Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA

“ MASERASI “

Nama : Assaina Pratiwi

NPM : 1118005681

Semester/Kelompok : 4/B

PRODI STUDI D-III FARMASI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN

2020
MASERASI

A. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat
dengan metode merserasi.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat memahami dan dapat
melakukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat
dengan cara sederhana namun terandalkan.

C. DASAR TEORI
1. Uraian Tumbuhan
a. Klasifikasi

 Kingdom : Plantae

 Divisi : Tracheophyta

 Kelas : Magnoliopsida

 Ordo : Lamiales

 Famili : Acanthaceae

 Genus : Andrographis Wall. Ex Nees

 Spesies : Andrographis paniculata (Sivananthan and Elamaran, 2013)

b. Morfologi
Tanaman sambiloto merupakan tanaman perdu atau terna yang biasa
akan tumbuh di berbagai pinggiran sawah, kebun ataupun hutan. Akar dari
tanaman ini merupakan akar tunggang dan mempunyai warna putih
kecokelatan. Sambiloto ini memiliki batang yang berkayu dan bentuknya
terlihat bulat atau segi empat. Daun sambiloto merupakan daun tunggal dan
letaknya yang saling berhadap-hadapan. Bentuk dari daunnya ini menyerupai
pedang atau lanset sampai bentuk lidah tombak (Sudarsono, 1996).
Pada bagian tepi daunnya merata dan permukaannya sangat halus.
Daun sambiloto ini berwarna hijau dan memiliki panjang kurang lebih sekitar 
2- 7 cm dengan lebar kurang lebih sekitar 1,5 – 3 cm. Pertulangan dari daun
sambiloto ini menyirip. Daun Sambiloto ini sangat rapuh dan juga tipis serta
tidak mempunyai rambut. Permukaan dari daun bagian bawah terlihat
berwarna hijau pucat dan bagia tangkai daunnya pendek (Sudarsono,1996)
c. Kandungan Kimia
Sambiloto (Andrographis paniculata  (Burm. f.) Nees) mengandung
senyawa diterpene, lactone, dan flavonoid. Empat senyawa lakton yang
ditemukan di dalam daun sambiloto (Akbar, 2011),
yaitu deoxyandrographolide, andrographolide, neoandrographolide dan
14- deoxy-11, 12-didehydroandrographolide. Senyawa flavonoid banyak
ditemukan pada bagian akar, tetapi juga dapat ditemukan pada bagian daun
(Ratnani et al., 2012). Bagian akar dari tanaman sambiloto, mengandung
senyawa flavonoid berupa polymethoxyflavone andrographine,
panicoline, alkane, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam
kersik, monometilwithin, dan apigenin-7,4-dimetil eter (Hariana, 2013).
Bagian batang dan daun dari tanaman sambiloto mengandung senyawa alkane,
keton dan aldehid (Ratnani et al., 2012).
d. Manfaat
 Menyembuhkan pilek dan flu
 Membantu Mencegah Penyakit Jantung
 Membantu Menyembuhkan Infeksi
 Membantu Mencegah Diabetes
 Menyembuhkan masalah sistem pencernaan (Akbar,2011)

2. Ektraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif 
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (Dirjen POM, 2000). Pembagian metode ekstraksi menurut
(Dirjen POM, 2000) yaitu :
1) Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin yaitu meserisasi
dan perkolasi.
2) Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin yaitu refluks,
sokletasi, digesti, infundasi dan dekok.

3. Maserasi
Maserasi merupakan proses ekstraksi paling tepat dimana obat yang sudah
halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarul di
dalamnya (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang paling
sederhana yang dilakukan dengan meredam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, dimana
cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel (Sudjadi, 2008).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman
melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan didala sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan
terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi).
Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan
didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai berikut: sepuluh
bagian simpilisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
dimasukkan di dalam bejana, lalu dituangi 75 bagian penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 5 hari
campuran tersebut diserkai, diperas, dicuci ampasnya dengan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Lalu maserat dipindah dalam bejana
tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari,
maserat disaring. Kemudian maserat disuling atau diuapkan pada tekanan rendah
pada suhu tidak lebih dari 500 hingga konsistensi yang dikehendaki. Maserat
dipanasi pada suhu 900 untuk mengendapkan protein agar sediaan tahan lama
(Anief, 1997).
Pemilihan cairan penyari harus memperhatikan beberapa faktor. Cairan
penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain :
 Mudah diperoleh
 Stabil secara fisika dan kimia
 Bereaksi netral
 Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
 Selektif
 Tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat (Anonim, 1986).
Keuntungan dan kelebihan dari metode merserasi, yaitu (Kusmardiyani dan
Nawawi, 1992) :
a) Keuntungan dari metode ini yaitu
1. unit alat yang dipakai sederhana (hanya dibutuhkan bejana perendam),
2. Biaya operasionalnya relatif rendah,
3. prosesnya relatif hemat penyari,
4. Tanpa pemanasan.
Kelemahan dari metode ini yaitu
1. proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja,
2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari

4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan secara cepat, dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada
lempeng kaca. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi
terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian, atau
gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh kromatografi lapis tipis tidak
tetap, karena itu lempeng yang sama disamping kromatogram zat yang diuji perlu
dibuat kromatogram zat pembanding kimia. Perbandingan ukuran bercak secara
visual atau densitometry dapat digunakan untuk memperkirakan kadar (Depkes RI,
1979).
Fenomena yang terjadi pada KLT adalah berdasarkan pada prinsip
adsorpsi. Setelah sampel ditotolkan di atas fasa diam, senyawa-senyawa dalam
sampel akan terelusi dengan kecepatan yang sangat bergantung pada sifat
senyawa-senyawa tersebut (kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan
larut dalam fasa gerak), sifat fasa diam (kekuatan elektrostatis yang menarik
senyawa di atas fasa diam) dan sifat fasa gerak (kemampuan melarutkan senyawa).
Pada KLT, secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan
terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa polar karena senyawa polar terikat
lebih kuat pada bahan silika yang mengandung silanol (SiOH 2) yang pada dasarnya
memiliki afinitas yang kuat terhadap senyawa polar (Kristanti dkk., 2008).
Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Rf
dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya.
Faktor retardasi solut (Rf) didefinisikan sebagai:

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai


perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti
solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum
Rf, adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di
permukaan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).

D. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
Timbangan Serbuk daun sambiloto
Rotary Evaporator Aquadest
Beaker glass Manithol
Saringan Kloroform
Pengaduk FeCl 1%
Chamber
Kain flanel
Plat silika
Pipa kapiler
Pipet tetes
Oven
UV 254 dan 366 nm
Kertas Saring
E. CARA KERJA
1. PEMBUATAN EKSTRAK

Sebanyak 250 gram serbuk daun sambiloto dimasukkan ke dalam beaker glass

dIrendam serbuk simplisia dalam 750 ml

Didiamkan selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukan

Maserat yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kain flanel


dan selanjutnya dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator (suhu 40-
50oC, tekanan 1 atm) untuk memperoleh ekstrak kental

2. PEMERIKSAAN PARAMETER EKSTRAK


a. Organoleptik Ekstrak

Diambil beberapa ekstrak yang diperoleh

Diamati bentuk, warna, bau dan rasa

b. Rendemen Ekstrak

Diambil ekstrak yang diperoleh

Dihitung rendemen ekstrak dengan rumus ;

Rendemen (%)
c. Pola Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )

Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak sebanyak 100mg kemudian


ditambahkan methanol 5 ml

Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu

Sebelum dilakukan penotolan sampel, fase diam harus diaktifkan dengan cara
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 110oC selama 15 menit.

Selanjutnya larutan uji dan pembanding ditotolkan pada garis awal dengan
menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap

Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang


sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembangan

Proses kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis


depan

Amati pola kromatografi dibawah lampu UV 254 dan 366 nm dan hitung RF
setiap bercak yang teramati

Anda mungkin juga menyukai