Anda di halaman 1dari 46

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 29

April 2020
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BLOK TUMBUH KEMBANG & GERIATRI
LAPORAN PBL
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 14
TUTOR : dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes
Farhah Ayunizar Ramadani
(11020170047)
Fitrah Putra Irwan (11020170050)
Muh. Rifky Mappalawa
(11020170054)
Nurafni (11020170065)
Andi Muhammad Nasywan Akbar Amin
(11020170106)
Vania Almira (11020170121)
Muhammad Arief Wahyu Adama
(11020170126)
Nurul Fatimah (11020160132)
Nur Saskiah (11020170140)
Nurul Azizah An’naajiyyah
(11020170148)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

Modul 2

Skenario 1
Seorang bayi perempuan, umur 7 bulan dibawa ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan berak encer dengan frekuensi > 3 kali sehari sejak 1 bulan
yang lalu. Riwayat pemberian makan: ASI diberikan sampai usia 3 bulan
selanjutnya diberi susu kental manis sampai sekarang. Riwayat kelahiran:
BBL 2800 g, PBL 46 cm, LK 33cm. Pemeriksaan fisik didapatkan BB 4200 g,
PB 52 cm, LK 39 cm. Anak tampak pucat, Tampak adanya wasting dengan
baggy pants. Daerah sekitar anus tampak kemerahan. Skor dehidrasi 14 dan
Hb 7 g/dl. Status imunisasi HepB0 dan Polio1.

KATA SULIT :

1. Wasting : Suatu keadaan kekurangan gizi akut yang banyak terdapat


di daerah dengan sosial-ekonomi rendah yang dapat disebabkan
oleh asupan nutrisi yang inadekuat dan adanya penyakit

2. Baggy pants : Otot paha mengendor

KALIMAT KUNCI :
• Perempuan umur 7 bulan

• keluhan berak encer dengan frekuensi > 3 kali sehari sejak 1 bulan
yang lalu

• ASI smpai 3 bulan dan susu kental manis sampai sekarang

• Riwayat lahir: BBL 2800 g (normal), PB 46 cm, LK 33cm (normal)

• Sekarang: BB 4200 g, PB 52 cm, LK 39 cm

• Tampak pucat, terdapat wasting dan baggy pants

• Daerah sekitar anus berwarna kemerahan

• Skor dehidrasi 14 dan Hb 7 g/dl.

• Status imunisasi HepB0 dan Polio1

PERTANYAAN :
1. Jelaskan defenisi dari malnutrisi energi protein!
2. Jelaskan etiologi dari berak encer!
3. Bagaimana perbedaan pemberian ASI dan susu kental manis pada
bayi serta hubungan pemberian ASI hanya 3 bulan dengan kondisi
pasien!
4. Bagaimana status gizi bayi sekarang berdasarkan skenario?
5. Bagaimana klasifikasi derajat dehidrasi dan kadar Hb dari skenario?
6. Bagaimana hubungan gejala bayi tampak pucat, terdapat wasting dan
baggy pants serta kemerahan pada sekitar anus?
7. Bagaimana hubungan status imunasi dengan skenario?
8. Bagaimana diagnosis dan tatalaksana sesuai skenario?
9. Bagaimana komplikasi dan pencegahan yang bisa dilakukan sesuai
skenario?
10. Bagaimana perspektif Islam sesuai skenario?

Jawaban Pertanyaan:
1. Jelaskan defenisi dari malnutrisi energi protein!
Jawab: Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami
gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi
untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.Malnutrisi
merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolute
untuk periode tertentu.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan
kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi
karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan
yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga
berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik
WHO dalam Medscape (2014) mendefinisikan malnutrisi sebagai
ketidakseimbangan seluler antara suplai nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan, dan fungsi-fungsi
spesifik lainnya. Malnutrisi merupakan faktor resiko yang paling utama
untuk penyakit dan kematian pada anak, dengan menyebabkan lebih
dari setengah kematian anak di dunia. Jenis yang paling banyak
menyebabkan penyakit, khususnya di negara berkembang, adalah
malnutrisi protein-energi (PEM).
KLASIFIKASI
Kurang Energi Protein (KEP)
Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi
primer dan malnutrisi sekunder.KEP primer disebabkan oleh asupan
protein dan / atau kalori yang tidak adekuat atau ketika protein yang
dicerna memiliki kualitas yang buruk sehingga 1 atau lebih asam
amino esensial menjadi faktor pembatas dalam pemeliharaan
metabolisme normal KEP sekunder disebabkan oleh penyakit atau
cedera. Penyakit akut dan cedera meningkatkan kebutuhan tubuh
untuk substrat protein dan energi dan merusak pencernaan,
penyerapan, dan penyerapan nutrisi ini dengan berbagai cara.
Akibatnya, KEP sekunder biasanya muncul dari berbagai faktor.
Penyakit dan cedera juga umumnya menginduksi anoreksia, sehingga
faktor primer dan sekunder sering bertindak bersama untuk
menciptakan KEP dalam pengaturan penyakit.
Penyebab paling umum dari KEP sekunder adalah peningkatan hebat
dalam katabolisme protein dan pengeluaran energi yang terjadi
sebagai akibat dari respon inflamasi sistemik. Kekurangan gizi protein
sekunder yang terjadi dalam konteks penyakit yang mendasari sering
hasil dari trias asupan energi menurun, malabsorpsi, dan stresor
katabolik. Hampir semua penyakit kronis dan / atau kritis dapat
mencetuskan malnutrisi energi protein, tetapi di antara yang paling
umum adalah kanker, HIV / AIDS, tuberkulosis, penyakit radang usus,
penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis, dan penyakit rematik.
Pasien dengan malnutrisi energi protein dimanifestasikan dengan
penurunan berat badan dan peningkatan metabolisme, disertai dengan
berbagai derajat pengecilan otot, penipisan simpanan lemak,
berkurangnya kapasitas kardiorespirasi, penipisan kulit, hipotermia,
imunodefisiensi, dan apati. Tanda-tanda yang paling jelas dari KEP
sekunder meliputi: (1) menipisnya jaringan lemak subkutan di lengan,
dinding dada, bahu, atau daerah metacarpal; (2) terbuang otot paha
depan dan deltoideus; dan (3) edema pergelangan kaki atau sakral.
Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu,
kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi
karena pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor
terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup.
Sementara tipe marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala
marasmus dan kwashiorkor

Klasifikasi KEP menurut WHO

Klasifikasi
Malnutrisi Sedang Malnutrisi Berat
Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD

Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu,


kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.
1. Marasmus (Atrofi infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi
(athrepesia))
Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup
2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)
Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri protein
berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. kwashiorkor terjadi
terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup.
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat
pula
Dalam FAO (2011) disebutkan bahwa ada 2 tipe malnutrisi :
1. Protein Energy Malnutrition (PEM) = malnutrisi yang disebabkan
oleh defisiensi beberapa atau semua nutrient baik makronutrien atau
mikronutrien.
2. Micronutrient Deficiency Disease (MDD’S) = malnutrisi yang
terjadi sebagai hasil dari defisiensi mikronutrien spesifik (vitamin atau
mineral tertentu)

Penyabab langsung:
a. Kurangnya Asupan Makanan: kurangnya asupan makanan
sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang
diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikandan cara
pemberian makanan yang salah.
b. Adanya Penyakit: terutama penyakit infeksi, mempengaruhi
jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrient oleh tubuh. Infeksi
apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun masih
ringan mempunyai pengaruh negatifpada daya tahan tubuh terhadap
infeksi.
Penyebab tidak langsung:
a. Kurangnya Ketahanan Pangan Keluarga: keterbatasan keluarga
untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit
kemiskinan malnutrisi merupakan problem bagi golongan bawah
masyarakat tersebut.
b. Kualitas Perawatan Ibu Dan Anak.
c. Buruknya Pelayanan Kesehatan.
d. Sanitasi Lingkungan Yang Kurang.
e. Faktor Keadaan Penduduk.

a. Marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1. Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidak tahuan orang tua si anak.
2. Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang
mempunyai hubungan orang tua-anak terganggu.
3. Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia,galactosemia, lactose intolerance.
4. Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,
stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

b. Kwashiorkor
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan
kwashiorkor antara lain :
1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat
dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake
makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI kemakanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial. Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya
pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah
berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi. Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan
nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain. Telah lama diketahui bahwa
adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat
apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya
MEP,walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh
terhadap infeksi.

c. Marasmic – Kwashiorkor
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi
primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan
protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah
malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorbsi dan/atau peningkatankehilangan protein
maupun energi dari tubuh.
REF
1. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.
2. Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel
Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia
& London.
3. Mason, J. B. (2015). Nutritional principles and assessment of
the gastroenterology patient. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal
and liver disease (Tenth Edition). Elsevier Inc.
4. Manary, M. J., & Trehan, I. (2016). Chapter 215: Protein-Energy
Malnutrition. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set (Twenty Fifth
Edition). Elsevier Inc.

2. Jelaskan etiologi dari berak encer!


Jawab:

Diare adalah Berak encer atau suatu kondisi dimana seseorang buang air
besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari.

Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu:


1. Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari,
2. Diare Kronis/Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari
14 hari
Berdasarkan Diare Bermasalah dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Disentri, yaitu diare dengan darah dan lendir dalam feses.
2. Diare kronis/persisten
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Gangguan
motilitas usus juga merupakan salah satu dari timbulnya berak encer
(diare) dimana terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare.
Akibat dari diare akan terjadi beberapa hal seperti kehilangan air
(dehidrasi) dimana dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output)
lebih banyak dari masukan (input).
Terjadinya defisiensi nutrient berlangsung maka akan terjadi deplesi
cadangan nutrient pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam
darah akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya
nutrient tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu
misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunan energi,
proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi
normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini
akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta
kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan
nutrient tertentu misal baggy pants, wasting, dan lain-lain yang
kadang-kadang irreversible.
Epidemiologi Diare
Secara umum epidemiologi penyakit diare disebabkan oleh:
A. Infeksi (kuman-kuman penyakit) seperti; bakteri, virus, parasit
B. Penurunan daya tahan tubuh
C. Faktor lingkungan dan perilaku
Dibawah ini penjelasan tentang epidemiologi penyebab penyakit diare:
A. Infeksi (kuman-kuman penyakit)
Kuman-kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
makanan/minuman yang tercemar ataukontak langsung dengan tinja
penderita (feces oral). Siklus penyebaran penyakit diare dapat melalui:
1) Feces atau tinja
2) Flies atau lalat
3) Food atau makanan
4) Fomites atau peralatan makanan
5) Finger atau tangan (jari tangan)
Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman
yang menyebabkan penyakit diare:
1) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara esklusif (ASI
eksklusif) sampai 6 bulan kepada bayi atau memberikan MP ASI
terlalu dini. Memberi MP ASI terlalu dini mempercepat bayi kontak
terhadap kuman
2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit membersihkan botol dan juga
kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia juga sudah terkontaminasi
kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. Coli
3) Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup
dengan baik
4) Minum air/menggunakan air yang tercemar
5) Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB anak
6) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.

B. Penurunan Daya Tahan Tubuh


1) Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun (atau
lebih). Di dalam ASI terdapat antibodi yang dapat melindungi bayi dari
kuman penyakit
2) Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk
akan mudah terkena diare
3) Imunodefisiensi/Imunosupresi, terinfeksi oleh virus (seperti
campak, AIDS)

C. Faktor Lingkungan dan Perilaku


Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang faktor
utama dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat.
Ref

Kementrian Kesehatan RI. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare


Balita. 2011. 15-16 p.

3. Bagaimana perbedaan pemberian ASI dan susu kental manis pada


bayi serta hubungan pemberian ASI hanya 3 bulan dengan kondisi
pasien?
Jawab: Kandungan asi dengan susu kental manis dan hubungan
pemberian ASI hanya 3 bulan dengan keluahan yang dialami
ASI sendiri dianggap sebagai sumber nutrisi bayi terbaik. Bukti luas
menunjukkan bahwa ASI mengandung berbagai agen bioaktif yang
mengubah fungsi saluran pencernaan dan sistem kekebalan tubuh,
serta dalam perkembangan otak. Dengan demikian, ASI secara luas
diakui sebagai cairan biologis yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal. Sedangkan susu formula bayi
dimaksudkan sebagai pengganti yang efektif untuk pemberian makan
bayi. Meskipun produksi-produk yang identik dengan ASI tidak layak,
setiap upaya telah dilakukan untuk meniru kandungan gizi ASI untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi normal. Susu sapi atau susu
kedelai paling sering digunakan sebagai bahan dasar, dengan bahan
tambahan ditambahkan untuk lebih mendekati komposisi pada ASI
manusia dan untuk mendapatkan manfaat kesehatan, termasuk zat
besi, nukleotida dan komposisi campuran lemak. Asam lemak asam
arakidonat (AA) dan asam docosahexenoic (DHA) ditambahkan.
Probiotik dan senyawa, yang diproduksi oleh rekayasa genetika,
ditambahkan atau saat ini sedang dipertimbangkan untuk
penambahan formula.
Berikut perbandingan nutrisi antara ASI dan susu industry :

Gambar : Perbedaan ASI, susu sapi, dan formula Milk - NCBI


WHO merekomendasikan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif
untuk enam bulan pertama kehidupan . American Academy of
Pediatrics juga merekomendasikan menyusui untuk setidaknya 12
bulan. Baru-baru ini, the Academy of Nutrition and Dietetics
menegaskan kembali dan memperbarui misi mereka bahwa
pemberian ASI eksklusif memberikan nutrisi optimal dan perlindungan
kesehatan selama enam bulan pertama kehidupan, dan bahwa
menyusui dengan makanan pendamping mulai dari enam bulan
hingga setidaknya 12 bulan adalah pemberian makan yang ideal. pola
untuk bayi. Kandungan zat gizi dalam ASI merupakan komposisi yang
sempurna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
mencukupi kebutuhan gizi bayi hanya dengan ASI saja sampai usia 6
bulan sebagai sumber gizi utama, setelah 6 bulan disamping ASI perlu
mendapat makanan tambahan pendamping ASI. Kurangnya
pemberian ASI atau bahkan tidak diberikannya ASI hingga bulan yang
mencukupi banyak menimbulkan dampak antara lain, meningkatnya
kejadian diare akibat tidak higienisnya pemberian makanan tambahan
atau susu formula, kurangnya kecukupan gizi, timbulnya alergi pada
sebagian bayi oleh karena pemberian susu formula atau makanan
tambahan yang tidak sesuai dengan kondisi bayi.

Selama masa ASI ekslusif ibu ke anak, hal tersebut merupakan pula
pemenuhan bioavailabilitas zat besi yang sangat baik dalam ASI.
Banyak literatur telah menunjukkan bahwa konsumsi susu sapi secara
konsisten hadir sebagai faktor risiko anemia pada bayi. Para peneliti
melaporkan bahwa peningkatan asupan susu sapi, yang kandungan
besinya kurang dan memiliki bioavailabilitas yang rendah, dapat
mengurangi jumlah total zat besi yang terkandung dalam asupannya.
Untuk setiap bulan menyusui dengan susu sapi, ada penurunan 2 g / l
pada kadar hemoglobin anak-anak berusia 12 bulan. Zat besi dan
penyimpanan zat besi yang ada saat lahir adalah sumber zat besi
paling penting selama beberapa bulan pertama kehidupan untuk bayi
cukup bulan, terutama bayi yang diberi ASI. ASI, yang mengandung
jumlah rendah (rata-rata zat besi). konten = 0,35 mg / L) dengan
bioavaibilitas 45% -100%. Ferro sulfat adalah bentuk zat besi yang
tersedia dalam susu formula bayi. Meskipun ferro sulfat merupakan
bentuk besi yang dapat diserap dengan baik, protein susu sapi
(protein whey) yang tersedia dalam formula memiliki efek
penghambatan pada penyerapan zat besi.

Ref : Camilia R. Martin, Pei-Ra Ling, George L. Blackburn.2016.


Review of Infant Feeding: Key Features of Breast Milk and Infant
Formula.Vol 8. NCBI. Publish May 11 2016
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4882692/

4. Bagaimana status gizi bayi sekarang berdasarkan skenario?


Jawab:
1. Umur 7 Bulan
2. Berat Badan 4200 gram
3. Panjang Badan 52 cm
4. Lingkar Kepala 39 cm
5. Anak tampak pucat
6. Tampak adanya wasting dan baggy pants
7. Daerah sekitar anus tampak berwarna kemerahan
8. Skor dehidrasi 14 dan Hb 7 g/dl.
9. Status imunisasi HepB0 dan Polio1.
Grafik 1. Berat Badan terhadap Umur

Grafik 2. Panjang Badan terhadap Umur


Grafik 3. Lingkar Kepala terhadap Umur

Tabel 1. Interpretasi sesuai indicator

Penentuan skor derajat dehidrasi menurut WHO yang telah dimodifikasi FK


Unhas.

SKO
N YANG DINILAI
R
O
1 2 3
1 Keadaan umum Baik Lesu, haus Gelisah,
.
lemas,
mengantuk,
shock
2 Mata Biasa Cekung Sangat cekung
.
3 Mulut Biasa Kering Sangat kering
.
4 Pernafasan 30 x/m 30-40 x/mnt 40 x/mnt
.
5 Turgor baik Kurang jelek
.
6 Nadi 120 120- 140 x/menit
. x/menit 140x/mnt
Tabel 2. Skor Dehidrasi

Keterangan :

- Skor 6 : Diare tanpa dehidrasi

- Skor 7 – 12 : Diare dengan dehidrasi ringan sedang

- Skor > 13 : Diare dengan dehidrasi berat.

Pada skenario, skor bayi saat ini 14, yang berarti menderita dehidrasi berat.
Tabel 3. Interpretasi Kasar Hb berdasarkan umur

Pada skenario skor bayi saat ini 7 g/dl, yang berarti tidak sesuai kadar
normal-nya.
Tabel 4. Jadwal Imunisasi Anak Sesuai IDAI 2017

Pada skenario bayi berumur 7 bulan tersebut baru mendapatkan Hep B0 dan
Polio 1 yang berarti masih banyak vaksin yang belum diberikan ke bayi
tersebut.

Ref: Arief Ridwan et.all. Ilmu Kesehatan Anak. 1997. Edisi 2 Hal. 53

Sari P. IDAI. 2017. Vol. 18. No.5

5. Bagaimana klasifikasi derajat dehidrasi dan kadar Hb dari skenario?


Jawab:
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh
karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau
kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak
daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai
dengan hilangnya elektrolit.

Penilaian Dehidrasi

Pada skenario, disebutkan pasien nampak pucat dan ditemukan adanya


wasting dan baggy pants yang merupakan gejala khas dari malnutrisi
marasmus. Gejala lain yaitu :

1. Wajah seperti orang tua

2. Sering terdapat penurunan kesadaran

3. Kulit kering, dingin, dan kendor

4. Otot – otot mengecil sehingga tulang terlihat jelas


5. Sering disertai diare atau konstipasi

6. Tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan


berkurang.7

Adapun klasifikasi derajat dehidrasi :

 Dehidrasi ringan

Dehidrasi ringan terdapat tanda atau lebih dari keadaan umumnya baik,
mata terlihat normal, rasa hausnya normal, minum biasa dan turgor kulit
kembali cepat.

 Dehidrasi sedang

Dehidrasi sedang keadaan umumnya terlihat gelisah dan rewel, mata


terlihat cekung, haus dan merasa ingin minum banyak dan turgor kulitnya
kembali lambat.

 Dehidrasi berat.

Sedangkan dehidrasi berat keadaan umumnya terlihat lesu, lunglai atau


tidak sadar, mata terlihat cekung, sering muntah dan turgor kulitnya kembali
sangat lambat > 2 detik.

Pada diare, pengeluaran cairan melebihi pemasukannya sehingga akan


terjadi defisit cairan tubuh yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Berdasarkan derajat dehidrasi maka diare dapat dibagi menjadi diare tanpa
dehidrasi, diare dehidrasi ringan sedang dan diare dehidrasi berat. Secara
umum dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat,
berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik.
Penilaian Anemia

Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit


atau konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik,
melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan
fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala
objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-
gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia,
dilatasi jantung, dan gagal jantung.5

Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif, prestasi


sekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Anak usia kurang dari 12 bulan dengan anemia terutama
defisiensi besi kadar hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai prediktif
positif 10-40%. Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fi
sik teliti untuk mendeteksi dan menentukan penyebabnya sehingga
pemeriksaan laboratorium dapat seminimal mungkin. Tubuh bayi baru lahir
mengambil dan menyimpan kembali besi menyebabkan hematokrit
menurun selama beberapa bulan pertama kehidupan. Oleh karena itu, pada
bayi cukup bulan kekurangan zat besi dari asupan gizi jarang menyebabkan
anemia sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur, kekurangan zat
besi dapat terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit terkait
kromosom X seperti defi siensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),
harus dipertimbangkan pada anak laki-laki. Defisiensi piruvat kinase bersifat
autosomal resesif dan berhubungan dengan anemia hemolitik kronis.

Pada Skenario hasil pemeriksaan kadar Hb anak adalah 7gr/dl artinya anak
mengalami anemia sedang.

Klasifikasi kadar Hb menurut WHO6

• Anak-anak, 6 - 59 bulan ≥ 11,0


• Anak-anak, 5 - 11 tahun ≥ 11,5

• Anak-anak, 12 - 14 tahun ≥ 12,0

• Pria dewasa ≥ 13,0

• Wanita dewasa tidak hamil ≥ 12,0

• Wanita dewasa hamil ≥ 11,0

Referensi :

5. Irawan, H. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. Jurnal


Kalbemed vol 40 no. 6. Jakarta : FK Katolik Atma Jaya.2013

6. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and


assessment of severity

7. Sholeh Km. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Ke 1 Jakarta: IDAI; 2010.

8. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di


Rumah Sakit. Jilid 1. Jakarta : Depkes RI. 2010. Hal 377

6. Bagaimana hubungan gejala bayi tampak pucat, terdapat wasting


dan baggy pants serta kemerahan pada sekitar anus?
Jawab:
. Hubungan keluhan dengan gejala
Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan
elektrolit (natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam
tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini
tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan
dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala
dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen
rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada.
Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan
perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare
sehingga dapat menyebabkan bayi Anemia Diefisiensi Fe.
Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu
kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan
berikutnya.
Diare dapat mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan
gangguan pencernaan yang menyebabkan menurunnya absorbsi
zat-zat nutrisi dalam tubuh sehingga menimbulkan kekurangan gizi
termasuk wasting.
Keseringan defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinjaa
makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi
dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi di usus
Referensi
• Derso, T., Tariku, A., Biks, G. A. & Wassie, M. M. Stunting,
wasting and associated factors among children aged 6-24 months in
Dabat health and demographic surveillance system site: A
community based cross-sectional study in Ethiopia. BMC Pediatr. 17,
1–9 (2017)
• Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten/ WHO ; alihbahasa, Tim Adaptasi
Indonesia. – Jakarta : WHO Indonesia, 2008

7. Bagaimana hubungan status imunasi dengan skenario?


Jawab:
Imunisasi merupakan cara yang paling efesien dan efektif untuk
mencegah beberapa penyakit menular. Program imunisasi nasional
telah berhasil menurunkan angka kematian dan kesakitan untuk
penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) dilaksanakan di Indonesia sejak
tahun 1979. Tujuan akhir program imunisasi ini adalah eradikasi
polio, eliminasi tetanus neonatorum, reduksi campak, peningkatan
mutu pelaynan imunisasi, menetapkan standar pemberian suntikan
yang aman dan keamanan pengelolaan limbah tajam. Cakupan
imunisasi di Indonesia pada tahun 1996/1997 telah melampaui 90%
untuk imunisasi BCG, DTP dan polio dasar.
Pada skenario anak berusia 7 Bulan dan hanya mendapatkan vaksin
Hepatitis B dan polio yg hanya 1 kali pemberian. Dari jadwal
imunisasi ikatan dokter Anak Indonesia , anak tersebut seharusnya
sudah diberikan Vaksin BCG, DPT-HiB-Hep 1-3 , dan Polio 2-4.
Imunisasi termasuk dalam kebutuhan dasar anak yaitu Asuh. Untuk
memenuhi kebutuhan dasar tersebut maka anak harus diberikan
imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit agar anak dapat
tumbuh dan berkembang secara normal.
Referensi :
Satgas Imunisasi IDAI. Buku Pedoman Imunisasi. Edisi 2. Jakarta,
Badan Penerbit IDAI, 2005

8. Bagaimana diagnosis dan tatalaksana sesuai skenario?


Jawab:
1) Algoritma diagnosis pada skenario

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):


• Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
• Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari
bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)
• Kapan terakhir berkemih
• Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak
mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana


tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani):
• Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
• Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB)
kolera
• Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau
pengobatan lainnya
• Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).
• Riwayat pemberian ASI
• Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa
hari terakhir
• Hilangnya nafsu makan
• Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
• Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
• Batuk kronik
• Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
• Berat badan lahir
• Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
• Riwayat imunisasi
• Apakah ditimbang setiap bulan
• Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial
anak)
• Diketahui atau tersangka infeksi HIV

Pemeriksaan fisis
• Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada
kedua punggung
• kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
• Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk
(hati-hati menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
• Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang
lambat, nadi
• lemah dan cepat), kesadaran menurun.
• Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar
< 35.5° C).
• Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal
jantung
• Sangat pucat
• Pembesaran hati dan ikterus
• Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi,
tanda asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air
(abdominal splash
• Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
— Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
— Ulkus kornea
— Keratomalasia
• Ulkus pada mulut
• Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
• Lesi kulit pada kwashiorkor:
— hipo- atau hiper-pigmentasi
— deskuamasi
— ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
— lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).
• Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
• Tanda dan gejala infeksi HIV (lihat bab 8).
Referensi:
Departemen Kesehatan Ri, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat, Direktorat Bina Gizi. 2011. Bagan Tata Laksana Anak
Gizi Buruk Buku I. Jakarta:Departemen Kesehatan
World Health Organization.2009.Pelayaan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama
di Kabupaten/Kota.Jakarta:WHO
2) Bagaimana interpretasi status gizi pada anak dan kadar Hb?
Serta bagaimana pembagian skor dehidrasi?
• Status gizi anak
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel
Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak
umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median.
Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < -
2 SD atau 80% median”
Berdasarkan skenario anak berumur 1 th 2 bulan dengan berat
badan adalah 5600gr . Menurut z-score berat badan anak berada
pada <-3 SD artinya anak mengalami gizi buruk. Karena seharusnya
berat badan anak adalah :

Umur (tahun ) x 2+8 = (1,2 x 2) + 8


= 2,4 + 8
= 10,4
Jadi, seharusnya berat anak saat ini adalah 10.400gr atau 10,4 kg
• Penilaian Anemia
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume
eritrosit atau konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan
spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi
patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak
menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan
anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas
pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal
jantung.
Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif,
prestasi sekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan
dan perkembangan. Anak usia kurang dari 12 bulan dengan anemia
terutama defisiensi besi kadar hemoglobinnya bisa normal, dengan
nilai prediktif positif 10-40%. Oleh karena itu diperlukan anamnesis
dan pemeriksaan fi sik teliti untuk mendeteksi dan menentukan
penyebabnya sehingga pemeriksaan laboratorium dapat seminimal
mungkin. Tubuh bayi baru lahir mengambil dan menyimpan kembali
besi menyebabkan hematokrit menurun selama beberapa bulan
pertama kehidupan. Oleh karena itu, pada bayi cukup bulan
kekurangan zat besi dari asupan gizi jarang menyebabkan anemia
sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur, kekurangan zat
besi dapat terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit
terkait kromosom X seperti defi siensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD), harus dipertimbangkan pada anak laki-laki.
Defisiensi piruvat kinase bersifat autosomal resesif dan berhubungan
dengan anemia hemolitikkronis.

Pada Skenario hasil pemeriksaan kadar Hb anak adalah


7gr/dl artinya anak mengalami anemia sedang.

• Penilaian Dehidrasi
Referensi :
Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. Jilid 1. Jakarta : Depkes RI. 2010. Hal 377
Kemenkes RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta : Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2011. Hal 1,23.
Irawan, H. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. Jurnal
Kalbemed vol 40 no. 6. Jakarta : FK Katolik Atma Jaya.2013
WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and
assessment of severity
Penatalaksanaan
Referensi : Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. 2011. Kementerian
Kesehatan Republik Kesehatan Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu dan Anak.
9. Bagaimana komplikasi dan pencegahan yang bisa dilakukan sesuai
skenario?
Jawab:
Komplikasi Dan Penyakit Penyerta Pada Malnutrisi Energi Protein
1. Dehidrasi
Dehidrasi meliputi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi
ringan terdapat tanda atau lebih dari keadaan umumnya baik, mata
terlihat normal, rasa hausnya normal, minum biasa dan turgor kulit
kembali cepat. Dehidrasi sedang keadaan umumnya terlihat gelisah
dan rewel, mata terlihat cekung, haus dan merasa ingin minum banyak
dan turgor kulitnya kembali lambat. Sedangkan dehidrasi berat
keadaan umumnya terlihat lesu, lunglai atau tidak sadar, mata terlihat
cekung, dan turgor kulitnya kembali sangat lambat > 2 detik. Pada
diare, pengeluaran cairan melebihi pemasukannya sehingga akan
terjadi defisit cairan tubuh yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Berdasarkan derajat dehidrasi maka diare dapat dibagi menjadi diare
tanpa dehidrasi, diare dehidrasi ringan sedang dan diare dehidrasi
berat. Secara umum dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin
gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik.
2. Hiponatremia
Hiponatremia terjadi pada anak yang hanya minum air putih saja atau
hanya mengandung sedikit garam, ini sering terjadi pada anak yang
mengalami infeksi shigella dan malnutrisi berat dengan edema.
3. Hipokalemia
Hipokalemia terjadi karena kurangnya kalium (K) selama rehidrasi
yang menyebakan terjadinya hipokalemia ditandai dengan kelemahan
otot, peristaltik usus berkurang, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia.
4. Gangguan elektrolit
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat sehingga
mengalami gangguan elektrolit yang sering berupa hipokalemia,
hiponatremia.
5. Gangguan keseimbangan asam basa
Pada saat diare, sejumlah besar bikarbonat yang hilang melalui tinja
bisa menyebabkan asidosis metabolik. Hal ini dapat terjadi dengan
cepat pada keadaan hipovolemi, ginjal gagal melakukan kompensasi
kehilangan basa akibat aliran darah ke ginjal berkurang serta produksi
asam laktat yang berlebihan ketika penderita jatuh pada keadaan syok
hipovolemik. Gambaran utama asidosis metabolik meliputi konsentrasi
bikarbonat serum berkurang (<10 mmol/l), pH arteri menurun (<7,10),
nafas cepat dan dalam, adanya muntah.
6. Syok hipovolemik
Pada diare akut dengan dehidrasi berat, volume darah berkurang
sehingga dapat terjadi dampak negatif pada bayi dan anak–anak
antara lain syok hipovolemik. Syok hipovolemik ditandai dengan
adanya denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, tidak kuat
angkat, tekanan darah menurun, pasien lemah, kesadaran menurun,
dan diuresis berkurang.
7. Gagal ginjal akut
Fungsi ginjal menurun karena terjadi hipoperfusi ginjal yang
disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi atau
aliran darah ke ginjal.
8. Malnutrisi
Infeksi yang berkepanjangan, terutama pada diare persisten, dapat
menyebabkan penurunan asupan nutrisi, penurunan fungsi absorpsi
usus, dan peningkatan katabolisme sehingga menyebabkan proses
tumbuh kembang anak terhambat yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak di masa depan.
9. Kematian
Tidak sedikit penyakit diare pada anak dapat berujung pada kematian.
Hal ini disebabkan karena keterlambatan dalam penanganan karena
sebagian besar kasus yang dibawa ke pelayanan kesehatan sudah
jatuh pada keadaan syok hipovolemi akibat dehidrasi berat.
2. Pencegahan Yang Sesuai Dengan Skenario
Malnutrisi kalori protein dapat dicegah dengan menyelesaikan
beberapa masalah sosial ekonomi seperti pengentasan kemiskinan,
meningkatkan daya beli penduduk dan menyediakan pendidikan gizi.
Ini adalah konsekuensi dari tidak hanya asupan makanan yang tidak
memadai tetapi juga kondisi kehidupan yang buruk, lingkungan yang
tidak higienis dan kurangnya perawatan kesehatan. Pencegahan
malnutrisi pada balita juga harus dimulai sejak janin masih berada
dalam kandungan karena pertumbuhan dan perkembangan pada
masa bayi dan balita tidak bisa terlepas dari pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Pencegahan dapat dimulai dengan
menjaga asupan ibu hamil selalu tercukupi sejak awal kehamilan.
1. Pemberian ASI Eksklusif
Setelah janin dilahirkan, pencegahan malnutrisi dilakukan dengan
memberikan ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja selama 6 bulan
berturut-turut. Apabila pemberian ASI eksklusif tidak memungkinkan
karena berbagai alasan, maka bisa diganti atau ditambah dengan susu
formula. Namun sebaiknya diusahakan tetap memberikan ASI
eksklusif. Setelah usia bayi mencapai 6 bulan, selain ASI bayi harus
segera diberikan makanan pendamping ASI secara bertahap,
disesuaikan dengan umur bayi. Pemberian ASI tetap dilanjutkan
sampai usia dua tahun.
2. Imunisasi
Harus diberikan secara rutin sejak usia 0 bulan. Imunisasi yang rutin
dan lengkap akan mencegah bayi terserang penyakit infeksi. Imunisasi
dasar lengkap adalah imunisasi yang sesuai dengan program
pemerintah. Imunisasi juga harus diulang supaya status kekebalan
bayi tetap optimal. Selain imunisasi, bayi juga harus mendapatkan
suplementasi vitamin A karena kadar vitamin A dalam ASI tidak tinggi,
tidak bisa mencukupi kebutuhan. Pemerintah sudah membuat program
suplementasi vitamin A yang diberikan setiap bulan Februari dan
Agustus.
3. Pemberian Makanan Tambahan
Di masyarakat pedesaan, terutama anak-anak diberi makan oleh ibu
dalam waktu lama dan makanan tambahan yang penting untuk
mencegah PCM tidak diberikan pada usia yang tepat. Kadang-kadang
bahkan ketika makanan tambahan diberikan kepada bayi; mereka
tidak memadai dan mungkin tidak mengandung cukup protein dan
kalori. Di India, pemberian makanan tambahan yang diprogram telah
beroperasi selama beberapa tahun terakhir. Anak-anak prasekolah
diberikan suplemen makanan setiap hari yang berkontribusi signifikan
terhadap asupan protein dan energi. Saat ini, upaya sedang dilakukan
untuk meningkatkan kepadatan kalori dari makanan tambahan
sehingga dapat memberikan energi yang cukup selain protein. Institut
Gizi Nasional, Hyderabad, dan banyak Sekolah Tinggi Ilmu
Pengetahuan Rumah di India telah mengembangkan beberapa resep
nutrisi yang didasarkan pada makanan yang tersedia secara lokal
seperti sereal dan kacang-kacangan. Untuk menambah kalori dalam
resep tambahan ini, sedikit lemak juga dibutuhkan. Malting biji-bijian
dan persiapan makanan kaya amilase dari gandum atau jagung
sangat membantu dalam mengurangi sebagian besar campuran
sereal. Persiapan menyapih makanan seperti itu di tingkat rumah
menggunakan sumber daya yang tersedia secara lokal tentu akan
membantu dalam mencegah PCM sampai batas tertentu.
4. Pendidikan Gizi
Pendidikan gizi adalah salah satu langkah paling penting untuk
mencegah malnutrisi energi protein. Pemberian susu botol umumnya
dilakukan di banyak komunitas. Namun, banyak ibu yang tidak
memiliki pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang harus
diambil dengan menggunakan metode menyusui bayi ini. Botol dan
puting susu tidak dicuci dengan benar setelah setiap kali pemberian
dan terkadang susu tetap berada dalam botol untuk waktu yang lama
memungkinkan pertumbuhan organisme patogen. Kondisi tidak
higienis ini menyebabkan diare dan gangguan lainnya. Faktor utama
yang menyebabkan malnutrisi adalah suplementasi yang tertunda dan
makanan penyapihan yang tidak memadai. Ibu harus disarankan untuk
memberikan suplemen berdasarkan sereal, kacang-kacangan dan
minyak. Selain itu, sayuran dan buah tumbuk juga harus dimasukkan
dalam makanan anak-anak. Petugas kesehatan harus memberi
nasihat tentang kualitas dan kuantitas makanan yang dibutuhkan oleh
anak dan harus memeriksa grafik pertumbuhan anak untuk menilai
kecukupan gizi.

Referensi:
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral
Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011. Bagian Anak
Tatalaksana Gizi Buruk. Buku I dan II
2. Maredante, Karen,J.Nellson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed
ke-6. Saunder
10. Bagaimana perspektif Islam sesuai skenario?
Jawab:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun


penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

Dari Fatimah binti Al Husain dari bapaknya Al Husain bin Ali


mengatakan, “Tatkala Al Qasim putra Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
wafat, Khadijah berkata,“ Wahai Rasulullah, air susu Al Qasim melimpah,
sekiranya saja Allah menyebutkan kehidupan hingga tuntas penyusuannya.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu menjawab:" Sungguh
penyusuannya akan disempurnakan di surga. ”(HR. Ibnu Majah - Kitab:
Jenazah, Bab: Menshalati putera Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad panjang:


"Sesungguhnya di dalam surga sudah ada yang akan
menyempurnakan penyusuannya, dan juga termasuk Shiddiq (jujur). "(HR.
Ahmad - Kitab: Musnad penduduk Kufah, Bab: Hadits Al Barra` bin 'Azib
Radliyallahu ta'ala' anhu)

Anda mungkin juga menyukai