ASUHAN KEPERAWATAN
OSTITIS
Dosen Pengampu :
Ns. , M.Kep.
Disusun oleh :
Kelompok 5 (S17C)
1. Silviana Aristianti (S17152)
1. Siti Lestari (S17153)
2. Susi Narasari (S17154)
3. Tri Astuti Chandra D (S17155)
4. Umu Zulaihah A.F (S17156)
5. Violheta Ajeng N (S17157)
6. Wahyu Eka P (S17158)
7. Winda Puji L (S17159)
8. Dita Pramianti Firdaus (S16141)
9. Melvon Umbu H.K (S16165)
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari dm gestasional?
2. Apa Penyebab/etiologi dari dm gestasional?
3. Bagaimana patofisiologi dari dm gestasional?
4. Bagaimana patway dm gestasional?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari dm gestasional?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakkan untuk dm gestasionl?
7. Apa saa pengaruh dm gestasional pada kehamilan?
8. Bagaimana penatalaksanaan dm gestasional?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahi definisi dari dm gestasional?
2. Mengetahi Penyebab/etiologi dari dm gestasional?
3. Mengetahi patofisiologi dari dm gestasional?
4. Mengetahi patway dm gestasional?
5. Mengetahi manifestasi klinis dari dm gestasional?
6. Mengetahi pemeriksaan diagnostik yang dilakkan untuk dm gestasionl?
7. Mengetahi pengaruh dm gestasional pada kehamilan?
8. Mengetahi penatalaksanaan dm gestasional?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah
secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening,
atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran (Mansjoer, 2001).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan
istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari
OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah
dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus
menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran
timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake atu terdapat lubang pada
membran timpani itu sendiri.
B. ETIOLOGI
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari
2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2
bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani
terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif
aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram
negatif dan kuman anaerob (Mansjoer, 2001).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),
Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram
positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien
2
mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya
influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara
hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak diobati
dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.
C. KLASIFIKASI
OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak
terdapat kolesteatom.
2. OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe bahaya)
OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi
terletak pada marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang berbahaya atau total
timbul pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna.
D. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan
adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus
atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga (Fung,
2004).
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan
3
` produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke
telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom
bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
E. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Mansjoer, 2001).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom (Mansjoer, 2001).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak
marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya
atau fatal (Mansjoer, 2001).
5
Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma
bertambah besar.
F. PATWAY
G. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut
1. Pemeriksaan Audiometri
6
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
penghantaran suara ditelinga tengah. Para peneliti melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen
yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas
kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil
pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi
percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969.
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI
1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
7
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli
campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
8
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001) terapi OMSK sering lama dan harus
berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), prinsip terapi OMSK tipe benigna dan
maligna berbeda, yaitu :
1. Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual
di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab
itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus
menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara
oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien
alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
9
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin
juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
2. Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi,
bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.
Infeksi telinga tengah dan mastoid.Rongga telinga tengah dan rongga mastoid
berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis
telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di
rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa
ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, Jenis
operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan
luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang
dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya. Jenis
pembedahannya yaitu :
1. Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
10
luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak
terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat
menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga
menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan
dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada
membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran. Menurut Fung (2004), terapi difokuskan kepada penghilangan
gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi
11
antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu melalui pemberian per oral
atau tetes telinga jika ada perforasi membran tympani. Pembedahan untuk
mengangkat adenoid mungkin cocok untuk membuka tuba eustachius.
Pembedahan dengan membuka membrana tymponi (miringotomi) dengan
maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga
dalam. Decangestan atau antibismin dapat digunakan untuk membantu
mengeluarkan cairan dari tuba eustachius. Pada operasi ini selain rekonstruksi
membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.
Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak
waktu 6 s/d 12 bulan.
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior ling telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi
ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, oleh karena
sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.
I. KOMPLIKASI
12
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi di telinga dalam :
a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf
3. Komplikasi di ekstrasdural :
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hidrosefalus otitis.
5. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau
ketulian.
6. Mastuiditis
7. Cholesteatoma
8. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
9. Paralisis wajah
10. Labirin titis.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien OMSK anatara lain paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis,
labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses
subdural, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis
J. PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan.
Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita
tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi
yang serius (Fung, 2004).
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. N DENGAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
DI RUANGMELATI RSUD SURAKARTA
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Klien : Ny. N
Alamat : Nusukan, Surakarta
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
14
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Nusukan, Surakarta
Hubungan dengan Klien : Suami
Keterangan :
15
: Laki –Laki (Meninggal) : Perempuan
: Laki-Laki : Serumah
3. Pola Eliminasi
a. BAB
BAB Sebelum Sakit Selama Sakit
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Konsistensi Padat Padat
Frekuensi 1 x sehari 2 x sehari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
BAB Sebelum Sakit Selama Sakit
Warna Kekuningan Kekuningan
Frekuensi 1 x sehari 2 x sehari
Jumlah urine 200 cc 290 cc
Keluhan Tidak ada Tidak ada
16
4. Pola Aktivitas dan Latihan (Sebelum dan Selama Sakit)
a. Sebelum sakit
Kemampuan perawatan 0 1 2 3 4
diri
b. Makan/Minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas ditempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi/ROM V
Selama sakit
Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/Minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas ditempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi/ROM V
Keterangan :
1 : Mandiri 3 : dengan orang lain dan alat
1 : dengan alat bantu 4 : tergantung total
2 : dibantu orang lain
Kesimpulan : skor 2
17
Gangguan tidur Tidak ada Sering terbangun
dimalam hari karena
Nyeri yang dirasa
18
Keluarga pasien terlibat selalu menjaga dan merawat dengan baik
19
- Konjungtiva : Tidak Ananemis
- Sclera : Tidak ikhterik
- Pupil : Isokor
- Reflek terhadap cahaya : +/+
- Penggunaan alat bantu penglihatan : -/-
2) Hidung
- O2 : Tidak Terpasang 02
- Fungsi penghidu : Baik
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri sinus : Tidak ada
- Polip : Tidak ada pembesaran
- Napas cuping hidung : Ada
3) Mulut
- Kemampuan berbicara : Baik
- Keadaan bibir : Pucat
- Selaput mukosa : Nampak kering
4) Gigi : kurang bersih dan couries
5) Telinga
- Fungsi pendengaran : Terjadi gangguan fungsi pendengaran di
telinga sebelah kiri
- Bentuk : Simetris
- Kebersihan : Tidak bersih
- Serumen : keluar cairan dari telinga kiri berwarna
kekuningan
- Nyeri telinga : Ada
c. Leher
- Bentuk : Simetris
- Pembesaran tyroid : Tidak ada
- Kelenjar getah bening : Tidak ada
- Nyeri waktu menelan : Tidak ada
d. Dada (thorax)
1) Paru-paru
20
Inspeksi : inspirasi menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi : Tidak ada nyeri Tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
2) Jantung
Inspeksi : ictus cordis nampak pada ICS II
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak ada benjolan
Perkusi : pekak
Auskultasi: suara S1 Lup dan S2 dup tunggal
e. Abdomen
Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada luka
Auskultasi : terdengar bising usus 18x/menit
Perkusi : kuadran I pekak, II,III,IV timpani
Palpasi : tidak ada benjolan atau nyeri tekan
f. Ekstremitas
1) Atas
Kanan Kiri
Kekuatan otot 5 5
ROM Aktif Aktif
2) Bawah
Kanan Kiri
Kekuatan otot 5 5
ROM Aktif Aktif Asistif
Perubahan bentuk tulang Tidak ada Tidak ada
Perubahan akral Hangat Hangat
Pitting edema Tidak ada Tidak ada
g. Integumen
21
Warna kulit : Sawo Matang
Turgor kulit : Elastis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan radiologi CT Scan mastoid tanggal 07 Oktober 2014
Hasil : Soft tissue mass amicula dextra, mastoiditis sinistra
FAAL HATI
FAAL GINJAL
DIABETES
ELEKTROLIT
22
Natrium 136 mmol/L 136-145
HEMOSTASIS
HEMATOLOGI
23
Basofil# 0,03 % 0-0,1
NRBC# 0 % -
NRBC% 0 103μL -
HEPATITIS
24
A. ANALISA DATA
No Hari/Tgl/Jam Data Fokus Problem Etiologi Ttd
1 Senin/12 mei DS : Pasien mengatakan Risiko
2019 sering kencing di malam ketidakstabil
08.00 hari, dan banak minum. an kadar gula
DO : pasien terlihat darah
lemah,
GDS: 300 mg/dl
TD: 180/80 Mmhg
N: 84x/mnit
RR: 20x/mnit
2 Senin/ 12 mei DS : Pasien mengatakan Ketidak Faktor
seimbangan
2018/ muntah, lemah. biologi
nutrisikrang
08.30 WIB DO : Klien terlihat dari
kebutuhan
pucat, lemah, mual dan
tubuh
muntah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah
2. Ketidak seimbangan nutrisikrang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi
25
C. RENCANA KEPERAWATAN / INTERVENSI
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Ttd
Dx Hasil (NIC)
1. Setelah dilakukan 1. Manajemen hiperglikemia (2120)
tindakan keperawatan a. monitor kadar glukosa darah, sesuai
1x24 jam, indikasi
ketidakstabilan kadar b. instruksikan pada pasien dan keluarga
gula darah dapat mengenai manajemen diabetes selama
teratasi dengan periode sakit, termasuk pengunaan insulin
kriteria hasil : dan/ obat oral, monitor aspan cairan,
1. kadar gula darah penggantian karbohidrat dan kapan
(2300) mencari bantuan petugas kesehatan,
a. glukosa darah dari 2 sesuai kebutuhan.
(deviasi yang cukup c. konsultasikan dengan dokter tanda dan
besar dari kisaran gejala hiperglikemia yang menetap/
normal) menjadi 4 memburuk.
(deviasi ringan sedang d. berikan insulin sesuai resep
dari kisaran normal).
b. urin glukosa dari 2
(deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) menjadi 4
(deviasi ringan sedang
dari kisaran normal).
26
(1802) c. Monitor kalori dan aspan makan
a. Diet yang dianjrkan d. Instruksikan pasien mengenai
dari 2 (pengetahan kebutuhan nutrisi (yaitu: membahas
terbatas) menadi 4 pedoman diet dan piramida makanan)
(pengetahuan banak)
b. hubungan antara
diet, olahraga dan
berat badan dari 2
(pengetahan terbatas)
menadi 4
(pengetahuan banak)
c. Strategi
meningkatkan
kepatuhan diet dari 2
(pengetahan terbatas)
menadi 4
(pengetahuan banak)
D. TINDAKAN KEPERAWATAN/IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/ No Implementasi Respon Ttd
Dx
Jam
Senin/12 1. 1.Memonitoring kadar glukosa S: Pasien mau diajak
mei 2019/ 08.00
darah, sesuai indikasi kerjasama
08.00
WIB O: Pasien tampak
kooperatif
27
kapan mencari bantuan
petugas kesehatan, sesuai
kebutuhan.
28
3. Memonitoring kalori dan
S: Pasien mengatakan
aspan makan
makan yang diberikan
dari rs habis ½ porsi
O: Klien terlihat
sudah enakan
4. Menginstruksikan pasien
S: Keluarga pasien
mengenai kebutuhan nutrisi
sangat kooperatif
(yaitu: membahas pedoman
terhadap pasien ang
diet dan piramida makanan)
sakit
O: Keluarga klien
mau diajak kerasama
E. EVALUASI
29
2 S : Pasien mengatakan makan makanan ang diberikan
dari rs sudah habis ½ porsi
O : Pasien terlihat sdah enakan, dan kelarga pasien
sangat kooperatif
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
a. Monitor kalori dan aspan makan
b. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
(yaitu: membahas pedoman diet dan piramida
makanan)
30
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1 & 2. Yogyakarta : Mediaction
Publishing.
31