Anda di halaman 1dari 7

Nomor 1

 saya akan menjawab no.1

Beberapa jenis trauma ekstremitas dengan potensi mengancam nvyawa, di antaranya:
a. Kerusakan pelvis berat dan perdarahan.Fraktur pelvis (panggul) seringkali disertai perdarahan y
ang berat, oleh karena adanya gaya yangmembuka rongga pelvis menyebabkan kerusakan komple
ks ligament dan merobek fleksus venadi pelvis dan kadang merobek arteri iliaka interna. Mekanis
me trauma pelvis sering terjadi padatabrakan sepeda motor, pejalan kaki yang ditabrak kendaraan, 
benturan langsung pada pelvisatau jatuh dari ketinggian.
 

Beberapa jenis trauma ekstremitas dengan potensi mengancam nyawa, di antaranya:a. Kerusakan 
pelvis berat dan perdarahan.Fraktur pelvis (panggul) seringkali disertai perdarahan yang berat, ole
h karena adanya gaya yangmembuka rongga pelvis menyebabkan kerusakan kompleks ligament d
an merobek fleksus venadi pelvis dan kadang merobek arteri iliaka interna. Mekanisme trauma pel
vis sering terjadi padatabrakan sepeda motor, pejalan kaki yang ditabrak kendaraan, benturan lang
sung pada pelvisatau jatuh dari ketinggian.Bila perdarahan pelvis banyak maa akan terjadi cepat p
enurunan tekanan darah ditandai denganlemas, kehilangan kesadaran secara perlahan, kadang geli
sah. Tanda yang penting adalah pembengkakan atau hematoma yang progesif daerah panggul skro
tum dan perianal. Stabilitastulang panggul si periksa dengan memanipulasi manual dari pelvis. Pro
sedur ini dilakukan satukali dalam pemeriksaan fisik, karena pemeriksaan berulang dapat menyeb
abkan perdarahan bertambah. Petunjuk awal adanya ketidakstabilan pevis adalah ditemukannya pe
rbedaan panjangtungkai atau rotasi kaki kearah luar. Selain itu juga mungkin ditemukan kelainan 
neurologis atauluka terbuka didaerah punggung, perineum, rectum. Foto rontgen akan menunjang 
pemeriksaanklinis.Pengelolaan awal yang dilakukan pada disrupsi pelvis yang berat adalah hentik
an perdarahan danresusitasi cairan. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik 
dari pelvic ringdengan external counter pressure (pneumatic anti shock garment=PSAG). Teknik s
ederhanadapat dikerjakan untuk stabilisasi pelvis antara l;ain traksi kulit longitudinal atau traksi sk
eletal.Prosedur ini dapat ditambah dengan memberi bantuan support dengan memasang kain pemb
ungkus di sekitar pelvis (atau dapat digunakan striples). Cara-cara ini di awal dapatmembantu me
mpertahankan stabilitas dan kemudian dilanjutkan dengan penangananhemodinamik penderita. 
b. Perdarahan pembuluh darah besar.Luka tajam diekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri (p
embuluh darah). Trauma tumpulyang menyebabkan fraktur (patah) atau dislokasi sendi dekat arter
i juga dapat merobek arteri.Cedera ini menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perd
arahan dalam jaringanlunak. Maka pada trauma ekstremitas harus secara rutin diperiksa adanya pe
rdarahan luar,hilangnya pulsasi nadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan 
perubahan pada pemeriksaan Doppler (ankle/brachial index). Ekstremitas yang dingin, pucat, dan 
pulsasitidak ada menunjukkan gangguan aliran darah arteri.hematoma yang membesar dengan cep
at menunjukkan trauma vaskuler.
c.Crush syndrome (rabdomiolisis traumatika)Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebab
kan pelepasan zat berbahaya sebagai hasildari kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan meny
ebabkan kegagalan ginjal. Keadaan initerjadi pada keadaan dimana terdapatnya kerusakan otot ya
ng luas atau penekanan yang lama pada otot, sering terjadi pada paha dan betis. 
Nomor 2
Penatalaksanaan dari fraktur Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
1.Diagnosis dan penilaian fraktur Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan
dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2.Reduksi, Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang
dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan,
maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi
internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi
interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam
fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini
akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
3.Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
4.Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan,
pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.

Penatalaksanaan Trauma
Fraktur
a. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai
dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual
atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan
reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut
antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.

b. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan
reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.

c. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan, pasien


memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan
rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang gerak sendi dan
mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan
pada otot yang diperbaiki post bedah.

2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan,


sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat

3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan biasanya
dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan
pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas atas.

Sindrome Kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan dalam ruang tertutup
kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya. Peningkatan tekanan dalam kompartemen
otot biasanya diawali oleh proses trauma yang disertai fraktur. Peningkatan ini dapat disebabkan
oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan selama penanganan fraktur. Artikel ini membahas
mekanisme sindrom kompartemen pada tungkai bawah, tanda dan gejala, dan tatalaksana sindrom
kompartemen.

Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen tungkai bawah adalah dekompresi.

a. Dekompresi

Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam kompartemen dapat dilakukan dengan
cara:

• Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai bawah

• Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih tinggi dari jantung
dapat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan memperburuk keadaan iskemia.

• Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks; dengan menyangga kaki dalam
posisi sedikit fleksi plantaris (kaki condong ke arah bawah)

• Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi. Banyak peneliti
menyatakan indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah apabila tekanan kompartemen naik
menjadi 30 mmHg
Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin karena kerusakan permanen otot akan terjadi
dalam 4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 12-24 jam sejak terjadinya
peningkatan tekanan intra-kompartemen.

Cara Mengukur Tekanan Intrakompartemen :

• Siapkan alat pengukur stryker intra-compartemental pressure monitors system dan


hubungkan dengan jarum infus ukuran 18 G.

• Posisikan pasien senyaman mungkin dengan meletakkan posisi kompartemen yang akan
diukur sejajar jantung.

• Lakukan prosedur septik dan aseptik pada daerah pengukuran, pilih jaringan kulit pada
kompartemen yang akan diukur dengan syarat kulit intak dan bebas infeksi.

• Lakukan prosedur pembiusan.

• Masukkan jarum yang terdapat pada alat pengukur secara tegak lurus sedalam 3 sentimeter
pada kompartemen tungkai bawah yang diukur.

• Gerakkan kaki pada posisi fleksi dan ekstensi untuk melihat peningkatan tekanan intra-
kompartemen dan memastikan ujung jarum sudah terletak di dalam kompartemen.

• Dalam posisi diam, baca angka pada alat pengukur yang menunjukkan tekanan dalam
kompartemen.

b. Fasiotomi

Fasiotomi merupakan tindakan operatif definitif dengan cara memotong fascia untuk membuka
ruang, sehingga tekanan dapat langsung berkurang.

• Pada tungkai bawah, fasiotomi dilakukan dengan sayatan di sepanjang kompartemen tungkai
bawah dengan teknik insisi dobel.

• Dua sayatan sejajar sepanjang 15-20 sentimeter dibuat di dua tempat. Tempat pertama adalah
bagian tepi luar depan (anterolateral) tungkai untuk dekompresi kompartemen anterior dan lateral,
dan sayatan kedua pada bagian tepi dalam belakang (posteromedial) tungkai untuk dekompresi
kompartemen posterior.

• Jangan lakukan tindakan fasiotomi apabila sindrom kompartemen terdiagnosis pada hari
ketiga atau keempat setelah onset.9,15 Fasiotomi juga tidak boleh dilakukan apabila telah terjadi
kematian jaringan otot yang ditandai dengan rasa nyeri yang memburuk, perubahan warna otot
menjadi lebih gelap, perubahan warna urin menjadi kecoklatan (akibat kandungan mioglobin yang
meningkat), dan dapat disertai gangren serta gejala inflamasi sistemik lainnya.16 Hal ini karena
jaringan otot yang telah nekrosis sangat rentan terhadap infeksi. Apabila saat terjadinya sindrom
kompartemen tidak diketahui pasti, tindakan fasiotomi tetap dianjurkan (Aprianto, 2017).

Penatalaksanaan dari dislokasi :


Sendi yang terkena harus di imobilisasi saat pasien dipindahkan. Pada saat Dislokasi sendi ini
harus segera dilakukan reposisi atau dislokasi reduksi yaitu dikembalikan ke tempat semula
dengan menggunakan anestesi, misalnya bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat semula
yang normal. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi. Kaput
tulang yang mengalami Dislokasi harus dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. Sendi
kemudian di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan dijaga tetap dalam posisi
stabil. Beberapa hari sampai satu minggu setelah reduksi, dilakukan mobilisasi dengan gerakan
aktif lembut 3 – 4 x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran gerak sendi. Sendi tetap
harus disangga diantara dua saat latihan. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama
masa penyembuhan. Untuk Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi local
dan obat-obat penenang misalnya Valium. Sedangkan untuk Dislokasi sendi besar memerlukan
anestesi umum.Sendi yang terkena harus di imobilisasi saat pasien dipindahkan. Pada saat
Dislokasi sendi ini harus segera dilakukan reposisi atau dislokasi reduksi yaitu dikembalikan ke
tempat semula dengan menggunakan anestesi, misalnya bagian yang bergeser dikembalikan ke
tempat semula yang normal. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa
anestesi. Kaput tulang yang mengalami Dislokasi harus dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi. Sendi kemudian di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan dijaga tetap
dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai satu minggu setelah reduksi, dilakukan mobilisasi
dengan gerakan aktif lembut 3 – 4 x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran gerak
sendi. Sendi tetap harus disangga diantara dua saat latihan. Memberikan kenyamanan dan
melindungi sendi selama masa penyembuhan. Untuk Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi
dengan anestesi local dan obat-obat penenang misalnya Valium. Sedangkan untuk Dislokasi sendi
besar memerlukan anestesi umum.

Nomor 3
Macam-macam splint
Macam-macam splint

Saleh (2006), menyatakan bahwa pembidaian (splinting) adalah suatu cara

pertolongan pertama pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang

harus diketahui oleh dokter, perawat, atau orang yang akan memberikan

pertolongan pertama pada tempat kejadian kecelakaan. Pembidaian adalah cara

untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera dengan


menggunakan suatu alat.

Saleh (2006), menyatakan bahwa ada 5 alasan dalam melakukan pembidaian

pada cedera musculoskeletal yaitu:

a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami
dislokasi.

b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah
(mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf perifer dan pada jaringan
patah tulang tersebut).

c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.

d. Untuk mencegah terjadinya syok.

e. Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.

Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi komplikasi sekunder dari
pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi nyeri. Ada beberapa macam
splint, yaitu:

a. Hard splint (bidai kaku)

Bidai kaku biasanya digunakan untuk fraktur ekstremitas. Bidai kaku sederhana bisa dibuat dari
kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari plastik, aluminium, fiberglass dan gips back slab.
Gips back slab ini dibentuk dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area trauma yang
dipasang bidai. Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik dan lebih tepat
digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan untuk imobilisasi sementara pada
persendian.

b. Soft splint (bidai lunak)

Pembidaian dimulai dari tempat kejadian yang dilakukan oleh penolong dengan menggunakan alat
pembidaian sederhana seperti bantal atau selimut.

c. Air slint atau vacuum splint

Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai udara mempunyai efek
kompresi sehingga beresiko terjadi compartment syndrome dan iritasi pada kulit.

d. Traction splint (bidai dengan traksi)


Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi pada bidai. Bidai
dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada daerah femur dan sepertiga bagian
tengah ekstremitas bawah.

Nomor 4
Ijin menjawab: menurut Saleh 2006.
Kelemahan dari bidai udara (air slint/vacuum splint), dapat menyebabkan efek kompresi sehingga
bisa terjadi compartemen syndrome dan iritasi pada kulit. Sindrom kompartemen merupakan
kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan dalam ruang tertutup kompartemen otot meningkat
sampai tingkat berbahaya. Peningkatan tekanan dalam kompartemen otot biasanya diawali oleh
proses trauma yang disertai fraktur. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh
serangkaian tindakan selama penanganan fraktur. Artikel ini membahas mekanisme sindrom
kompartemen pada tungkai bawah, tanda dan gejala, dan tatalaksana sindrom kompartemen.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai