Anda di halaman 1dari 15

Makalah Aspek Hukum Dalam Bisnis

PENGERTIAN LABELISASI, SERTIFIKASI, PRODUK HALAL SERTA


MANFAATNYA

Dosen pengampu: DR. Ade Sofyan Mulazid, M.H

Disusun oleh:

Muhammad Rizki Sya’ban (11170810000007)

Muhammad Suwardi (11170810000022)

Vakri Aldian Nisrah (11170810000034)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas study kasus
ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan disusun untuk memenuhi
memenuhi salah tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Proses pengerjaan makalah
ini tidak luput dari bantuan Bapak dosen, orang tua serta teman-teman manajemen kelas A.
Makalah ini dapat terlaksana dengan baik karena tekad yang kuat dari kelompok kami untuk
bisa menyelesaikan makalah ini. Materi yang dipaparkan dalam makalah ini didapat dari
kerja sama tim dan juga pencarian referensi dari beberapa buku dan artikel sesuai dengan
materi yang dibahas.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Tanggerang Selatan, 19 September 2018

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………… 2


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………… 3
1.4 Manfaat ………………………………………………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sertifikasi Dan Labelisasi Halal …………………………………… 4


2.2 Pengertian Produk Halal ……………………………………………………….. 8
2.3 Manfaat Sertifikasi Halal ……………………………………………………….. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan …………………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………13

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara mayoritas penduduk islam, tentu dalam kehidupan
kesehariannya banyak sekali berkaitan langsung dengan syariat islam yang berdasarkan kepada
Al-Qur’an dan Hadist. Berbagai macam produk-produk di Indonesia berusaha menetapkan
standar yang baik dan sesuai dengan masyarakat Indonesia, dimana masyarakat Indonesia
terutama muslim selalu memilih produk yang halal untuk menjalankan syariat islam.

Di Indonesia yang memberi label dan sertifikasi halal terhadap suatu produk adalah Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Melalui beberapa proses tahapan untuk mendapat label dan sertifikasi
halal. Namun, kebanyakan dari kita belum mengetahui mengenai label dan sertifikasi halal
tersebut, sehingga hanya sekedar tahu untuk menggunakan produk yang halal sesuai dengan
syariat islam.

Seharusnya seluruh lapisan masyarakat mengetahui mengenai hal tersebut agar dapat
mengerti label dan sertifikasi halal serta mengetahui manfaat dari sertifikasi halal untuk suatu
produk yang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Karena bagi kita yang
mengkonsumsi, berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, “memiliki hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur, mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.” Namun
bagi kita yang sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban berdasarkan pasal 6 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999, “Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.”

Berdasarkan beberapa fakta diatas, yang melatar belakangi penulis yaitu kurangnya
pengetahuan beberapa lapisan masyarakat tentang label dan sertifikasi halal baik dari konsumen
maupun pelaku usaha. Pada dasarnya label dan sertifikasi halal merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi masyarakat Indonesia terkhusus umat muslim.

1.2 Rumusan Masalah


2
1. Apa pengertian label dan sertifikasi halal?
2. Apa pengertian produk halal?
3. Bagaimana manfaat sertifikasi halal?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian label dan sertifikasi halal.


2. Mengetahui pengertian produk halal.
3. Mengetahui manfaat dari sertifikasi halal.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Dapat mengaplikasikan label dan sertifikasi halal dalam mengelola usaha bagi pelaku
usaha dan bagi konsumen mengetahui prosedur label dan sertifikasi halal yang benar.
2. bagi pelaku usaha dapat memberi informasi tentang produk halal kepada konsumen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Label Dan Sertifikasi Halal

Label dan sertifikasi merupakan kegiatan yang tidak sama namun saling terkait satu sama
lain karena kegiatan yang sistematik dan saling mendukung. Pengertian label dan sertifikasi
sebagai berikut:

2.1.1 Label Halal

Label halal merupakan pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemsan produk
untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Label
halal diperoleh setelah mendapatkan sertifikat halal. Sertifikat halal adalah suatu fatwa
tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai
dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin
pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan
sesuai dengan syariat Islam. Syarat kehalalan suatu produk diantaranya:

a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.


b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan. Seperti bahan-bahan yang berasal
dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran, dan lain sebagainya.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat
Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi
atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara
yang diatur menurut syariat Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.

4
Secara ringkas, syarat-syarat produk halal menurut Islam adalah halal zatnya, halal cara
memperolehnya, halal dalam prosesnya, halal dalam penyimpanannya, halal dalam
pengangkutannya dan halal dalam penyajiannya.

Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu
kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Produk tersebut bisa dikatakan
haram jika produk kosmetik tersebut mengandung bahan-bahan najis, seperti turunan hewan
(kolagen) ataupun bagian dari tubuh manusia, misalnya plasenta. Setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label
yang dimaksud tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak
pada bagian kemasan pangan yang mudah dilihat dan dibaca.
Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 10 Nomor 69 Tahun 2010, setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan pangan, obat-obatan maupun kosmetik yang dikemas ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi
umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan
keterangan atau tulisan halal pada label. Sehubungan dengan label, konsumen perlu memperoleh
informasi yang benar, jelas dan lengkap mengenai kuantitas, isi (bahan halal atau haram), dan
kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai produk yang beredar di pasaran.
Informasi pada label produk sangat diperlukan agar konsumen dapat secara tepat menentukan
pilihan sebelum memutuskan untuk membeli. Oleh karena itu, informasi halal tidaknya suatu
produk wajib diberikan oleh produsen.
A. Proses Pembuatan
Proses pembuatan atau proses produksi perusahaan yang sudah menggunakan label
halal hendaknya harus tetap menjaga hal-hal sebagai berikut:
1. Binatang yang hendak dibersihkan, binatang yang sudah mati setelah disembelih.
2. Bahan campuran yang digunakan dalam proses produksi tidak terbuat dari barang-
barang atau bahan yang haram dan turunannya.
3. Air yang digunakan untuk membersihkan bahan hendaklah air mutlak atau bersih dan
mengalir.

5
4. Dalam proses produksi tidak tercampur atau berdekatan dengan barang atau bahan
yang najis atau haram.
B. Bahan Baku Utama
Bahan baku produk adalah bahan utama yang digunakan dalam kegiatan proses
produksi, baik berupa bahan baku, bahan setengah jadi maupun bahan jadi. Sedangkan
bahan tambahan produk adalah bahan yang tidak digunakan sebagai bahan utama yang
ditambahkan dalam proses teknologi produksi.
C. Bahan Pembantu
Bahan pembantu atau bahan penolong adalah bahan yang tidak termasuk dalam
kategori bahan baku ataupun bahan tambahan yang berfungsi untuk membantu
mempercepat atau memperlambat proses produksi termasuk proses rekayasa.
Rekayasa genetika adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen pembawa
sifat dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk
mendapatkan jenis batu yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.
Sedangkan Iradiasi pangan merupakan metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun ekselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan
dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen.
D. Efek
Makanan halal tidak boleh terlepas dari tujuan syariat Islam, yaitu mengambil
maslahat dan menolak madharat atau bahaya. Jika menurut kesehatan, suatu jenis
makanan dapat membahayakan jiwa, maka makanan tersebut haram dikonsumsi.
Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri
dalam rangka meningkatkan pendapatan Nasional. Tiga sasaran utama yang ingin dicapai
adalah:
1. Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
2. Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset produksi dalam
penjualan.
3. Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan pemasukan terhadap kas
Negara.

6
Pengadaan Sertifikasi Halal pada produk pangan, obat- obat, kosmetika dan produk
lainnya sebenarnya bertujuan untuk memberikan kepastian status kehalalan suatu produk,
sehingga dapat menentramkan batin konsumen muslim. Namun ketidaktahuan seringkali
membuat minimnya perusahaan memiliki kesadaran untuk mendaftarkan diri guna memperoleh
sertifikat halal.
Masa berlaku sertifikat halal adalah dua tahun. Hal tersebut untuk menjaga konsistensi
produksi produsen selama berlakunya setifikat. Sedangkan untuk daging yang diekspor surat
keterangan halal diberikan untuk setiap pengalapan alur proses pemeriksaan produk halal saat ini
adalah produsen mengajukan permohonan sertifikasi dan labelisasi halal ke Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM), kemudian tim audit halal (DEPAG, LP-BOM MUI dan BPOM)
melakukan audit ke lokasi. Hasil audit selanjutnya diajukan ke Tim Ahli LP-POM MUI dan
diteruskan ke Komisi Fatwa untuk mendapatkan sertifikat halal

2.1.2 Label Halal


Kemajuan tekhnologi telah menciptakan aneka produk olahan yang kehalalannya
diragukan. Akibatnya kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena
bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Untuk itu diperlukan regulasi
yang jelas perihal perlindungan konsumen muslim atas kehalalan suatu produk olahan
pangan dan salah satu kebijakan pemerintah adalah menerapkan sertifikasi halal. Sesuai
dengan pasal 4 UUD No 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal menjelaskan bahwa
produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat
halal.

Sertifikat Halal MUI adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal MUI ini merupakan
syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi
pemerintah yang berwenang. Pemegang otoritas menerbitkan sertifikasi produk halal adalah
MUI yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan
Kosmetika (LPPOM).

Sertifikat halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi
mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah

7
diterbitkannya sertifikat halal, apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan
sebagai produk halal.

Sebagai lembaga bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya
memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah
yang berhasil dijalankan sampai saat ini. Didalamnya tertulis fatwa MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman label
halal dalam setiap produk pangan, obat- obatan, dan kosmetika.

Sertifikat halal berlaku dua tahun dan dapat diperbaruhi untuk jangka waktu yang sama.
Setiap pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal terhadap produknya
mencantumkan keterangan atau tulisan halal dan nomor sertifikat pada label setiap kemasan
produk. Selama masa berlaku sertifikat halal tersebut, perusahaan harus dapat memberikan
jaminan bahwa segala perubahan baik dari segi penggunaan bahan, pemasok, maupun
teknologi proses hanya dapat dilakukan dengan sepengetahuan LPPOM MUI yang
menerbitkan sertifikat halal. Jaminan tersebut dituangkan dalam suatu sistem yang disebut
Sistem Jaminan Halal (SJH). SJH dibuat oleh perusahaan berdasarkan buku panduan yang
dikeluarkan oleh LPPOM MUI.

Tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa
produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal, sehingga dapat menenteramkan
batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Sedangkan labelisasi halal adalah pencantuman
tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang
dimaksud berstatus sebagai produk halal. Sertifikasi halal akan membawa keuntungan baik
bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen adanya sertifikasi halal memberikan
jaminan terhadap empat unsur:

a. Jaminan kesesuaian konsumsi dengan Syariah


b. Jaminan produk berkualitas
c. Jaminan keamanan produk terutama dari segi kesehatan
d. Jaminan perlakuan yang baik terhadap hewan sembelihan serta perdagangan yang
adil.

8
2.2 Pengertian Produk Halal

Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518
Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah: tidak mengandung unsur
atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi makanan
atau minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standard
halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara standard-standard itu adalah:

A. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak
menggunakan alkohol sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan.
B. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
syariat Islam.
C. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.
D. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan
tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat
tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari'at
Islam

2.3 Manfaat Sertifikasi Halal


Setiap pelaku usaha yang akan mencantumkan label halal harus memiliki sertifikat halal
terlebih dahulu. Tanpa sertifikat halal MUI, izin pencantuman label halal tidak akan
diberikan pemerintah. Sampai saat ini memang belum ada aturan yang menetapkan bentuk
logo halal yang khas, sehingga pada umumnya produsen mencetak tulisan halal dalam huruf
latin dan/atau arab dengan bentuk logo MUI dengan mencantumkan nomor sertifikat halal
yang dimilikinya. Hal ini dirasakan lebih aman bagi konsumen karena masih banyak produk
yang beredar di pasaran yang mencantumkan label halal tanpa memiliki sertifikat halal MUI.
Sertifikat halal adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh MUI Pusat atau Provinsi
tentang halalnya suatu produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang
diproduksi oleh perusahaan setelah diteliti dan dinyatakan halal oleh LPPOM MUI.
Pemegang otoritas menerbitkan sertifikasi produk halal adalah Majelis Ulama Indonesia

9
(MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI).
Bagi konsumen, sertifikasi halal berfungsi:

1. Terlindunginya konsumen muslim dari mengonsumsi pangan, obat-obatan dan


kosmetika yang tidak halal.

2. Secara kejiwaan perasaaan hati dan batin konsumen akan tenang.

3. Mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram.

4. Sertifikasi halal juga akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap
konsumen.
Sedangkan bagi pelaku usaha, sertifikat halal mempunyai peran sangat penting, yakni:

1. Sebagai pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat


masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup muslim

2. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen


3. Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan
4. Sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area jaringan pemasaran
5. Memberi keuntungan pada produsen dengan meningkatkan daya saing dan omset
produksi dan penjualan
Ada beberapa tujuan yang perlu dicapai dengan diberlakukannya labelisasi dan sertifikasi
halal dalam dunia industri dewasa ini, yaitu:

1. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 100 juta dan sekitar 87% beragama Islam
merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila produk
dalam negeri belum mampu menerapkan sistem produksi halal, maka aka dimanfaatkan
oleh produk negara lain yang telah menerapkan sstem produksi halal. Pada saat ini
konsumen Muslim di beberapa daerah berkecenderungan tertarik pada produk dari luar
negeri karena sudah diproduksi dengan menggunakan label dan sertifikasi halal yang
terakreditasi dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

10
2. Karena belum memasyarakatnya sistem produksi halal di dalam negeri, maka produk
impor seperti makanan, minuman, obat, kosmetika, dan produk halal lainnya akan
menjadi ancaman bagi daya saing produk dalam negeri, baik di pasar lokal, nasional
maupun pasar bebas. Saat ini produk haal dari Singapura dan Malaysia telah masuk
kesebagian kawasan Indonesia Barat, Tengah, dan Timur dan apabila tidak segera
diatasi akan dapat mematikan ke sebagian kawasan Indonesia Barat, Tengah, Timur dan
apabila tidak segera dibatasi akan dapat mematikan pasar produk dalam negeri.

3. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi dan mengunakan


produk halal merupakan tantangan yang harus direspons oleh Pemerintah dan pelaku
usaha Indonesia. Sebagai contoh, pasar dalam negeri kini telah dibanjiri produk luar
negeri yang berlabel halal. Sementara produk Indonesia yang diekspor ke beberapa
negara yang mayoritas Muslim tidak dapat diterima hanya karena tidak mencantumkan
label halal.

4. Di samping itu dengan mulai diberlakukannya era persaingan bebas seperti AFTA pada
tahun 2003 dan telah dicantumkannya ketentuan halal dalam KODEX yang didukung
oleh WHO dan WTO, maka produk-produk nasional harus meningkatkan daya
saingnya pada pasar dalam negeri maupun luar negeri (internasional). Sebagai
gambaran, setiap hari negara-negara di kawasan Timur Tengah memerlukan empat ribu
ton produk-produk halal dari Indonesia. Akan tetapi karena pelaku pelaku usaha di
Indonesia belum banyak yang dapat memenuhi standar sistem produksi halal
internasional, maka kesempatan tersebut ditangkap negara lain, seperti Malaysia. Saat
ini negara-negara produsen seperti Australia, New Zealand, Thailand, Cina, dan
Amerika telah menerapkan standar sistem produksi halal dalam setiap produksinya.

5. Dari sekitar 1,5 juta produsen makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, dan produk
lainnya, kurang dari seribu yang menggunakan label dan sertifikasi halal. Hal tersebut
disebabkan karena belum siapnya pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang sesuai
dengan tuntutan pasar. Sebagai akibat dari kondisi ini terjadi kecenderungan bagi para
pelaku usaha untuk mendirikan pabrik di Malaysia dan Singapura hanya karena sekadar
untuk memperoleh sertifikat dan label halal dari pemerintah yang bersangkutan.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Produk-produk di indonesia sangat detail diperhatikan pemerintah, terkhusus pada
kehalalan suatu produk karena sebagian besar masyarakat Indonesia sangat memperhatikan
makanan, minuman, maupun produk-produk konsumi lainnya dari kehalalannya. Berdasarkan
pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pembeli memiliki hak, “memiliki hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur, mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa”. Dan
penjual memiliki kewajiban berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
“Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.”
Terkhusus bagi penjual yang memperhatikan produk-produk halal, tentu mereka harus
mengetahui sertifikasi dan labelisasi halal agar produk mereka terjamin dan dilindungi secara
hukum. Karena berdasarkan pasal 4 UUD No 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal
menjelaskan bahwa “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia
wajib bersertifikat halal.” Oleh karena itu, baik sebagai produsen maupun penjual kita harus
memperhatikan sertifikasi dan labelisasi halal.

12
DAFTAR PUSTAKA
Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis: Jakarta, Rineksa Cipta, 2003.
Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indoneisa: Jakarta, Raja
Grafindo persada, 2005.

13

Anda mungkin juga menyukai