Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NIDA RIHADATUL AISY NAHDAH

NIM : 4211419011

A. Sejarah Tradisi Dugderan yang Berkembang di masyarakat Semarang


Sejarah mencatat bahwa Tradisi Dugderan di Semarang Jawa Tengah diketahui
telah berkembang sejak tahun 1881 M di zaman Pemerintahan Bupati Kota Semarang
Raden Mas Tumenggung Aryo Purbaningrat. Bupati satu ini kala itu dikenal kreatif dan
memiliki jiwa seni tinggi sehingga menggagas satu acara untuk memberi semacam
pertanda awal waktu puasa lantaran umat Islam pada masa itu belum memiliki
keseragaman untuk berpuasa. Semua itu berawal dari kekhawatiran Sang Bupati dalam
melihat interaksi sosial masyarakat Semarang pada waktu itu yang saling terpecah belah
menjadi beberapa kelompok, seperti pecinan untuk warga Cina, pakojan untuk warga
Arab, ornamen melayu untuk warga perantauan luar Jawa, serta Kampung Jawa yang
ditempati oleh pribumi Jawa. Penggolongan masyarakat tersebut diperparah dengan
munculnya perbedaan dalam menetapkan awal bulan puasa. Dengan menggunakan tradisi
dugderan, usaha beliau membuahkan hasil sehingga dapat mempersatukan keberagaman
masyarakat semarang.
Tepat sehari menjelang Bulan Ramadlan setelah Ashar dengan ditandai
pemukulan Bedug Masjid Besar Kauman yang disusul dengan penyulutan meriam di
halaman kabupaten Kanjengan.  Untuk menandai dimulainya bulan Ramadhan itu, maka
diadakan upacara membunyikan suara bedug (Dug..dug..dug) sebagai puncak “awal
bulan puasa” sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam
(der..der..der…) sebanyak 7 kali. Dari perpaduan antara bunyi dug dan der itulah yang
kemudian menjadikan tradisi atau kesenian yang digagas oleh Bupati Raden Mas
Tumenggung Aryo Purboningrat itu diberi nama “dugderan”.
Selain bunyi bedug dan meriam itu, di dalam pesta rakyat dugderan ada juga
sejenis mainan yang dikenal dengan istilah “Warak Ngendhog”. Warak Ngendhog ini
adalah sebuah mainan jenis binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga
dengan kulit seperti bersisik dibuat dari kertas berwarnawarni yang terbuat dari kayu juga
dilengkapi beberapa telur rebus sebagai rnamen bahwa binatang itu sedang ngendog
(dalam bahasa Indonesia; bertelur). Maklum, waktu diselenggarakan dugderan kali
pertama itu, Semarang sedang krisis pangan dan telur merupakan makanan mewah.
Kemudian semakin majunya zaman, Tradisi berkembang dari tahun ke tahun.
Apabila dulunya hanya menggunakan meriam, sekarang semakin ramai dengan
digunakannya bom udara serta sirene yang menandai awal Tradisi tersebut. Tradisi ini
kian semarak dengan banyaknya para pedagang “tiban” yang menjajakan aneka
permainan anak, makanan dan banyak lagi yang lain. Kondisi demikian memberikan
warna baru terhadap Tradisi Dugderan.

B. Sejarah Warak Ngendhog Saat Dugderan Sebagai Ikon Akulturasi Kota


Semarang
Menurut penuturan sejarawan Semarang, Amen Budiman dan Djawahir
Muhammad, tidak ada yang tahu pasti siapa pembuat warak ngendhog. Namun warak
ngendhog diyakini memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan tradisi dugderan
sehingga bisa diasumsikan bahwa Warak Ngendhog merupakan kreasi dari Bupati Kota
Semarang Raden Mas Aryo Tumenggung Purbaningrat dan Kyai Saleh Darat. Warak
ngendog adalah hewan mitologi yang menjadi rname kerukunan tiga etnis di  Semarang.
Warak mengambil wujud buraq dengan kepala naga dan berkaki empat seperti kambing
yang merupakan perpaduan antara kebudayaan tiga etnis yang ada di Semarang yaitu
Arab, Cina, dan Jawa. Namun Sekarang ini , Warak Ngendog menjadi salah satu ikon
Kota Semarang bersama dengan Tugu Muda dan Lawang Sewu.
Nama Warak sendiri berasal dari Bahasa Arab yang artinya suci sedangkan
ngendhog yang dalam Bahasa Jawa diartikan sebagai bertelur. Secara Filosofis ikon ini
mengandung makna ajakan untuk seluruh umat muslim menjaga kesucian diri dari
kemaksiatan dengan memperbanyak ibadah dan mengurangi hal-hal yang dilarang oleh
Allah karna mendatangkan kemudharatan daripada kebaikan. Selain itu, Agar di Hari
Idul Fitri mendapata kemenangan besar yaitu berupa keberkahan dan pahala yang berlipat
dari Allah.
Sesuatu yang menarik adalah bentuk binatang yang belum pernah dilihat,
muncullah Warak Ngendok. Binatang khayalan ini kepalanya berbentuk rakus dan
menakutkan, badan, leher, kaki dan ekor ditutup dengan bulu yang tersusun terbalik. Pada
tahun 1881-an, Warak Ngendok terbuat dari bahan-bahan yang sangat sederhana seperti
kayu, rname dan sabut kelapa. Namun pada sekarang ini, bahan-bahan yang digunakan
adalah kayu, kertas minyak ditambah berbagai rnament dari kertas karton, gabus dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai