Anda di halaman 1dari 3

DAMPAK VIRUS CORONA (COVID-19) TERHADAP

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Nama : Ade Khoerunnisa


Kelas : 4B Manajemen
Npm : 181100065
Matkul : Ekonomi Internaasional
Dosen : Bapak Dede Sopian

Virus Corona (COVID-19) ini menjadi topik permasalahan di dunia internasional sehingga
sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia termasuk Indonesia.sejak ada kabar
tentang Virus Corona, para pembeli di China langsung menghentikan pembelian. melakukan
penjualan atau pengiriman barang dengan skema CNF (Cost and Freight/CFR) atau
pembayaran yang dilakukan setelah barang tiba di pelabuhan tujuan ekspor. Bahkan ada
yang sudah mengirim barang di kapal, namun di tengah perjalanan terjadi pembatalan,
bukan hanya impor saja, beberapa produk ekspor Indonesia ke China juga berpotensi
melemah. Secara otomatis, Negeri Tirai Bambu tersebut akan mengurangi jumlah
permintaannya. Terlebih lagi secara global banyak pabrik di China yang mengurangi
produksi karena penduduk tidak bisa bekerja akibat Virus COVID-19 ini.
Mewabahnya virus corona (Covid-19) sejak akhir Desember 2019 menyebabkan lalu lintas
perdagangan internasional terhambat. Betapa tidak, virus corona bahkan menyebar ke
berbagai penjuru dunia dengan cepat. Adanya kenaikan harga sejumah komoditas pangan
terjadi lantaran terhambatnya impor akibat wacah Covid-19.
Virus Corona yang semakin menyebar memberikan dampak perlahan tapi pasti, terutama
pada perekonomian Indonesia. Sadar bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi sebagian
besar oleh sektor konsumsi, pemerintah akan terus melakukan percepatan belanja
kementerian dan lembaga di kuartal.
Dampak Virus Corona atau Covid-19 nampaknya berimbas pada semua sektor terutama
ekonomi. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan
tertekan di level 2,1 persen. Hal ini disebabkan oleh terus meluasnya persebaran Covid-19
baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bank Indonesia (BI) pun telah merevisi proyeksi
pertumbuhan ekonomi RI menjadi di Bawah 5 Persen atau hanya sekitar 2,5 persen saja
yang biasanya mampu tumbuh mencapai 5,02 persen.
Hal ini diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi karena pandemi Covid-19.
Keterlambatan ini ditandai dengan memburuknya kondisi lingkungan eksternal dan
melemahnya permintaan dalam negeri seiring dengan menurunnya sentimen bisnis dan
konsumen.

Pandemi Covid-19 dan gejolak perekonomian global menghantam sendi-sendi kehidupan


masyarakat Indonesia sekaligus dalam sekali pukul. Telaknya lagi, kedua pukulan itu
mendarat di kuartal pertama di mana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2020 baru saja dilaksanakan. Tidak mudah bagi APBN sebagai instrumen utama kebijakan
fiskal untuk menyesuaikan diri dengan arus ketidakpastian yang masih akan terus berubah
dalam tiga kuartal ke depan.

Kondisi Covid-19 terhadap perekonomian global menyebabkan ketidakpastian yang sangat


tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global, menekan banyak mata uang dunia,
serta memicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang dianggap aman. Prospek
pertumbuhan ekonomi dunia juga menurun akibat terganggunya rantai penawaran global,
menurunnya permintaan dunia, dan melemahnya keyakinan pelaku ekonomi.

Sejumlah indikator APBN 2020 sudah menjadi perdebatan. Nilai tukar rupiah menguat tajam
hingga ke level Rp 13.500 per dolar AS, cukup jauh dari asumsi makro APBN di level Rp
14.400 per dolar AS. Namun, tak lama berselang, angin mulai berubah arah. Pandemi Covid-
19 yang berawal dari China mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali
Indonesia, rupiah berbalik arah melemah tajam hingga menembus batas psikologis Rp 16.000
per dolar. Sehingga terjadi penurunan volume perdagangan internasional akibat pandemi
Covid-19

Pandemi Covid-19 akan berimplikasi buruk bagi perekonomian dunia dan Indonesia, karena
terjadi bersamaan dengan menurunnya harga komoditas dan gejolak pasar keuangan. Inflasi
yang terjadi pun diproyeksi akan mengalami peningkatan ke level 3 persen, karena ketatnya
pasokan pangan dan depresiasi mata uang yang diperkirakan dapat diimbangi sebagian oleh
penurunan harga bahan bakar non-subsidi, serta subsidi tambahan untuk listrik dan pangan.

Karena berdampak kerugian berdampak sangat parah maka banyak upaya yang dilakukan
dalam mencegah persebaran virus baik secara global maupun domestik akan mengurangi
tekanan terhadap permintaan global, harga komoditas, perdagangan internasional hingga
pariwisata dan sentimen bisnis global serta pertumbuhan investasi.
Pada perdagangan, indeks harga saham gabungan ditutup turun 1,3 % di level 3.937.vUntuk
membendung meluasnya dampak Covid-19 di pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
merilis beberapa kebijakan. Di antaranya, trading halt atau pembekuan selama 30 menit jika
IHSG turun 5 %.

Kemudian, OJK meminta PT Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia,
dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia untuk memangkas waktu operasional. Langkah ini
sebagai adaptasi dari kebijakan Bank Indonesia yang mempersingkat jam operasional BI Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS). Waktu perdagangan di bursa efek dibagi menjadi dua
sesi.

Tak hanya merontokkan pasar modal, virus corona juga menjatuhkan nilai tukar rupiah.
Harga jual dolar Amerika Serikat di lima bank besar menembus Rp 17 ribu. Sementara kurs
referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate atau JISDOR menempatkan nilai rupiah di posisi
16.608 per dolar Amerika.

Bank Indonesia mencatat, aliran modal asing yang keluar dari Indonesia sejak awal tahun
mencapai Rp 125,2 triliun di tengah kekhawatiran pandemi virus corona.

Kemerosotan ini tampaknya belum akan berhenti karena wabah Covid-19 di Indonesia
semakin luas. Kasus dan korban corona terus berjatuhan di berbagai daerah. Seperti itulah
dampak yang terjadi atas adanya virus Corona covid19 terhadap perdagangan internasional
dari awal perdagangan sampai nilai rupiah pun melonjak sangat naik dan ekspor dan impor
antara Indonesia dan negara asing lainnya terjadi pengurangan yang sangat menurut drastis.

Adapun pertumbuhan belanja pemerintah diproyeksi bakal menguat, dengan besarnya paket
stimulus fiskal yang digelontorkan dalam meredam dampak virus corona. Di tengah
penurunan tajam pertumbuhan dan perdagangan global, ekspor dan impor Indonesia
diperkirakan akan terkontraksi kembali.

Terkait dengan dampak perdagangan yang disebabkan oleh penyebaran Virus Corona,
neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 860 juta per bulan. Defisit
tersebut disebabkan posisi neraca ekspor sebesar US$ 13,41 miliar, lebih rendah dari neraca
impor yang mencapai US$ 14,28 miliar. Pasca berakhirnya wabah Covid-19, perekonomian
global diprakirakan kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 3,7 persen, lebih
tinggi dari prakiraan sebelumnya 3,4 persen.

Anda mungkin juga menyukai