Secara timbal balik dalam Undang- Undang ini juga
disebutkan kewajiban pelaku usaha untuk melindungi konsumen dari produk palsu.
Dalam Pasal 7 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 15
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian. Bagi para pelaku usaha di bidang sediaan farmasi, ketentuan
pasal larangan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen berlaku
secara lebih tegas dan dikenai sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut. Larangan yang sangat erat kaitannya dengan kasus vaksin palsu adalah
larangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) lebih dipertegas bahwa
pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
3. Bahwa, Tanggung Jawab Pelaku Usaha diatur didalam Bab VI Undang-Undang No 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 19-28. Pada Pasal 22
menjelaskan Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa
untuk melakukan pembuktian. Lalu pasal 28 menjelaskan bahwa Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan
ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Bahder Johan. 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung

Sidabolok, Janus. 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999,


TLN Nomor 3821

http://kelas67.blogspot.com/2018/05/dampak-obat-zenith.html diakses pada 30 Maret 2020


pukul 18.01

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 16


https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/12623/Mudah-Didapat-dan-Harganya-Murah--
Penyalahgunaan-Carnophen-Resahkan-Warga-Banjarmasin-.html diakses pada 30 Maret
2020 pukul 18.08

https://www.jawapos.com/jpg-today/17/10/2017/sejak-2009-tak-diproduksi-7-320-000
carnophen-dipastikan-ilegal/ diakses pada 30 Maret 2020 pukul 18.30 WIB

UTS MAKALAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK Halaman 17

Anda mungkin juga menyukai