Di Susun Oleh :
Nama : Firda Mayasari
Kelas : JK Farmasi
NPM : 1848201082
PRODI FARMASI
STIKES HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
RESUME DAN MASALAH-MASALAH TERKAIT
FARMAKOKINETIK KLINIK
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
1. ANTIBIOTIK
Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh berbagai species mikroorganisme (bakteri,
fungi, actinomycetes) yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lain dan akhirnya
menghancurkannya. Saat ini istilah antibiotik termasuk didalamnya antibakteri sintetik seperti
sulfonamide dan quinolone yang bukan merupakan produk mikroba. Antibiotik berbeda
dalam hal fisik, kimia dan sifat farmakologi, spektrum antibakteri dan mekanisme kerjanya.
Pengetahuan tentang mekanisme molekular replikasi bakteri, jamur dan virus membantu
upaya menemukan senyawa yang dapat menghambat daur hidup mikroorganisme (Chambers,
1996)
FARMAKOKINETIK
Profil farmakokinetik antibiotik dinyatakan dalam konsentrasi di serum dan jaringan terhadap
waktu dan mencerminkan proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Distribusi antibiotik ditandai adanya variabilitas antar individu dan antar jaringan.
Kadar obat di tempat infeksi berbeda dengan kadar di plasma. Kadar dibawah MIC dapat
memicu terjadinya resistensi. Mekanisme barrier di SSP dan organ lain merupakan pompa
transport aktif sehingga obat dapat masuk ke tempat infeksi. Dalam keadaan
keseimbanganpun, konsentrasi antibiotik di tempat infeksi lebih rendah daripada di plasma.
Antibiotik mengalami eliminasi di hati, ginjal atau keduanya baik dalam bentuk yang
tidak berubah atau metabolitnya. Untuk antibiotik yang eliminasinya terutama di ginjal,
bersihan suatu obat berkorelasi linear dengan creatinine clearance. Sedangkan antibiotik yang
eliminasinya terutama di hati tidak ada petanda yang bisa dipakai untuk mengatur dosis pada
pasien dengan penyakit hati (Archer, 2005).
FARMAKODINAMIK
Antibiotik juga memiliki perbedaan sifat postantibiotic effect (PAE). Pada umumnya,
golongan concentration-dependent mempunyai PAE lebih lama dibanding golongan time-
dependent. Untuk antibiotik concentration-dependent rasio Cmax/ MIC kurang lebih sepuluh
dikaitkan dengan keberhasilan klinis. Oleh karena itu, konsentrasi yang tinggi menjadi tujuan
terapi. Hal ini dapat dicapai melalui pemberian dosis tinggi sekali sehari.
B. ANTIFUNGI
Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan,
dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan tubuh yang bisa
menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina.
Obat anti fungi terbagi 2:
1. Untuk infeksi sistemik
2. Untuk infeksi topikal
CONTOH OBAT ANTIFUNGI UNTUK INFEKSI SISTEMIK:
Amfoterisin B
FARMAKODINAMIK
Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan ergosterol (sterol dominan pada
fungi) yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel
bocor dan membentuk pori-pori yang menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur
merembas keluar sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan
kerusakan yang tetap pada sel. Efek lain pada membran sel jamur yaitu dapat menimbulkan
kerusakan oksidatif pada sel jamur.
FARMAKOKINETIK
Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan yang dimulai dengan
dosis 1,5 mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap sampai dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan
memberikan kadar puncak antara 0,5-2 µg/mL pada kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-
kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasifase kedua dengan waktu paruh
kira-kira 15 hari sehingga kadar mantapnya baru akan tercapai setelah beberapa bulan
pemakaian. Obat ini didistribusikan luas ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% obat beredar
dalam plasma, terikat pada lipoprotein. Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal,
sinovial dan akuosa yang mengalami peradangan hanya kira-kira2/3 dari kadar terendah
dalam plasma. Amfoterisin b juga dapat menembus sawar uri, sebagian kecil mencapai CSS,
humor vitreus dan cairan amnion. Ekskresi melalui ginjal sangat lambat, hanya 3% dari
jumlah yang diberikan selam 24 jam sebelumnya ditemukan dalam urine.
2. OBESITAS
Penetapan dosis obat pasien obesitas dapat berdasarkan berat badan total (TBW),
Berat badan lansing yang memperkirakan berat badan tanpa lemak , fat-free mass (Lean body
weight, LBW), indeks masa tubuh, atau luas permukaan tubuh (BSA) tergantung sifat fisiko-
kimiawi obat dan tingkat obesitas.misalnya untuk penetapan loading dose, volume distribusi
obat lipofilik dihitung mneggunkaan TBW, untuk penetapan dosis maintenance obat ynag
klirens tidak terpengaruh oleh oleh obesitas digunakan IBW, sedangkan jika klirens
meningkat digunakan LBW. Karena distribusi obat –obat yang hidrofilik kedalam jaringan
adipose sangat kecil, sehingga nilai Vd nya relatif tidak berubah, maka tidak diperlukan
perubahan loading dose pada obesitas. Jadi acuan dosis untuk loading dose menggunakan
IBW.
Ket :
BMI = Kg/m2
BB = Kg
TB = cm
DISPOSISI OBAT
Distribusi obat
Kecepatan dan luas distribusi obat tergantung dari beberapa faktor obat dam fisiologik
sednagkan pada obesitas terjadi kenaikan curah jantung, volume darah, berat organ, berat
tubuh langisng dan kenaikan jaringan adipose. Distribusi obat yang larut lemak umumnya
meningkat karena kenaikan berat badan total sehingga mempengaruhi loading dose, interval
pemberian obat, waktu paruh eliminasi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar
tunak didalam darah.
Metabollisme
Kenaikan aktivitas enzim CYP2E1. Ketika klirens obat oral tersebut pada obesitas lebih
cepat dibandingkan dengan berat badan normal.
Eliminasi
Kegemukan juga mempercepat filtrasi glomeruli (GFR) dan sekresi obat melalui tubuli ginjal,
mnamun mengurangi reabsorpsi.Jika eliminasi obat dari tubuh sebagian besar melalui ginjal
dan sedikit dimetabolisme maka kenaikan klirens ginjal dapat diartikan sebagai kenaikan
klirens total obat dari tubuh. Akibatnya dosis harus dinaikkan untuk mengimbani klirens.
3. USIA SUBJEK
Neonatus/bayi baru lahir : 4 minggu pertama setelah kelahiran, terjadi perubahan fungsi
fisiologis yang sangat penting namun masih prematur, dosis, bentuk sediaan maupun rute
pemberiannya harus diperhatikana, agar tercapai hasil terapi yang optimum
Absorpsi
Distribusi
Kompposisi tubuh
Ikatan obat pada protein plasma, ketika ikatan obat pada plasma protein kecil, Vd
meningkat
Metabolisme
Organ yang berperan :
Hati, plasma , kulit, paru-paru, adrenal,usus
Ekskresi
Dipengaruhi filtrasi glomerulus (GFR), sekresi tubular dan reabsorpsi tubular --
masih imatur
Tercapai normal = 6 bulan
FARMAKOKINETIK PADA BAYI ( 1-12 bulan)
Absorpsi
Distribusi
Selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh terhadap BB total memilliki presentasi
yang lebih besar dari pada anak yang lebih tua/dewasa
Kadar globulin pada bayi lebih rendah daripada anak
Metabolisme
Enzim sebagian besar sudah berfungsi jika dibandingkan pada saat lahir
Ekskresi
Anak dan orang dewasa laju filtrasina lebih tinggi
Dosis : untuk anak tidak boleh diekstrapolasikan dari dosis lazim dewasa
Metode : perhitungan dosis mg/kg, mg/m2, presentase terhadap dosis dewasa
Farmakokinetik :
Absorpsi : waktu pengosongan lambung menyamai orang dewasa pada bayi > 6 bulan,
> 2tahun, produksi asam lambung meningkat sebnading kadar/kgBB orang dewasa
Rumus COCKCROFT-GAULT :
CCT (pada perempuan) = {(140- umur) x berat badan} / (72 x kreatinin darah) x 0,85
Rumus MDRD :