Anda di halaman 1dari 23

PERKULIAHAN XV dan XVI

TIK :
Mahasiswa dapat mengetahui cara memindahkan/mentransper titik-titik yang ada
di peta perencanaan ke lapangan (permukaan Bumi).

Pokok Bahasan : Pematokan / Stake-Out

Deskripsi Singkat :
Akan dibahas cara pematokan untuk jalur lurus, lengkung horisontal baik yang
berupa lingkaran maupun spiral dan lengkung vertikal.

I. Bahan Bacaan
1. Anonim: Ukur Tanah 2: PEDC Bandung, 1983
2. Russell C. Brinker dkk, Alih Bahasa Djoko Walijatun: Dasar-Dasar
Pengukuran Tanah: Penerbit Erlangga, Jakarta, 1987
3. Hendriatiningsih S., Geometrik Jalan Raya dan Stake Out, Jurusan Teknik
Geodesi, ITB, 1984.

II. Pertanyaan Kunci/Tugas


1. Jelaskan cara-cara melakukan pematokan pada lengung horisontal.
2. Jelaskan cara-cara melakukan pematokan pada lengkung vertical.

III. Tugas :
Kerjakan soal-soal/test pada bagian akhir bab VI dan diskusikan

VI - 0
BAB VI

PEMATOKAN / STAKE-OUT

6.1. Pendahuluan

Deskripsi singkat.
Akan dibahas cara pematokan untuk jalur lurus, lengkung horisontal baik yang
berupa lingkaran maupun spiral dan lengkung vertikal.

Relevansi.
Pematokan dilakukan untuk memindahkan/mentransper titik-titik dalam peta
perencanaan ke lapangan untuk pelaksanaan suatu konstruksi, ini merupakan
kegiatan awal yang sangat menentukan tercapainya suatu pelaksanaan konstruksi
sesuai rencana.

TIK :
Mahasiswa dapat mengetahui cara memindahkan/mentransper titik-titik yang ada
di peta perencanaan ke lapangan (permukaan Bumi).

2.2 Penyajian

A. Pengantar.

Pematokan/stake-out adalah memindahkan/mentransfer titik-titik yang ada dipeta


perencanaan kelapangan (permukaan bumi).
Pematokan dan atau stationing dimulai dari titik awal proyek dengan nomor
station : 0 + 000. Angka sebelah kiri tanda + menunjukan kilometer,
sedangkan sebelah kanan tanda + menunjukkan meter. Angka station bergerak
keatas dan tiap 50 meter dituliskan pada gambar perencanaan. Kemudian nomor
station pada titik-titik utama tikungan yaitu : TS, SC, CS, ST atau TC, serta
PI harus dicantumkan ; pemberian nomor diakhiri pada titik akhir proyek.

VI - 1
Gambar 6-1

Cara melakukan stationing/pematokan adalah sebagai berikut :


Dengan diketahuinya koordinat titik awal proyek pada sta 0 + 000 dan koordinat
titik-titik PI1, PI2 …….
dst. Maka dapat dihitung jarak-jarak d1, d2, d3 , …….. dst.
Jarak-jarak d ini untuk menghitung station-station PI, sbb.
PI1 Sta …. + …. 1= (Sta 0 + 000) +
PI2 Sta … 1 + Sta
…. …
=2 + (PI
… ) + d
TS Sta …
PI1 Sta
+ ….…
- Tt+
= …)
(
SC Sta …. + …. =S (TS Sta …. + …
CS Sta ….
SC + Sta
…. ….
=C +
( …. ) + L
ST Sta ….. + …. =S (CS Sta … + ….)

Kemudian untuk lengkungan yang kedua juga dihitung dari (PI2 Sta ... + …
Jadi :
TS Sta …2 + Sta
… =
…- TS +(PI
… )
SS Sta … + …+ …
= )S (TS
+ L Sta …
ST Sta= … (
+ SS
… Sta
S … + … ) + L
Untuk stationing selanjutnya sampai dengan station akhir, cara melakukannya
sama dengan cara sebelumnya (dihitung dulu sta PI).

VI - 2
B. Isi Materi

B.1. Pematokan Jalur Lurus


Pematokan jalur lurus pada jalan raya adalah pematokan tangaen atau garis lurus
yang menghubungkan antara dua titik PI.
Pada pematokan tangent, dilakukan pada jarak setiap 50 m dan pemasangan pilar
(Bench Mark) pada jarak maximal 500 meter.
Sebelum melakukan pematokan pada tangent, maka haruslah ditentukan terlebih
dahulu station awal/titik awal rencana sumbu jalan tersebut.

B.1.1. Pematokan Suatu Titik Dilapangan


Untuk menentukan titik/station awal dari rencana sumbu jalan, diperlukan
minimal dua pilar (Bench Mark) yang ada dilpangan dengan diketahui
koordinatnya. Jadi pada waktu akan membuat peta perencanaan, harus dipasang
minimal dua buah pilar BM pada awal sumbu rencana jalan dan diukur / dihitung
koordinatnya.
Misalkan Sta 0 + 000 mempunyai koordinat (S0, Y0) yang didapat dari peta
perencanaan secara grafis, dan Sta 0 + 000 adalah titik yang akan dicari letaknya
dilapangan dan dalam hal ini, sebagai pegangan (referensi) dipakai titik-titik
Bench Mark A (Xa, Ya) dan Bench Mark B (Xb, Yb).
Untuk menentukan titik awal Sta 0 + 000 dapat dilakukan dari A atau dari B,
tergantung dari situasi dan kondisi dari medannya tetapi sebaiknya dilakukan dua
kali yaitu dari A dan B, sehingga ada suatu koreksi.

a. Mematok Sta 0 + 000 dari titik A :


Sebelum melakukan pematokan, terlebih dahulu menghitung besaran-besaran
yang diperlukan untuk pematokan, akah sebagai berikut.
1. Hitung azimuth/sudut jurusan garis SB (αab) ;

Yb - Xa
Tan αab = -----------
Yb - Ya
0
αab = ……’ …”

VI - 3
Gambar 6-2
.
2. Hitung sudut jurusan garis AO ( αao) ;

X0 - Xa
Tan αao = -------------
Y0 - Ya

αao =0 …
… ‘ …”

3. Hitung sudut α= OAB

α= αab - αao

4. Hitung jarak AO = dac

Xo - Xa Yo - Ya
αao = --------------- atau ------------
sin αao cos αao

2 2
atau √(X
o –Xa) + (Yo –Ya)

5. Cara Pematokannya sbb :


*). Letakkan alat ukur sudut diatas titik Bench Mark A dan
atur alat tersebut.
**). Arahkan alat ukur tersebut ketitik BM-B, misalkan bacaan
lingkaran horisontalnya = 11

VI - 4
***). Kemudian putar alat ukur searah jarum jam sehingga
bacaan lingkaran horisontalnya = 11 + (3600 - £).
****). Ukurkan jarak sepanjang dao yang searah dengan garis
bidik teropong pada ***).
*****).Dengan demikian letak titik Sta 0 + 000 dapat dipatok.

b. Mematok Sta 0 + 000 dari titik B :

1. Hitung sudut jurusan garis BA (αba) ;

Xa - Xb
Tan αba = -----------
Ya - Yb

αba =0 …’
… …”

2. Hitung sudut jurusan BO (αbo) ;

X0 - Xb
Tan αbo = -----------
Yo - Yb
0
αab = ……’ …”

3. Hitung sudut β= OBA

β = αao - αba

4. Hitung jarak BO = dbo

Xo - Xb Yo - Yb
Dbo = --------------- atau ------------
sin αbo cos αbo
2 2
atau √(X
o –Xb) + (Yo –Yb)

5. Cara Pematokannya sbb :


*). Letakkan alat ukur sudut diatas titik Bench Mark B dan
atur alat tersebut.
**). Arahkan alat ukur tersebut ketitik BM-A, dan baca
lingkaran horisontalnya, misalkan = 12

VI - 5
***). Kemudian putar teropong tersebut searah jarum jam
sehingga bacaan lingkaran horisontalnya = 12 + β.
****). Ukurkan jarak sepanjang dbo yang searah dengan garis
bidik teropong pada ***).
*****).Dengan demikian letak titik Sta 0 + 000 dapat dipatok.

B.1.2. Pematokan As/Sumbu Rencana Jalan


Pematokan as/sumbu rencana jalan disini adalah pematokan tangent atau garis
lurus yang menghubungkan antara dua titik PI atau titik awal dengan titik PI.
Pematokan pada lengkungan, dimana lengkungan juga termasuk sumbu rencana
jalan akan dibicarakan tersendiri.
Sebelum dilakukan pematokan jarak setiap 50 m pada tangent, terlebih dahulu
harus menetapakan arah dari tangent tersebut dilapangan.

Caranya adalah sbb :

Gambar 6-3

VI - 6
1). Hitung sudut jurusan OB = αob

Xb - Yo
Tan αob = -------------
Yb - Yo

αob =o …’
… …”

2). Hitung sudut jurusan 01 = α01

X1 - X0
Tan α01 = ----------
Y1 –Yo
0
α01 = …’… …”

3). Hitung sudut γ= 1 O B

γ= αob - αo1

X1 - Xo Y1 - Yo
4). Hitung Jarak = PI1 = do1 = -------------- atau ------------
Sin α01 cos α01

Atau √ - X0)2
1(X + (Y1 - Yo)2

5). Cara pematokannya sbb :

- Letakkan alat ukur sudut dititk Sta 0 + 000 dan atur alat
tersebut.
- Arahkan alat tersebut ketitik B dan baca lingkaran
horisontalnya, misalkan = 1/3.
- Kemudian putar teropong tersebut serah jarum jam sehingga
bacaan lingkaran horisontalnya = 1/3 + (360 –γ
).
- Ukuran jarak setiap 50m yang searah dengan garis bidik
teropong sampai dengan jarak dari Sta 0 + 000 ketitik PI1
sehingga titik PI1 dapat dipatok.
- Setelah titik PI1 dipatok maka titik PI2 juga dapat dipatok
dengan data-data hitungan £12 atau dari data lengkungan ( Δ).

VI - 7
B.2. Pematokan Lengkungan Horisontal :
Pematokan pada lengkungan horizontal dibedakan atas bentuk lengkungan
tersebut yaitu :
( 1 ). Lingkaran
( 2 ). Spiral
Pada pematokan lengkungan berbentuk lingkaran ada 5 cara, dari titik TC.
a. Cara dengan selisih busur yang sama panjang
b. Cara dengan selisih absis yang sama panjang
c. Cara dengan perpanjangan tali busur
d. Cara dengan koordinat polar (metoda sudut defleksi).
e. Cara dengan membuat politon.
dan cara dari titik O dan titik PI.
Sedangkan pada lengkungan berbentuk spiral ada 2 cara yaitu :
a. Cara/metoda sudut defleksi
b. Cara absir dan ordinat

B.2.1. Pematokan Pada Busur Lingkaran.


a.1. Cara dengan selisih busur yang sama panjang dari titik TC.

Gambar 6-4

VI - 8
Dari data lengkungan diketahui unsure-unsur RC, ΔC dan LC.
Misalkan panjang busur yang sama panjang = a meter = LC/n -- dimana n adalah
banyaknya titik (harga a diambil antara 8 m s/d 12,5 m).
Dari segitiga TC - 1 - 0 (lihat Gambar 6-4 diatas).
Panjang busur a membentuk sudut γ
, maka :

a 3600
γ= ------ . -------
RC 2

Koordinat titik 1, 2, 3, 4, n = CT pada salib sumbu garis tangent (TC –PI)


dengan garis yang tegak lurus pada (TC-O) adalah sebagai berikut :

Untuk titik 1 : X1 = RC sin γ


γ
2
Y1 = 2 RC sin ---- = RC - RS cos .
2

Untuk titik 2 : X2 = RC sin 2 .


γ 2
2
Y2 = 2 RC sin ------- = RC –RC cos 2 γ .
2

Untuk titik 3 : X3 = RC sin 3 γ


.

2
Y3 = 2 RC sin -------
2

Untuk titik 4 : X4 = RC sin 4 γ


.

Y4 = 2 RC sin2 ---------
2

Untuk titik n dilengkungan :

XCT = Xn = RC sin n = RC sin ΔC

n. γ
2
YCT = Yn = 2 RC sin ------ = RC –RC cos n. γ
2

VI - 9
ΔC
2
= 2 RC sin ------ ( 1 –cos ΔC )
2

Cara ini banyak hitungannya tetapi letak titik-titik/patok-patok pada lengkungan


teratur.

a.2. Cara dengan selisih absis yang sama panjang dari titik TC.

Gambar 6-5

Selisih absis = a
Untuk titik 1 :
X1 = a
2 2 2 2
Y1 = RC - √R
C –X1 = RC - √RC –(2a)

Untuk titik 2 :
X2 = 2a
2 2 2 2
Y2 = RC - √R C –X 2 = RC - √R C –(2.a) =

Untuk titik 3 :
X3 = 3a
2 2 2 2
Y3 = RC - √R C –X 3 = RC - √R C –(3.a) =

Untuk titik n :
XCT = Xn = na = Rc sin∆C

VI - 10
2 2 2 2
YCT = Yn = RC - √R C –X n = RC - √R C –(n.a) =

2
- √R C –(RCsinΔC)2

Cara ini banyak juga perhitungannya dan letak titik-titiknya pada lengkungan
tidak teratur.

a.3. Dengan cara perpanjangan talibusur dari TC (lihat gambar 6-6


dihalaman berikut) :

Panjang talibusur = a

γ a γ
Sin ------ = ------- , sudut ----- dan dapat dihitung.
2 2 RC 2

γ a a
------- arc sin ------- ------ γ= 2 arc som --------
2 2 RC 2 RC

B.2.2. Pematokan Pada Busur Spiral.


Pematokan ini ada 2 cara, yaitu :
1). Dengan cara sudut defleksi
2) dengan cara absis dan ordinat.

a.1. Dengan cara sudut defleksi.


Dengan cara sudut defleksi ini, diperlukan data ukuran sudut dan jarak,
dimana data tersebut harus dihitung dahulu dari data lengkungan yaitu LS dan θ
S.

Data ukuran sudut dihitung sbb :


Ǿ1 = Sudut lentur titik 1, 2, 3, 4, 5, 6 = sudut defleksi.
1i = Jarak titik TS dengan titik i
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, ……………
Bila i = SC, maka 1i = LS dan Ǿi = ½ θ
S –CS;

Dimana : θ
S = sudut spiral dalam derajat

VI - 11
3
C”
S = koreksi spiral = 0,0031 θS (CS satuan detik sedangka θ
S satuan

derajat).
Alat didirikan diatas titik TS, kemudian diukurkan sudut-sudut Ǿ1 dan
jarak-jarak 11.

a.2. Dengan cara absis dan ordinat.


Pada cara absis dan ordinat diperlukan data ukuran absis (X1) pada tangan
dan ordinat (Y1) pada garis yang tegaklurus tangen pada setiap titik ditangen.
Data ukuran tersebut untuk keperluan pematokan harus dihitung terlebih dahulu
dari data lengkungan yang ada misalnya LS, RC dan θ
S.

Gambar 6-6

Dari data lengkungan yaitu LS, RC dan θ


S dapat dihitung data ukuran untuk

pematokan sbb :
a). 1i = Jarak antara titik TS dengan titik-titik i pada busur spiral.
i. = Titik –titik pada busur spiral.
b). X1 = Jarak titiktangan
TS ketitik i’ pada
-titik i’ = tangen.
pada garis Titik

1i5
Xi = 1i - --------------- ≈ 1 cos
1 Ǿi
2 2
40 R CL S

VI - 12
Dimana : Ǿ = Sudut spiral dalam deraja
1i
Ǿi = ½ (----)2 Ǿ- CS
LS
LS = Panjang spiral
CS = Koreksi spiral dalam detik
CS = 0,0031 Ǿ3S

c). Y1 = Jarak ‘titik i’ pada garis t

1i . ǾS 13i
Yi = ---------- = ---------- ≈ i sin1
Ǿi
3 6 RC.LS

Bila titik i = SC, maka 1i = LS

I5S
X6 = XS = LS - ------------ ≈LS cos ǾC
40 R2C . L

LS . ǾS L2S
X6 = YS = --------- = -------- ≈ S L
sin ǾC
3 6 RC

Dimana : ǾC = ½ ǾS - CS

Setelah data tersebut dihitung untuk setiap titik, maka jalannya pengukuran
adalah sbb :
Bila arah garis tangent yaitu dari TS ke PI sudah diketahaui, maka :
- Dikirim alat di TS, arahkan ke PI
- Kemudian ukurkan jarak-jaran Xi sehingga didapat titik – titik i’.
- Dari titik-titik i’-garis
dibuat garis
yang tegak lurus garis tangent
atau dibuat sudut-sudut sebesar 900 kemudian diukurkan jarak-jarak
Yi, sehingga di dapat titik-titik i pada busur spiral.

VI - 13
B.2.3. Problema Rintangan Pada Lengkungan
Problema rintangan pada lengkungan, dapat terjadi pada busur lengkungan
lingkaran dan spirat.
Disini akan dibahas bila pada pematokan busur lingkaran dengan cara polar atau
sudut defleksi ternyata ada gangguan/rintangan berupa bangunan atau lainnya.
Sedangkan pada lengkungan spiral pada prinsipnya sama saja bila menggunakan
metoda sudut defleksi.

Bila ada bangunan disekitar as/sumbu :

Gambar 6-7.

VI - 14
Seperti cara sebelumnya pematokan busur lingkaran dapat dilakukan sampai titik
3 dari titik TC.
Kemudian alat dipindahkan ketitik 3, arahkan ketitik TC, putar 1800
(perpanjangan arah TC -3) kemudian buat sudut defleksi yang besarnya sama
dengan sudut defleksi dari titik TC ketitik 3 ditambah γ/2, yaitu 4γ/2,
didapat titik 4.
Bila titik 5 dan CT masih dapat terlihat dari titik 3, maka untuk mendapatkan titik
5 dan TC hanya dengan menambhkan sudut γ/2 dan γ
γ a
Dimana : sin ----- = -------
2 2 RC

a = Panjang tali busur (jarak antara titik)


RC = Jari-jari lingkaran.

Secara umum, bila pematokan hanya dapat dilakukan sampai dengan titik i, maka
dititik i tersebut alat dibuat sudut sebesar (i + 1) γ
/2 dengan jarak a, maka akan
didapat titik (i + 1).
Dan titik CT dapat ditentukan dari titik TC dengan membuat sudut ½ ΔC dari arah
tangent (TC – PI) dan jarak “TC”
E CT = 2RC sin ½ ΔC. K
Juga titik CT dapat ditentukan dari titik PI dengan membuat sudut (180 + ΔC) dari
arah TC dan jarak PI ke TC sebesar TC = RC tan1/2 ∆C

Bila bangunannya terletak di as/sumbu.


Bila ada tintangan pada as/sumbu, misalnya rintangan tersebut merupakan
bangunan yang terletak pada as/sumbu lingkaran, maka pematokannya hanya
titik-titik yang tidak melintasi bangunan tersebut.
Pertama-tama dipasang dahulu titik-titik TC, PI dan CT. Kemudian dengan cara
sudut defleksi dari titik TC dan CT dipatok titik-titik 1, 2, 5 dan 6. Sedangkan
titik-titik 3 dan 4 tidak perlu dipasang.
Jarak antara titik = a meter (5m –12m).
Sedangkan sudutnya sin γ/2 = a/2Rc

VI - 15
Gambar 6-8.

Untuk menggantikan titik 3 dan 4, maka dibuat titik P dan Q disisi bangunan, dari
TC dan CT dengan jarak TC –P = P dan jarak CT –Q = q dimana sudut yang
dibuat di TC dan CT adalah αdan β, dimana :
Sin ½ α= p/2RC dan sin ½ β= q/2 RC.
Jadi dapat dihitung sudut αdan β.

B.3. Pematokan Lengkungan Vertikal.


Sebelum mematok pada lengkungan vertical terlebih dahulu dilakukan
pematokan kelandaian.
Misalkan patok 1, 2, 3, ………… dst.adalah
setiap 50 m.
Tinggi titik 1 telah diketahui (Sta 0 + 000) = t1 m.

VI - 16
Dititik 1 menurut peta perencanaan harus digali sedalam x meter.
Jadi tinggi rencana titik 1 = T1 = t1 - x.
Rencana kelandaian adalah g %, dari rencana kelandaian ini dapat dihitung tinggi
rencana titik 2 (Sta 0 + 050), yaitu,

g
T2 = + T1 + ------ x 50
100

Demikian juga titik 3 (Sta 0 + 100) dan selanjutnya.


Untuk titik 3 :
g
T3 = T1 + ------- x 100
100

Untuk titik n :
g
Tn = T1 + ------ x dn
100

dn = Jarak dari titik 1 ketitik n.

Gambar 6-9

VI - 17
Setelah mengetahui tinggi rencana dari titik-titik stasion, maka dilakukan
pengukuran beda tinggi dengan cara tinggi garis bidik.
Rambu-rambu ukur diletakkan pada titik-titik stasion 1, 2, 3, …
Baca rambu yang dibidik tersebut misalka
Jadi tinggi garis bidik adalah tgb = t1 + a.
Dapat dihitung tinggi titik-titik 2, dalah
3,: ………n, a
T2 = tgb - b
T3 = tgb - c


Tn = tgb –z
Kemudian dibandingkan dengan tinggi rencana titik-titik stasiun 2, 3,
Bila Tn > tn maka pada titik n ditulis :
F = Tn = tn atau Fill (ditimbun) = (Tn - tn) m.
Bila Tn < tn maka pada titik n ditulis :
C = tn - Tn atau Cut (digali) = (tn –Tn) m.
Dimana :
Tn = Tinggi rencana titik n.
Tn = Tinggi permukaan tanah asli titik n.
Rumus-rumus hitungan diatas berlaku pula untuk kelandaian yang negatife.

Gambar 6-10

VI - 18
Gambar 6-10 adalah rencana kelandaian negative.
Terlebih dahulu dihitung tinggi rencana titik-titik 4, 5, 6, (Tn) kemudian dengan
cara tinggi garis bidik dihitung tinggi permukaan tanah titik-titik 4, 5, 6, (tn),
sehingga dapat dihitung galian atau timbunan pada titik-titik tersebut.
Dengan cara yang sama, bila pda peta perencanaan ada station-station PLV, PVI
dan PTV, maka pada station-station tersebut dipasang patok selain station-station
tiap 25m –50m.
Gambar 6-11 adalah gambar rencana lengkung vertical cembung.
Biasanya dari peta perencanaan ada data –data lengkungan sebagai berikut :

Gambar 6-11.

TPVI = Tinggi rencana titik PVI


g1 & g2% = Kelandaian rencana
LV = Panjang horizontal keluk vertical atau jarak dari Sta PLV ke Sta PTV.
Dari data-data tersebut diatas dapat dihitung tinggi rencana titik 16, 17, 18, 19,
dan 20 (Tn) dengan cara sbb :
g1 LV
T16 (=TPLV) = TPVI - ------ . ----
100 2

g2 LV
T20 ( = TPLV) = TPVI + ------ . -------
100 2

VI - 19
Sedangkan titik-titik 17, 18 dan 19 dihitung dengan rumus :

g1 . X
TX = TPLV + --------- + Y
100

Bila dihitung dari titik PLV.

Dan :

g2.X
TX = TPTV - ------- + Y
100

Bila dihitung dari titik PTV.

Dimana :

X = Jarak mendatar suatu titik dilengkungan dari titik PLV atau PTV.

A
Y = ----------- . X2 dalam meter
200 LV

A = g2 - g1 dalam persen (%)

Setelah didapat (dihitung) tinggi rencana titik-titik pada lengkungan, kemudian


dilakukan pengukuran tinggi dengan cara tinggi garis bidik sehingga dapat
dihitung tinggi titik-titik pada permukaan tanah dan dihitung dalamnya galian
atau tingginya timbunan untuk setiap titik.

VI - 20
Gambar 6-12.

Demikian juga hitungan-hitungan untuk lengkungan vertical cekung (Gbr 6-12),


dalam menentukan/menghitung tinggi rencana titik-ttik pada lengkungan yaitu :
23, 24, 25, 26 dan 27 (Tn) dapat digunakan rumus –rumus seperti diatas (untuk
Gbr. 6-11).Supaya pekerjaan penggalian dan penimbunan berjalan lancar
hendaknya pada waktu pematokan vertical, patok tersebut di beri warna (cat)
yang berlainan. Misalkan untuk patok yang harus digali menggunakan warna
kuning dan untuk patok timbunan menggunakan warna merah atau memasang
patok bambu disebelah patok merah tersebut setinggi timbunannya.
Pada pematokan sisi/pinggir jalan (untuk membuat badan jalan) dapat dilakukan
bersama pematokan as jalan dengan melihat rencana diagram super-elevasi.
Dari diagram super-elevasi dapat dihitung tinggi rencana titik-titik dipinggi jalan
tersebut. Dengan cara yang sama pada pematokan as jalan dapat juga mematok
pinggir jalan tersebut. Pada waktu pekerjaan tanah berlangsung yaitu galian &
timbunan, maka dilakukan pula pengukuran profil memanjang sepanjang as jalan
dan sisi/pinggir jalan untuk memeriksa apakah sudah betul atau belum bentuk
profil jalan tersebut, atau dengan perkataan lain, sesuai dengan rencana atau tidak
bentuk profil jalan tersebut.

VI - 21
2.3. Penutup.

A. Kesimpulan.
- Pematokan/stake out dilakukan secara benar karena pematokan/stake
out merupakan salah satu pengukuran yang sangat menentukan
keberhasilan suatu konstruksi.
- Rintangan/kendala dalam pematokan/stake out yang sering dijumpai
di lanpangan dapat diselesaikan jika prosedur dan pegukuran dapat
dilaksanakan secara benar dan teliti.

B. Contoh Soal
- Tentukan koordinat setiap jarak 25 meter pada suatu perencanaan
jalan yang mempunyai tikungan (Gambar disediakan oleh pengajar).
- Buat suatu lengkung vertikal dan tentukan elevasinya setiap jarak 10
m (Cembung dan Cekung).

C. Test/Umpan Balik
- Apa tujuan melakukan pematokan/stake out.
- Jelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk pelaksanaan
pematokan pada lengkung horisontal dan lngkung vetikal.

VI - 22

Anda mungkin juga menyukai