Anda di halaman 1dari 12

TEACHING AND LEARNING STRATEGY

“INKUIRI”

DISUSUN OLEH:

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
CHAPTER 1

PRELIMINARY

1.1 Latar Belakang

Mendefinisikan pendidikan berbasis inkuiri tak ada bedanya dengan kita


mendefinisikan pendekatan pendidikan multi dimensi. Terdapat banyak intepretasi visi John
Dewey ini, mulai dari konstruktivisme, pendekatan pemecahan masalah, pembelajaran
berbasis projek dan sebagainya, kita akhirnya akan menemukan bahwa inti dari inkuiri adalah
proses yang berpusat pada siswa. Semua pembelajaran dimulai dengan pebelajar. Apa yang
diketahui siswa dan apa yang ingin mereka lakukan dan pelajari merupakan dasar utama
pembelajaran.

Pendekatan inkuiri didukung oleh empat karakteristik utama siswa, yaitu (1) secara
instintif siswa selalu ingin tahu; (2) di dalam percakapan siswa selalu ingin bicara dan
mengkomunikasikan idenya; (3) dalam membangun (konstruksi) siswa selalu ingin membuat
sesuatu; (4) siswa selalu mengekspresikan seni. Dari sudut pandang siswa, metode
pembelajaran ini merupakan akhir dari paradigma kelas belajar melalui mendengar dan
memberi mereka kesempatan mencapai tujuan yang nyata dan autentik. Bagi guru,
pendidikan berbasis inkuri merupakan akhir dari paradigma berbicara untuk mengajar dan
mengubah peran mereka menjadi kolega dan mentor bagi siswanya. Inkuiri sebagai
pendekatan pembelajaran melibatkan proses penyelidikan alam atau materi alam, dalam
rangka menjawab pertanyaan dan melakukan penemuan melalui penyelidikan untuk
memperoleh pemahaman baru.

Tujuan

1. What is definition of inkuiri learning model?


2. What is characteristic and principle in ikuiri learning models?
3. Any stages in inkuiri learning model
4. Advantages and weakness in the use of inkuiri learning model.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan
ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap
objek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan
mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari
jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt, 2003). Inkuiri sebenarnya
merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki
motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan
menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari (Hebrank, 2000; Budnitz, 2003; Chiapetta &
Adams, 2004).
Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-
kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, meng-evaluasi buku dan
sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi,
mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan
menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta
membuat prediksi dan mengko-munikasikan hasilnya. (Depdikbud, 1997; NRC, 2000).
Menurut Hacket, (1998) di dalam Standar Nasional Pendidikan Sains di Amerika Serikat,
inkuiri digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan pembelajaran (scientific
inquiry) oleh guru dan sebagai materi pelajaran sains (science as inquiry) yang harus
dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa. Sebagai strategi pembelajaran, inkuiri dapat
diimplementasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat membantu
pengembangan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan inkuiri
oleh siswa.
Meskipun sudah cukup banyak bukti-bukti yang menunjukkan keunggulan inkuiri
sebagai model dan strategi pembelajaran, dewasa ini masih banyak guru yang merasa
keberatan atau tidak mau menerapkannya di dalam kelas. Kebanyakan guru dan dosen masih
tetap bertahan pada strategi pembelajaran tradisional, karena menganggap inkuiri sebagai
suatu strategi pembelajaran yang sulit diterapkan (Straits & Wilke, 2002). Meskipun
demikian, di dalam kurikulum 2004 dan standar isi dari BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan) juga mencantumkan inkuiri dalam hal ini Metode Ilmiah baik sebagai proses
maupun sebagai produk yang diterapkan secara terintegrasi di kelas. Negara lain seperti
Amerika Serikat, Standard Nasional Pendidikan Sains (1996), di sana menekankan agar
semua pendidik dalam bidang sains pada seluruh jenjang pendidikan untuk menerapkan
kegiatan berbasis inkuiri dalam kegiatan pembelajaran khususnya dalam bidang sains.
2.2 Pendekatan-Pendekatan Inkuiri
1. Inkuiri Terbimbing
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.
Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk
dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan
ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik
melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan
masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh
pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan
bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi,
sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang
diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat
menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika. Di samping
itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur.
Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa,
sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk
dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2. Inkuiri Bebas
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga menurut Callahan et al , (1992) dan
Bonnstetter, (2000) dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas (unguided Inquiry)
menurut definisi Orlich, et al (1998). Dalam inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk
dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi
untuk mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji gagasan
tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis
seperti mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan
mensintesis ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah
serta menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa untuk
membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai
kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Beberapa karakteristik
yang menandai kegiatan inkuiri bebas ialah: (1) siswa mengembangkan
kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi, (2)
sasaran belajar adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian
mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya mengontrol
ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4) dari materi yang tersedia
siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan
materi di dalam kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi sebagai
laboratorium, (6) kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan
inferensi serta melalui interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi
generalisasi yang dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa untuk
mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua
siswa dalam kelas.
Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus kegiatan inkuiri harus dapat
mengarahkan siswa pada penentuan cara kerja yang tepat serta asumsi mengenai
kesimpulan yang akan diperoleh. Pertanyaan yang menjadi pangkal kegiatan inkuiri
sangat penting bagi siswa yang belum berpengalaman dalam belajar secara mandiri.
Peran guru dalam melatih siswa untuk menyusun pertanyaan yang dapat mengarahkan
pada kegiatan penelitian sangat penting. Dengan menentukan kriteria pertanyaan
ilmiah dan tidak ilmiah, Marbach-Ad & Classen, (2001) hanya berhasil mengantarkan
sekitar 41% mahasiswa tingkat awal untuk mampu merumuskan pertanyaan yang
dapat mengarahkan pada penelitian. Fakta ini menunjukkan bahwa melatih siswa
untuk merumuskan pertanyaan yang dapat mendorong inkuiri tidak mudah. Oleh
karena itu, guru harus berusaha mengembang-kan inkuiri mulai dari melatih siswa
untuk merumuskan pertanyaan. Bagi siswa sekolah menengah khususnya di Indonesia
kegiatan inkuiri perlu dilatih secara bertahap, mulai dari inkuiri yang sederhana
(inkuiri-terbimbing) kemudian dikembangkan secara bertahap ke arah kegiatan inkuiri
yang lebih kompleks dan mandiri (inkuri-bebas).
Keterampilan inkuiri berkembang atas dasar kemampuan siswa dalam
menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan dapat
mengarahkan pada kegiatan penyelidikan untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaannya. Schamel & Ayres, (1992) mengemukakan bahwa mengajarkan siswa
untuk bertanya sangat bermanfaat bagi perkembangannya sebagai saintis karena
bertanya dan memformulasikan pertanyaan dapat mengembangkan kemampuan
memberi penjelasan yang dapat diuji kebenarannya dan merupakan bagian penting
dari berpikir ilmiah. Marbach-Ad & Classen (2001) menemukan bahwa dengan
melatih pebelajar membuat pertanyaan atas dasar kriteria-kriteria yang disusun oleh
pengajar dapat meningkatkan kemampuan inkuiri pebelajar. Oleh karena itu, pada
tahap awal inkuiri guru harus melatih siswa untuk mampu merumuskan pertanyaan
dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dasar siswa SMA yang umumnya
masih sulit mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan
memerlukan penyelidikan jawaban (Buttemer & Windschitl, 2000).
3. Inkuiri Bebas yang dimodifikasi
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan
inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri
bebas.Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap
diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam
pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki
secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah
dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan
yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar
siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat
menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak
langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.
Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan
bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap
peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam
taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri
terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.
Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai
diterapkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran
matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum
matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri
permasalahan yang akan dipelajari.

2.3 Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri, polanya mengikuti metode sains, yang memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar bermakna (University of Washington, 2001, Depdiknas, 2002).
Inkuiri sebagai salah satu strategi pembelajaran mengutamakan proses penemuan dalam
kegiatan pembelajarannya untuk memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu di dalam
pembelajaran inkuiri guru harus selalu merancang kegiatan yang memungkinkan siswa
melakukan kegiatan penemuan di dalam mengajarkan materi pelajaran yang diajarkan.
Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National Research Council (2000)
adalah: (1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan
konsep sains; (2) mengembangkan keterampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja
seperti layaknya seorang ilmuwan; (3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh
pengetahuan.
Melalui pembelajaran yang berbasis inkuiri, siswa belajar sains sekaligus juga belajar metode
sains. Proses inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar
yang nyata dan aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat
keputusan. Pembelajaran berbasis inkuri memungkinkan siswa belajar sistem, karena
pembelajaran inkuiri memungkinkan terjadi integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika siswa
melakukan eksplorasi, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang melibat matematika, bahasa,
ilmu sosial, seni, dan juga teknik. Peran guru di dalam pembelajaran inkuiri lebih sebagai
pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan oleh siswa. Dalam proses inkuiri siswa dituntut
bertanggungjawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri
dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sehingga tidak menganggu proses belajar siswa.
Langkah pembelajaran inkuri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari:
1. observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam
2. mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi
3. mengajukan dugaan atau kemungkinanjawaban
4. mengumpulkan data berkait dengan pertanyaan yang diajukan
5. merumuskan kesimpulan, kesimpulan berdasarkan data.
Pembelajaran inkuri dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan dan cara
bagaimana menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pertanyaan tersebut siswa dilatih
melakukan observasi terbuka, menentukan prediksi dan kemudian menarik kesimpulan.
Kegiatan seperti ini dapat melatih siswa membuka pikirannya sehingga mampu membuat
hubungan antara kejadian, objek atau kondisi dengan kehidupan nyata.
2.4 Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri (Angelo &
Cross,1993 dalam Straits & Wilke, 2002)
Sasaran kognitif
1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran
2. Mengembangkan keterampilan proses sains
3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan percobaan
4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda.
5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru.
6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis
Sasaran afektif
1. Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu
2. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang
ilmu tertentu.
3. Meningkatkan intelektual dan integritas
4. Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.
Sasaran sosial
1. Bekerja secara kolaboratif
2. Mempresentasikan hasil, prosedur dan interpretasi
3. Mendengarkan dan belajar dari kelompoknya.
Sasaran interdisiplin
1. Mengasosiasikan pemahaman baru terhadap pemahaman awal
2. Membuat kaitan antara pengetahun baru dengan pengetahuan sehari-hari.
Sasaran pemecahan masalah
1. Mengidentifikasi dan mengelompokkan masalah
2. Menyeleksi tindakan yang sesuai
3. Mengajukan dan mendefinisikan pertanyaan yang khusus (ilmiah)
4. Menulis hipotesis, mendesain percobaan dan mencari informasi pendukung
5. Menganalisis dan menginterpretasi data
6. Membuat spekulasi dan ekstrapolasi atas dasar data, dan bukti empirik
Sasaran Penerapan
1. Memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber
2. Mengembangkan kemampuan menyeleksi tindakan/perangkat yang cocok
3. Menggunakan laboratorium atau perangkat komputer
4. Mengorganisasikan informasi
5. Mengikuti instruksi
Sasaran Metakognitif
1. Mampu mengarahkan diri untuk memulai proses belajar
2. Mampu merefleksikan diri dengan mereview sasaran, tujuan dan luaran (out-come)
pembelajaran yang baru.
3. Mampu mengevaluasi diri dengan menilai pertanyaan dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
E. Kriteria-kriteria Penting dalam Merancang Inkuiri
Belajar berbasis inkuiri sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan.
Meskipun demikian, masih banyak guru yang tidak mau dan tidak mampu menerapkannya
dalam kegiatan pembelajaran di kelas (Keefer, 1999; Hebrank, 2003). Kebanyakan guru tetap
bertahan pada model pembelajaran klasikal yang didominasi oleh kegiatan ceramah di mana
arus informasi lebih bersifat satu arah dan kegiatan berpusat pada guru. Hal ini terjadi tidak
saja di negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat dan Inggris (Keefer, 1999). Mengingat pentingnya peranan inkuiri dalam
membantu perkembangan intelektual siswa, maka sekarang di Amerika Serikat, semua
pendidik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi sangat dianjurkan untuk menerapkan
inkuiri sebagai pendekatan/strategi pembelajaran dan juga sebagai materi pelajaran sains
(NRC, 1996., Layman, et al 1999., Pearce, 1999., Hebrank, 2000, Hacket, 2004).
Menurut Amin (1987), inkuiri sebagai strategi pembelajaran memiliki beberapa keuntungan
seperti: (a) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, (b)
menciptakan suasana akademik yang mendukung berlang-sungnya pembelajaran yang
berpusat pada siswa, (c) membantu siswa mengem-bangkan konsep diri yang positif, (d)
meningkatkan pengharapan sehingga siswa mengembangkan ide untuk menyelesaikan tugas
dengan caranya sendiri, (e) mengembangkan bakat individual secara optimal, (f)
menghindarikan siswa dari cara belajar menghafal. Agar penerapan strategi inkuiri dapat
berhasil dengan baik, maka guru perlu memahami beberapa kriteria yang harus
dipertimbangkan dalam merancang inkuiri seperti disarankan oleh Keffer (2000) antara lain
sebagai berikut:
1. Siswa harus dihadapkan dengan masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan dan sumbernya bisa dari siswa sendiri maupun dari guru. Pada tahap awal,
masalah yang akan dipecahkan sebaiknya terstruktur, tidak open-ended (ujung terbuka) dan
jawabannya tidak bias.
2. Siswa harus diberi keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan masa-lahnya. Dalam hal
ini guru harus dapat menjadi fasilitator dan motivator bagi siswa. Siswa mungkin akan
merasa kesulitan dan berputus asa pada saat mengalami hambatan jika tidak dibantu oleh
guru.
3. Siswa harus memiliki informasi awal tentang masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu,
guru harus berperan dalam memberikan informasi pendukung baik dengan cara melibatkan
siswa bekerja bersama guru atau diberikan saran tentang sumber-sumber dan wujud informasi
yang dibutuhkan dan dapat dicari dan diperolehnya sendiri.
4. Siswa harus diberikan kesempatan melakukan sendiri dan mengevaluasi hasil kegiatannya.
Guru memonitor kegiatan siswa dan memberi bantuan jika siswa betul-betul sudah tidak
mampu memecahkan masalahnya.
5. Siswa diberikan waktu cukup untuk bekerja berdasarkan pendekatan baru secara individual
maupun berkelompok dan perlu diberikan contoh yang tepat dan agar dapat membedakan
contoh salah yang berkaitan dengan masalah.
Dalam rangka mengimplementasikan inkuiri di kelas, Etheredge & Rudinsky (2003)
memberikan model sederhana dari suatu kegiatan inkuiri yang umumnya mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut: (a) guru berusaha menggali minat dan latar belakang pengetahuan
awal siswa dan merancang kegiatan dengan menggunakan variabel tunggal serta menerapkan
konsep-konsep sains yang akan dipelajari, (b) guru membantu siswa merumuskan pertanyaan,
merancang dan melaksanakan kegiatan inkuiri, dan (c) guru membantu siswa menilai proses
dan hasil pembelajaran yang dilakukannya. Agar proses inkuiri dapat berlangsung secara
maksimal dan produknya menjadi bermakna bagi guru maupun siswa, maka penerapan
inkuiri sebaiknya diawali dari masalah-masalah sederhana, kemudian dikembangkan secara
bertahap ke arah permasalahan yang lebih kompleks (Joyce, et al , 2000; Bonnstetter,
2000).Singkatnya paradigma pembelajaran melalui inkuiri harus dikembangkan secara
bertahap dan berlangsung terus menerus.
2.6 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran inquiry
Metode inquiry memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun keunggulan metode inquiry
adalah sebagai berikut :
1) Mendorong siswa berpikir secara ilmiah dalam setai pemecahan masalah yang dihadapi
2) Membantu dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses
pengajaran
3) Mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri
4) Menumbuhkan sikap obyektif, jujur dan terbuka
5) Situasi proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis
Inquiry menyediakan siswa beranekaragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang
mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif
dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
penelitian sehingga memungkinkan mereka menjadi seorang yang belajar sepanjang hayat.
Inquiry melibatkan komunikasi yang berarti tersedia dalam satu ruang, peluang dan tenaga
bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, obyektif dan bermakna,
dan untuk melaporkan hasil-hasil kerja siswa. Pembelajaran inquiry memungkinkan guru
belajar tentang siapakah siswa mereka, apa yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa
dalam bekerja, sehingga guru dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya
pemahaman guru mengenai siswa mereka.
Di samping memiliki beberapa keunggulan, metode inquiry juga mempunyai kelemahan.
Berikut ini kelemahan metode inquiry :
1) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi guru yang terbiasa dengan cara
tradisional, merupakan beban yang memberatkan
2) Pelaksanaan pengajaran melalui metode ini, dapat memakan watu yang cukup panjang.
Apalagi proses pemecahan masalah itu memerlukan pembuktian secara ilmiah
3) Proses jalannya inquiry akan menjadi terhambat, apabila siswa telah terbiasa cara belajar
“nrimo” tanpa kritik dan pasif apa yang diberikan oleh gurunya
4) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. Akan tetapi justru memerlukan
pengulangan dan penanaman nilai. Misalnya pada pengajaran agama, mengenai keimanan,
ibadah dan akhlak.
Melihat kelemahan tersebut di atas, maka para pendidik dituntut untuk benar-benar
menguasai konsep dasar serta pandai merangsang atau memberikan motivasi kepada siswa.
Tujuan yang dinginkan harus benarbenar jelas serta pendidik dituntut untuk memberi
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan pada tujuan. Diperlukan kombinasi dalam
pembelajarannya yaitu guru tidak sepenuhnya melepas siswa untuk menemukan konsep
sendiri, melainkan dapat dikolaborasikan dengan teman; untuk mengantisipasi kelas besar,
maka tenaga pendidik harus disesuaikan dengan kondisi siswa, baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya.
Pada metode inquiry yang dipelajari siswa merupakan hal baru, belum diketahui sebelumnya.
Oleh karena itu beberapa instruksi atau petunjuk perlu diberikan kepada siswa apabila mereka
belum mampu menunjukkan ide atau gagasan. Dalam menemukan konsep yang dipelajari,
sebaiknya siswa tidak tersesat atau merasa kesulitan. Bimbingan tersebut dapat dimulai
dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan sedikit informasi secara
singkat.

CHAPTER III
COVER
3.1 Conclusion
Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar
siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat
menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak
langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

3.2 Suggestion
DAFTAR PUSTAKA

Krismanto, M.Sc. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam Pembelajaran
Matematika. PPPG Matematika. Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Slavin, Robert.E. (2008). Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung. PT. Nusa
Media

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. JICA

Anda mungkin juga menyukai