Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang terutama


disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis
atau spasme atau kombinasi keduanya. Manifestasi klinik PJK yang klasik
adalah angina pektoris. Angina pektoris ialah suatu sindroma klinis di mana
didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena
adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi > 70%
penyempitan arteri koronaria. Angina pektoris dapat muncul sebagai angina
pektoris stabi (APS) dan keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan
menimbulkan sindroma koroner akut (SKA).1
PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih
menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Hasil
survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa
prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan
sekarang (tahun 2000-an) dapat dipastikan, kecenderungan penyebab
kematian di Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit
kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratif.1
Menurut ESC (European Society Of Cardiology), prevalensi angina
pada kelompok studi populasi meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Untuk kelompok wanita, prevalensinya 0.1-1 % pada usia 45-54 tahun hingga
10-15% pada usia 65-74 tahun. Sedangkan pada kelompok laki-laki,
prevalensinya 2-5 % pada usia 45-54 tahun hingga 10-20% pada usia 65-74
tahun. Untuk itu, dapat diperkirakan bahwa 20.000-40.000 per 1 juta populasi
penduduk di Eropa mengalami angina.2

1
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit
kardiovaskular menyebabkan 17,5 juta kematian di seluruh dunia, tercatat
bahwa lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada
tahun 2002, angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada
tahun 2020. Di Indonesia, berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan
Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia
menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat sekitar 400 ribu penderita PJK dan
pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi pembunuh nomor satu di
dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.3

1.2 Rumusan Masalah


- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner
pada pasien?
- Bagimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
- Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
jantung koroner?
- Bagimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
penyakit jantung koroner?
- Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
penyakit jantung koroner?

1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Komprehensif pada Penyakit Jantung Koroner

Untuk pengendalian permasalahan Penyakit Jantung Koroner pada


tingkat individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang
disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka
mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan
kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan

2
Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk
meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur,
mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu
kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan
ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah
kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Penyakit Jantung
Koroner secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etik moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penangan Penyakit Jantung Koroner, melakukan rujukan
bagi kasus Penyakit Jantung Koroner, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Penyakit Jantung Koroner.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam
praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Penyakit Jantung Koroner secara
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.

3
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Penyakit Jantung Koroner
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah


menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum:

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Penyakit Jantung Koroner dengan
pendekatan kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik,
sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
Evidence Based Medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita Penyakit
Jantung Koroner dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas
Mamajang tahun 2018.

4
1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya


Penyakit Jantung Koroner di Puskesmas Mamajang tahun 2018.
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis
psikososial pada Penyakit Jantung Koroner di Puskesmas Mamajang tahun
2018.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan
lingkungan social yang berkaitan dengan Penyakit Jantung Koroner di
Puskesmas Mamajang Raya tahun 2018.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner di
Puskesmas Mamajang tahun 2018.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada Penyakit
Jantung Koroner di Puskesmas Mamajang tahun 2018.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Institusi pendidikan.


Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.

2. Bagi Penderita (Pasien).


Menambah wawasan akan Penyakit Jantung Koroner yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh Penyakit Jantung Koroner sehingga
dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.

3. Bagi tenaga kesehatan.

5
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Penyakit Jantung Koroner.

4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)


Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based medicine dan
pendekatan diagnosis holistik Penyakit Jantung Koroner serta dalam hal
penulisan studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan


penderita Penyakit Jantung Koroner dengan pendekatan diagnostik holistik,
berbasis kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan Penyakit Jantung
Koroner dan dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian


keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada Penyakit Jantung Koroner
dan gejala yang dikeluhkan. Hal ini disebabkan pengobatan Penyakit Jantung
Koroner umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan
untuk menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Gambar 1. Gambaran Penyebab PJK

7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala
Gaya Hidup
Kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan
kurang serat, makanan yang
digoreng serta makanan yang
mengandung tinggi lemak &
kolestrol
Istirahat yang kurang

Perilaku Kesehatan Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi


Pasien tidak patuh atas - Kekhawatiran keluarga pasien jika
edukasi dokter untuk keadaan sakitnya makin memburuk
- Kondisi ekonomi menengah ke
mengikuti senam prolanis
bawah
Pola hidup bersih dan sehat - Kehidupan sosial dengan
(PHBS) kurang lingkungan cukup baik
- Kurangnya pengetahuan mengenai
PJK

KELUARGA

PASIEN
Pelayanan Lingkungan
Kesehatan Nyeri dada Pekerjaan
Jarak rumah dengan
puskesmas cukup dialami pada Pasien bekerja
dekat
Pasien memiliki
tahun 2016 lalu sebagai ibu rumah
tangga
BPJS dialami secara
Penyuluhan oleh
petugas kesehatan tiba-tiba
tentang PJK belum
maksimal
dirasakan hingga
tembus
kebelakang dan
seperti tertindih.
Lingkungan fisik
Faktor biologi - Kebersihan lingkungan
- Umur
cukup baik
-Jenis kelamin perempuan
-Riwayat hiperkolestrolemia
-Ventilasi dan
Riwayat Hipertensi lama & tidak penerangan didalam
terkontrol rumah kurang baik

Komunitas
Dukungan gaya hidup sehat dari keluarga kurang
Pemukiman yang padat dan sanitasi lingkunan yang baik

8
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-sel
yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan
yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).

Tujuan Diagnostik Holistik:


1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupanya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,


tujuaanya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit

9
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi  yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga


di layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).

10
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan


peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan
kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.

Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:


a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care

11
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 :Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 :Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3 :Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 :Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.3 Penyakit Jantung Koroner

2.4.1 Defenisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung akibat
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau
penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering

12
ditandai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah kemampuan jantung
dalam memompa darah dapat hilang.3,4
Menurut WHO, penyakit jantung koroner adalah gangguan pada
miokardium karena ketidakseimbangan antara aliran darah koroner dengan
kebutuhan oksigen miokardium sebagai akibat adanya perubahan pada
sirkulasi koroner yang dapat bersifat akut (mendadak) maupun kronik
(menahun).3,4

2.4.2 Epidemiologi

2.4.2.1 Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Trias


Epidemiologi
Agent

Agent adalah penyebab penyakit yang dapat didefinisikan berbagai


macam bentuk dan wujud tergantung penyakit atau masalah Dalam penyakit
jantung yang tergolong dalam kelompok agent yakni agent kimia endogen,
agent biologis, dan agent nutrisi

a. Agent biologis
- Fungsi hormon dan biologi
Respon fisiologis tubuh perempuan dengan laki-laki dalam menghadapi
berbagai jenis faktor resiko dipengaruhi oleh fungsi hormonal dan
biologis. Terutama disini adalah jenis kelamin perempuan memiliki
respon berbeda ketika sebelum masa menopause, yang mana terdapat
hormon estrogen sebagai pelindung dari adanya ancaman penyakit
jantung. Berbeda hal nya pada laki-laki yang cenderung dapat merespon
dengan cepat karena ketiadaan hormon tersebut. Sehingga penyakit

13
jantung cenderung banyak pada laki-laki dari pada perempuan, kecuali
telah tiba masa menopause.
b. Agent kimia endogen
- Kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi dapat mengendap didalam pembuluh arteri
yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal sebagai
atherosklerosis atau plak. Plak ini dapat mempersempit ruang pada
pembuluh darah dan akan menghambat aliran darah. Jika plak tersebut
pecah maka akan menciptakan suatu gumpalan darah di daerah tersebut.
Aliran darah ke bagian otot jantung akan terganggu dan mengakibatkan
timbulnya serangan jantung.
- Diabetes
Kondisi dimana adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah yang
melebihi ambang batas normal. Rentang normal kadar glukosa dalam
darah saat puasa yakni 80-90 ml/dl darah, atau rentang kadar gula saat
tidak puasa berkisar 140-160 ml/dl darah. Diabetes jangka panjang
memberi dampak yang parah pada sistem kardiovaskular. Komplikasi
mikrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal pembuluh kecil.
Penyebab penebalan tersebut berkaitan langsung dengan tingginya kadar
glukosa dalam darah. Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia
dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan.
- Hipertensi

Hipertensi menimbulkan suatu proses sklerosis pada dinding arteri.


Proses Ini akan mempermudah pembentukan bekuan darah dan
melemahkan pembuluh darah penderita, sehingga mudah pecah dan
terbentuk trombus. Efek yang terjadi pada pembuluh darah jantung
secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah
arteri sehingga mengalami suatu proses pengerasan pembuluh darah. Hal

14
tersebut juga dibuktikan dalam hasil penelitian Diana, dkk yang
menyebutkan bahwa tekanan darah yang tinggi secara terus menerus
menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri secara perlahan-lahan.
Arteri tersebut mengalami pengerasan yang disebabkan oleh endapan
lemak pada dinding pembuluh darah, sehingga menyempitkan lumen
yang ada di dalam pembuluh darah yang mana akan membuat aliran
darah menjadi terhalang dan menimbulkan gangguan pada jantung.

c. Agent nutrisi
Zat gizi atau nutrien seperti glukosa, natrium, lemak jenuh berurutan
dapat meningkatkan prevalensi terjadinya penyakit diabetes, hipertensi,
dan kolesterol. Peningkatan yang melebih batas normal akan
meningkatkan faktor resiko terkena penyakit jantung. Kebiasaan
konsumsi (tinggi glikemik, tinggi natrium, rendah serat dan tinggi lemak
jenuh), dan kebiasaan konsumsi minuman (kopi dan alkohol) masi
banyak ditemui di kalangan masyarakat khususnya di kalangan remaja
dan dewasa. Yang mana akan berdampak langsung terhadap komplikasi
beberapa penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan kolesterol.

Host (Pejamu)

Host adalah suatu inang atau induk yang memiliki peran sebagai penjamu
dan berkarakteristik sebagai makhluk hidup baik itu manusia maupun hewan
serta menjadi tempat persinggahan berbagai jenis penyakit. Penjamu
memberikan tempat dan penghidupan kepada suatu patogen (mikroorganisme)
penyebab penyakit yang mana dapat atau tidak dapat menimbulkan penyakit
akibat rangsangan tersebut. Efek lain yang dapat ditimbulkan oleh organisme
penyebab penyakit juga ditentukan oleh tingkat imunitas tubuh, susunan
genetik, tingkat pajanan, status kesehatan, dan kebugaran individu tersebut.

15
Dalam penyakit jantung yang tergolong dalam kelompok host yakni usia,
jenis kelamin, gaya hidup, status gizi, tingkat pendidikan, dan sosial

a. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK,
karena pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung
secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Perubahan yang
paling dini dimulai pada usia 20 tahun pada pembuluh arteri koroner.
Arteri lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun, dan
meningkat seiring bertambahnya umur (Supriyono, 2008). Menurut
penelitian Stangl,dkk disebutkan bahwa sebelum berusia 40 tahun,
perbandingan penyakit jantung antara laki-laki dan perempuan adalah 8 :
1, dan setelah usia 70 tahun perbandingannya adalah 1 : 1. Puncak
insidens penyakit jantung pada laki-laki adalah usia 50-60 tahun,
sedangkan pada perempuan adalah usia 60-70 tahun. Penyakit jantung
pada perempuan terjadi sekitar 10-15 tahun lebih lambat dari laki-laki dan
risiko meningkat setelah menopause (Antman et al, 2010).
b. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian oleh American Heart Association (AHA)
tahun 2004 disebutkan bahwa 1 dari 3 wanita dewasa menderita PJK.
Sejak tahun 1984 jumlah kematian akibat PJK pada perempuan lebih
tinggi dari pada laki-laki, sekitar tiga juta wanita memiliki riwayat
serangan jantung akibat PJK 38% wanita yang menderita serangan jantung
akan meninggal lebih awal dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan
laki-laki hanya 25%. Meskipun wanita memiliki serangan jantung pada
usia yang lebih tua daripada laki-laki, perempuan mungkin meninggal
dalam beberapa minggu setelah menderita PJK. Namun 64% dari wanita
yang meninggal mendadak akibat PJK tidak mengalami gejala
sebelumnya. Hasil penelitian dari Lewis et al (2007) mengatakan bahwa

16
morbiditas akibat PJK pada laki-laki lebih besar daripada wanita sebelum
wanita mengalami menopause, karena wanita mempunyai hormon
estrogen yang besifat protektif, namun setelah wanita mengalami
menopause insidensi PJK meningkat dan memiliki risiko yang sama
dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen
diikuti dengan disfungsi endotel arteri koroner yang ditandai dengan
berkurangnya vasodilatasi normal sebagai respon terhadap faktor stress,
sehingga insidennya cenderung meningkat (Antman & Braundwald,
2010).
c. Gaya hidup
Sejumlah perilaku seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food)
yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok,
minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolah raga, dan stress
menjadi tren masyarakat di era sekarang. Kebiasaan tersebut terbentuk
karena terciptanya suatu lingkungan yang mendukung. Kesadaran pribadi
masing-masing menjadi faktor penentu terhadap berubah atau tidaknya
individu tersebut dalam mengubah pola perilaku dan kebiasaan sehari-
hari.
d. Status gizi
Kejadian prevalensi penyakit jantung memiliki kecenderungan pada
seseorang yang memiliki status gizi berlebih. Seseorang yang memiliki
status gizi berlebihan akan dapat dengan mudah terdampak berbagai
komplikasi berbagai penyakit seperti diabetes, kolesterol, dan hipertensi.
Sedangkan untuk status gizi kurang juga tidak menutup kemungkinan juga
memiliki resiko yang sama. Faktor stress, kurang aktivitas, dan pola hidup
yang salah menjadi faktor utama yang memicu untuk mendukung
terjadinya penyakit jantung.
e. Tingkat pendidikan

17
Pengetahuan akan berbagai jenis faktor resiko terhadap penyakit jantung
sangat diperlukan untuk masyarakat umum guna meminimalisir dampak
atau akibat yang disebabkan. Dengan rendahnya tingkat pengetahuan akan
secara tidak langsung berdampak terhadap kemampuan individu dalam
berfikir dan bertindak sebagai upaya pencegahan penyakit jantung.
f. Sosial
Segala permasalahan baik itu terjadi dalam internal maupun eksternal
keluarga sangat memiliki pengaruh terhadap resiko terkena penyakit
jantung. Stress menjadi pemicu utama dalam intensitas meningkatnya
penyakit jantung.

Environment

Segala sesuatu yang terjadi baik itu diluar maupun didalam kondisi
organisme yakni hewan atau manusia yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan dan memiliki kemungkinan terjadinya penularan suatu
penyakit terhadap organisme tersebut. Faktor lingkungan sangat beragam dan
disesuaikan dengan kondisi organisme atau individu tersebut yang memiliki
resiko terhadap dampak yang diberikan. Dalam penyakit jantung sendiri,
faktor lingkungan disini terbagi atas faktor lingkungan sosial, ekonomi, dan
budaya.
2.4.2.2 Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Variabel
Epidemiologi
a. Distribusi menurut orang (person)
- Distribusi menurut umur
PJK tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena
PJK meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang
berumur 65 tahun ke atas, ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12
% pada wanita.
- Distribusi menurut jenis kelamin

18
Sebelum berusia 40 tahun, perbedaan kejadian PJK antara pria dan
wanita adalah 8 : 1, dan setelah usia 70 tahun perbandingannya adalah
1 : 1.
- Distrubusi menurut etnik
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai
suku bangsa. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa sekitar
17 juta orang meninggal tiap akibat penyakit kardiovaskuler, terutama
PJK (7,2 juta) dan stroke (5,5 juta).
b. Distriusi menurut tempat
- Lingkungan
Penyakit jantung koroner dapat menyerang di lingkungan mana saja
- Kondisi social Ekonomi
Penyakit jantung koroner dapat menyerang siapa saja baik dari
kalangan menengah atas maupun menengah bawah.
- Distribusi menurut waktu
Penyakit jantung koroner dapat menyerang kapan saja tanpa mengenal
waktu.

2.4.3 Patogenesis
Disfungsi endotel merupakan proses primer terjadinya arterosklerosis
yang dapat disebabkan baik karena bahan kimia maupun stress
hemodinamik akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Akibat
terjadinya disfungsi endotel maka akan menyebabkan (1) rusaknya peran
endotel sebagai permeability barier, (2) melepaskan sitokin inflamasi, (3)
meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4)
mengganggu pelepasan substansi vasoaktif ( prostasiklin, NO), dan (5)
mengganggu antitrombus. Efek yang tidak diinginkan ini menjadi dasar
terjadinya arteroslerosis. 6

19
Disfungsi endotelium menyebabkan endotel tidak lagi memiliki barier
yang dapat menghambat masuknya lipoprotein ke dalam pembuluh darah
arteri. Peningkatan permeabilitas dari endotel membuat LDL masuk ke
intima,selanjutnya LDL akan terakomodasi di ruang subendotel dengan
berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu proteoglikan. LDL tersebut
akan dioksidasi oleh ROS (Reactive Oxygen Species) dan pro enzym yang
dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga menjadi
mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari
leukosit ke ruang sub intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui 2
cara yaitu (1) ekspresi LAM ( leukocyte adhesion molecule) pada pada
permukaan endotel non adhesi, (2) signal kemoatraktan [MCP 1, IL 8,
interferon inducible protein – 10). 6

Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi


menjadi makrofag dan memakan mLDL melalui reseptor scavenger (pada
makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan
beberapa faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa
menghasilkan platelet derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan
terjadinya migrasi sel otot dari internal elastic lamina ke ruang sub intima,
tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel busa juga melepaskan sitokin dan
faktor pertumbuhan seperti TNF α, IL-1, Fibroblast growth factor, dan
TGF β yang akan menstimulasi sel otot berproliferasi dan menghasilkan
protein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin) dan lebih lanjut
mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan mempertahankan
inflamasi pada lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan
membentuk fibrous cap. Pembentukan fibrous cap dan deposisi matriks
ekstraseluler ini sebenarnya merupakan proses sintesis dan degradasi yang
saling bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu sel otot merangsang
kolagen melalui TGF β dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu T- lymphocyte

20
derived cytokine IFN – γ menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut
sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix
metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah
ruptur. Proses sintesis dan degrasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan
gejala. Kematian dari sel otot dan sel busa baik karena stimulasi inflamasi
yang berlebihan maupun karena apoptosis menyebabkan lemak dan debris
seluler membentuk lipid core. Ukuran dari lipid core memiliki peranan
biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain itu deposisi dan distribusi
fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas plak, jika
fibrous cap tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita
sebut plak stabil, tetapi apabila fibrous cap tipis akan cenderung
menyebabkan ruptur dari plak. 6

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet


dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.Setelah berhubungan
dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk
memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi
agregasi pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor
sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase
dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten,
pada angina tak stabil. Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran
penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan
bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan
dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang
terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina
tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus. Bila trombus menutup

21
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil. 6,7

Adanya penyumbatan dari pembuluh darah koroner akan


menyebabkan terjadinya iskemi miokardial dimana akan (1) meningkatkan
respon simpatis sehingga menyebabkan diaforesis, peningkatan tekanan
darah dan nadi, (2) disfungsi otot papillary sehingga menyebabkan mitral
regurgitasi, (3) penurunan compliance diastol yang akan menyebabkan
suara jantung S4 dan menyebabkan kongesti pulmoner sehingga timbul
rales, (4) penurunan fungsi sistolik yang menyebabkan dyskinetic apical
impulse. 6

2.4.4 Manifestasi Klinis


Di atas telah dijelaskan bahwa aterosklerosis yang terbentuk dalam
lumen arteri dapat bersifat sebagai plak yang vulnerable maupnun plak
yang stabil. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner memberikan dua
manifestasi klinis penting yaitu akut koroner sindrom dan angina pektoris
stabil. 8
1. Plak Vulnarable (Plak yang memiliki dinding tipis dengan lemak
yang besar, mudah ruptur jika ada faktor pencetus akibat aktivasi
enzim protease yang dihasilkan makrofag) Akut koroner sindrom
a) ST elevasi miokard infark (STEMI); oklusi total oleh trombus
1) STEMI; infark, dengan peningkatan enzim jantung
2) Angina variant (prinzmetal), jarang terjadi; akibat spasme
koroner 
b) Non-ST elevasi acute coronary syndrom (NSTEMI); oklusi
parsial
1) NSTEMI; infark, dengan peningkatan enzim jantung

22
2) Unstable angina; kresendo angina, tanpa peningkatan enzim
jantung
2. Plak Stabil (Plak yang memiliki dinding tebal dengan lemak yang
sedikit) angina pektoris stabil; dekresendo angina, tanpa peningkatan
enzim jantung.

2.4.5 Pemeriksaan Penunjang

1. EKG
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan
angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan
bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau.
Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada
pasien hipertensi dan angina; dapat pula menunjukkan perubahan
9
segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Untuk
mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya elevasi segmen ST
> 1mm pada 2 sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2
sadapan prekordial yang berhubungan, LBBB yang dianggap
baru.11
2. Foto Rontgen
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang
normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar
dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. 9
3. Laboratorium
- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari.
- cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

23
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
- Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
- Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali
normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila
ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali
normal dalam 8-14 hari.10,12
4. Treadmill test
- Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko)
- Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging 
5. Teknik Non-invasif
Penentuan KAlsifikasi Koroner dan Anatomi Koroner
1. Computed Tomografi
2. Magnetic Resonance Arteriography

2.4.6 Diagnosis
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai
ciri khas sebagai berikut :
1. Anamnesis
- Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah
sternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar
ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan

24
kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah
epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu. 9
- Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti
di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak
enak di dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-
lebih jika pendidikan pasien kurang. 9
- Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan
aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang
berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan
seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, sudah
dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila
pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada
waktu istirahat atau pada waktu tidur malam. 9
- Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang
perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri
dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan
infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina pektoris
dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-
kadang nyeri dada disertai keringat dingin. 9
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark
anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis ( takikardia
dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan
hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi) tanda fisis
lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop, penurunan

25
intensitas bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan peningkatan suhu sampai 38ºC dalam minggu pertama pasca
STEMI.10
2.4.7 Penatalaksanaan
Tujuan penanganan pada STEMI adalah:
a. Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan diagnosis
secara
cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan/ mengurangi
nyeri dan
pencegahan atau penanganan henti jantung.
b. Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi
untuk membatasi proses infark serta mencegah perluasan infark serta
menangani komplikasi segera seperti gagal jantung, syok dan aritmia
yang mengancam jiwa.
c. Penanganan selanjutnya untuk menangani komplikasi lain yang timbul
selanjutnya.
d. Evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah terjadinya progresi
penyakit arteri koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematian11

a. Tatalaksana awal:
 Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).
 Aspirin 160mg (dikunyah).
 Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
 Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. 11
b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda
reperfusi).
 Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

26
 Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
 Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).
 Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.
Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB
maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48
jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s.
Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH
dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia <
75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-
laki atau < 2 mg/ dl pada wanita). 11
2.4.8 Komplikasi
 Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini.
Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer
sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya
disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat
sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan
penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang
sebaiknya dipertimbangkan.13
 Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih
dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling
umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru
juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan
temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa
temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik
ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung

27
sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-
paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 13
 Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir
semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara
dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini
secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk
pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi
antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang
penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu
dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya. 13

28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI STUDI KASUS

Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat subjek dalam kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan PJK
dengan pendekatan diagnosis holistik di puskesmas Mamajang pada tanggal 8
November 2018.

Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan


terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.2. LOKASI DAN WAKTU MELAKUKAN STUDI KASUS

3.2.1. Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
Puskesmas Mamajang pada tanggal 8 November 2018. Selanjutnya dilakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

29
3.2.2. Lokasi Studi Kasus

Studi kasus bertempat di Puskesmas MamajangKota Makassar, Provinsi


Sulawesi Selatan.

Gambar 3. Puskesmas Mamajang

3.3. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI KASUS

Studi kasus bertempat di Puskesmas Mamajang Kota Makassar

3.3.1 Letak Geografi

Studi kasus bertempat di Puskesmas Mamajang saat pasien pertama kali


datang ke puskesmas, kemudian berlanjut ke rumah pasien yang berlokasi di Jl.
Serigala lorong II no.1
Lokasi wilayah kerja Puskesmas Mamajang berada pada Kecamatan

Mamajang yang terletak di Jalan Baji Minasa No.10 Makassar. Kecamatan

Mamajang terdiri dari 13 kelurahan dan membawahi 2 Puskesmas yaitu

Puskesmas Mamajang dan Puskesmas Cendrawasih.

30
Adapun wilayah kerja Puskesmas Mamajang mencakup 6 Kelurahan

yaitu :

1. Kelurahan Mamajang Luar

2. Kelurahan Bonto Biraeng

3. Kelurahan Labuang Baji

4. Kelurahan Mamajang Dalam

5. Kelurahan Mandala

6. Kelurahan Maricaya Selatan

Adapun bangunan Puskesmas Mamajang terdiri dari 2 bangunan yaitu :

 Bangunan 1 terletak di Jl. Cendrawasih No.270 Kelurahan Tamparang

Keke Kec. Mamajang yang merupakan Pelayanan Rawat Inap Umum,

Rawat Inap Persalinan dan UGD

 Bangunan 2 terletak di Jl. Baji Minasa No. 10 Kelurahan Tamarunang

Kec. Mariso yang merupakan Pelayanan Rawat Jalan .

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayanan kesehatan yang

optimal maka Puskesmas Mamajang dibantu dengan 1 Puskesmas Pembantu

(PUSTU) yaitu Puskesmas Pembantu Maricaya Selatan yang terletak di Jl.

Lanto Dg. Pasewang.

31
Luas wilayah kerja Puskesas Mamajang 2.712 km 2 dengan 21 RW

dan 4.486 RT berada di bagian barat daya Kota Makassar dimana berbatasan

dengan :

Sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang


Sebelah selatan Berbatasan dengan Wilayah Puskesmas Cendrawasih
Sebelah timur Berbatasan dengan Kecamatan Panakukang
Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Mariso
Tabel 1. Batas Letak Geografis Puskesmas Mamajang Tahun 2017

Puskesmas Mamajang adalah salah satu Puskesmas yang berada dalam

wilayah Pemerintahan Kecamatan Mamajang Kota Makassar.

3.3.2 Keadaan Demografi

Kependudukan merupakan permasalahan yang dihadapi dewasa ini, bukan han


ya menyangkut jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan arus urbanisasi dengan s
egala dampak sosial ekonomi, dan keamanan menjadi keharusan untuk mengendalika
n angka kelahiran dan kematian.

32
Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Mamajang, Kota Makassar

Pertumbuhan penduduk / jumlah penduduk

Jumlah penduduk

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2017 penduduk wilayah

Puskesmas Mamajang sebanyak 21.264 jiwa, yang terdiri dari 11.057 jiwa

laki-laki dan 10.207 jiwa perempuan dengan ratio jenis kelamin 108,33 % yang

artinya jumlah penduduk Laki-laki di wilayah kerja Puskesmas Mamajang lebih

banyak dibandingkan jumlah penduduk Perempuan.

Rasio beban ketergantungan (Dependency Ratio) digunakan untuk

mengetahui Produktivitas penduduk. Rasio beban ketergantungan adalah angka

yang menyatakan perbandingan banyak orang yang berada pada usia yang

produktif terhadap usia tidak produktif . Semakin banyak kelompok usia non

produktif maka semakin berat beban usia produktif.

33
Komposisi penduduk wilayah kerja Puskesmas Mamajang menurut

kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun)

sebesar 24,0 % , yang berusia produktif (15 – 64 tahun) sebesar 72,85 % dan

yang berusia tua (>65 tahun) sebesar 3,54 %, (sumber BPS Kota Makassar)

dengan demikian penduduk wilayah kerja Puskesmas Mamajang yang terbanyak

berada pada usia produktif dan yang paling sedikit yang berusia tua.

Penyebaran dan Kepadatan penduduk

Penyebaran dan kepadatan penduduk tidak merata di masing-masing

kelurahan. Disebabkan oleh jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan luas

wilayah kelurahan. Hal ini menyebabkan masalah kesehatan seperti sanitasi

perumahan, kebersihan lingkungan, status gizi dan status kesehatan masyarakat

yang belum mencapai seratus persen.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif sehin
gga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan karena

pendidikan bisa berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang. Pengetahuan

yang dimiliki oleh seorang yang berpendidikan mempengaruhi keputusan seseorang

untuk berperilaku sehat.

34
Angka buta huruf berkorelasi dengan angka kemiskinan, sebab penduduk

yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada

kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan mereka pada kemiskinan.

Untuk gambaran tingkat pendidikan penduduk diwilayah kerja Puskesmas

Mamajang tidak bisa kami paparkan karena sumber informasi yaitu BPS tidak

menyediakan data tersebut.

Pada tahun 2017 jumlah PAUD di wilayah kerja Puskesmas Mamajang ada 4,

TK sejumlah 5 sekolah, pada tingkat SD baik negeri maupun swasta sebanyak 13

sekolah, untuk tingkat SMP yang ada sebanyak 4 sekolah, untuk tingkat SMA juga

sebanyak 3 sekolah dan ada terdapat sekolah Luar Biasa (SLB) yaitu 1 sekolah.

Tingkat Ekonomi

Salah satu aspek yang dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan

pembangunan adalah keadaan ekonomi. Kondisi perekonomian berkaitan dengan

tingkat inflasi, semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin mempengaruhi laju

pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan ekonomi diharapkan dapat mendorong kemajuan di semua

sektor, baik fisik maupun mental sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan

masyarakat secara keseluruhan. Kondisi ekonomi salah satu faktor yang

mempengaruhi kesehatan masyarakat.

35
Berdasarkan sumber data BPS Kota Makassar untuk wilayah kerja Puskesmas

Mamajang terdapat 1 mall, Kelompok Pertokoan sebanyak 5 , Pasar Tradisional

sebanyak 2 dan SPBU terdapat 1 . Untuk Usaha Hotel sebanyak 3 Hotel dan

Akomodasi lainnya serta Restoran , Rumah makan dan Warung Makan/Kedai

Makan/Minum serta usaha-usaha kecil lainnya.

3.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Mamajang


Visi
“Mewujudkan Puskesmas Mamajang sebagai Puskesmas Terdepan Dalam pelayanan
Kesehatan menuju Kecamatan Sehat”
Misi
1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat Kecamatan Mamajang t
entang penanganan masalah kesehatan
2. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan
Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Fasilitas Kesehatan yang ada demi me
ndukung pelayanan kesehatan pada masyarakat

3.3.4 Struktur Organisasi Puskesmas Mamajang


Struktur Organisasi Puskesmas Mamajang berdasarkan Surat Keputusan Kep
ala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor : 800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April
2010 terdiri atas :
 Kepala Puskesmas
 Kepala Subag Tata Usaha
 Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Unit Kesehatan Masyarakat

36
- Unit Kesehatan Perorangan
 Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
- Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
- Unit Bidan Komunitas

Gambar 5. Struktur Organisasi Puskesmas Mamajang

3.3.5 Sarana Kesehatan

Sumber Daya Tenaga

Di wilayah kerja Puskesmas Mamajang terdapat berbagai pelayanan kesehata


n strata pertama seperti praktek dokter umum, praktek dokter gigi, praktek bidan, poli
klinik, dan balai kesehatan masyarakat.

37
Puskesmas Mamajang sebagai Puskesmas Rawat Inap di Wilayah Kerja Puske
smas terdapat pula berbgaai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya ma
syarakat seperti Posyandu, Poskesdes, Polindes, adn Posbindu. Kedudukan Puskesma
s diantara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumber daya masyara
kat adalah sebagai pembina.

Sumber Daya Tenaga

Berdasarkan standar Ketenagaan Permenkes No. 75 tahun 2014 Puskesmas M


amajang sebagaia Puskesmas rawat Inap masih kekurangan tenaga Administrasi seba
nyak 1 orang dan tenaga pekarya sebanyak 2 orang

Tenaga Kesehatan

Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat yang te


rdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Mamajang turut berperan dalam peningkatan s
tatus derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Mamajang.

Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Mamajang tahun 2017 s


ebanyak 50 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari :
No Jenis tenaga Jumlah

1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi 2
3. Dokter Spesialis Obgyn 1
4. Apoteker 1
5. Asisten Apoteker 1
6. Perawat 12
7. Bidan 8

38
8. Analis Kesehatan 2
9. Sanitarian 2
10. Nutrisionis 2
11. Perawat Gigi 2
12. Tenaga Kesehatan Masyarakat 2
13. Tenaga Sukarela 12

JUMLAH 50

Tabel 6. Data dan Jumlah Tenaga Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Mamajang

3.3.6 Upaya Kesehatan Puskesmas Mamajang


Puskesmas Mamajang sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas Tamalate berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Penyelenggaraan pelayanan di bidang kesehatan kepada masyarakat telah
di tetapkan melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan.

JENIS LAYANAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN

39
NO JENIS LAYANAN MUTU LAYANAN PENERIMA PERNYATAAN
DASAR DASAR LAYANAN STANDAR
DASAR
1 Pelayanan Sesuai standar Ibu hamil. Setiap ibu hamil
kesehatan ibu pelayanan antenatal. mendapatkan pelayanan
hamil antenatal sesuai standar.

2 Pelayanan Sesuai standar Ibu bersalin. Setiap ibu bersalin


kesehatan ibu pelayanan persalinan. mendapatkan pelayanan
bersalin persalinan sesuai standar.

3 Pelayanan Sesuai standar Bayi baru lahir. Setiap bayi baru lahir
kesehatan bayi baru pelayanan kesehatan mendapatkan pelayanan
lahir bayi baru lahir. kesehatan sesuai standar.

4 Pelayanan Sesuai standar Balita. Setiap balita mendapatkan


kesehatan balita pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan
balita. sesuai standar.

5 Pelayanan Sesuai standar Anak pada usia Setiap anak pada usia
kesehatan pada usia skrining kesehatan pendidikan pendidikan dasar
pendidikan dasar usia pendidikan dasar. mendapatkan skrining
dasar. kesehatan sesuai standar.

6 Pelayanan Sesuai standar Warga Negara Setiap warga negara


kesehatan pada usia skrining kesehatan Indonesia usia Indonesia usia 15 s.d. 59
produktif usia produktif. 15 s.d. 59 tahun mendapatkan
tahun. skrining kesehatan sesuai
standar.

7 Pelayanan Sesuai standar Warga Negara Setiap warga negara


kesehatan pada usia skrining kesehatan Indonesia usia Indonesia usia 60 tahun
lanjut usia lanjut. 60 tahun ke ke atas mendapatkan
atas. skrining kesehatan sesuai
standar.

8 Pelayanan Sesuai standar Penderita Setiap penderita


kesehatan penderita pelayanan kesehatan hipertensi. hipertensi mendapatkan
hipertensi penderita hipertensi. pelayanan kesehatan
sesuai standar.

9 Pelayanan Sesuai standar Penderita Setiap penderita Diabetes


kesehatan penderita pelayanan kesehatan Diabetes Melitus mendapatkan
Diabetes Melitus penderita Diabetes Melitus. pelayanan kesehatan
Melitus. sesuai standar.

10 Pelayanan Sesuai standar Orang dengan Setiap orang dengan


Kesehatan orang pelayanan kesehatan gangguan jiwa gangguan jiwa (ODGJ)
dengan gangguan jiwa. (ODGJ) berat. berat mendapatkan

40
jiwa berat pelayanan kesehatan
sesuai standar.

11 Pelayanan Sesuai standar Orang dengan Setiap orang dengan TB


kesehatan orang pelayanan kesehatan TB. mendapatkan pelayanan
dengan TB TB. TB sesuai standar.

12 Pelayanan Sesuai standar Orang berisiko Setiap orang berisiko


kesehatan orang mendapatkan terinfeksi HIV terinfeksi HIV (ibu hamil,
dengan risiko pemeriksaan HIV. (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS,
terinfeksi HIV pasien TB, waria/transgender,
pasien IMS, pengguna napza, dan
waria/transgend warga binaan lembaga
er, pengguna pemasyarakatan)
napza, dan mendapatkan
warga binaan pemeriksaan HIV sesuai
lembaga standar.
pemasyarakatan
).

3.3.7 Alur Pelayanan

41
Pasien datang

Loket pendaftaran

Poli umum
Rujuk Pasien
Poli gigi ke RS
Poli KIA/KB tujuan
Laboratorium

Ruang Tindakan

Apotik

Pasien pulang

Gambar 6. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Mamajang

BAB IV

42
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil Studi Kasus


Identitas Pasien
Nama Penderita : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17 Juli 1948 (69 tahun)
Alamat : Jl. Tanjung Lereh No. 23
Tanggal Pemeriksaan : 08 November 2018
Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama
Nyeri dada

Anamnesis Terpimpin
Pasien mengeluhkan nyeri dada utamanya pada bagian sebelah kiri yang di
alami pada tahun 2016 lalu. Nyeri dada dialami secara tiba-tiba pada saat beristirahat
dan nyeri dirasakan hingga tembus kebelakang serta seperti tertindih. Pasien juga
merasa sesak apabila beraktifitas dan berjalan jauh namun pada saat istirahat
sesaknya berkurang. Riwayat demam tidak ada. Saat ini nyeri kepala (-). batuk (-)
batuk darah (-), riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya (+), mual (-), muntah (-),
nyeri ulu hati (-), riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu makan biasa. Buang air besar saat
ini lancar 2 kali sehari berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil lancar
berwarna kuning jernih. Riwayat DM tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-).
Riwayat jika mendapatkan luka sukar sembuh (-)
Riwayat Hipertensi (+).
Riwayat penyakit jantung (+). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (+)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat mengkonsumsi makanan yang tinggi kolestrol & lemak (+)

43
Riwayat minum obat hipertensi (+)
Riwayat merokok (-)
Riwayat penyakit maag (-)
Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat penyakit kuning (-)

Pemeriksaan Fisik
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
BB= 55 kg; TB= 147 cm; IMT=21,15 kg/m2 (normal)
 Tanda Vital:
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36,5oC (axilla)
 Kepala:
Ekspresi : Normal
Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Kesegala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)

44
Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm, RCL +/+,
RCTL +/+

 Telinga:
Tophi : (-)
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
 Hidung:
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening: Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+2 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)

45
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler

46
 Bunyi Tambahan : Bising (-)

 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
o Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
- Edema (-)
- Deformitas (-)
- Akral Hangat

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Coronary Arteri Disaes

47
Penatalaksanaan dan Edukasi
A. Medikamentosa
- Clopidogrel /24jam/oral
- Valsartan 160 mg/24jam/oral
- Amlodipin 5 mg/24 jam/oral
- Simvastatin 20 mg/24 jam/oral

B. Non-medikamentosa
- Melakukan olahraga ringan secara rutin.
- Kurangi aktivitas berat.
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup.
- Menghindari makan-makanan yang mengandung lemak dan tinggi
kolestrol.
- Mengurangi konsumsi garam
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga.

Anjuran Pemeriksaan
- Kontrol tekanan darah
- Kotrol kadar kolestrol

Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

48
4.2 Pendekatan Holistik

Profil Keluarga
Pasien Ny. M adalah seorang istri. Ny. M tinggal bersama 2 orang anaknya.
Pekerjaan sehari-hari Ny. H adalah mengurus rumah tangga.

Karakteristik Demografi Keluarga


- Identitas kepala keluarga : Alm. Tn. A
- Identitas pasangan : Ny. M
- Alamat : Jl. Tanjung Lereh No. 23
- Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
Status
Jenis
No Nama Keluarg Usia Pendidikan Pekerjaan
Kelamin
a
69
1 Ny. M Istri Perempuan SMP IRT
tahun
45
2 Tn. S Anak Laki-laki SMA Wiraswasta
tahun
39
3. Tn. I Anak Laki-laki SMA Wiraswasta
tahun

49
Keadaan Rumah Pasien di Jl. Tanjung Lereh No. 23 Tahun 2018
Status kepemilikan rumah: Permanen
Daerah perumahan : Tertata rapih dan bersih
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 7 x 6 m2 Keluarga Ny. M tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3
dengan kepemilikian rumah pribadi.
orang
Ny. M tinggal dalam rumah yang
Luas halaman rumah : tidak ada
sehat dengan lingkungan rumah yang
Lantai rumah dari : tegel cukup padat dan ventilasi yang
Dinding rumah dari : batu
cukup memadai dan dihuni oleh 3
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada orang. Dengan penerangan listrik
Penerangan listrik : 1500 watt
1500 watt. Air PDAM sebagai
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : ada sarana air bersih keluarga.

Kepemilikan Barang-Barang Berharga


Keluarga Ny. H memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, satu buah sepeda motor, satu buah televisi yang terletak di ruang tengah, 3
buah kipas angin di kamar tidur dan ruang tengah, satu buah AC, satu buah rice
cooker dan satu buah dispenser di dapur.

Penilaian Perilaku Kesehatan


- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

Pola Konsumsi Keluarga

50
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan dari Ny. M terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng yang
biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain
sayuran hijau, terutama kangkung dan bayam baik direbus atau ditumis dan cukup
jarang mengonsumsi buah. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti telur, tahu
maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang dikonsumsi oleh keluarga ini. Pola
makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan makan
malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang di buat
sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Ny. M memiliki kebiasaan makan sebanyak
dua sampai tiga kali sehari dan suka mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak dan kolestrol.

Pola Dukungan Keluarga


A. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien masih memiliki 2 orang anak yang membantu pasien dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
B. Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor penyebab
penyakit jantung koroner, disertai dukungan gaya hidup sehat yang kurang
dari keluarga.

Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)


Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:

51
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol √
laboratorium tiba apakah ada anggota
keluarga yang bersedia mengantarkan

52
Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit yang √
anda derita, apakah anak anda mau
mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit
anda, apakah anggota keluarga yang lain √
selalu mendampingi Anda dalam
mengatasi kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang tinggi purin
dan makanan yang digoreng. Apakah √
anggota keluarga yang lain
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 7

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 7 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.

Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
- Sosial:

53
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki seorang suami yang sudah meninggal dan 5 orang anak
serta 3 orang cucu
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMP
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari
puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.

Genogram (Fungsi Genogram)


Dalam keluarga pasien hanya pasien yang menderita PJK

Keterangan :
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Wanita PJK

A. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Nuclear family yaitu keluarga yang terdiri atas ibu
dan 2 orang anak. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas dalam rumah.

54
B. Hubungan Anggota Keluarga
Ny. M merupakan istri dengan dua orang anak. Hubungan antara anggota
keluarga cukup baik, mereka sering berkumpul dan berkomunikasi.

4.3 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini adalah penyakit jantung koroner, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

Analisa Kasus
Tabel Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post Osteoarthritis.
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- PJK merupakan 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara penyuluhan 4
penyakit Degeneratif penyakit dan - Keluarga memahami
dan berbanding lurus pencegahannya melalui bahwa penyakit jantung
terhadap umur penyuluhan gaya hidup koroner memerlukan

sehat pengobatan yang seumur


hidup dan teratur
- Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan
- Kondisi ekonomi 4 - Motivasi mengenai - Keluarga menyisihkan 4
menengah ke bawah perlunya memiliki pendapatan untuk
sehingga tidak tabungan tabungan
memiliki tabungan
3 - Memiliki rasa Tawakkal
- Mengingatkan untuk tetap
kepada Allah, dan 4
bertawakkal kepada Allah,
- Kehidupan sosial menjalin hubungan yang
dan yakinkan bahwa
dengan lingkungan baik dengan tetangga
semua akan baik-baik saja.
cukup baik
Serta tetap menjaga

55
silaturahmi dengan
tetangga.
Faktor perilaku
kesehatan
- Higiene pribadi yang 3 - Edukasi tentang - Anggota keluarga paham 4
kurang dan pentingnya PHBS dirumah akan pentingnya PHBS
lingkungan yang untuk mencegah infeksi. dan mau
kurang bersih mengaplikasikan dengan
baik PHBS dilingkungan
- Edukasi untuk berobat dan rumah mereka
- Berobat tidak teratur 2 secara teratur serta minum - Pasien berobat secara 5
dan kurangnya obat sesuai anjuran dokter teratur dan minum obat
aktivitas fisik - Edukasi untuk sesuai anjuran dokter
meningkatkan aktivitas - Pasien melakukan
fisik ringan aktivitas fisik ringan

Faktor Psikososial
- Kurangnya perhatian 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
keluarga pasien anggota keluarga untuk bersedia memberi
terhadap penyakit lebih perhatian dengan perhatian lebih kepada
yang diderita pasien kondisi pasien pasien
- Motivasi untuk
sembuh kurang 2 - Memotivasi pasien serta - Pasien termotivasi untuk 4
menjelaskan kepada sembuh
pasien bahwa penyakitnya
dapat sembuh apabila
pasien berobat secara
teratur
Total Skor 15 29
Rata-rata Skor 2,1 4,1

Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.


Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya
keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnyaoleh provider.

56
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 08 November 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi
dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang
akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

Anamnesis Holistik
a. Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang di dapur kemudian pasien
diberitahu oleh anak pasien bahwa petugas dari puskesmas telah datang. Pasien
baru pertama kali mendapat kunjungan dari pihak pukesmas untuk mengontrol
keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada teman

57
berbagi cerita. Pasien masih memiliki harapan untuk bisa beraktifitas seperti
sedia kala.
b. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Penyakit jantung koroner.
c. Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas ke puskesmas. Pasien kurang
menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik. Pasien selalu
mengutamakan untuk bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan untuk
keluarganya.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal
Ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga pasien
memerhatikan kondisi penyakit pasien serta mengingatkan untuk berobat dan
control di puskesmas.
e. Aspek Fungsional
Tn. S dan Tn. I selalu berada diluar rumah untuk bekerja sebagai wiraswasta.
Ny. M banyak menghabiskan waktu untuk mengurus rumah tangganya
f. Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
g. Rencana Pelaksanaan
Pertemuan ke-1: Rumah pasien Jl. Tanjung Lereh No. 23 tanggal 08
November 2018 pukul 13.00 WITA.

Anamnesis Holistik Pasien PJK

58
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada Pasien dapat Tidak Tidak
personal kepada pasien mengenai saat sadar dan ada menol
penyakit jantung koroner kunjung mengerti akan ak
dan komplikasi serta an pentingnya
memberikan informasi rumah pola hidup
mengenai perkembangan sehat
penyakitnya.
Aspek Memberikan obat PJK Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol saat dirasakan ada menol
serangan penyakit dan kunjung pasien ak
untuk mengurangi gejala an berkurang,
rumah setelah
mengkonsumsi
obat secara
teratur dan
kontrol di poli
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
risiko pola makan yang baik, saat dirasakan ada menol
internal menganjurkan untuk kunjung pasien ak
menjaga hygenitas diri an berkurang,.
rumah
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada Keluarga Tidak Tidak
risiko selalu memberi dukungan saat memberi ada menol
external kepada pasien agar selalu kunjung perhatian dan ak
menjaga kesehatannya an dukungan
dan selalu mengingatkan rumah lebih kepada
pasien untuk minum obat, pasien dan
dan mendukung pola diet pasien lebih
pasien. termotivasi
untuk sembuh

59
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
tetap meningkatkan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk rajin Pasien Pada Agar kondisi Tidak Tidak
fungsio melakukan control saat tubuh selalu ada menol
nal tekanan darah, control kunjung sehat dan ak
kolestrol, rajin konsumsi an bugar, agar
obat serta menghindari rumah kelemahan
konsumsi makan- pada tubuh
makanan yang pasien bisa
mengandung kolestrol dan berkurang
lemak.

A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi : 80
x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,5oC.
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

Diagnosis Holistik
- Diagnose Klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Penyakit jantung koroner, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

Diagnose Psikososial:

60
- Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
- Kurangnya aktivitas fisik pada pasien.
- Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kesehatan pasien.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
jantung koroner antara lain:
- Mengontrol kesehatan
- Mengatur pola makan
- Mengontrol diit

2. Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- Clopidogrel /24jam/oral
- Valsartan 160 mg/24jam/oral
- Amlodipin 5 mg/24 jam/oral
- Simvastatin 20 mg/24 jam/oral
b. Pengobatan Non Farmakologi
- Melakukan olahraga ringan secara rutin.
- Kurangi aktivitas berat.
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup.
- Menghindari makan-makanan yang mengandung lemak dan tinggi
kolestrol.
- Mengurangi konsumsi garam

61
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga.
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi kepada
pasien untuk melakukan aktivitas fisik dan mengurangi konsumsi makanan yang
mengandung lemak dan kolestrol tinggi. Selain itu apabila kita kembali mengingat
bahwa silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit degeneratif yang tinggi sehingga,
penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga pola makan serta
melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Penyakit Jantung Koroner, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang
dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik
holistik.
- Diagnosis psikososial:
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta kurangnya
perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan pasien.
- Prinsip kedokteran keluarga yang memandang pasien secara holistik harus
senantiasa dijalankan dalam praktik sehari-hari karena ternyata banyak faktor
baik dari internal maupun eksternal pasien yang dapat memengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. M, maka disarankan
untuk:
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit jantung koroner.

63
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit jantung
coroner serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur
mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan dukungan
lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan mengontrol
penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Majid. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan, dan


Pengobatan Terkini. 2008.
2. ESC. Guidelines on the management of stable angina pectoris. 2006; 5
3. Nerrida S. Karakteristik penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap di
RSUP H. Adam Malik. 2009.
4. Sri Damai. Karakteristik penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap di
RSU Dr. Pirngadi Medan. 2009.
5. Barita S, Irawan J S. Gagal Jantung. In : Lily I R, Faisal B, Santoso K, Poppy
S R, ed. Buku Ajar Kardiologi, 1997; 115.
6. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225-243.
7. Trisnohadi, Hanafi B. Angina Pektoris Tak Stabil. In : Aru W S, Bambang S,
Idrus A, Marcellus S K, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2007;1626-1623.
8. Douglas M. Char, MD. The pathphysiology of acute coronary syndrome.
Division of emergency medicine : Washington University School of
Medicine.
9. M, Santoso dan Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. SMF Penyakit Dalam
RSUD Koja / Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Ukrida,
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 2005:147.
10. Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1616.
11. Irmalita, dkk. Tatalaksana SIndroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen
ST. In: Irmalita, dkk, ed. Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16

65
12. Samsu, Nur dan Djanggan Sargowo. Sensitivity and Specificity of Troponin T and
I for diagnosis of Acute Myocardial Infarction. Maj Kedokt Indon 2007: 57:10.
13. Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
Volume 3. Jakarta : EGC.

14. O'Connor, Robert E. , William Brady, Steven C. Brooks, Deborah Diercks,


dkk. Part 10: Acute Coronary Syndromes 2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Website http://circ.ahajournals.org/. Accessed
November 5, 2018.

15. Morrow, David A., Elliott M. Antman, Andrew Charlesworth, dkk. TIMI Risk
Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside,
Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. An Intravenous nPA for
Treatment of Infarcting Myocardium Early II Trial Substudy. Website
http://circ.ahajournals.org/. Accessed November 5, 2018.

66
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 2. Tampak Depan Rumah Pasian

Gambar 3. Wawancara dengan Pasien diruang keluarga

67
Gambar 4. Kondisi kamar tidur

Gambar 5. Kondisi WC

Gambar 7. Kondisi Dapur

68

Anda mungkin juga menyukai