Anda di halaman 1dari 12

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK

Oleh: Ir. Djawahir, M.Sc


Untuk mengidentifikasi posisi titik di bumi atau yang terkait dengan bumi, dikembangkanlah
Sistem Koordinat Geografik dengan mendefinisikan bentuk bumi berupa bola (globe) dengan
dimensi mendekati ukuran bumi yang sesungguhnya (jejari bumi R ≈ 6378 kilometer).
Sebagai origin sistem koordinat biasanya diambil titik pusat bumi (geosentrik).

Ku P
hP P

Meridian P

Meridian Greenwich
P

O
Q
X Ekuator P

Gambar 1. Sistem Koordinat Geografik


Sumber: http://homer.ugdsb.on.ca/

Dalam sistem koordint ini kedudukan suatu titik (P) dinyatakan dengan tiga komponen
koordinat (lihat Gambar 1):
a) Lintang geografik (sering dinyatakan dengan simbol huruf L atau φ),
b) Bujur geografik (sering dinyatakan dengan simbol huruf B atau λ),
c) Tinggi terhadap permukaan laut rerata (sering dinyatakan dengan simbol huruf h atau H).

Lintang geografik diukur dari Ekuator (0 derajat) sepanjang busur meridian ke arah Kutub
Utara (positif) atau ke arah Kutub Selatan (negatif) sampai ke proyeksi titik yang
bersangkutan pada permukaan bola bumi acuan. Harga lintang geografik berkisar dari 0
derajat sampai +90 derajat untuk belahan bumi utara dan dari 0 derajat sampai –90 derajat
untuk belahan bumi selatan. Pada Gambar di atas, lintang geografik titik P ialah  P (=sudut
QOP).

Bujur geografik diukur sepanjang busur ekuator mulai dari meridian Greenwich ke arah
Timur (positif) atau ke arah Barat (negatif) sampai meridian yang melalui titik yang

1
bersangkutan. Harga bujur geografik berkisar dari 0 derajat ( 0 jam) sampai 180 derajat (12
jam). Pada Gambar di atas, bujur geografik titik P ialah P (=sudut QOX).

Tinggi titik diukur dari bidang acuan, biasanya permukaan laut rerata, sepanjang garis normal
atau vertikal sampai ke titik yang bersangkutan. Pada Gambar di atas, tinggi titik P ialah hp.
Jarak titik P ke origin sistem koordinat (pusat bumi) ialah R+hp

Informasi tentang koordinat geografik titik-titik atau tempat pengamatan di permukaan bumi
dapat diperoleh antara lain melalui data grafis yang disajikan oleh peta atau atlas, data
koordinat yang disajikan oleh situs website “Google Earth” baik secara online maupun offline,
pengukuran langsung di lapangan dengan sistem satelit (GPS, GNSS) atau metode ekstra
terestrial yang lain. Perlu diketahui bahwa untuk perhitungan-perhitungan posisi teliti di bumi
dan sekitarnya diperlukan bentuk dan dimensi bumi acuan yang lebih akurat, mendekati
bentuk dan dimensi bumi yang sebenarnya, yaitu elipsoid. Dalam hal ini pendekatan bentuk
bumi bola tidak lagi cukup akurat. Penentuan posisi dalam sistem satelit (GPS, GNSS, dsb)
menggunakan acuan bumi elipsoid.

SEGITIGA BOLA
Yang dimaksud dengan segitiga bola ialah segitiga pada permukaan bola yang dibentuk
dengan cara menghubungkan tiga titik pada permukaan bola dengan busur lingkaran besar.
Jadi sisi-sisi segitiga bola ialah segmen-segmen busur lingkaran besar. Pada Gambar 2 di
bawah, titik-titik A, B, dan C adalah titik-titik pada permukaan bola, sedangkan AB, AC, dan
BC adalah segmrn-segmen busur lingkaran besar,

C
C 

a
O b

B
 B

A A c

Gambar 2. Segitiga bola ABC

2
Unsur-unsur segitiga bola terdiri dari tiga sudut dan tiga sisi. Pada gambar segitiga bola ABC
di atas, unsur-unsur segitiga bola ialah sudut-sudut , ,  dan sisi-sisi a, b, c. Berbeda
dengan segitiga datar yang jumlah ketiga sudutnya 180 derajat, jumlah ketiga sudut dalam
segitiga bola ialah 180 derajat ditambah ekses sferis.

Besaran sisi segitiga bola dinyatakan dalam satuan sudut, yang besarnya sama dengan sudut di
pusat bola yang berhadapan dengan sisi yang bersangkutan. Misal, seperti dipresentasikan
dalam Gambar 3, harga sisi AB sama dengan sudut  atau sudut AOB. Sementara itu besaran
sudut segitiga bola dinyatakan dalam satuan sudut yang besarnya sama dengan sudut yang
diapit oleh dua garis lurus (misal AB1 dan AC1) yang masing-masing menyinggung busur sisi
segitiga bola di titik sudut yang bersangkutan. Pada Gambar 3, dipresentasikan bahwa besar
sudut  (pada bidang datar yang menyinggung bola di titik A) adalah sama dengan sudut
yang diapit oleh busur-busur AB dan AC di permukaan bola.

C C1
A

r
O 
 B
B A
B1

Gambar 3. Satuan unsur-unsur segitiga bola

Sudut segitiga bola maupun busur segitiga bola dapat diukur dalam satuan DMS (Derajat,
Menit, Sekon) maupun dalam satuan RADIAN.

2[RADIAN] = 360 [DERAJAT]


 = 3,141592654
1 [RADIAN] = 57 O 17’ 44,8” = 57,29577778 O = 3437,746667’ = 206264,8”.

Untuk transformasi besaran sudut dari satuan RADIAN ke satuan DERAJAT dan satuan
SEKON atau DETIK dan sebaliknya dapat dilakukan sebagai berikut:

 =  [RADIAN](180/)  satuan DERAJAT


 =  [DERAJAT](/180)  satuan RADIAN
 =  [RADIAN](206264,8)  satuan DETIK (busur)
 =  [SEKON] / (206264,8)  satuan RADIAN

3
SATUAN SUDUT, BUSUR, DAN WAKTU

B
r

O 

A
Gambar 4. Sudut dan busur
r = OA=OB; busur AB = r ( dalam satuan radian)

satu fase putaran = 360o = 360 X 60’ = 21600’ = 360 X 60 X 60”= 1296000”

360o = 2 radian = 2 X 3,141592654 radian (1 radian = 57o 17’ 44,8”= 206264,8”)

360o = 24 jam = 24 X 60m = 1440m = 24 X 60 X 60s = 86400s (1 jam=15o; 1m =15’; 1s =15”)

Hubungan fungsional antara unsur-unsur segitiga bola dinyatakan dengan rumus-rumus


segitiga bola. Rumus-rumus dasar segitiga bola meliputi rumus sinus, rumus cosinus,
rumus tangen, dan rumus S. Berikut ini disajikan rumus sinus, rumus cosinus, dan rumus
tangen dengan notasi unsur-unsur segitiga bola mengacu pada Gambar 2.

Rumus sinus:
sin a / sin  = sin b / sin  = sin c / sin  ....................................................... (1)

Rumus cosinus:
cos a = coc b cos c + sin b sin c cos 
cos b = coc a cos c + sin a sin c cos  ...................................................... (2)
cos c = coc a cos b + sin a sin b cos 

cos  = coc  cos  + sin  sin  cos a


cos  = coc  cos  + sin  sin  cos b ...................................................... (3)
cos  = coc  cos  + sin  sin  cos c

Rumus tangen:
tan ((a + b)/ 2) tan (( + )/ 2)
.......................................................... (4)
------------------ = -------------------
tan ((a – b)/ 2) tan (( – )/ 2)

cos (( – )/ 2) ................................................. (5)


tan ((a + b)/ 2) = ------------------- tan c/ 2
cos (( + )/ 2)
4
sin (( – )/ 2)
tan ((a – b)/ 2) = ------------------- tan c/ 2 ................................................ (6)
sin (( + )/ 2)

cos ((a – b)/ 2)


tan (( + )/ 2) = ------------------ cot / 2 ................................................. (7)
cos ((a + b)/ 2)
sin ((a – b)/ 2)
................................................. (8)
tan (( – )/ 2) = ------------------ cot / 2
sin ((a + b)/ 2)

Segitiga bola tertentu atau unik apabila tiga dari enam unsur-unsurnya tertentu (termasuk
unsur yang tertentu ialah minimal satu sisi). Jadi segitiga bola tertertentu atau unik oleh
himpunan unsur-unsur: (a) satu sisi dan dua sudut, atau (b) dua sisi dan satu sudut, atau (c)
tiga sisi.

PERHITUNGAN ARAH KIBLAT SHALAT


Pendekatan atau asumsi yang diterapkan dalam penentuan arah kiblat shalat ialah bumi
berbentuk bola, sehingga segmen-segmen busur lingkaran besar (jejari R= 6378 km) yang
menghubungkan Kutub Utara (K), Ka’bah (M), dan Titik tempat shalat (X) membentuk
segitiga bola XKM sebagai berikut.

 X - M
90o -  M
90o -  X

AMX
M AXM
X
Gambar 5. Segitiga bola XKM

Unsur-unsur segitiga bola yang diketahui ialah:


a) Sisi KX = 90o –  X (X adalah lintang geografik tempat shalat, untuk belahan bumi
selatan bertanda negatif, untuk belahan bumi utara bertanda positif)

5
b) Sisi KM = 90o – M (M adalah lintang geografik Ka’bah = + 21o 25’ 25”)
c) Sudut XKM =  X – M (X adalah bujur geografk tempat shalat dan  M adalah bujur
geografik Ka’bah = 39o 49’ 40”)

Unsur segitiga bola yang dihitung ialah sudut AXM (= azimut Utara-Barat untuk wilayah
Indonesia) dengan salah satu dari dua cara berikut:

Cara I:
Menghitung busur XM dengan rumus

cos (XM) = cos(90o -  X) cos(90o -  M) + sin(90o - X) sin(90o -  M) cos( X - M)

kemudian hasilnya digunakan untuk menghitung sudut AXM dengan rumus

sin(AXM) = sin (90o -  M) sin (X -  M)/ sin (XM)

atau rumus

cos(90o -  M) - cos(90o -  X) cos (XM)


cos(AXM) = ------------------------------------------------
sin(90o - X) sin(XM)

Cara II:
Menghitung (AMX + AXM)/2 dan (AMX – AXM)/2 dengan rumus

cos [{(90o -  X) – (90o - M)}/ 2]


tan {(AMX + AXM)/2} = ---------------------------------------- cot{( X - M)/ 2}
cos [{(90o -  X) + (90o - M)}/ 2]

sin [{(90o -  X) – (90o -  M)}/ 2]


tan{(AMX – AXM)/2} = --------------------------------------- cot{( X -  M)/ 2}
sin [{(90o -  X) + (90o -  M)}/ 2]

kemudian hasilnya dikurangkan untuk mendapatkan sudut AXM

6
PRAKTEK PENENTUAN ARAH KIBLAT SHALAT

Gambar 6. Shalat menghadap kiblat

Dalil Al Qur’an dan Hadist:

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ea rah
Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-
Baqarah 144).

“Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat) hadapkanlah mukamu ea
rah Masjidil Haram (Ka’bah). Sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka’bah itu benar dari
Allah (Tuhanmu) dan ingatlah bahwa Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang
kamu lakukan.” (QS. Al Baqarah 149)

Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ea rah Masjidil Haram.
Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar
tidak ada hujjah bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di
antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan
agar Kusempurnakan ni’mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. Al-
Baqarah 150).

Bila kamu hendak mengerjakan salat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian


menghadap kiblat lalu takbir “ (HR. Bukhari dan Muslim).

”Apa yang ada di antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

7
Penentuan atau orientasi arah kiblat shalat dapat dilakukan dengan salah satu dari metode:
1. orientasi dengan kompas,
2. orientasi dengan bayangan matahari,
3. orientasi dengan azimut matahari atau bintang,

ORIENTASI DENGAN KOMPAS

Gambar 7. Orientasi arah kiblat shalat dengan kompas

Langkah-lagkah:
1. Menghitung arah kiblat AXM dari arah Utara Geografik (U)
2. Menghitung arah kiblat A dari arah Utara Magnetik dengan mengoreksikan besaran
deklinasi magnit () kepada arah Utara Geografik A = AXM + ; dalam hal ini harga
deklinasi magnetik  bisa positif bisa negatif.
3. Pelurusan atau orientasai arah kiblat sesuai dengan besaran azimut yang telah dihitung.
Pelurusan dapat dilakukan dengan menggunakan teodolit kompas (misal To), BTM,
atau secara sederhana menggunakan kompas (kompas geologi atau kompas biasa).

ORIENTASI DENGAN BAYANGAN MATAHARI

arah sinar matahari


matahari

Gambar 8. Orientasi arah kiblat shalat dengan bayangan


matahari
8
Konsepnya ialah pada saat matahari melintas tepat di atas busur XM (X = Tempat shalat dan
M = Makkah/Ka’bah) maka arah bayangan tongkat yang ditancapkan vertikal di tempat shalat
X (pada permukaan datar/horizontal) adalah sesuai dengan arah kiblat shalat. Yang perlu
dihitung kemudian ialah kapan matahari melintas di atas busur XM.

Langkah-langkah:
1. Hitung waktu (tanggal, jam, menit, detik) saat matahari melintas di atas garis XM
(busur yang menghubungkan tempat shalat dengan ka’bah)
2. Pilih tempat (permukaan tanah) yang datar dan terbuka sehingga sinar matahari dapat
langsung sampai ke tempat tersebut.
3. Dirikan tongkat vertikal (tegak lurus) diatas permukaan tanah atau gantungkan unting-
unting di tempat yang telah dipilih
4. Tepat pada saat yang telah dihitung, tandai arah bayangan tongkat atau arah bayangan
benang unting-unting pada permukaan tanah.

ORIENTASI DENGAN AZIMUT MATAHARI

S AXB
AXS

Gambar 9. Orientasi arah kiblat shalat dengan pengamatan matahari

Langkah-langkah:
1. Pilih suatu garis di permukaan tanah, misal kedua ujungnya masing-masing ditandai
dengan titik X dan titik B
2. Dengan teodolit berdiri di salah satu titik tersebut (misal di X), maka azimut garis XB
(=AXB), ditentukan dengan pengamatan matahari atau bintang (S); Langkah ini
memerlukan proses pengukuran dan perhitungan tertentu.
3. Dengan acuan garis XB yang telah ditentukan azimutnya (=AXB), maka arah kiblat
shalat (=AXM) di tempat tersebut dapat direkonstruksi dengan menggunakan teodolit.

9
SAAT MATAHARI MELINTAS DIATAS
GARIS HUBUNG ANTARA TEMPAT SHALAT DAN KA’BAH

KuL
Meridian Langit Ka’bah
t Meridian Lokal
Tempat Shalat

ZM
O

S
AXM
Ekuator Langit

ZX

KsL
KuL

90o - 
90o - 

AXM
S
90o - a ZX

10
ALGORITMA HITUNGAN

INPUT
Tanggal = DD
Bulan = MM
Tahun = YYYY
To = 12
Tz = 7 (WIB), 8(WITA), 9 (WIT)

HITUNG Julian Date untuk epok To


JD = INT{ 365.25y } + INT{ 30.6001(m+1) } + DD + (To - Tz)/24 + 1720981.5
untuk MM < 02, y = YYYY – 1, m = MM + 12
untuk MM > 02, y = YYYY, m = MM

INPUT
HITUNG data matahari untuk epok To Lintang tempat shalat φ
1. Deklinasi (δ), Bujur tempat shalat λL
2. Equation of time (ET) Azimut Ka’bah (AXM)

HITUNG waktu zone saat matahari melintas


SS = (sin AXM cos φ)/ cos δ); CS= {sqr(1 – SS*SS}
Ca = (sin2 δ - sin2 φ)/( sin δ cos φ cos AXM - cos δ sin φ CS)
Sa = {sqr(1 – Ca*Ca}
Ct = (Sa - sin δ sin φ)/ (cos δ cos φ)
t = tan-1 {(sqr(1 – Ct*Ct)/ Ct }
Bila Ct < 0 maka t = t + 180o
T = t + 12 – ET – λL + Tz [jam]

T To =T
| T – To | < Δ
T Ts

Waktu Lintas
T

11
DATA MATAHARI

Julian Date (JD)

JD = INT(365,25 y) + INT{30,6001(m+1)} + D + UT/24 + 1720981,5


untuk M < 2, m = M + 12 dan y = Y – 1
untuk M >2, m = M dan y = Y
UT = (jam + menit / 60 + detik / 3600) – Tz (untuk WIB, Tz = 7)

Data astronomik matahari


t = JD – 2451545
L = 280,460o + 0,9856474o t
g = 357,528o + 0,9856003o t
 m = l + 1,915o sin g + 0,020o sin 2g
 = 23,439o – 0,0000004o t
m = tan-1(cos  tan  m)
m = sin-1(sin  sin  m)
R = 1,00014 – 0,01671 cos g – 0,00014 cos 2g
dm/2 = 0,2666o/ R
p = 0,0024o
ET = 4(L – m) dalam satuan menit waktu

12

Anda mungkin juga menyukai