Anda di halaman 1dari 37

PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN ASAS DAN HUKUM

INTERNASIONAL TERHADAP KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI


ERA GLOBAL
Essay
Pembahasan hasil essay Mengenai Penegakan Hukum Keimigrasian berdasarkan
Asas Hukum dalam menyelesaikan kasus pelanggaran Izin Tinggal

Arranged By:
1. MOHAMMAD AZZAM A ( 2018.1499.01.01 )

MINISTRY OF LAW AND HUMAN RIGHTS R.I


LEGAL AND HUMAN RIGHTS HUMAN RESOURCE
DEVELOPMENT AGENCY
IMMIGRATION POLYTECHNIC
Jl. Raya Gandul Cinere – Depok
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Muhammad Azzam Alfarizi


2018.1499.1.01
Tingkat I
Program Studi Hukum Keimigrasian
Politeknik Imigrasi

PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN ASAS DAN HUKUM INTERNASIONAL


TERHADAP KEJAHATAN TRANSNASIONAL
DI ERA GLOBAL

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Dalam masuknya globalisasi dan perdagangan bebas telah membawa
dampak pada peningkatan lalu lintas orang semakin tinggi. Fenomena ini sudah
menjadi perhatian negara-negara di dunia termasuk Indonesia sebab setiap negara-
negara di dunia mempunyai kedaulatan untuk mengatur lalu lintas orang yang akan
masuk dan keluar wilayah negaranya. Dampak yang timbul semakin bervariasi,
menghadapi kenyataan ini masing-masing negara menyikapi dengan hati-hati dan
bijaksana supaya tidak berdampak negatif kepada sektor bisnis perekonomian suatu
negara atau hubungan yang disharmonis antarnegara, sehingga pedoman berhubungan
antar satu dengan yang lain seoptimal mungkin disesuaikan dengan kondisi sosial
politik masing-masing negara. Dampak yang ditimbulkan dari globalisasi yaitu,
perdagangan narkotika antarnegara, aksi-aksi terorisme yang mengancam keamanan
dan ketertiban dunia, perdagangan manusia (human dealing), penyelundupan manusia
(individuals sneaking), pencucian uang (illegal tax avoidance), imigran gelap,
perdagangan senjata dan lain sebagainya. Dari contoh dampak negatif di atas, dapat
digolongkan sebagai aksi kejahatan yang terorganisir atau sering disebut TOC
(Transnational Organized Crimes). Kejahatan tersebut bukan hanya mengancam
kedaulatan Negara Indonesia sendiri, tetapi juga mengancam dan mengganggu
ketentraman dan kedaulatan seluruh Negara di dunia. Untuk meminimalisasikan
dampak negatif yang timbul akibat time globalisasi dan dinamika mobilitas manusia,
baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang keluar, masuk dan tinggal di
wilayah Indonesia, maka diperlukan suatu lembaga yang mengatur masalah tentang

1
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

keluar masuknya orang ke wilayah negara Republik Indonesia, yaitu Kantor Imigrasi.
Kantor Imigrasi adalah suatu lembaga yang mengatur masalah tentang keluar
masuknya orang ke wilayah negara Republik Indonesia. Permasalahan keimigrasian
diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Di mana
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
disebutkan bahwa "Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang masuk atau
keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara". Pengaturan bidang keimigrasian (lalu lintas keluar masuk) suatu
negara, berdasarkan hukum internasional merupakan hak dan wewenang suatu negara.
Dengan perkataan lain, merupakan salah satu indikator kedaulatan suatu negara.
Imigrasi juga mempunyai peran diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara seperti bidang ekonomi, politik, hukum, dan keamanan. Tindakan atau
sanksi yang dapat diberikan kepada orang asing yang melakukan tindak pidana
keimigrasian dibagi atas 2 (dua) bentuk yaitu: 1) melalui tindakan keimigrasian; dan
2) melalui expositions peradilan.Diperlukan suatu tindakan untuk mendetensikan
seorang asing dalam ruang detensi Imigrasi

Kebutuhan akan tenaga ahli yang professional membuat Perusahaan-perusahaan


swasta,baik itu swasta asing maupun swasta nasinal menggunakan tenaga-tenaga kerja
asing. Dalam rangka tertib administrasi dan kelcancaran pelayanan kepada orang
asing yang berkepastian hukum terhadap pemberian Izin Tinggal Keimigrasian
sebagai tenaga kerja asing dipandang sangatlah penting peran pihak Imigrasi.
Sebagaimana dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Keimigrasian,menyatakan bahwa : “Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang
yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan
terhadap orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia” Orang asing adalah tiap
orang bukan warga negara republik Indonesia.

Menurut pasal 1 angka (13) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan menyatakan bahwa : “Tenaga kerja asing adalah warga negara
asing pemegang visa dengan maskud bekerja di wilayah Indonesia”. Tujuan
penggunaan tenaga kerja asing tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja terampil dan professional dibidang tertentu yang belum dapat diisi oleh tenaga
kerja Indonesia serta mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan
mempercepat alih ilmu pengetahuan dan teknologi dan meningkatkan investasi asing

2
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

sebagai penunjang pembangunan di Indonesia walaupun pada kenyataannya


perusahaan-perusahaan swasta asing ayaupun swasta national wajib menggunakan
tenaga ahli bangsa Indonesia sendiri. Didalam melaksnakan penempatan tenaga-
tenaga asing itu Pemerintah berpendapat bahwa khusus untuk menghilangkan unsur-
unsur colonial dalam struktur ekonomi negara kita dalam lapangan usaha yang vital
bagi perekonomian nasional. Dalam rangka penegakan hukum sekaligus menjaga
kewibawaan hukum,sebagai tindak lanjut dari pengawasan,khususnya pengawasan
orang asing yang berada di Indonesia dan penanganan keimigrasian pada
umumnya,penindakan merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus
dilaksanakan.

Pelaksanaan pendindakan pelanggaran keimigrasian ini dapat dibedakan menjadi


dua macam yaitu :

a) Tindakan Keimigrasian dalam bentuk administratife; dan


b) Tindakan Keimigrasian dalam bentuk Tindak Pidana Keimigrasian secara
legislasi/litigasi atau proses pengadilan.

Sisi lain dari pelaksanaan penindakan atas pelanggaran ini adalah demi tegaknya
hukum dan untuk menjamin kepastian hukum di Negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjunjung tinggin hak-hak asasi
manusia,baik untuk Warga Negara Republik Indonesia (WNI) maupun untuk Warga
Negara Asing (WNA) di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat di identifikasi permasalahan


yang untuk selanjutnya dilakukan pengkajian dalam rangka memberikan pemecahan
terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana Proses Tindakan Administratif Keimigrasian dan Jenis-jenis Tindakan


Administratif Keimigrasian.?
b. Bagaimana penerapan Asas Dan Hukum Internasional dalam menangani Kasus
Kejahatan Transnasional di Era Global?

3
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

3. Pembahasan

a. Proses Tindakan Administratif Keimigrasian Terhadap Orang Asing


beserta Jenis-Jenis Tindakan Administratif Keimigrasian

Tindakan administratif keimigrasian adalah sanksi administratif yang


ditetapkan Pejabat Imigrasi terhadap Orang Asing di luar proses peradilan,
sebagaimana dijelaskan pada ketentuan umum pasal 1 butir 19 Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. Tindakan administratif keimigrasian
dilakukan terhadap Orang Asing di wilayah Indonesia karena melakukan kegiatan
berbahaya serta patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau
tidak menghormati dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Berdasarkan pengertian di atas, lingkup tugas dan fungsi keimigrasian
berada di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, dan
kependudukan. Dalam konteks lalu lintas dan mobilitas manusia yang semakin
meningkat, peran dan fungsi imigrasi menjadi bagian yang penting dan strategis yaitu
meminimalisasikan dampak negatif yang dapat timbul akibat kedatangan orang asing
sejak masuk, selama berada, dan melakukan kegiatan di Indonesia sampai keluar
wilayah negara Indonesia. Untuk menggambarkan operasionalisasi peran
keimigrasian secara jelas dalam pembahasan tindakan administratif keimigrasian,
perlu pemahaman kerangka teoritis yang mendasari yaitu adanya pengakuan
masyarakat internasional mengenai hak eksklusif setiap negara dalam batas wilayah
negara yang bersangkutan, yang dikenal sebagai kedaulatan negara. Konsep
kedaulatan menetapkan bahwa suatu negara memiliki kekuasaan atas suatu wilayah
hak teritorial serta hak-hak yang kemudian timbul dari penggunaan kekuasaan
teritorial tersebut. Konsep kedaulatan mengandung arti bahwa negara mempunyai hak
kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak teritorialnya dalam batas-batas wilayah
negara yang bersangkutan. Hal inilah yang menjadikan instansi imigrasi perlu
melakukan tindakan terhadap orang asing yang memasuki wilayah teritorial
Indonesia. Adanya konsep kedaulatan teritorial negara, maka dalam melakukan
perlintasan antarnegara digunakan paspor. Pada dasarnya setiap paspor memuat
identitas kewarganegaraan pemegangnya sehingga negara yang mengeluarkan
berkewajiban memberi perlindungan hukum dimanapun pemegang berada. Sedangkan
dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan melakukan perjalanan ke
negara lain, dibutuhkan visa atau tanda yang diterakan pada paspor sebagai bentuk

4
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

telah diperiksa atau disetujui oleh pejabat negara tujuan. Pemeriksaan paspor dan visa
inilah sebagai bagian dari proses keimigrasian yang dapat dilanjutkan dengan
tindakan administratif keimigrasian. Melakukan suatu tindakan administrasi terhadap
orang yang tidak mentaati peraturan dan melakukan kegiatan yang berbahaya bagi
keamanan dan ketertiban umum, terdiri dari:

a) Warga negara Indonesia berupa cekal, penolakan keluar wilayah Indonesia,


pencabutan hal-hal yang berkaitan Surat Perjalanan Republik Indonesia
b) Orang asing berupa cekal, penolakan keluar dan masuk wilayah Indonesia,
biaya beban, deportasi, pengkarantinaan, pembatasan/pembatalan/perubahan
ijin keberadaan, larangan berada di suatu atau beberapa tempat, keharusan
bertempat tinggal di tempat tertentu.
c) Penanggungjawab alat angkut, berupa biaya beban, membawa kembali orang
asing yang tidak diberi ijin masuk, orang asing yang tidak diberi ijin masuk
untuk tetap tinggal atau diisolasi di alat angkut.

Seseorang dikatakan melakukan suatu tindakan keimigrasian apabila


memenuhi Syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Undang-undang. Alasan atau
dasar dari pelaksanaan tindakan keimigrasian dalam Undang-Undang Keimigrasian
ditentukan sebagai berikut :

a) Melakukan Kegiatan yang berbahay atau patut diduga berbahay bagi


keamanan dan ketertiban umum.
b) Tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu terdapat Jenis-jenis Tindakan Administratif Keimigrasian sebagai


berikut :
a) Pencantuman dalam daftar Pencegahan dan Penangkalan;
b) Pembatasan,perubahan daftar Pencegahan dan penangkalan;
c) Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
d) Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
e) Pengenaan biaya beban; dan/atau
f) Deportasi dari wilayah Indonesia.

5
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Tujuan dilakukannya larangan terhadap Orang Asing berada di tempat tertentu


adalah karena keberadaannya tidak dikehendaki oleh Pemerintah berada di wilayan
tertentu di Indonesia. Sedangkan seorang Warga Asing yang dikenakan sanksi
diharuskan untuk bertempat tinggal di tempat tertentu maskudnya adalah
penempatan di Rumah Detensi Imigrasi,Ruang Detensi Imigrasi,atau tempat lain.
Terdapat dasar Hukum yang kuat dalam penerapan Tindak Administratif
Keimigrasian dan Tindak Pidana Keimigrasian. Tindakan administratif keimigrasian
diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian pada pasal
75 ayat 1, yang berbunyi: “Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan
Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah
Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan
keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati
peraturan perundang-undangan”. Penjelasan pelaksanaan atas peraturan tersebut
diatur kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2013 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

1. Pencantuman Dalam Daftar Pencegahan atau Penangkalan

Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang


tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Pencegahan
adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk keluar
dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Pencegahan adalah larangan yang
yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk keluar negeri dari
Wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Aturan hukum yang yang menjadi
pondasi dalam proses pencegahan terhadap orang asing karena adanya alasan
keimigrasian diatur dalam UU Keimigrasian. Pencegahan terhadap orang asing yang
masuk dalam daftar hitam (black list) pencegahan dan penangkalan merupakan
wewenang dan tanggung jawab menteri, yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada
berbagai pertimbangan berikut:

a) Hasil pengawasan Keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif


Keimigrasian
b) Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang
c) Tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

d) Permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan
e) Perintah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan
f) Permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan
g) Keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain
yang berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan pencegahan. Menteri
Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Narkotika Nasional, atau
pimpinan kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan pencegahan dan
bertanggung jawab atas keputusan, permintaan, dan perintah pencegahan yang
dibuatnya. Meskipun demikian, dalam kondisi darurat atau mendesak, para
pejabat yang memiliki kewenangan pencegahan dapat meminta langsung
kepada pejabat imigrasi tertentu untuk melaksanakan tindakan pencegahan
terhadap orang asing yang menenuhi kriteria untuk dilakukannya tindakan
administratif berupa pencegahan keluar dari wilayah RI, dimana dalam
pelaksanaanya dilakukan oleh Menteri dan pejabat imigrasi yang ditunjuk
Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis oleh pejabat yang berwenang
atau mendapat kewenangan.

Keputusan pencegahan disampaikan kepada orang yang dikenakan tindakan


pencegahan selambat-lambatnya tujuh hari sejak tanggal keputusan ditetapkan dan
dalam hal keputusan pencegahan dikeluarkan oleh pejabat yang mendapat
kewenangan, keputusan tersebut juga disampaikan kepada menteri paling lambat tiga
hari sejak tanggal keputusan ditetapkan dengan permintaan untuk dilaksanakan.
Menteri dapat menolak permintaan pelaksanaan pencegahan apabila keputusan
pencegahan dianggap tidak memenuhi ketentuan seperti tidak adanya informasi
identitas atau alasan pencegahan atau limit waktu pencegahan yang akan
diberlakukan. Pemberitahuan penolakan pelaksanaan pencegahan oleh Menteri
disampaikan kepada pejabat yang akan melaksanakan proses pencegahan paling
lambat tujuh hari sejak tanggal permohonan pencegahan diterima yang disertai
dengan alasan penolakan. Menteri atau pejabat imigrasi yang ditunjuk selanjutnya
memasukkan identitas orang yang dikenai keputusan pencegahan ke dalam daftar

7
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

pencegahan melalui sistem informasi manajemen keimigrasian. Selanjutnya


berdasarkan daftar pencegahan, pejabat imigrasi wajib menolak orang asing yang
dikenai pencegahan keluar dari Wilayah Indonesia. Dalam hal penindakan
administratif berupa pencegahan keluar dari wilayah Republik Indonesia karena
alasan keimigrasian tersebut, undang-undang memberikan hak kepada pihak yang
akan dikenai tindakan pencegahan untuk mengajukan keberatan kepada pejabat yang
mengeluarkan keputusan pencegahan. Pengajuan keberatan dilakukan secara tertulis
disertai dengan alasan dan disampaikan dalam jangka waktu berlakunya masa
pencegahan. Namun demikian, pengajuan keberatan tidak dapat menunda proses
pelaksanaan pencegahan. Terkait dengan jangka waktu pencegahan berlaku batas
waktu paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam
bulan. Apabila tidak ada keputusan perpanjangan, suatu pencegahan berakhir demi
hukum. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang
tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Kewenangan
penangkalan merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan negara untuk menjaga
keamanan dan ketertiban umum yang dilaksanakan berdasarkan alasan keimigrasian.
Black list adalah istilah yang dipakai dalam bahasa sehari-hari untuk menggantikan
daftar orang-orang yang tidak diperbolehkan meninggalkan Indonesia dan orang-
orang yang tidak diperbolehkan memasuki wilayah Indonesia. Di dalam keimigrasian
daftar ini disebut “daftar pencegahan dan penangkalan (Cekal)”. Seperti halnya
kewenangan dalam pencegahan, wewenang dan tanggung jawab penangkalan
terhadap warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin menteri
kehakiman dan anggotanya. Dalam kondisi mendesak atau darurat pejabat lain yang
berwenang juga dapat meminta kewenangan melakukan penangkalan kepada menteri,
dimana dalam pelaksanaannya dilakukan oleh menteri dan pejabat terkait yang
ditunjuk. Keputusan penangkalan ditetapkan dengan tertulis oleh menteri atau pejabat
terkait dapat dikeluarkan selambat-lambatnya tiga hari sejak permintaan pencekalan
diajukan oleh pejabat tersebut.

8
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Keputusan penangkalan dapat dikeluarkan sekurang-kurangnya hanya jika


permintaan pencekalan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir atau umur, serta foto yang
dikenai penangkalan
b. Alasan penangkalan
c. Jangka waktu penangkalan.

Jika salah satu unsur tersebut di atas tidak ada maka pejabat menteri dapat
menolak permintaan penangkalan yang diajukan oleh pejabat terkait, yang
disampaikan selambatlambatnya tujuh hari dari sejak tanggal permintaan penangkalan
diterima kepada pejabat bersangkutan, yang disertai dengan alasan penolakan
permintaan penangkalan seperti yang dimintakan pejabat terkait. Identitas orang yang
dikenai keputusan penangkalan akan dimasukkan ke dalam daftar penangkalan
melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian, dan dengan diterbitkannya daftar
penangkalan tersebut, maka pejabat imigrasi wajib menolak orang asing yang dikenai
tindakan penangkalan untuk masuk wilayah Indonesia.

2. Pembatasan, Perubahan, atau Pembatalan Izin Tinggal

Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin
keimigrasian dengan status apapun, baik dalam kapasitas sebagai diplomat, dinas,
maupun biasa, termasuk umur dewasa maupun anak-anak. Setiap orang asing yang
masuk ke wilayah Negara RI wajib mendapat Izin Masuk. Izin Masuk diberikan
sesuai dengan jenis Visa yang dimiliki oleh orang asing yang bersangkutan.
Pemberian Izin Masuk ini dilakukan oleh pejabat imigrasi yang bertugas di TPI
dengan cara menarakan izin pada visa atau surat perjalanan orang asing yang
bersangkutan. Izin masuk diberikan juga kepada pemegang izin masuk kembali
selama izin masuk kembali itu masih berlaku. Izin masuk kembali diberikan oleh
Kepala Kantor Imigrasi setempat. Izin tinggal terdiri dari izin tinggal diplomatik, izin
tinggal dinas, izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap.
Dalam hal praktek keimigrasian, dokumen keimigrasian adalah Dokumen Perjalanan
Republik Indonesia, dan Izin Tinggal yang dikeluarkan oleh pejabat imigrasi atau
pejabat dinas luar negeri. Dikatakan dokumen keimigrasian adalah suatu izin
keimigrasian berupa izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap yang tertera dalam
suatu kartu dengan format dan ukuran tertentu yang biasa disebut dengan Kartu Izin

9
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Selain itu instansi-
instansi lain, seperti Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Agama, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dan instansi lain juga memiliki wewenang terkait izin
keimigrasian yang diberikan terhadap orang asing. Dalam UU Keimigrasian diatur
mengenai kewajiban bagi setiap orang asing yang berada di Indonesia, yaitu setiap
orang asing berada di wilayah Indonesia wajib memberikan keterangan yang
diperlukan mengenai identitas diri dan atau keluarganya, perubahan status sipil
kewarganegaraannya serta perubahan alamnya. Status sipil yang dimaksud dalam
kalimat ini adalah perubahan yang menyangkut perkawinan, perceraian, kematian,
kelahiran anak, pindah pekerjaan dan berhenti pekerjaan. Saat ini di seluruh dunia
tercatat kurang lebih ada 250 paspor dengan fitur pengamanan yang berbeda-beda.
Sehingga hal yang mustahil untuk mengetahui ciri-ciri paspor tersebut terlebih lagi
menghafalkannya satu persatu. Namun demikian dengan memahami hal-hal mendasar
seperti proses pembuatan kertas, percetakan, penjahitan, pendilidan dan penerbitan
paspor, petugas imigrasi dapat menemukan dokumen-dokumen palsu. Pembatasan
izin tinggal orang asing di Wilayah Republik Indonesia merupakan bagian dari
instrumen dalam penindakan administratif hukum keimigrasian di Indonesia. Seorang
warganegara asing yang memenuhi unsur-unsur pelanggaran UU Keimigrasian dapat
diberikan sanksi berupa pembatasan izin tinggal baik yang sifatnya sementara maupun
tetap. Penindakan adminsitratif berupa pembatasan izin tinggal dimaksudkan sebagai
bagian dari upaya prefentif untuk mencegah dampak negatif yang lebih serius yang
dapat ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang asing tersebut
selama berada di wilayah RI. Pejabat imigrasi yang ditunjuk dalam penindakan
administratif juga dapat melakukan evaluasi ulang atau perubahan terhadap izin
tinggal yang telah diberikan kepada orang asing yang dianggap atau patut diduga
melakukan kegiatan yang dapat mengganggu keamanan. Dalam kondisi yang lebih
serius, pejabat imigrasi memiliki kewenangan untuk membekukan atau membatalkan
izin tinggal yang telah diberikan kepada orang asing tersebut.

10
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

3. Larangan untuk Berada di Satu atau Beberapa tempat tertentu di Wilayah


Indonesia
Larangan atau keharusan untuk berada pada wilayah tertentu di negara RI
ditujukan terhadap orang asing yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh
pemerintah berada di wilayah Indonesia tertentu. Larangan untuk berada pada wilayah
tertentu dimaksudkan sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya dampak negatif
yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan orang asing tersebut pada wilayah yang
dimaksud, misalnya keberadaan orang asing pada suatu wilayah tertentu di Indonesia
dianggap dapat bersinggungan dengan normanorma dan adat istiadat yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat, sehingga dikhawatirkan keberadaan orang asing tersebut
dapat menimbulkan gesekan-gesekan yang berujung pada terganggunya keamanan,
ketertiban dan ketentraman masyarakat pada wilayah tersebut. Sementara itu, pada sisi
yang lain kepada orang asing juga dapat diberikan sanksi berupa keharusan untuk
berada pada wilayah tertentu di negara RI.

4. Keharusan untuk Bertempat Tinggal di Suatu Tempat tertentu di Wilayah


Indonesia
Keharusan berada pada wilayah tertentu dapat diartikan sebagai upaya
mengisolasi orang asing tersebut untuk tidak menimbulkan ekses negatif yang lebih
luas dikarenakan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Wilayah tertentu sebagaimana
dimaksudkan di atas juga dapat diinterpretasikan sebagai tempat penampungan
sementara bagi orang asing atau yang biasa disebut sebagai Rumah Detensi Imigrasi
(RUDENIM). Rudenim memiliki fungsi penegakan, pengisolasian, pemulangan, dan
pendeportasian orang asing yang terbukti melanggar izin keimigrasiannya. Ketiga
fungsi tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari penindakan administratif
terhadap pelanggaran Undang-udang Keimigrasian.

11
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

5. Pengenaan Biaya Beban


Pemberlakuan kewajiban biaya beban terkait dengan pelanggaran terhadap izin
keimigrasian seperti kelengkapan dokumen keimigrasian dan pelanggaran atas izin
tinggal yang dimimiliki oleh orang asing tersebut. Biaya beban dapat dikenakan
kepada penanggung jawab alat angkut yang berdasarkan hasil pemeriksaan tidak dapat
menunjukkan dokumen keimigrasian penumpangnya. Selain kewajiban biaya beban,
kepada penaggung jawab angkut juga diwajibkan untuk melakukan pemulangan
terhadap penumpang yang tidak memiliki dokumen resmi keimigrasian. Besarnya
biaya beban yang harus dibayarkan oleh penanggung jawab angkut terkait dengan
kealpaan dokumen keimigrasian ditetapkan berdasarkan ketentuan
perundangundangan yang berlaku. Biaya beban merupakan penerimaan negara bukan
pajak di bidang keimigrasian. Penerapan sanksi biaya beban juga dapat diterapkan
atas terjadinya pelanggaran izin tinggal, baik izin tinggal tetap maupun izin tinggal
sementara. Orang asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya
dan masih berada dalam Wilayah Indonesia kurang dari enam puluh hari dari batas
waktu Izin Tinggal dikenai biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan jika tidak membayar biaya beban maka dikenai tindakan administratif
keimigrasian (TAK) berupa deportasi dan penangkalan.

6. Deportasi dari Wilayah Indonesia


Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari Wilayah
Indonesia. Hak suatu negara untuk mengusir orang asing yang berada di negaranya
dikenal dengan pengusiran atau deportasi explution, pengusiran tersebut semata-mata
berdasarkan kepentingan negara itu sendiri. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan
negara asal atau negara dari mana orang asing tersebut datang. Deportasi merupakan
sebuah penerapan sanksi di mana telah dicapai efisiensi yang lebih baik melalui
ditingkatkannya kerja sama operasional di antara negara anggota. Dua perangkat
terbaru yang telah memberikan sumbangan adalah keputusan atau penerbangan
bersama dan tindakan persiapan pemulangan. Pengusiran atau deportasi (deportation)
merupakan suatu tindakan sepihak dari pemerintah berupa tindakan mengeluarkan
orang asing dari wilayah Republik Indonesia karena berbahaya atau patut diduga
berbahaya bagi ketentraman, kesusilaan, atau kesejahteraan umum.

12
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

b. Persepektif Peran dan Fungsi Hukum Internasional Dalam Era


Dinamika Global Mencegah Tindak Kejahatan Transnasional
Pada Umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari
Peraturan-peraturan dan Ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur
hubungan natara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainya dalam kehidupan
Masyarakat Internasional. Definisi Hukum Internasional yang diberikan oleh pakar-
pakar Hukum terkenal di masa lalu seperti Oppenheim dan Briely,terbatas pada
negara sebagai pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainya.
Namun, dengan perkembangan pesar ilmu pengetahuan dan teknologi pada paru abad
ke-2 abad XX, meningkatnya hubungan, kerjasama dan kesalingtergantungan
antarnegara,menjamurnya negara-negara baru dalam jumlah yang banyak sebagai
akbiat Dekolonisasi, munculnya organisasi-organisasi internasional dalam jumlah
yang sangayt banyak telah menyebabkan runag lingkup hukum internasional lebih
luas. Selanjutnya Hukum internasional bukan saja mengatur hubungan
antarnegara,tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya seperti organisasi-organisasi
internasional,kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-gerakan perbatasan
nasional. Bahkan,dalam hal-hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan
terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara. Walaupaun
hukum Internasional tidak lagi semata-semata merupakan hukum antarnegara dengan
tampilnya actor-aktor baru non-negara,tetapi dalam kehidupan Internasional, negara
masih tetap memainkan perana utama mengingat dampak kedaulatan yang dimiliknya
terhadap keseluruhan sistem hukum Internasional.
Disamping itu,negara bukan saja merupakan subjek utama tetapi juga actor
hukum internasional yang oaling beroeranb dalam membuat hukum internasional baik
melalui partisipasinya pada berbagai hubungan atau interaksi internasional, maupun
melalui perjanjian-perjanjian internasional yang dibuatnya dengan negara atau actor-
aktor lainya,ataupun melalui keterikatannya terhadap keputusan dan resolusi
organisasi-organisasi internasional. Dengan demikian,hukum internasional dapat
dirumuskan sebagai suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban para subjek hukum internasional,yaitu negara,lembaga dan
organisasi internasional,serta individu dalam hal-hal tertentu.

13
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Disamping itu perlu dibedakan antara Hukum Internasional Publik dan Hukum
Internasional Privat. Bila Hukum Internasional Publik mengatur hubungan antar
negara dan subjek-subjek hukum lainya seperti telah disinggung sebelum ini,hukum
internasional privat mengatur hubungan anatara individu-individu atau badan-badan
hukum dari negara-negara yang berbeda. Mengenai nama yang diberikan kepada
kedua sistem hukumini perlu dicatat bahwa untuk Hukum Internasional
privat,kwilifikatif privat selalu dipakai sedangkan untuk Hukum Internasional Publik
Kwalifikatif Publiknya sering tidak digunakan. Jadi untuk hukum internasional public
ini istilah yang dipakai pada umumnya hanya hukum internasional sesyai dengan
istilah aslinya International Law yang dipakai pertama kali oleh pakar hukum Inggris
yaitu Jeremy Bentham pada tahun 1780.

Pada dasarnya Hukum Internasional seperti Hukum Nasional (Hukum Positif)


yang juga tidak luput dari pelanggaran-pelanggaran ataupun pembangkangan dari
negara-negara tertentu. Pelanggaran-pelanggaran sering terjadi dalam masalah-
masalah politik dan keamanan yang dianggap vital bagi negara yang bersangkutan.
Tetapi kali terjadi pelanggaran,negara pelanggar selalu berusaha menjelaskan bahwa
tindakannya tidak bertentangan dengan hukum internasional dan bahkan sejalan
dengan prinsip hukum yang berlaku. Mengacu pada beberapa literatur yang ada, dapat
diketahui beberapa alasan mengapa kejahatan internasional menjadi pembahasan
dalam kompedium ini, salah satu yang terpenting adalah alasan keamanan. Potensi
ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh kejahatan transnasional, antara lain:

a) Merusak masyarakat sipil, sistem politik, dan kedaulatan suatu negara, melalui
pembudayaan kekerasan dan penyuapan, serta mengenalkan suatu kanker
korupsi ke dalam struktur politik;
b) Membahayakan mekanisme pasar, termasuk aktivitas kebijakan pemerintah
dan merusak keuntungan sistem ekonomi dan perdagangan yang adil, bebas
dan aman yang akan diterima oleh produsen maupun konsumen. Bahkan
dalam kasus yang ekstrim, semua sektor perdagangan yang legal akan terbawa
pada aktivitas ilegal, cenderung merongrong kedaulatan negara-bangsa dan
membiasakan individu-individu untuk berbuat sesuatu yang di luar kerangka
hukum;

14
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

c) Gangguan terhadap sistem lingkungan melalui pengrusakan sistem


pengamanan dan peraturan lingkungan;
d) Mendestabilisasi secara strategis kepentingan bangsa dan menjatuhkan progres
dari ekonomi transisi dan ekonomi negara berkembang dan dengan kata lain
menginterupsi kebijakan luar negeri dan sistem internasional;
e) Memberatkan masyarakat dengan beban sosial dan ekonomi yang tinggi dari
suatu akibat kejahatan transnasional tersebut.

Dengan kondisi permasalahan tersebut di atas, maka pendekatan penyelenggaraan


keamanan nasional yang dapat dilakukan, yaitu :
a) Jangka Pendek
Dalam kerangka ini perlu diupayakan untuk membangun kapasitas
Pemerintah Daerah, memperbaiki kerjasama dalam tahap perencanaan antar
kementerian maupun lembaga negara, membangun dan memperkuat
kapasitas kementerian dan lembaga negara yang menangani kejahatan
transnasional, memperjelas kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah
maupun antar lembaga negara yang ada, pendidikan terkait isu keamanan
nasional bagi para politisi, memperkuat sumber daya baik secara kualitas
maupun kuantitas aparat penegak hukum, memperkuat kerangka hukum, dan
terakhir yang tak kalah pentingnya adalah dengan melibatkan media.
b) Jangka Panjang
Pembahasan Undang-Undang Keamanan Nasional, Dewan Keamanan
Nasional dan pendidikan mengenai keamanan nasional bagi warganegara.
Lebih jauh terkait dengan Dewan Keamanan Nasional, di sini perlu
disampaikan, bahwa kehadirannya sebagai jawaban atau tanggapan atas
bentuk koordinasi antar lembaga seperti yang ada saat ini yang kurang
memadai. Dewan Keamanan Nasional yang juga berwenang menangani
kejahatan transnasional ini berfungsi memperkuat kewenangan sekaligus
kepemimpinan, mengumpulkan pengetahuan maupun keahlian baik formal
(institusi pemerintah) maupun informal (di luar pemerintah), sekaligus
menjaga stabilitas politik lebih baik. Tentu saja, agar Dewan Keamanan
Nasional ini bisa berjalan efektif, maka perlu diupayakan agar para pakar
keamanan nasional dapat kesempatan maupun lebih akses menyuarakan
pandangannya, diperkuat dengan otoritas untuk membuat sebuah keputusan

15
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

final maupun melakukan reformasi hukum yang dirasa penting dan perlu bagi
penegakan hukum terkait kejahatan transnasional.

Proses umum globalisasi dekade terakhir memberikan penjelasan utama bagi


munculnya kejahatan transnasional. Karena liberalisasi pasar dan penurunan
kepentingan perbatasan antar negara, kejahatan transnasional telah meningkat secara
dramatis. Asumsi ini sampai batas tertentu menyederhanakan penyebab dan
perkembangan kejahatan transnasional. Hal itu sudah menunjukkan bahwa kejahatan
transnasional selalu terjadi. Bagaimanapun, kejahatan transnasional tidak hanya
terjadi karena orang, barang dan jasa bisa menyeberang perbatasan. Mereka hanya
melintasi perbatasan ketika ada alasan untuk itu. Hal yang memungkinkan terjadinya
kejahatan transnasional adalah bahwa barang-barang tertentu yang tersedia di
beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk mereka),
atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan menguntungkan. Jika alasan
seperti itu ada, dan peluang transportasi meningkat maka lalu lintas dapat membuat
arus perdagangan kejahatan transnasional lebih mudah. Namun, beberapa aspek
globalisasi sebenarnya dapat mengurangi penyebab kejahatan transnasional.
Liberalisasi pasar, misalnya, menyebabkan deregulasi arus modal di banyak negara.
Hal ini menyebabkan penurunan otomatis dalam pelarian modal, karena banyak
kegiatan yang pernah dicap sebagai pelarian modal sekarang menjadi transaksi
keuangan legal melintasi perbatasan internasional. Di sisi lain, kejahatan transnasional
banyak disebabkan atau setidaknya dirangsang oleh negara-negara yang
mempertahankan undang-undang yang berbeda sehubungan dengan komoditas
tertentu. Skala penyelundupan rokok saat ini, misalnya, tidak bisa dibayangkan ketika
negara-negara yang sama tidak akan mempertahankan perbedaan besar seperti di
bidang perpajakan. Harmonisasi peraturan antar negara, sebagai bagian dari proses
globalisasi, bisa membatalkan setidaknya sebagian dari eksternalitas negatif (seperti
kejahatan transnasional) dari proses globalisasi. Kejahatan Transnasional Sebagai
Penyebab Penyusupan Kejahatan Dalam Bisnis Sah Dan Pemerintah Asumsi terakhir
tentang kejahatan transnasional adalah bahwa kejahatan transnasional adalah salah
satu jenis penyusupan kejahatan dalam organisasi yang sah serta pemerintah. Ini
adalah salah satu alasan mengapa pemerintah demokratis dan perusahaan yang sah
terancam. Meskipun bukti ancaman yang dirasakan tidak banyak dihasilkan selama
dekade terakhir ini, namun penyusupan dalam skala luas oleh pelaku kejahatan

16
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

transnasional memang terjadi. Banyak kejahatan transnasional dapat dijalankan tanpa


penyusupan substansial atau korupsi. Menghindari penegakan hukum seringkali lebih
mudah daripada mencoba untuk merusak mereka. Selain itu, layanan yang disediakan
oleh perusahaan dan instansi pemerintah yang sah dapat digunakan oleh penjahat
tanpa diketahui oleh perusahaan dan lembaga tertentu. Kejahatan transnasional yang
paling meresahkan, salah satunya mungkin senada dengan kesimpulan Alan Blok,
yakni perdagangan obat-obatan ilegal: "hubungan antara keamanan negara-bangsa
dan narkotika, mendorong terutama masalah suburnya korupsi di Dunia Ketiga".
Berpendapat bahwa penyusupan sebagaimana dimaksud di atas bukan merupakan
fenomena yang sangat umum adalah tidak untuk menyatakan bahwa pelaku legal dan
ilegal dapat dan tidak akan terhubung ke semua jenis kejahatan transnasional. Namun,
banyak dari benturan antara pelaku legal dan ilegal diselimuti oleh lingkup kejahatan
transnasional yang dibahas dalam banyak studi dan laporan pemerintah. Mereka
biasanya berfokus pada penjahat yang terlibat dalam perdagangan narkoba,
penyelundupan manusia dan kejahatan lainnya yang terkenal. Kejahatan lainnya, yang
setidaknya sama banyak benturan dapat diharapkan, sering diabaikan atau
dikecualikan melalui definisi yang mengecualikan kejahatan transnasional yang
dilakukan oleh aktor legal atau di mana para aktor memainkan peran penting. Untuk
itu, kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar (seperti produsen
rokok atau bank) atau lembaga negara (seperti badan-badan intelijen) tidak termasuk
dalam diskusi tentang penyusupan atau benturan lainnya antara pelaku legal dan
ilegal. Namun demikian, sejumlah studi dapat ditemukan yang berfokus pada
kejahatan-kejahatan ini dan memberikan wawasan dalam benturan.

17
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Bagan 1
Transnational Criminal Organizations

Kejahatan yang masuk dalam TCO ( Transnational Criminal Organization)


terbagi menjadi lima kejahatan yang sampai saat ini masih terjadi dalam era
global,kejahatan tersebut sebagai berikut :

a. Perdagangan Orang Dan Penyelundupan Manusia;


b. Kejahatan Korupsi;
c. Kejahatan Lintas Negara Baru Dan Berkembang.

Kejahatan lintas negara merupakan bentuk kejahatan yang menjadi ancaman


serius  terhadap keamanan dan kemakmuran global mengingat sifatnya yang
melibatkan berbagai negara. Untuk menanggulangi kejahatan tersebut, diciptakan
sebuah mekanisme multilateral melalui sebuah perjanjian internasional yang
disebut United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC.
UNTOC yang dibentuk pada tahun 2000 menjadi panduan dasar bagi negara-negara
dalam upaya penanggulangan kejahatan lintas negara.Dari sisi Indonesia, kejahatan
lintas negara perlu diberikan perhatian khusus mengingat letak Indonesia yang sangat
strategis sehingga rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan lintas negara.

Dalam Perjanjian Internasional yang dinamakan United Nations Convention


on Transnational Organized Crime – UNTOC. Di jelaskan dalam pasal 2 huruf (a)
yang berbunyi bahwa :

18
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

“Organized criminal group” shall mean a structured group of three or more


persons, existing for a period of time and acting in concert with the aim of committing
one or more serious crimes or offences established in accordance with this
Convention, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material
benefit;

Bahwa pada intinya menjelaskan mengenai Kejahatan Transnasional atau


Kelompok penjahat terorganisasi adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari tiga
orang atau lebih, yang ada untuk jangka waktu tertentu dan bertindak bersama dengan
tujuan melakukan satu atau lebih kejahatan serius atau pelanggaran yang dilakukan
sesuai dengan Konvensi ini, untuk memperoleh, langsung atau tidak langsung,
manfaat finansial atau material lainnya.

19
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

1. Kejahatan People Smuggling ( Penyelundupan Orang)

Konsep human security menyadarkan bahwa apa yang dinamakan “people


centered view of security” sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka terciptanya
stabilitas baik secara nasional, regional, maupun global. Bahaya terhadap keamanan
non tradisional pada dasarnya bersifat transnasional yang penanggulangannya harus
didasarkan atas kerjasama negara. Tindak pidana seperti perdagangan manusia
merupakan masalah global yang sedang dihadapi oleh semua lapisan masyarakat yang
dimana diakibatkan oleh ulah manusia yang menginginkan keuntungan serta eksploitasi
besar-besaran demi keuntungan manusia itu sendiri. Seperti yang terjadi di Indonesia
terdapat banyak ancaman bagi human security yang diakibatkan adanya kasus
perdagangan manusia yang dimana menimbulkan rasa takut serta ancaman bagi
manusia lainnya terhadap pelaku perdagangan manusia. Dampak dari perdagangan
manusia ini dapat menyangkut berbagai aspek dan berbagai bidang dalam skala lokal,
nasional, regional, maupun global.

Perdagangan manusia (human trafficking) menurut UNODC (United Nations


Office on Drugs and Crime), bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas
menangani Kejahatan dan Obat Bius mendefinisikan perdagangan manusia sesuai
dengan Lampiran II, Ketentuan Umum, Pasal 3, Ayat (a) [1] dari Protocol to Prevent,
Suppress and Punish Trafficking in Persons (Protokol untuk Mencegah, Menekan dan
Menghukum Perdagangan Manusia) perdagangan manusia sebagai “rekrutmen,
transportasi, transfer, menadah atau menerima manusia, dengan cara ancaman atau
penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, dari penculikan, dari
penipuan, dari kecurangan, dari penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau
pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan
dari orang yang memiliki kontrol terhadap orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

Perdagangan manusia (human trafficking) menurut Global Alliance Against


Traffic in Women (GAATW) adalah semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan
perekrutan,pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang
dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan
atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan
atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan
(domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan,

20
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu
penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Perdagangan manusia (human
trafficking) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,
atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau
mengakibatkan orang tereksploitasi.

Dari definisi perdagangan manusia di atas bahwa istilah “perdagangan manusia


(human trafficking)” mengandung unsur yaitu rekrutmen dan transportasi manusia,
diperuntukkan untuk bekerja serta melayani, untuk keuntungan pihak yang
memperdagangkan. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang
bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan
sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut), apabila terjadi
penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya
karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang
tua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan yang
lain, diperdayai oleh oknum yang melakukan perdagangan manusia. Tujuan dari
kejahatan ini adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja (dengan memeras
habis-habisan tenaga yang dipekerjakan) dan ekplotasi seksual (dengan memanfaatkan
atau menjual kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga
kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks). Adapun faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan tindak pidana trafficking adalah kemiskinan, pendidikan,
ketenagakerjaan, kondisi keluarga, dan lemahnya penegakan hukum. Dalam skripsi ini
penulis lebih memfokuskan pada lemahnya penegakan hukum sebagai salah satu faktor
penyebab terjadinya perdagangan manusia (human trafficking), berdasarkan dari
beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan manusia yang telah
dijelaskan diatas maka perlu adanya upaya penanggulangan untuk mengurangi
perdagangan manusia yaitu dapat dilakukan dengan cara peran serta lembaga swadaya
masyarakat, organisasi internasional, dan peran hukum internasional dalam
menanggulangi tindak pidana perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia.

21
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

2. Kejahatan Korupsi
Prinsipprinsip hukum internasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
prinsipprinsip dasar dan fundamental yang terdapat dalam proses perampasan asset,
baik itu berdasarkan dokumen internasional seperti UNCAC, UNTOC, ataupun
UNODC, maupun dokumen regional seperti AMLAT. Perampasan aset, berdasarkan
UNCAC dan juga AMLAT dianggap sebagai fundamental principle, yang kemudian
diturunkan salah satu caranya melalui mutual legal assistance. Prinsipprinsip yang
tersirat dalam UNCAC, yang meliputi, prinsip: Pertama, terkait dengan kerjasama
internasional (international cooperation); Kedua, terkait dengan bantuan hukum timbal
balik (mutual legal assistance); Ketiga, terkait dengan pemeriksaan bukti dan halhal
yang terkait dengan kejahatan; dan keempat, terkait dengan penafsiran atas halhal
terkait dengan perampasan aset dalam Konvensi UNCAC. Prinsipprinsip tersebut, di
elaborasi menggunakan prinsipprinsip terkait dengan perampasan aset melalui mutual
legal assistance, yang meliputi: (1) sufficient of evidence, (2) double criminality, (3) Ne
bis in Idem atau Double Joepardy, (4) Reciprocity, (5) Speciality atau Use of
Limitation, (6) Genaral Human Rights Consideration, (7) The Rights Suspects and
Persons Charged with Criminal Offences, (8) Consideration of the Likely Severity of
Punishment, yang termasuk juga pada kasuskasus hukuman mati (death penalty), (9)
political offences, (10) public atau national interest, dan (11) bank secrecy dan fiscal
fraud.

Dokumen hukum—UNCAC dan AMLAT—yang digunakan merupakan salah


satu sumber hukum internasional. Dimana keduanya—UNCAC dan AMLAT—
termasuk ke dalam perjanjian internasional, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat
(1) VCLT dimana “treaty as an international agreement concluded between states in
written form and governed by international law, whether embodied in a single
instrument or in two or more related instruments and whatever its particular
designation”, maka akan dibahas dan dianalis perjanjian UNCAC dan AMLAT sebagai
bentuk dari perjanjian internasional. Pada konteks ini—dimana UNCAC dan AMLAT
dianggap sebagai perjanjian internasional menegaskan bahwa dalam hukum
internasional, sebuah perjanjian memiliki beberapa fungsi yang dalam hukum nasional
tertentu bisa berlainan, misalnya sebagai peraturan nasional, perjanjian kontrak,
ataupun perjanjian pembentukan suatu lembaga.19 Sehingga, fungsi perjanjian tersebut,
pada akhirnya melahirkan hak dan kewajiban, begitupula dengan UNCAC dan AMLAT

22
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

yang secara tegas menjabarkan hak dan kewajiban negaranegara anggotanya, “all
treaties contain obligations for the states that are parties to them”. Analisis perjanjian
internasional, juga bisa dilihat dari konten atau isi perjanjian tersebut, setidak tidaknya
dalam melihat perjanjian internasional, ada dua bentuk yang berbeda, yakni, pertama
berupa law making treaties (traités lois), dan kedua berupa contractual treaties (traités-
contracts). Berdasarkan penggolongan dua bentuk tersebut, maka ASEAN Mutual
Legal Assistance Treaty, termasuk dalam contractual treaty, sebab AMLAT berisikan
aturanaturan pelaksana khusus terkait dengan bantuan hukum timbal balik dengan
tujuantujuan dan kepentingan tertentu.

UNCAC dan AMLAT, sebagai instrumen hukum internasional dan juga regional,
untuk bisa diberlakukan ke dalam hukum nasional haruslah diratifikasi ke dalam
undang-undang nasional. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11 VCLT bahwa
“the consent of a State to be bound by treaty may be expressed by signature, exchange
of instrument constituting a treaty, ratification, acceptance, approval or accession, or
by other means if so agreed”. Namun demikian, keberlakuan dan hubungan hukum
internasional dengan hukum nasional, pada praktek negaranegara, dapat dipahami
melalui dua teori berbeda: monisme dan dualisme. Pada teori monisme, hukum
internasional tidak perlu diterjemahkan dan diturunkan ke dalam hukum nasional, sebab
ratifikasi itu sendiri secara otomatis dan langsung memasukan hukum internasional ke
dalam hukum nasional, misalnya dalam pelaksanaan jurisdiksi Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal Court/ICC) dapat langsung diproses dalam
peradilan nasional. Sementara itu, teori dualisme justru bertentangan dengan teori
monisme, dimana teori dualisme menegaskan bahwa perjanjian internasional untuk bisa
berlaku sebagai hukum nasional, maka perjanjian tersebut harus ditransformasikan
melalui undangundang nasional. Maka jika negaranegara sebagai dualist states, maka
baik UNCAC maupun AMLAT harus diturunkan ke dalam hukum nasional melalui
undangundang nasional.

Dua aliran tersebut monisme dan dualism menimbulkan banyak perbedaan dan
perdebatan dalam praktiknya. Melda Kamil sebagaimana dikutip Dewanto berpendapat
bahwa Indo nesia merupakan negara penganut monisme sebab di dalam undangundang
pengesahan selalu dilampirkan perjanjian internasionalnya sehingga perjanjian
internasional tersebut dapat digunakan oleh para hakim di pengadilan sebagai sumber
hukum formal dalam menyelesaikan sebuah perkara. Sejalan dengan Melda Kamil,

23
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Agusman juga melihat bahwa beberapa hakum secara berani menggunakan kaidah-
kaidah hukum internasional sebagai dasar hukum dalam memutus perkara. Namun,
Eddy Pratomo justru menyatakan bahwa tidak ada negara yang secara murni
menerapkan salah satu teori tersebut—monisme ataupun dualisme—sebab negara-
negara melakukan kombinasi keduanya berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Lebih jauh, analisis dalam perjanjian internasional, dimana proses perberlakuannya
pasca ratifikasi harus melalui proses transformasi. Hukum internasional
ditransformasikan ke dalam hukum nasional terlebih dahulu sebelum dapat digunakan
di pengadilan nasional. Perberlakuan ini dikenal sebagai implementing legislation
dimana peraturan perundangundangan yang dibuat oleh lembaga legislatif merupakan
hasil dari proses transformasi perjanjian internasional ke dalam peraturan perundang-
undangan nasional.

Proses tranformasi dan penggunaan implementing legislation merupakan salah


satu ciri dari negara yang menerapkan prinsip dualisme. Selain itu, ketiadaan
pengaturan antara hubungan hukum internasional dan hukum nasional dalam konstitusi
nasional negara juga menjadi ciri lainnya dari dualist states. Bahkan penjelasan lain
bisa ditelusuri dari putudsanputusan pengadilan ketika hakim memutuskan konflik
antara hukum internasional dan hukum nasional, seperti dalam kasus P.P. v. Wah Ah
Jee di Malaysia yang digambarkan Hamid dan Sein (2012) sebagaimana dikutip
Dewanto (2012), dimana Pengadilan menyimpulkan bahwa “The Courts here must take
the law as they find it expressed in the Enachment. It is not the duty of a judge or
magistrate to consider whether the law so set forth is contrary into international law or
not”. Di Indonesia, perihal implementing legislation, pernah terjadi kerancuan yakni
ketika Mahkamah Agung menangani kasus PT. Nizwar v. NMB pada tahun 1981,
dimana ketika PN Jakarta Pusat menyetujui sita eksekutorial yang diajukan oleh NMB
atas putusan Pengadilan Arbitrase London, Pengadilan mendasarkan pada
pertimbangan bahwa Konvensi Jenewa 1927 tang diratifikasi oleh Pemerintah Belanda
juga berlaku di Indonesia. Kemudian PT Niwar mengajukan kasasi dan MA menganulir
putusan PN Jakarta Pusat dengan menyatakan bahwa “dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tidak serta merta membuat Konvensi New
york 1958 berlaku di Indonesia sebelum ada peraturan pelaksananya (implementing
legislation)”.

24
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

3. Kejahatan Lintas Negara

Definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan meskipun
sudah ada ahli yang merumuskan dan juga dirumuskan di dalam peraturan
perundangundangan. Akan tetapi ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum
internasional mengenai terorisme tidak serta-merta meniadakan definisi hukum
terorisme itu. Masing-masing negara mendefinisikan menurut hokum nasionalnya
untuk mengatur, mencegah dan menanggulangi terorisme. Kata “teroris” dan terorisme
berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau
menggetarkan. Kata teror juga biasa menimbulkan kengerian. Akan tetapi sampai
dengan saat ini belum ada definisi terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada
dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang
sensitif karena terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang tidak
berdosa.15 Negara Kanada mendefinisakan terorisme sebagai berikut :

“Defining “terrorist Activity” in the Criminal Code as an action that takes place
either within or outside of Canada that : is taken or threaters the pulic or national
security by killing, seriously harming or endangering a person, causing substansial
property damage that is likely to seriously harm people or by interfering with or
disrupting an essential service facility or system, (Department of Justice, 2002;2).16,
(penjelasan “Aktivitas teroris” dalam Kitab Undang-Undang Pidana sebagai
suatu tindakan yang berlangsung baik di dalam maupun di luar Canada bahwa : diambil
atau mengancam orang banyak/masyarakat atau keamanan nasional dengan
pembunuhan, dengan serius kerugian atau membahayakan seseorang, menyebabkan
substansial kerusakan (properti/milik) yang mengkin untuk dengan serius merugikan
orang-orang atau dengan bertentangan atau mengganggu suatu (jasa;layanan) penting,
fasilitas atau system).”
Menurut Undang-Undang No 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Pasal 1 (1) yang dimaksud dengan terorisme adalah : “Tindak pidana
terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini.” Pasal
7 UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
memberikan penjelasan lebih rinci lagi tentang pengertian terorisme yaitu : “Setiap
orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan

25
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau yang menimbulkan korban yang bersifat missal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis,
atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana
dengan penjara paling lama seumur hidup. Contoh-contoh tindakan terorisme di
beberapa Negara termasuk Indonesia yang belakangan ini sering terjadi dan mulai
meresahkan masyarakat internasional adalah sebagai berikut :

a) Peristiwa Word Trade Center (WTC) yang terjadi pada tanggal 11 september
2001 di Amerika serikat yang mengakibatkan sekitar 3000 orang luka-kuka dan
meninggal. Peristiwa tersebut terjadi bukan dilakukan dengan pengeboman
tetapi dengan menabrakkan pesawat komersil milik Amerika. Dalam peristiwa
ini pemerintah Amerika mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh
terorisme yang disebut dengan Al-Qaeda dibawah pimpinan Osama Bin Laden.
Pada waktu itu tiga pesawat komersil Amerika dibajak dan dua ditabrakan ke
gedung kembar WTC dan Pentagon, sedangkan yang satunya jatuh di daerah
pedalaman Penysylvania;
b) Aksi Terorisme di kedutaan Amerika Serikat (AS) di Nairobi (Kenya) telah
menewaskan 224 orang dan melukai lebih dari 5000 orang;
c) Serangkaian ledakan bom terjadi pada malam Natal pada 24 desember 2000 di
beberapa kota (Batam, Pekanbaru, Jakarta Sukabumi, Mojokerto, Kudus,
Mataram), merenggut 16 jiwa dan melukai 96 orang serta mengakibatkan 37
mobil rusak.
d) Sabtu malam pada 12 Oktober 2002 menjadi terkenal dengan peristiwa Bom
Bali I di kawasan Legian Kuta Bali. Tiga ledakan bom bunuh diri yang
mengguncang Paddy’s Club dan Sari Club Bali memakan korban 202 nyawa
yang mayoritas adalah warga Negara Australia serta 300 lainnya terluka. Kasus
Bom Bali I ini tercatat sebagai aksi terorisme terbesar yang terjadi dalam
sejarah bangsa Indonesia.
e) Pada 9 September terjadi ledakan bom bunuh diri dengan kekuatan besar di
depan Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta. Kasus yang dikenal
dengan peristiwa Bom Kuningan ini menyebabkan 5 orang tewas dan 161 orang
luka-luka. Tercatat pelakunya adalah Heri Golun.

26
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

f) Pada 31 Desember 2005 terjadi Bom Pasar Palu, bom meledak di sebuah pasar
di kota palu, Sulawesi Tengah. Yang menewaskan 8 orang dan melukai
sedikitnya 45 orang.
g) Pada tanggal 11 Maret 2004, terjadi ledakan bom di Madrid, Spanyol yang
terjadi di kereta computer. Pada peledakan tersebut sebuah kelompok yang tidak
dikenal mengaku bertanggung jawab atas peledakan tersebut dan mengaku
mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda. Korban akibat dari itu bukan hanya
warga Negara Spanyol saja tetapi banyak juga dari Negara lain seperti Kuba,
Chili, Polandia, Peru dan Kolombia.

27
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

4. Rekomendasi

Era Global menjadi momok yang sangat memberikan dampak bagi seluruh
Negara,dengan ancaman yang masuk saat ini bisa berdampak bagi kestabilan
Kedaulatan Negara. Hukum Internasional yang menopang setiap budaya di seluruh
belahan dunia pun bukan menjadi jalan keluar dalam menangani kasus Kejahatan
Transnasional. Tindakan Administratif Keimigrasian di Indonesia menjadi salah satu
upaya yang menjadi alasan kuat Indonesia untuk menjaga Kedaulatan Negara guna
mencegah ancaman datang ke Indonesia. Maka dapat di simpulkan bahwa :

a) Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) adalah tindakan terhadap Orang


Asing yang berada di Wilayah Indonesia karena melakukan kegiatan
berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum
atau tidak menghormati dan tidak menaati peraturan perundang-undangan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian;
b) Pengaturan tentang jenis-jenis tindakan administratif keimigrasian diatur
dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 pasal 75 ayat 2, yang meliputi a.
pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan b. pembatasan,
perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal c. larangan untuk berada di satu atau
beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia d. keharusan untuk bertempat
tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia e. pengenaan biaya
beban f. Deportasi dari Wilayah Indonesia;
c) Setiap kegiatan atau tahapan hasil pengawasan dan pemeriksaan yang akan
dilanjutkan pada tindakan keimigrasian, selain diperlukan adanya landasan
yuridis juga diperlukan administrasi tindakan keimigrasian yang berupa
format, laporan kejadian, surat perintah dan keputusan tindakan berupa
pemanggilan, tugas, berita acara, register, kode penomoran surat untuk
masing-masing tindakan keimigrasian sebagai cerminan adanya kelengkapan
atau tertib administrasi untuk setiap tindakan yang dilakukan;
d) Dalam pembuatan berita acara pemeriksaan, terdapat persyaratan yang harus
dipenuhi yaitu, syarat formal dan syarat materiil, yaitu: a. Syarat formal dibuat
dalam bentuk tertentu dan tertulis kata-kata Pro Justitia artinya bahwa format
berita acara yang dibuat oleh pemeriksa atas dasar untuk keadilan, bukan
untuk kepentingan lain. Kemudian setiap lembar dari produk itu ditanda

28
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

tangani oleh penyidik atau pemeriksa dan orang yang diperiksa, baik sebagai
saksi, tersangka dan ahli. b. Syarat materiil yaitu keseluruhan isi atau meteri
menyangkut peristiwa tindak pidana atau pelanggaran yang terjadi dan dapat
memenuhi unsur-unsur peraturan yang dilanggar atau yang disangkakan
kepada terperiksa.

Selanjutnya Hukum Internasional dalam Era Global menjadi sebuah alasan


yang kuat untuk setiap negara mampu memberikan sumbangsihnya terhadap
Kemajuan Global demi menekan angka kejahatan Transnasional, maka dapat di
simpulkan bahwa :

a) Upaya Masyarakat Internasional untuk memerangi Kejahatan Transsnasional


yang terorganisir dan untuk menghukum pelakunya dilatarbelakangi oleh
semakin maraknya kegiatan kelompok penjahat ini seiring dengan semakin
meningkatnya kemajuan sarana komunikasi dan interaksi global. Karena
kegiatan kejahatan ini bersifat lintas batas negara, maka upaya untuk
memerangi dan menghapuskannya secara efektif pun mustahil dilakukan
secara sendiri-sendiri oleh Negara-negara. Namun demikian upaya ini harus
dirnulai dengan pembenahan peraturan perundang-undangan nasional setiap
negara, disamping sarana dan prasarana pendukungnya, termasuk pembenahan
aparat terkait. Konvensi dan ketiga protokolnya mencantumkan standar yang
wajib dilakukan negara-negara pesertanya baik dalam pembenahan legislasi,
administrasi dan penegakan hukumnya, termasuk dalam hal peningkatan
keahlian dan surnber dayanya. Konvensi ini telah ditandatangani oleh 147
negara dan diratifikasi oleh 82 negara, tidak terrnasuk Indonesia. Protokol
Perdagangan Manusia telah ditandatangani oleh 117 negara
sedangkanperatifikasinya sejumlah 64. Protokol tentang Penyelundupan
Migran ditandatangani oleh 112 negara dan diratifikasi oleh 57 negara,
sedangkan Protokol tentang Pembuatan dan Perdagangan Gelap Senjata Api
ditandatangani oleh 52 negara dan diratifikasi oleh 22 negara. Tentu saja
kesemua protokol ini belum diratifikasi Indonesia karena Konvensi utamanya
saja belum diratifikasi.

29
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

b) Indonesia sebagai negara yang menghadapi permasalahan dalam mencegah


dan mernerangi kegiatan kejahatan terorganisir yang menjadi lingkup
Konvensi dan ketiga protokolnya tentu sangat berkepentingan dengan
instrumen hukum ini baik sebagai standar dalam perumusan peraturan
perundang-undangan niaupun dalam upaya pemberantasan dan penegakan
hukumnya. Maraknya korupsi dan pencucian uang, terorisme, perdagangan
wanita dan anak-anak, serta penyelundupan migran (baik sebagai negara
tempat transit, tujuan maupun pengirim), menunjukan bahwa diperlukan upaya
yang sungguh-sungguh untuk merneranginya. Demikian pula halnya dengan,
meningkatnya peredaran senjata api gelap dan arnunisi yang sangat rnencolok
di daerah konflik dan dalarn kegiatan terorisme di tanah air, juga menunjukan
bahwa diperlukan kesungguhan untuk rnencegah dan menanggulanginya.
Konvensi dan ketiga protokolnya yang membuka kerjasama internasional
dalam memerangi kejahatan terorganisir ini perlu untuk segera dikaji sccara
rnendalam agar dapat segera diratifikasi (diaksesi) Indonesia.

30
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Daftar Pustaka

A. Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1994 Tentang Tata
Cara Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PW.09.02
Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pengawasan, pengajuan keberatan
orang asing dan tindakan keimigrasian.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-
05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi
(Rudenim).
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tatacara
Pengawasan Keimigrasian.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pemantauan OrangAsing dan Organisasi Masyarakat Asing di
Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pemantauan Tenaga Kerja Asing Di Daerah.

Petunjuk Pelaksana Dirjenim No.F-314.IL.01.10 Th 1995 Tentang Tata Cara


Tindakan Keimigrasian.
Petunjuk Pelaksana Direktur Jenderal Imigrasi Republik Indonesia Nomor F-
337.IL.01.10 Tahun1995 Tentang Tata Cara Penyidikan Tindak
Pidana Keimigrasian.
Petunjuk Pelaksana Direktur Jenderal Imigrasi Republik Indonesia Nomor F-
338.IL.01.10 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pengawasan Orang
Asing.
Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 21 Tahun 2016, Pasal
2 angka 1.

Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa


Kunjungan, Konsiderans Huruf (a) dan Huruf (b).
Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Permendagri Nomor 49 Tahun 2010
tentang Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing
di Daerah, Pasal 5.

Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Permendagri Nomor 49 Tahun 2010


tentang Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing
di Daerah, Pasal 4.

31
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Permenkumham


Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tim Pengawasan Orang Asing, Pasal
15 angka 1.

Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Permenkumham


Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tim Pengawasan Orang Asing, Pasal
15 angka 2.

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011, Pasal 69


angka 1.

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018, Pasal 1


angka 1.
Indonesia, Undang-undang tentang Keimigrasian No.6 Tahun 2011, bagian
Kesatu Ketentuan Umum, huruf (g).
Indonesia, Undang-undang tentang Keimigirasian Nomor 6 Tahun 2011,LN
Tahun 2011 Nomor 52,Pasal 75 ayat (1) dan Bagian Kesatu
Penjelasan.
Indonesia, Undang-undang tentang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011, Pasal 43
ayat (2) huruf (a).
Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 21 Tahun 2016,
Pasal 2 angka 1.
B. Buku
Haryomataram, KGPH, 2005, Pengantar Hukum Internasional, Raja Garavindo
Persada, Jakarta, Hlm.78.
Mochtar Kusumaatdjaa dan Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum
Internasional, Alumnia, Bandung, Hlm.8.
Muhammad Indra, 2010, Perspektif Penegakan Hukum dalam Hukum
Keimigrasian Indonesia, Jakarta, Direktorat Jenderal Imigrasi,
Hlm.2.
Arief Rahman Kunjono, “ Illegal Migrants dan Sistem Keimigrasian Indonesia;
suatu tinjauan Analisis Pintu gerbang nomor 44 Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2002, hal 27.
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum
Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta 2011 hal 8.
Yuni Sudarwati, 2015, Optimalisasi Kebijakan Bebas Visa Kunjungan Singkat,
Info singkat Vol. VII, No. 06/II/P3DI, hlm. 13.
Arif, Mohammad. Keimigrasian di Indonesia Suatu Pengantar. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kehakiman. 1997.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM RI. Rencana Strategis
Direktorat Jenderal Imigrasi Periode 2015- 2019. Yogyakarta:
Percetakan Pohon Cahaya. 2015.

32
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Direktorat Jenderal Imigrasi. Dokumen Anda Manual Aplikasi Pelaporan Orang


Asing Tata Cara Pelaporan. Kansil,C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1989.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Buku II Risalah Rancangan
Undang- Undang tentang Keimigrasian Tahun 2010- 2011.
Kadarudin. “Penanganan Pemerintah Indonesia Terhadap Pengungsi Rohingya
Menurut Konvensi 1951”. Jurnal Hukum Internasional
Jurisdictionary Vol. 1 No. 6, Juni (2010).
UNHCR. 1998. The State of the World’s Refugees 1997-1998. A Humanitarian
Agenda, New York: Oxford University Press.
Burhanuddin, 2019, Hukum Keimigrasian di Indonesia, Medan, Pustaka Prima
Handayaningrat, 1994. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta, Hj Masagung.
Jazim Hamidi, 2015, Hukum Keimigrasian Bagi Orang Asing di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika.
C. Internet
http://www.imigrasi.go.id/index.php/en/berita/berita-utama/1979-dirjen-imigrasi-
waspadai-ancaman-multiple-criminal-act, diakses pada hari Rabu
(04/09/2019), pukul 15.22 WIB.

http://www.imigrasi.go.id/index.php/en/component/content/article/57-info-public-
indonesia/28-bebas_visa_kunjungan#persyaratan , diakses pada
hari Rabu (04/09/2019), pukul 15.18 WIB.
https://indotimur.com/nusantara/tim-pemantauan-orang-asing-dan-organisasi-
asing-kabupaten-sekadau-gelar-rakor, diakses pada hari Kamis
(05/09/2019), pukul 21.25 WIB.

https://www.merdeka.com/uang/ombudsman-sebut-banyak-warga-negara-asing-
manfaatkan-visa-kunjungan-untuk-bekerja.html, diakses pada hari
Kamis (05/09/2019), pukul 22.05 WIB.
http://mediaindonesia.com/index.php/news/read/44341/imigrasi-kewalahan-
awasi-orang-asing/2016-05-09, diakses pada hari Jumat (06/09/2019),
pukul 21.00 WIB.

http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=110&id=3504, diakses pada hari


(06/09/2019), pukul 21.25 WIB.
https://www.merdeka.com/uang/menteri-yassona-ungkap-kebijakan-bebas-visa-
gerus-pendapatan-pnbp-lebih-dari-rp-1-t.html, diakses pada hari
Jumat (06/09/2019), pukul 09.01 WIB.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20181024105750-134-340966/angka-
imigran-gelap-meningkat-kebijakan-trump-dinilai-gagal,diakses pada
hari Selasa (10/09/2019), pukul 11.33 WIB.

33
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

https://medan.tribunnews.com/2017/07/20/segini-total-imigran-gelap-sepanjang-
2017, diakses pada hari Selasa (10/09/2019), pukul 11.21 WIB.
https://tirto.id/indonesia-negara-transit-favorit-imigran-gelap-cZ7w, diakses pada
hari Selasa (10/09/2019), pukul 14.32 WIB.
https://www.sbs.com.au/news/comment-prosecuting-people-smugglers-in-indonesia,
diakses pada hari Rabu (11/09/2019), pukul 08.54 WIB.
https://www.berandahukum.com/2018/11/sistem-hukum-menurut-lawrence-m-
friedman_0.html, Diakses pada hari Rabu (11/09/2019), pukul 09.56
WIB.
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_37_1999.htm, diakses pada hari Rabu (11/09/2019),
pukul 14.15WIB.
https://news.detik.com/berita/d-1795871/5-alasan-indonesia-jadi-surga-transit-
imigran-gelap-ke-australia, diakses pada hari Rabu (11/09/2019),
pukul 19.11 WIB.
https://news.detik.com/berita/d-3442963/14425-imigran-ilegal-penuhi-indonesia-
ini-langkah-pemerintah, diakses pada Hari Kamis (12/09/2019),
pukul 08.06 WIB.
https://www.nolo.com/legal-encyclopedia/who-is-undocumented-immigrant.html,
diakses pada hari Kamis (12/09/2019), pukul 13.51 WIB.
https://www.embassyofindonesia.org/index.php/dokumen-perjalanan-republik-
indonesia/, diakses pada hari Kamis (12/09/2019), pukul 15.15 WIB.

34
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

D. Jurnal Ilmiah
Nugroho,Trisapto Wahyudi Agung. “Optimalisasi Peran Timpora Pasca
Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Bebas Visa Kunjungan (Role Optimization Of The Foreigners
Supervision Team Post The Presidential Decree Number 21/2016
On Visa Visit Exemption)”. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, 2017.
Syahrin, M Alvi. “Menakar Kedaulatan Negara Dalam Perspektif Keimigrasian”
(Assessing State’s Sovereignty From The Perspective Of
Immigration Affairs). Bhumi Pura. Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2018.
Mayakapti, Ufi. “Peraturan Daerah Sebagai Instrumen Hukum Pendukung
Akselerasi Implementasi Pengawasan Terhadap Orang Asing Pasca
Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK).” Jurnal Hukum Bisnis
Bonum Commune. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya,
2019.
Maulana, Addin. “Pengaruh Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dan Perjalanan
Wisatawan Nusantara Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Pariwisata Di Indonesia (The Influence Of International And
Domestic Tourist Visit To Tourism Employment In Indonesia).”
Jakarta: Kementrian Pariwisata, 2016.
Nugroho,Trisapto Wahyudi Agung. ” Optimalisasi Peran Timpora Pasca
Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Bebas Visa Kunjungan (Role Optimization Of The Foreigners
Supervision Team Post The Presidential Decree Number 21/2016
On Visa Visit Exemption).” Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, 2017.
Ariani,Nevey Varida. “Penegakan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Asing Ilegal Di
Indonesia (Law Enforcement Against Illegal Foreign Workers In
Indonesia.” Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia R.I, 2018.
Ariani,Nevey Varida. “Penegakan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Asing Ilegal Di
Indonesia (Law Enforcement Against Illegal Foreign Workers In
Indonesia.” Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia R.I, 2018.
Morradi,Villian Febri. “Peran Rumah Detensi Imigrasi dalam Perlindungan Hak
Asasi Manusia Pencari Suaka.” Pendecta. Semarang : Universitas
Negeri Semarang. 2015.

35
ESAI HUKUM KEIMIGRASIAN

Anita Yuliastini, Syarifah Arabiyah. “Fenomena Banyaknya Warga Negara Asing


Yang Masuk Ke Wilayah Ri Tanpa Dilengkapi Dokumen Resmi.”
Pontianak : Universitas Panca Bhakti.
Harison Citrawan, Sabrina Nadilla. “Model Kontrol Keimigrasian dalam Mencegah
Tindak Pidana Terorisme di Indonesia.” Lentera Hukum. Jember :
Universitas Negeri Jember. 2019.
Sinaga,Edward James. “Standardisasi Bangunan Kantor Imigrasi Kelas I Sebagai
Upaya Peningkatan Pelayanan Publik (Standardization Of
Immigration Offices Buildingclass I As An Effort To Promote Public
Service).” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Jakarta : Pusat Pengkajian
dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. 2016.
Situmorang,Victorio H. “Standardisasi Bangunan Rumah Detensi Imigrasi
(Standardization Of Immigration Detention Centre Building).” Jurnal
Ilmiah Kebijakan Hukum. Jakarta : Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. 2016.
Mulyawan,Budy. “Kekuatan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam Penyidikan
Tindak Pidana Keimigrasian (The Power Of Electronic Information
As Evidence In The Investigation Of Immigration-Related Crimes).”
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Jakarta : Politeknik Imigrasi Badan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2018.
Sinaga,Edward James. “Implikasi Paten Asing Yang Telah Terdaftar Atas Invensi Di
Bidang Teknologi Menurut Uu Nomor 14 Tahun 2001 Tentang
Paten.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Jakarta : Pusat Pengkajian
dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Hukum dan HAM RI.
2013.

36

Anda mungkin juga menyukai