Anda di halaman 1dari 7

NAMA : DIVA CARISSA OCTAVIANI

NIM : 142190068

KELAS : EA-C

Ulasan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (surseance van betaling atau suspension of


payment) diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Yang dimaksud dengan PKPU itu sendiri adalah suatu masa yang
diberikan oleh Undang-Undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut
kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara
pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya,
termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Jadi penundaan kewajiban
pembayaran utang sebenarnya merupakan sejenis moratorium, dalam hal ini legal moratorium.

PKPU juga merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan


restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya
kepada kreditor. PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana
selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya,
dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus
ditangguhkan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud PKPU adalah sebuah kesempatan
yang diberikan oleh UU melalui putusan hakim niaga untuk memusyawarahkan cara-cara
pembayaran utang oleh Debitor yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya
kepada Kreditor yang membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan Debitor dan selama
berlangsungnya PKPU Debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya dan semua
tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan hutang harus ditangguhkan.
Ini menunjukkan bahwa PKPU merupakan usaha untuk menghindari kepailitan, tetapi usaha
PKPU untuk menghindarkan kepailitan adalah sangat sulit tergantung dari kejujuran dan tingkat
moralitas pihak debitor dan kreditor. Saya setuju dengan pendapat tersebut, karena masih ada
kemungkinan Debitur dengan itikad tidak baik sengaja mempailitkan diri dan akan menimbulkan
masalah bagi Kreditor, sama halnya dengan Kreditor dengan itikad tidak baik sengaja
mempailitkan Debitor untuk mendapatkan kembali piutangnya padahal Debitor tidak ingin
dinyatakan pailit dan masih yakin bisa melunasi utang-utangnya.

Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU)

Pasal 222 UU No. 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa yang bisa mengajukan PKPU itu
bisa Debitor (yang mempunyai lebih dari 1 Kreditor) maupun Kreditor. Dalam Pasal tersebut
menyebutkan dalam hal Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.
Kemudian jika Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi
penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.
Sehingga terlihat bahwa PKPU itu berbeda dengan kepailitan.

Selain itu, pihak-pihak yang dapat mengajukan pemohonan PKPU berdasarkan Pasal 223
UU Kepailitan dan PKPU adalah:

1) Debitor
2) Kreditor
3) Bank Indonesia bila Debitornya adalah Bank
4) Bapepam bila Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa efek, Lembaga kliring dan
penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
5) Menteri keuangan bila Debitornya Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan
publik.
Prosedur Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Kemudian, untuk prosedur permohonan PKPU sendiri diatur dalam Pasal 224 UU
Kepailitan dan PKPU yang berbunyi:

Pasal 224

1) Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 222 harus diajukan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.
2) Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan
utang Debitor beserta surat bukti secukupnya.
3) Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor
melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum
sidang.
4) Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Debitor mengajukan daftar
yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti
secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian.
5) Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan
rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.
6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Pasal 224 UU Kepailitan dan PKPU,
permohonan PKPU harus diajukan kepada Pengadilan Niaga secara tertulis dengan disertai
daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta bukti secukupnya. Surat
permohonan tersebut ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya yang berarti pemohon harus
menunjuk advokat bila ingin mengajukan permohonan PKPU namun permohonan tersebut tidak
bisa diajukan oleh advokat sendirian tetapi harus bersama-sama dengan pemohon PKPU. Pada
permohonan tersebut bisa juga dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU.

Akibat Hukum dari Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Sifat putusan PKPU mempunyai kekuatan hukum pasti di mana putusannya bersifat final
and binding (akhir dan mengikat) karena putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum
apapun ini didasari oleh ketentuan dalam Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang
menyebutkan bahwa Terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat
diajukan upaya hukum apapun. Pernyataan pailit sebagai akibat hukum akibat dari penolakan
pengesahan perdamaian juga tidak dapat diajukan upaya hukum Kasasi maupun Peninjauan
Kembali ini didasari oleh ketentuan dalam Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang
menyebutkan bahwa:

Pasal 293

1) Terhadap putusan Pengadilan berdasarkan ketentuan dalam Bab III ini tidak terbuka
upaya hukum, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
2) Upaya hukum kasasi dapat diajukan oleh Jaksa Agung demi kepentingan hukum.

Permohonan PKPU yang telah ditetapkan sebagai PKPU sementara, di mana Pengadilan
Niaga memberikan kesempatan kepada debitor dan kreditor untuk verifikasi atas utang-utang
debitor, membicarakan dan mengupayakan tercapainya perdamaian sesuai proposal rencana
perdamaian debitor yang diajukan kepada kreditor dalam pengawasan Hakim Pengawas, hal
sesuai dengan ketentuan Pasal 224 ayat (4) UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Proposal rencana perdamaian debitor yang disetujui oleh kreditor berubah menjadi perjanjian
perdamaian yang mengikat bagi debitor dan kreditor, dimana debitor diwajibkan untuk
membayar utang-utangnya sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian perdamaian, terhadap
proposal rencana perdamaian yang ditolak oleh kreditor, maka demi hukum debitor menjadi
pailit berdasarkan Pasal 230 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Undang-Undang tersebut menganut prinsip perdamaian tunggal. Prinsip perdamaian
tunggal ini terefleksi dalam Pasal 289 UU Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan para pihak.
hanya sekali dapat mengajukan rencana perdamaian7 . Prinsip ini juga bisa kita temukan dalam
Pasal 292 UU Kepailitan dan PKPU, yang menyebutkan bahwa apabila perdamaian dalam proses
PKPU telah ditolak dan kemudian Debitor dinyatakan pailit, maka ia (Debitor pailit) tidak boleh
lagi mengajukan rencana perdamaian. Sehingga akan terjadi perubahan proses hukum yang
sebelumnya ditempuh dengan jalan damai (PKPU) berubah menggunakan ketentuan prosesyang
berlaku dalam ketentuan kepailitan.
KESIMPULAN

1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan sebuah kesempatan yang


diberikan oleh UU melalui putusan hakim niaga untuk memusyawarahkan cara-cara
pembayaran utang oleh Debitor yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian
utangnya kepada Kreditor yang membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan
Debitor dan selama berlangsungnya PKPU Debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar
utangutangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh
pelunasan hutang harus ditangguhkan dan merupakan cara untuk menghindari kepailitan.
2. Yang bisa mengajukan PKPU itu bisa Debitor (yang mempunyai lebih dari 1 Kreditor)
maupun Kreditor.
3. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pemohonan PKPU adalah:
a) Debitor
b) Kreditor
c) Bank Indonesia bila Debitornya adalah Bank
d) Bapepam bila Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa efek, Lembaga kliring
dan penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
e) Menteri keuangan bila Debitornya Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang
kepentingan publik.
4. Proses permohonan PKPU harus diajukan kepada Pengadilan Niaga secara tertulis
dengan disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta bukti
secukupnya. Surat permohonan tersebut ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya
yang berarti pemohon harus menunjuk advokat bila ingin mengajukan permohonan
PKPU namun permohonan tersebut tidak bisa diajukan oleh advokat sendirian tetapi
harus bersama-sama dengan pemohon PKPU. Pada permohonan tersebut bisa juga
dilampirkan rencana perdamaian.
5. Akibat hukum bagi Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang
mana permohonan PKPU yang telah ditetapkan sebagai PKPU sementara, di mana
Pengadilan Niaga memberikan kesempatan kepada debitor dan kreditor untuk verifikasi
atas utang-utang debitor, membicarakan dan mengupayakan tercapainya perdamaian
sesuai proposal rencana perdamaian debitor yang diajukan kepada kreditor dalam
pengawasan Hakim Pengawas, hal sesuai dengan ketentuan Pasal 224 ayat (4) UU No. 37
tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Proposal rencana perdamaian debitor yang
disetujui oleh kreditor berubah menjadi perjanjian perdamaian yang mengikat bagi
debitor dan kreditor, dimana debitor diwajibkan untuk membayar utang-utangnya sesuai
dengan yang disepakati dalam perjanjian perdamaian, terhadap proposal rencana
perdamaian yang ditolak oleh kreditor, maka demi hukum debitor menjadi pailit.
6. Terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak dapat diajukan upaya
hukum apapun ini didasari oleh ketentuan dalam Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU yang menyebutkan bahwa Terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran
utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Pernyataan pailit sebagai akibat hukum
akibat dari penolakan pengesahan perdamaian juga tidak dapat diajukan upaya hukum
Kasasi maupun Peninjauan Kembali.

Anda mungkin juga menyukai