4.1 Perhitungan
4.1.1 Perhitungan Sudut Azimuth
Perhitungan sudut poligon digunakan untuk mendapatkan besaran sudut dalam
poligon (β), dimana β adalah selisih nonius belakang (rata-rata) dengan nonius muka
(rata-rata).
Sudut B
Bacaan skala lingkaran mendatar
Bidikan Arah
Tempat alat
Sudut rata-rata
I II Rata – rata Sudut LB
o
o
o
o
B F 85 38 00 85 41 10 85,0 39,5 5
85 45,25 12,5
18 18
B 14 00 10 00 180,0 12 00
LB 0 0
26 26
F 01 20 5 20 266 3 20 85,0 51 20
LB 6 6
Keterangan :
Kolom (1) : Tempat kedudukan alat ( A, B, C, D, E, F )
Kolom (2) : Kedudukan teropong
Dalam pembidikan ada kedudukan biasa (B) dan luar biasa (LB)
Bila visir berada di atas teropong berarti kedudukan biasa, dan bila visir berada di
bawah teropong berarti kedudukan luar biasa (LB).
Kolom (3) : Arah bidikan tempat titik bidik.
Kolom (4) : Bacaan lingkaran mendatar I berisi hasil pembacaan azimuth (sudut
mendatar pertama).
Kolom (5) : Bacaan lingkaran mendatar II berisi hasil pembacaan azimuth (sudut
mendatar kedua).
Kolom (6) : Bacaan skala lingkaran mendatar rata-rata, yaitu rata rata sudut
bacaan pertama dan kedua.
34
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 35
Bab 4 Perhitungan dan Penggambaran
Kelompok 3
Contoh :
A(B)B ( arah bidikan dari A ke B dalam kedaan biasa )
Bacaan 1 = 000o 00’ 00”
Bacaan 2 = 000o 00’ 00”
Rata-rata = 000o 00’ 00”
A(LB)B ( arah bidikan dari 1 ke 2 dalam keadaan luar biasa)
Bacaan 1 = 180o 14’ 00”
Bacaan 2 = 180o 10’ 00”
Rata-rata = 180o 12’ 00”
Kolom (7) : Selisih sudut mendatar rata-rata antara kedudukan biasa dan luar biasa
serta sudut rata-rata antara biasa dan luar biasa (sudut dalam poligon).
Contoh Perhitungan:
Biasa (B)
α belakang = 85o 39,5’05”
α muka = 000o 00’ 00”
βl (B) = α belakang - α muka
= 85o 39,5’05” - 00o 00’ 00”
= 85o 39,5’ 05”
Luar Biasa (LB)
α belakang = 266o 03’ 20”
α muka = 180o 12’ 00”
β1 (LB)= α belakang - α muka
= 266o 03’ 20” –180o 12’ 00”
= 85o 51’ 20”
Cek:
AB = FA+ 180o – β1 = 56o03’ 23,54” + 180o - 85o45,25’ 18,542”
= 150o17’ 50” (ok)
D 1−2 = 18,2 m
D 2−3 = 15,3 m
D 3−4 = 12,35 m
D 4 −5 = 26,5 m
D 5−0 = 29,25 m
DBC = 17,985 m
D CD = 18,410 m
D DE = 12,301 m
D EF = 12,236 m
D FA = 40,537 m
DBC = 18,00 m
D CD = 18,20 m
D DE = 12,20 m
D EF = 12,40 m
D FA = 40,90 m
DBC = 18,0618333 m
D CD = 17,3035 m
D DE = 12,2836667 m
D EF = 18,9786667 m
D FA = 27,329 m
x ± fx = 0
Dimana :
Δx = beda absis
Contoh perhitungan:
xA-B = DABx sin AB
= 17,90216 x sin 65o13’ 30”
= 16,2544863 m
Dengan cara perhitungan yang sama diperoleh:
xA-B = 16,2544863 m
xB-C = -4,07454604 m
xC-D = -7,733168896 m
xD-E = -6,178414643 m
xE-F = -18,97709446 m
xF-A = 10,38118908 m
-x = 7,3855 m
FxA = 1,228602435 m
FxB = 1,086306673 m
FxC = 1,268514661 m
FxD = 0,900628056 m
FxE = 1,062012275 m
FxF = 1,839433025 m
Perhitungan Δy
y± fy = 0
Beda ordinat:
yA-B = DABx cos αAB
= 17,90216 x cos 137o5’ 60”
= 7,41729031 m
-y = 10,6814 m
a. Sumbu x (absis)
XA = + 1000 m
XB = xA + xA-B+ fxA= 1000+ 16,2544863+ 1,228602435 = + 1017,299502 m
XC = xB + xB-C+ fxB= +1017,2995+(-4,07454604 )+1,086306673 = + 1014,855345
m
XD= xC + xC-D+ fxC= + 1014,8553+(-7,733168896)+1,268514661= + 1007,956514
m
XE = xD + xD-E+ fxD= 1007,9565+ (-6,178414643)+ 0,900628056= + 1002,331002
m
XF = xE + xE-F+ fxE= +1002,3310+ (-18,97709446)+ 1,062012275= + 988,0942817
m
b. Sumbu y (ordinat)
YA = + 1000 m
YB = yA + yA-B+ fyA= 1000 + 7,41729031 + 1,776882414= +1009,194173m
YC= yB + yB-C+ fyB= 1009,1942+ (-15,24658411)+ 1,5571085299 = + 995,518701
m
YD = yC + yC-D+ fyC= 995,5187+ (-16,34839728) + 1,834605996 = + 981,0048826
m
YE= yD + yD-E+ fyD= 981,0049+ (-11,21428196)+ 1,30254516= + 971,0931632 m
YF= yD + yE-F+ fyE= 981,0049 + 0,196933151 + 1,535949206 = + 972,8260282 m
Kolom (2) : Hasil bacaan benang tengah untuk rambu muka dan belakang alat
pada stand I.
Contoh :
Stand I : BT belakang = 1.384
BT muka = 1.323
Stand II : BT belakang = 1.416
BT muka = 1.354
Kolom (3) : Hasil bacaan benang atas ( BA ) dan benang bawah ( BB ) untuk
rambu muka dan belakang alat pada stand I.
Contoh:
Rambu belakang BA = 1.418
BB = 1.349
Rambu muka BA = 1.379
BB = 1.271
Kolom (4) : Perhitungan jarak
Contoh:
Jarak ke belakang = ( BA belakang – BB belakang ) x 10
= (1.418 – 1.349 ) x 100
= 6.900 m
Jarak ke muka = ( BA muka – BB muka ) x 100
= (1.379 – 1.271 ) x 100
= 10.800 m
Kolom (5) : Beda tinggi antara 2 titik yang diberi rambu
Contoh:
Beda tinggi stand I = BT belakang – BT muka
= 1.384 – 1.323
= 0,061 m
Beda tinggi stand II = BT belakang – BT muka
= 1.416 – 1.354
= 0,062 m
Kolom (6) : Rata – rata beda tinggi antara stand I dan stand II
Contoh:
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 45
Bab 4 Perhitungan dan Penggambaran
Kelompok 3
( 0 , 061+0 , 062 )
Δh =
2 = 0,0615 m
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan beda ketinggian antar titik sebagai berikut
:
Pengukuran pergi sipat datar memanjang:
Beda tinggi (titik A – titik B) = -0,072 m
Beda tinggi (titik B – titik C) = -0,056 m
Beda tinggi (titik C – titik D) = -0,009 m
Beda tinggi (titik D – titik E) = 0,053 m
Beda tinggi (titik E – titik F) = -0,002 m
Beda tinggi (titik F – titik A) = 0,071 m
4.2 Evaluasi
Dalam praktikum yang dilaksanakan, terjadi berbagai kesalahan yakni pembacaan
rambu salah karena dibaca hanya sampai cm saja.Seharusnya dibaca sampai mm
dengan perkiraan (interpolasi) pada saat pembacaan rambu.Dengan demikian, hasil
pengukuran menjadi lebih teliti.
Hal tersebut mengakibatkan pengukuran poligon dan sipat datar menjadi salah. Pada
pengukuran poligon terjadi kesalahan x = 0,5732mdan y = -0,2959m,
sedangkan pada sipat datar terjadi kesalahan sebesar Hpergi = −0,087 m dan
Hpulang = 0,009 m, sehingga rata-rata kesalahan H= −0,2655 m. Hal tersebut
seharusnya menjadi perhatian khusus pada saat praktikum, dimana pada saat
praktikum diperlukan pengecekan pengukuran yang telah dilakukan untuk
mengetahui apakah pengukuran yang dilakukan sudah teliti atau belum.
4.3 Penggambaran
4.3.1 Penggambaran Peta Dasar
Setelah diperoleh data di lapangan dan dilakukan perhitungan, maka dilakukan
penggambaran peta situasi, penampang memanjang poligon dan penampang
melintang.Peta Situasi adalah gambaran spasial keberadaan wilayah atau lokasi suatu
kegiatan yang digambarkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area dan atribut.
Situasi yang diambil adalah lokasi praktikum yaitu IPAL Universitas Sebelas Maret
Surakarta pada tanggal 18-19 Juli 2017.Peta Situasi Gedung Rektorat digambar pada
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah 48
Bab 4 Perhitungan dan Penggambaran
Kelompok 3
kertas A1 dengan ukuran 59,4 cm x 84,1 cm dengan menggunakan program
AutoCad 2007. Pada Peta Situasi terdapat poligon, sudut jurusan dan sudut dalam
yang digambar dengan skala 1:200.