Anda di halaman 1dari 9

JURNAL REVIEW

Analisis Lokasi dan Pola Sebaran Pasar Modern di Kota Yogyakarta,


Kabupaten Sleman dan Bantul

Penulis
Nama : Fanny Cantika Roseline
NPM : 1851021009
P.S. : Ekonomi Pembangunan

Mata Kuliah : Teori Lokasi


Dosen : Zulfa Emalia, S.E., M.Sc.

Jurusan Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
Bandar Lampung
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)


kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-
sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial
(Tarigan, 2006:77).

Teori market area merupakan salah satu kelompok utama teori lokasi
dalam analisa ekonomi regional. Teori ini, dipelopori oleh August Losch,
menitikberatkan dari sisi permintaan (pasar). Losch (1954) mengatakan bahwa
lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat
digarapnya.Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli
karena biaya transportasi semakin mahal, sehingga Losch menyarankan agar
lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

Pasar merupakan tempat terjadinya transaksi jual beli. Dalam konteks


seperti ini, berarti pasar tradisional tidak hanya dapat dilihat sebagai suatu
tempat (space) bagi transaksi ekonomi tetapi juga sebagai tempat
berlangsungnya proses-proses sosial lainnya. Hal ini terjadi karena kegiatan
ekonomi di pasar tradisional maupun modern merupakan kegiatan yang tak
terpisahkan dari masyarakat. Dengan demikian, pasar bukan hanya dipahami
sebagai ruang ekonomi, tetapi sebagi ruang sosial, ruang budaya dan juga ruang
politik. Pasar membutuhkan lahan dan lokasi yang strategis. Dalam hal ini harus
diperhatikan faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan tempat
pemberhentian orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan pasar,
keadaan perparkiran dan sebagainya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi


beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah pasar modern di kota Yogyakarta,
Kabupaten Selman dan Bantul dengan mempertimbangkan pola interaksi spasial
antar kabupaten.
BAB II
Landasan Teori

2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh August Losch tahun 1954, yang
mendasarkan analisis pemilihan lokasi optimal pada luas pasar yang dapat
dikuasai dan kompetisi antar tempat.

Teori market area merupakan salah satu kelompok utama teori lokasi
dalam analisa ekonomi regional. Teori ini, dipelopori oleh August Losch,
menitikberatkan dari sisi permintaan (pasar). Losch (1954) mengatakan bahwa
lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat
digarapnya.Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli
karena biaya transportasi semakin mahal, sehingga Losch menyarankan agar
lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Asumsi dasar Teori Market
Area ini adalah:

1. Konsumen tersebar secara relative merata antar tempat, artinya teori ini
cocok diberlakukan di daerah perkotaan dimana konsentrasi penduduk dan
industry relative merata dibandingkan dengan daerah perdesaan atau
pedalaman.

2. Produk homogeny, sehingga persaingan akan sangat ditentukan oleh harga


dan ongkos angkut.

3. Ongkos angkut per kesatuan jarak (ton/km) adalah sama (No Economies of
Long Haul).

4. Konsumen bersifat rasional, yaitu melakukan pembelian pada lokasi pasar


yang dekat dengan tempat tinggal. (Sjarfizal : 2008).

Ukuran market area ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: biaya
transportasi, permintaan per kapita, kepadatan penduduk, skala ekonomi dan
pendapatan (Sullivan, 1996).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi
Kota Yogyakarta adalah ibu kota dan pusat pemerintahan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kota Yogyakarta adalah kediaman bagi
Sultan Hamengkubuwana dan Adipati Paku Alam. Kota Yogyakarta merupakan
salah satu kota terbesar di Indonesia dan kota terbesar keempat di wilayah Pulau
Jawa bagian selatan menurut jumlah penduduk. Kota Yogyakarta juga pernah
menjadi ibu kota RI pada tahun 1946. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah
tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang
berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY.
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan
merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4
daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak
ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara : Kabupaten Sleman     


 Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
 Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
 Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman

Kota Yogyakarta merupakan kota yang memiliki daya Tarik tersendiri bagi
wisatawan local maupun asing. Seperti tempat wisata, makanan khas
tradisionalnya, maupun pusat perbelanjaan. Yogyakarta terkenal dengan
budayanya yang kental dengan sejarah Jawa dan Indonesia. Hal ini menjadi
daya tarik tersendiri untuk para wisatawan dari berbagai daerah. Salah satu yang
menjadi kebudayaannya adalah menjadi seniman dan berkreasi dengan
menghasilkan produk-produk seni khas Jogja seperti kain batik, kerajinan dan
aksesoris. Objek wisata apa yang akan langsung terlintas jika menyebutkan
nama Yogyakarta tentu saja Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

Kabupaten Sleman sendiri merupakan bagian dari Daerah Istimewah


Yogyakarta (DIY). Secara geografis, Kabupaten Sleman berada di bagian utara
DIY, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta di
bagian selatan, Kabupaten Klaten di bagian timur, Kabupaten Boyolali di bagian
utara dan Kabupaten Magelang serta Kabupaten Kulonprogo di bagian barat.
Secara astronomis, Kabupaten Sleman terletak antara 7°. 34′-7°47′ lintang
selatan dan 110°13′ − 110°33′ Bujur Timur. Di bagian utara, terdapat Gunung
Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia. Jarak linier
Kabupaten Sleman menuju Ibukota Propinsi DIY sekitar 9 Km. Bantul merupakan
salah satu kabupaten yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. 

Terdapat juga universitas-universitas terkenal yang ada di Kawasan


Yogyakarta seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY). Sehingga banyak dari masyarakat luar yang tinggal di
Yogyakarta untuk study yang berdampak juga kepada pemanfaatan lahan di
lokasi universitas. Salah satunya pemanfaatan untuk lokasi pusat belanja atau
pasar.

3.2 Faktor-Faktor Lokasi

a. Fasilitas

Fasilita yang dimaksud adalah seperti tempat wisata yang membuat


wisatawan local maupun mancaengara dating. Hal iniberdampak pada
pemanfaatan lahan diamana orang-orang berwisata pasti perlunya membawa
buah tangan. Sehingga pemanfaatan lahan seperti pembukaan market area.
Pasar terbentuk dari letak atau lokasi yang ditunjang dengan adanya aksesibilitas
dan konektifitas yang menghubungkan dengan daerah sekitar.

Misalkan saja pasar yang dekat dengan tempat wisata yang terkenal di
Yogyakarta yaitu Malioboro. Dimana banyak wisatawan asing berdatangan.
Sehingga hal ini juga akan berdampak pada pembukaan pasar-pasar lainnya.
Keberadaan pasar modern di suatu wilayah dipengaruhi juga oleh keberadaan
pasar modern di wilayah tetangganya.

b. Aksesibilitas

Mobilitas barang dan jasa sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana


transportasi yang ada di suatu daerah. Kota Yogyakarta memiliki akses yang
mudah ditempuh melalui transportasi darat dan udara. Kondisi jalan darat
mayoritas sudah diaspal dan dalam kondisi baik. Hal ini sangat mendukung untuk
kelancaran mobilitas barang sebagai input untuk kegiatan usaha maupun barang
hasil produksi yang didistribusikan melalui darat. Selain mendukung mobilitas
barang antar tempat, keberadaan jalan darat dan sarana transportasinya juga
sangat mendukung intensitas mobilitas penduduk, yang dalam konteks investasi
sebagai sumber daya untuk menjalankan produksi serta sebagai konsumen.

Kota Jogja memiliki bandara yaitu Bandara Adisucipto yang terletak di


sebelah timur Kota Jogja. Pesawat dari Jakarta, Surabaya, Medan, Balikpapan,
Makassar, Bali, dan kota lainpun  mendarat di bandara tersebut. Saat ini telah
tersedia penerbangan langsung Kuala Lumpur – Jogja.

Selain bandara Kota Jogja juga mempunyai 3 terminal bus yaitu, Terminal
Giwangan yang melayani bus antar provinsi, Terminal Jombor yang melayani
jurusan bus antar kota dalam provinsi, sedangkan Terminal Condong Catur yaitu
terminal bus yang melayani bus dalam kota.

Selain itu juga Jogja memiliki 2 Stasiun kereta api yang terletak di tengah
– tengah kota, yaitu Stasiun Tugu Yogyakarta yang melayani pemberangkatan
dan pemberhentian  kereta eksekutif, bisnis, dan ekspress. Kedatangan kereta
dari berbagai wilayah yaitu Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Madiun, dll.

c. Ketersediaan

Kota Yogyakarta adalah wilayah yang ramai dan menarik orang untuk
tinggal disini, karena fakor tersebut ketersediaan lahan disini semakin
berkurang . Semakin ramai suatu kawasan maka kebutuhan akan lahan semakin
meningkat sedangkan ketersediaan lahan semakin sedikit. Ketersediaan lahan
untuk pembangunan permukiman baru di Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun
semakin berkurang sehingga harga lahan pun naik karena berlaku prinsip
penawaran tertinggi. Hal ini juga akan berdampak pada Kawasan disekitarnya.

3.3 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih

Teori August Losch, menitikberatkan dari sisi permintaan (pasar). Losch


(1954) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah
konsumen yang dapat digarapnya.Makin jauh dari tempat penjual, konsumen
makin enggan membeli karena biaya transportasi semakin mahal, sehingga
Losch menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

Hal ini sejalan dengan contoh kasus pada jurnal, yaitu adanya
dependensi spasial dalam hal lokasi pasar modern. Artinya bahwa keberadaan
pasar modern di suatu wilayah dipengaruhi oleh keberadaan pasar modern di
wilayah tetangganya. Hal ini didasarkan pada hasil uji nilai Moran’s I
dimanaterdapat hubungan autokorelasi spasial positif. Meski nilainya agak lemah
karena Moran’s I value yang dihasilkan jauh dari nilai +1, namun pola tersebut
berpotensi pada pola mengelompok (clustered) terutama di kota Yogyakarta dan
wilayah yang berbatasan dengan kota Yogyakarta seperti kecamatan Depok di
kabupaten Sleman, kecamatan Banguntapan, Kasihan dan Sewon di kabupaten
Bantul. Pola ini sejalan dengan pola sebaran pasar modern yang divisualisasikan
dengan Geographical Information System (GIS).

Perhitungan yang ada menunjukkan bahwadepensi spasial dapat


dijelaskan olehspatialerror model yang digunakan sebagai model terbaik untuk
menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah pasar modern di kota
Yogyakarta, kabupaten Sleman dan Bantul.Faktor-faktor yang terbukti signifikan
mempengaruhi jumlah pasar modern ialah kepadatan penduduk, kualitas
infrastruktur jalan (panjang jalan yang diaspal) dandummy perbatasan wilayah
dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Artinya bahwa selain di pusat
kota, pasar modern banyak terdapat di kecamatan yang berbatasan dengan
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Harga tanah serta kebijakan pemerintah
daerah yang berkaitan dengan penataan pasar modern diduga menjadi faktor
yang tidak terobservasi sehingga tidak masuk dalam model dan muncul sebagai
variabel gangguan (error term).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Lesson Learned
Teori August Losch, menitikberatkan dari sisi permintaan (pasar). Losch
(1954) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah
konsumen yang dapat digarapnya.Makin jauh dari tempat penjual, konsumen
makin enggan membeli karena biaya transportasi semakin mahal, sehingga
Losch menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

Menurut saya dalam kasus analisis Lokasi dan Pola Sebaran Pasar
Modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul menggunakan teri
Losch berlaku pada kenyataanya. Dimana, letak suatu pasar itu penting. Jika
suatu pasar sulit di jagkau maka konsumen tentu tidak ma uke pasar tersebut.
Sehinggak faktor lokasi sangat menentukan kondisi suatu pasar

Kekuatan:

 Pendirian lokasi produksi dekat dengan pasar membuat proses distribusi


lebih cepat dibandingkan jika lokasi produksi jauh dari pasar akan
memakan biaya transportasi dan waktu.
 Dari segi biaya produksi juga lebih murah, begitu juga dengan tenaga
kerja yang tersedia.
 Penurunan biaya transportasi akan menyebabkan peningkatan market
area karena setiap toko membutuhkan wilayah yang lebih luas untuk
penjualan produk/outputnya, dengan asumsi permintaan per kapita tetap.

Kelemahan :

 Tidak memperhatikan variasi biaya antar daerah, asumsinya bahwa


setiap daerah/lokasi memiliki ciri homogen
 Unsur biaya yang masuk dalam analisanya melalui biaya angkutan
menyebabkan terbatasnya luas market area industri yang bersangkutan
 Pada prinsipnya mengembangkan teori berlandaskan konsep Christaller,
namun yang membedakan adalah biaya yang merepresentasikan batas
market area
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Tri. dan Harmady, Sonny. (2015). “Analisis Lokasi dan


Pola Sebaran Pasar Modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan
Bantul”. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 4, No. 2, 157-176

Kukinul, Vely. PPT Anlok Teori Losch dan Christaller. Surabaya : PWK ITS

www.jogjakota.go.id. Diakses pada 22 Maret 2020.

http://investasi.jogjakota.go.id/id/more/page/41/Jalan-dan-Transportasi. Diakses
pada 22 Maret 2020.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Yogyakarta. Diakses pada 22 Maret 2020.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantul. Diakses pada 22 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai