Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

D3 Teknik Sipil Transportasi


Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
BAB 4
PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN

4.1 Perhitungan
4.1.1 Perhitungan Sudut Azimuth
Perhitungan sudut azimuth digunakan untuk mendapatkan besaran sudut dalam (β),
dimana β adalah selisih nonius belakang (rata-rata) dengan nonius muka (rata-
rata).Perhitungan sudut menggunakan alat theodolite dengan alat theodolite
(Sokkisha TS6).

Gambar 4.1 Sketsa Sudut Horizontal

Tabel 4.1 Contoh Perhitungan Sudut Horizontal


teropongKedudukan

Sudut B
Bacaan skala lingkaran mendatar
Bidikan Arah
Tempat alat

Sudut rata-rata
I II Rata – rata Sudut LB

o
  o
  o
  o
 
(1) (2 (3) (4) (5) (6) (7)
T0 B 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 137 7 15

B 5 137 6 20 137 8 10 137 7 15


  137 5 10
  LB 1 180 51 30 180 48 50 180 54 25

  LB 5 317 57 50 317 57 20 317 57 30 137 3 5


Keterangan :
Kolom (1) : Tempat kedudukan alat ( T0, T1, T2, T3, T4, T5 )
Kolom (2) : Kedudukan teropong
Dalam pembidikan ada kedudukan biasa (B) dan luar biasa (LB)

26
27
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Bila visir berada di atas teropong berarti kedudukan biasa, dan bila visir berada di
bawah teropong berarti kedudukan luar biasa (LB).
Kolom (3) : Arah bidikan tempat titik bidik.
Kolom (4) : Bacaan lingkaran mendatar I berisi hasil pembacaan azimuth (sudut
mendatar pertama).
Kolom (5) : Bacaan lingkaran mendatar II berisi hasil pembacaan azimuth (sudut
mendatar kedua).
Kolom (6) : Bacaan skala lingkaran mendatar rata-rata, yaitu rata rata sudut bacaan
pertama dan kedua.
Contoh :
T0 (B) T1 ( arah bidikan dari T0 ke T1 dalam kedaan biasa )
Bacaan 1 = 000o 00’ 00”
Bacaan 2 = 000o 00’ 00”
Rata-rata = 000o 00’ 00”
T0 (LB) T5 ( arah bidikan dari 0 ke 1 dalam keadaan luar biasa)
Bacaan 1 = 180o 51’ 30”
Bacaan 2 = 180o 48’ 50”
Rata-rata = 180o 54’ 25”
Kolom (7) : Selisih sudut mendatar rata-rata antara kedudukan biasa dan luar biasa
serta sudut rata-rata antara biasa dan luar biasa (sudut dalam).
Contoh Perhitungan:
 Biasa (B)
α belakang = 137o 7’ 15”
α muka = 000o 00’ 00”
βl (B) = α belakang - α muka
= 137o 7’ 15” - 00o 00’ 00”
= 137o 7’ 15”
 Luar Biasa (LB)
α belakang = 317o 51’ 30”
α muka = 180o 54’25”
β1 (LB)= α belakang - α muka
= 317o 51’ 30” – 180o 54’25”
= 137o 3’ 05”
 Sudut β1 rata-rata = 1/2{β1 (B)+ β1 (LB)}
=1/2{137o 7’ 15”+ 137o 3’ 05”}
= 137o 35’ 10”
28
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Dari perhitungan diatas didapat besar sudut dalam sebagai berikut:
β0 = 137o 35’ 10”
β1 = 52o 10’35”
β2 = 166o 28’40”
β3 = 176o 20’ 5”
β4 = 119o 26’ 45”
β5 = 68o 23’ 25”
Jumlah sudut dalam pada pengukuran sudut-sudut dalam segi n adalah:
(n-2) x 1800  f = 0
= (n-2) x 1800
= (6-2) x 1800
= 7200

Maka jumlah sudut dalam adalah


∑ β 0+ β 1 + β 2+ β 3 + β 4 + β 5
= 137o 35’ 10”+ 52o 10’35”+ 166o 28’40”+ 176o 20’ 5”+ 119o 26’ 45”+ 68o 23’ 25”
= 720o 24’ 40”
Sehingga total koreksi sudut = 7200 - 720o 24’ 40” = -0o 24’ 40”
Sehingga, besar pengoreksi sudut adalah sebagai berikut:
−00 o 24 ’ 40 ”
Pengoreksi masing- masing sudut = = = -0o 4’ 6,67”
6
Dengan demikian, besar sudut dalam terkoreksi menjadi sebagai berikut :
β0 = 137o 35’ 10” + (-0o 4’ 6,67”) = 137o 31’3, 33”
β1 = 52o 10’35” + (-0o 4’ 6,67”) = 52o 6’ 28, 33”
β2 = 166o 28’40” + (-0o 4’ 6,67”) = 166o 24’ 33, 33”
β3 = 176o 20’ 5” + (-0o 4’ 6,67”) = 176o 15’ 58, 33”
β4 = 119o 26’ 45” + (-0o 4’ 6,67”) = 119o 22’ 38, 33”
β5 = 68o 23’ 25” + (-0o 4’ 6,67”) = 68o 19’ 18, 33”

4.1.2 Pengukuran Jarak Horizontal


a. Pengukuran Jarak
Berikut adalah tabel pengukuran jarak secara optis.
29
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Tabel 4.2 Pengukuran jarak secara optis
Benang Sudut
Titik Jarak Datar
Atas/ Vertikal
Titik Stand Rata-rata
Benang (BA-
Dari Ke Zenit/Miring
Bawah BB)x100xsin z
T1 1,358
Stand T0 90 18
1,178
17,95
1 1,43
Titik T5 90 41
1,02
A 1,343
Stand T0 T1 1,164
90 17,9
41,05
2 1,427
T5 90 41,1
1,02
T2 2,53
90 18
Stand T1 2,35
T0 1,349 18,05
1 90 17,4
Titik 1,175
B T2 2,482 90
18,1
Stand T1 2,301
1,348 17,45
2 T0 90 17,5
1,173

Perhitungan jarak optis titik 01 dapat dilakukan dengan cara


1. Jarak dari titik 0 ke titik 1 (rata-rata stand 1 dan stand 2)
Stand 1 = 18 m
Stand 2 = 17,9 m
18+17,9
= 17,95 m
Jadi D12 = 2

2. Jarak dari titik 1 ke titik 0 (rata-rata stand 1 dan stand 2)


Stand 1 = 17,4 m
Stand 2 = 17,5 m
17,4+17,5
= 17 . 45 m
Jadi D21 = 2

4.1.3 Data Hasil Pengukuran Jarak


30
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
No Jarak Optis Roll Meter
1 T01 17,95 18,0065
2 T12 18,05 17,9855
3 T23 18,35 18,4105
4 T34 12,25 12,3010
5 T45 12,45 12,2360
6 T56 40,55 40,5370

Pengukuran secarra optis didapatkan data dengan tingkat ketelitian maksimal sampai
dm. Sedangkan pengukuran secara langsung menggunakan roll meter didapatkan data
dengan tingkat ketelitian sampai mm. Perbedaaan antara pnegukuran optis dan roll
meter dengan hasil ketelitian yang hampir sama pada jarak T56 dengan perbedaan
0,013 m sedangkan perbedaan yang jauh pada Jarak T45 dengan perbedaaan 0,214 m.
Perbedaaan yang jauh disebabkan oleh kurang telitinya pratikan dalam melakukan
pengamatan dan perhitungan.
4.1.4 Pengukuran Sipat Datar
Pengukuran sipat datar memanjang menggunakan alat yaitu waterpass (Nikon AP7).
Pengukuran sipat datar memanjang ini dilakukan 2 kali yaitu pergi ( dari titik 0 ke 5 )
dan pulang ( dari titik 5 ke 0 ).

ΔH0

ΔH1

ΔH5
ΔH2

ΔH3
ΔH4
Gambar 4.2 Sketsa Sudut Horizontal

Tabel 4.4 Pengukuran Pergi Sipat Datar


Beda
Benang Atas/ Beda
Titik Benang Tengah Jarak Tinggi
Tinggi
Benang Bawah Rata-rata
31
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Belakang Muka Belakang Muka Belakang Muka  
T0 1,335 1,331 1,379 1,378 0,004
8,800 8,900 0,00400
T1 1,334 1,330 1,291 1,289 0,004
T1 1,330 1,302 1,376 1,340 0,028
8,600 9,500 0,02800
T2 1,331 1,303 1,290 1,245 0,028
T2 1,288 1,290 1,332 1,333 -0,002
9,100 9,100 -0,00200
T3 1,302 1,304 1,241 1,242 -0,002
T3 1,337 1,354 1,365 1,384 -0,017
6,000 6,200 -0,01650
T4 1,339 1,355 1,305 1,322 -0,016
T4 1,309 1,315 1,345 1,345 -0,006
6,200 6,200 -0,00650
T5 1,309 1,316 1,283 1,283 -0,007
T5 1,350 1,346 1,460 1,442 0,004
21,800 19,100 0,00100
T0 1,370 1,372 1,242 1,251 -0,002

ΣΔH = ΔH01 + ΔH12 + ΔH23 + ΔH34 + ΔH45 + ΔH50 = 0,008 m

Tabel 4.5 Pengukuran Pulang Sipat Datar


Beda
Benang Atas/ Beda
Benang Tengah Jarak Tinggi
Tinggi
Titik Benang Bawah Rata-rata
Belakan
Belakang Muka Muka Belakang Muka  
g
T5 1,342 1,343 -   - -0,00100
 -  -  -0,00100
T0          
T4 1,318 1,312  -  - 0,00600
 -  - 0,00600 
T5          
T3 1,331 1,314  -  - 0,01700
 -  -  0,01700
T4          
T2 1,215 1,213  -  - 0,00200
-  -  0,00200
T3          
T1 1,247 1,276  -  - -0,02900
 -  -  -0,02900
T2          
T0 1,325 1,329  - -  -0,00400
 -  -  -0,00400
T1          

ΣΔH = ΔH01 + ΔH12 + ΔH23 + ΔH34 + ΔH45 + ΔH50 = -0,009 m


Kolom (2) : Hasil bacaan benang tengah untuk rambu muka dan belakang alat
pada stand I.
Contoh :
Stand I : BT belakang = 1,335
BT muka = 1,331
Stand II : BT belakang = 1,3354
BT muka = 1,330
Kolom (3) : Hasil bacaan benang atas ( BA ) dan benang bawah ( BB ) untuk
rambu muka dan belakang alat pada stand I.
Contoh:
Rambu belakang BA = 1,379
BB = 1,291
32
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Rambu muka BA = 1,378
BB = 1,289
Kolom (4) : Perhitungan jarak
Contoh:
Jarak ke belakang = ( BA belakang – BB belakang ) x 100
= (1,379 – 1,291) x 100
= 8,8 m
Jarak ke muka = ( BA muka – BB muka ) x 100
= (1,378 – 1,289) x 100
= 8,9 m
Kolom (5) : Beda tinggi antara 2 titik yang diberi rambu
Contoh:
Beda tinggi stand I = BT belakang – BT muka
= 1,335 – 1,331
= 0,004 m
Beda tinggi stand II = BT belakang – BT muka
= 1,334 – 1,330
= 0,004 m
Kolom (6) : Rata – rata beda tinggi antara stand I dan stand II
Contoh:
( 0 , 004+0 , 004 )
Δh =
2 = 0,00400 m
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan beda ketinggian antar titik sebagai
berikut :
Pengukuran pergi sipat datar memanjang:
Beda tinggi (titik 0 – titik 1) = 0,00400 m
Beda tinggi (titik 1 – titik 2) = 0,02800 m
Beda tinggi (titik 2 – titik 3) = -0,00200 m
Beda tinggi (titik 3 – titik 4) = -0,01650 m
Beda tinggi (titik 4 – titik 5) = -0,00650 m
Beda tinggi (titik 5 – titik 0) = -0,00100 m
Pengukuran pulang sipat datar memanjang:
Beda tinggi (titik 0 – titik 5) = -0,00100 m
Beda tinggi (titik 5 – titik 4) = 0,00600 m
Beda tinggi (titik 4 – titik 3) = 0,01700 m
Beda tinggi (titik 3 – titik 2) = 0,00200 m
33
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Beda tinggi (titik 2 – titik 1) = -0,02900 m
Beda tinggi (titik 1 – titik 0) = -0,00400 m

4.1.5 Data Pengukuran Tikungan Jalan


Dari praktikum yang telah dilakukan pada tanggal 14 Juli 2017 di Danau
UNS dengan menggunakan alat ukur Theodolite Total Station diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel 4.7 Pengukuran Tikungan Jalan
Pt. Azimuth Zenith S. Dist H. Dist X Y Elevation Code
JLDANAU001 Stn 484257.14 9164173.761 92.033 STN
JLN001 277.5426 89.5512 78.898 78.898 484178.992 9164184.615 93.172
JLN002 276.4434 88.1013 27.873 27.859 484229.474 9164177.032 91.952 CP3
JLN003 261.1438 88.1951 27.943 27.932 484229.534 9164169.509 91.876 CP3
JLN004 282.5716 88.0023 21.532 21.519 484236.169 9164178.585 91.811 CP3
JLN005 261.0109 87.3341 20.518 20.499 484236.892 9164170.561 91.935 CP3
JLN006 291.501 87.3109 18.113 18.096 484240.342 9164180.492 91.846 CP3
JLN007 261.4147 87.0048 16.218 16.196 484241.114 9164171.422 91.907 CP3
JLN008 318.003 85.5355 14.346 14.309 484247.567 9164184.396 92.088 CP3
JLN009 300.5328 83.5355 8.449 8.401 484249.931 9164178.074 91.96 CP3
JLN010 342.23 86.2908 16.33 16.299 484252.207 9164189.296 92.063 CP3
JLN011 353.043 84.0336 10.465 10.409 484255.885 9164184.094 92.145 CP3
JLN012 357.1355 86.5731 20.487 20.458 484256.152 9164194.195 92.149 CP3
JLN013 12.2325 86.0515 16.649 16.61 484260.704 9164189.984 92.198 CP3
JLN014 5.0149 87.1947 24.707 24.68 484259.304 9164198.346 92.213 CP3
JLN015 22.0451 87.283 28.193 28.166 484267.728 9164199.861 92.304 CP3
JLN016 14.5619 88.1127 37.379 37.361 484266.771 9164209.859 92.242 CP3
Data diperoleh dengan cara menembakkan titik CP3 ke titik BM1 sebagai back side
setelah itu titik CP3 menembak ke titik JLN 001 sehingga diperoleh sketsa tikungan
jalan.
Contoh perhitungan :
X2 = 484229,474
X4 = 484236,169
Y2 = 9164177,032
Y4 = 9164178,585
X4-X2
( )= 76,9403
α1 = Arc Tg Y 4−Y 2
X4 = 484236,169
X6 = 484240,342
Y4 = 9164178,585
Y6 = 9164180,492
34
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
X6-X4
( )= 65,4402
α2 = Arc Tg Y 6−Y 4
Δ1 = α1 - α2
= 76,9403 – 65,4402
= 11,5001
Tabel 4.6 Perhitungan Sudut Jurusan

N Arctan X/Y
Pt ΔX ΔY X/Y
o (α)
JLN 002 - JLN 004 4.31101094
1 6.695 1.553 76.9403
3
JLN 004 - JLN 006 2.18825380
2 4.173 1.907 65.4402
2
JLN 006 - JLN 008 1.85066598
3 7.225 3.904 61.6156
4
JLN 008 - JLN 010 0.94693877
4 4.64 4.9 43.4388
5
JLN 010 - JLN 012 0.80526638
5 3.945 4.899 38.8433
1
6 JLN 012 - JLN 014 3.152 4.151 0.7593351 37.2106
7 JLN 014 - JLN 016 7.467 1.513 0.64857118 32.9662

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Sudut Jurusan

Nama Arctan Sudut Jurusan


Pt Sudut X/Y (α) o
‘ “
JLN 002 - JLN 004 α1 76.9403 76 56 25,08
JLN 004 - JLN 006 α2 65.4402 65 26 24,72
JLN 006 - JLN 008 α3 61.6156 61 36 56,16
JLN 008 - JLN 010 α4 43.4388 43 26 19,68
JLN 010 - JLN 012 α5 38.8433 38 50 35.88
JLN 012 - JLN 014 α6 37.2106 37 12 38,16
JLN 014 - JLN 016 α7 32.9662 32 57 58,32

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Sudut Belok

Nama Sudut Belok


Hitungan o
Sudut ‘ “
Δ1 α 1- α 2 11.5001 11 30 0,36
Δ2 α 2- α 3 3.8246 3 49 28,56
35
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
Δ3 α 3- α 4 18.1768 18 10 36,48
Δ4 α 4- α 5 4.5955 4 35 43,8
Δ5 α 5- α 6 1.6327 1 37 57,72
Δ6 α 6- α 7 4.2444 4 14 39,84

Gambar 4.3 Sketsa Sudut Belok


4.2 Evaluasi
Dalam praktikum yang dilaksanakan, terjadi berbagai kesalahan yakni pembacaan
rambu salah karena dibaca hanya sampai cm saja. Seharusnya dibaca sampai mm
dengan perkiraan (interpolasi) pada saat pembacaan rambu. Dengan demikian, hasil
pengukuran menjadi lebih teliti.
Hal tersebut mengakibatkan pengukuran sipat datar menjadi salah. Pada pengukuran
datar terjadi kesalahan sebesar Hpergi = 0,008 m dan Hpulang = -0,009 m, sehingga
rata-rata kesalahan H=-0,0005 m. Hal tersebut seharusnya menjadi perhatian
khusus pada saat praktikum, dimana pada saat praktikum diperlukan pengecekan
pengukuran yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah pengukuran yang
dilakukan sudah teliti atau belum.

4.3 Penggambaran
4.3.1 Penggambaran Peta Dasar
Setelah diperoleh data di lapangan dan dilakukan perhitungan, maka dilakukan
penggambaran peta situasi, penampang memanjang poligon dan penampang
36
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah
D3 Teknik Sipil Transportasi
Bab 4 Perhitungan dan Penggamabaran
Kelompok 1
melintang. Peta Situasi adalah gambaran spasial keberadaan wilayah atau lokasi suatu
kegiatan yang digambarkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area dan atribut.
Situasi yang diambil adalah lokasi praktikum yaitu Stadion Universitas Sebelas Maret
Surakarta pada tanggal 18-19 Juli 2017. Peta Situasi Stadion digambar pada kertas
A1 dengan ukuran 59,4 cm x 84,1 cm dengan menggunakan program AutoCad 2007.
Pada Peta Situasi terdapat poligon, sudut jurusan dan sudut dalam yang digambar
dengan skala 1:200.
4.3.5 Penggambaran Penampang Memanjang dan Penampang Melintang
Berikut ini langkah-langkah menggambarkan penampang memanjang atau melintang
1. Menghubungkan titik-titik yang akan dibuat penampangnya sehingga
membentuk garis.
2. Memproyeksikan titik-titik tadi ke sumbu horizontal dengan menyesuaikan
ketinggian pada setiap titik-titik.
3. Menghubungkan hasil proyeksi tersebut sehingga membentuk garis.
4. Memproyeksikan pergantian lapisan ke hasil proyeksi tersebut.
5. Memberikan arsiran sesuai dengan lapisannya.
6. Memberikan informasi jarak, ketinggian, dan nomor pada setiap titik-titik
pada hasil proyeksi tersebut.
Penampang memanjang adalah suatu gambar yang menampilkan penampang titik
poligon yang telah dibuat. Pada praktikum ini, gambar penampang memanjang dibuat
dengan skala H/V = 1:200 / 1:10. Penampang melintang adalah suatu gambar yang
menampilkan penampang melintang pada daerah yang diukur.Dalam praktikum ini,
penampang melintang dilakukan di suatu titik yang dilakukan.Titik tersebut berada di
antara dua buah titik polygon yang ada. Dengan menggunakan waterpass yang
diletakkan pada titik tersebut, kita dapat mengukur berapa ketinggian dari titik-titik
yang ditinjau, yang dimana titik-titik yang ditinjau membentuk penampang
melintang.Dengan pengamatan dan hasil pengukuran ketinggian yang ada, maka kita
dapat menggambarkan penampang melintang yang disertai ketinggian dan jenis
lapisan yang ada. Pada praktikum ini penggambaran penampang melintang di titik 1
dengan skala vertikal 1:20 dan skala horizontal 1:50, sedangkan penggambaran
penampang melintang di titik 2 dengan skala vertikal 1:10 dan skala horizontal 1 : 50.

Anda mungkin juga menyukai